BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sangat dominan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sekolah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan sifat dan tata laku

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. lebih sistematis, rasional, dan kritis terhadap permasalahan yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu

BAB I PENDAHULUAN. pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Tuntas Belum Tuntas Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai salah satu komponen pendidikan yang wajib diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa Indonesia dipelajari untuk menjadikan peserta didik mampu

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. memungkinkan bagi kita untuk mengetahui tentang budaya yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat,

PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak yang dilakukan pemerintah, beberapa diantaranya dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. atau penghargaan ). Belajar yang dapat mencapai tahapan ini disebut dengan belajar

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang dapat berkompetisi di

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran siswa dapat memahami konsep yang dipelajarinya. mengingat dan membuat lebih mudah dalam mengerjakan soal-soal

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi alat-alat tubuh organisme dengan segala keingintahuan. Segenap

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, kondisi prestasi belajar siswa SMK Negeri 5 Bandung terus

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. ataupun Madrasah Aliyah (MA) bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. pesat telah membawa perubahan besar terhadap pendidikan. Dewasa ini perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena

BAB I PENDAHULUAN. guru dalam suatu proses belajar mengajar. Keluhan-keluhan tentang sulitnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tujuan tertentu yang hendak dicapai. Proses itu merupakan tindakan konkrit

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan alam secara umum masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produktif yang sangat diperlukan khususnya di bidang pendidikan. Dengan. memaparkan, bahkan mempengaruhi orang lain.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. soal matematika apabila terlebih dahulu siswa dapat memahami konsepnya.

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan metode pembelajaran yang kurang. Djamarah (2013:3) menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Guru dituntut untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. adalah Mencerdaskan kehidupan bangsa. Strategi untuk mencerdaskan

BAB I PEDAHULUAN. Keberhasilan proses pembelajaran dalam kegiatan pendidikan di suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SIFAT SIFAT CAHAYA MELALUI MEDIA CERMIN PADA PESERTA DIDIK KELAS V SDN SAMBENG SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan sarana yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengajaran tentang membedakan fakta dan opini pada teks editorial/ tajuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Minat belajar yang tergambarkan dari motivasi belajar siswa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. catatan Human Development Index UNDP (United Nation Development Program)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. baik dan meningkatnya penguasaan konsep materi yang telah diajarkan.

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF ROLE PLAYING DENGAN CD INTERAKTIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan. satunya adalah rendahnya minat belajar matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berkembangnya IPTEK di era modern ini memberikan kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak pernah dipisahkan dari aspek kehidupan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kualitas tinggi merupakan suatu bangsa yang akan mampu bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. (instruction) dan pengajaran (teaching). Pembelajaran adalah usaha mengelola

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Guru merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dari kualitas pendidikan dari bangsa di negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang memiliki kemampuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah memiliki peran yang cukup besar dalam peningkatan sumber daya manusia melalui proses belajar mengajar. Hamalik (1993) menyatakan bahwa secara operasional ada lima variabel yang berperan dalam proses belajar mengajar, yaitu tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode dan teknik mengajar, guru, murid, dan logistik. Semua faktor ini mempunyai pengaruh yang saling berkaitan satu dengan yang lain dalam pencapaian tujuan proses belajar mengajar. Mempelajari Pendidikan Agama Buddha membutuhkan kompetensi dalam mengamati dan menguasai fakta, konsep atau prosedur. Hal ini membutuhkan suatu langkah-langkah yang terorganisasi untuk menyajikan materi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Buddha. Menyadari betapa pentingnya mempelajari Pendidikan Agama Buddha, telah banyak dilakukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Buddha disekolah misalnya penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas dan kemampuan guru Pendidikan Agama Buddha, penyediaan dan perlengkapan buku-buku bacaan di perpustakaan dan masih banyak lagi upaya lain yang ditempuh guna memperbaiki pencapaian hasil belajar yang maksimal. Namun demikian sampai sejauh ini pencapaian hasil belajar Pendidikan Agama Buddha di sekolah secara umum masih dapat dinyatakan belum sesuai dengan harapan. Rendahnya hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha tentu dipengaruhi oleh banyak variabel. Namun secara garis besar variabel tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Thonthowi (1993) menjelaskan secara keseluruhan yang termasuk faktor eksternal adalah bahan ajar, strategi mengajar, media pendidikan, dan situasi lingkungan. Sedangkan faktor internal meliputi kesehatan dan kesempurnaan badan, motivasi, berpikir, inteligensi, sikap, perasaan, dan emosi. Berdasarkan hal tersebut salah satu diantaranya yang merupakan faktor eksternal 1

adalah strategi pembelajaran oleh guru dan faktor internal salah satu diantaranya adalah motivasi berprestasi siswa. Selanjutnya rendahnya minat dan hasil belajar siswa, menurut Wardiman Joyonegoro dalam Ariani (2003) adalah karena proses belajar mengajar yang kurang mendukung tercapainya pemahaman anak didik, terlalu banyak hafalan dan strategi pembelajaran yang kurang bervariasi. Herman (1988) menyatakan belajar akan berhasil bila tujuan belajar yang kita kehendaki bisa tercapai. Tujuan ini akan bisa tercapai jika faktor peserta didik, pengajar, proses pembelajaran dan penilaian dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Dalam kegiatan pembelajaran ada batasan ketercapaian hasil belajar minimal yang harus dicapai siswa disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan Standar Pendidikan Nasional, nilai hasil belajar Pendidikan Agama Buddha minimal adalah 75. Bila ditinjau dari hasil belajar khususnya di Kota Medan, kenyataan informasi yang diperoleh dari beberapa guru di SMA nilai minimal masih belum dapat mencapai 75. Dengan demikian dapat dinyatakan nilai mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha di SMA rata-ratanya masih dibawah standar. Dapat kita lihat nilai KKM untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha kelas X SMA Sutomo 2 Medan masih mencapai nilai 65, hal ini masih jauh di bawah KKM yang ditetapkan oleh Standar Pendidikan Nasional yaitu 75. Nilai KKM yang rendah tersebut juga sejalan dengan masih rendahnya nilai perolehan siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha pada uji kenaikan kelas seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Hasil Belajar Ujian Kenaikan kelas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha Pada Kelas X SMA Sutomo 2 Medan Tahun Ajaran 2007/2008 Sampai Dengan 2009/2010. No Tahun Nilai Pelajaran Terendah Tertinggi Rata-rata 1 2007/2008 51,00 80,00 65,50 2 2008/2009 53,00 83,00 68,00 3 2009/2010 50,00 82,00 66,00 Sumber Data: Kantor Tata Usaha SMA Sutomo 2 Medan 2

Data di atas menunjukkan bahwa perolehan hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa masih cenderung kurang memuaskan terlihat dari adanya hasil belajar yang rendah dan nilai rata-rata di bawah Standar Pendidikan Nasional. Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa rata-rata karakteristik siswa seperti minat belajar khususnya siswa kelas X terhadap pendidikan agama Buddha di SMA Sutomo2 adalah relatif baik, namun dalam proses pembelajaran guru cenderung menggunakan strategi pembelajaran konvensional yakni guru mengajar dengan metode ceramah, memberi contoh, memberi tugas, dan melakukan penilaian. Jadi proses pembelajaran berpusat pada guru atau guru lebih aktif dari siswa sehingga siswa hanya memahami materi pembelajaran berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari guru saja akibatnya siswa tidak mampu mengembangkan pengetahuan secara mandiri. Selain faktor eksternal seperti strategi pembelajaran hasil belajar juga dipengaruhi oleh faktor internal seperti motivasi berprestasi. Djamarah (2006) menyatakan dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu aspek intelektual dan psikologis. Hal ini dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual yang memiliki perbedaan secara individu. Motivasi berprestasi merupakan motif untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan sekaligus motif untuk memperoleh kesempurnaan, sehingga motivasi berprestasi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar seseorang. Menurut Nasution (2008) pengajaran yang membimbing siswa untuk mencapai sukses melalui langkah-langkah yang teratur dapat menimbulkan motivasi kuat dan akan memacu untuk berusaha segiat-giatnya. Motivasi kuat selanjutnya memacu siswa untuk menguasai materi tuntas (mastery learning) sehingga diperoleh dasar yang lebih mantap untuk menghadapi pelajaran baru. Selanjutnya Davies (1981), mengemukakan bahwa setidaknya ada tiga hal penting motivasi berprestasi yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran yaitu: (a) motivasi memberi semangat, sehingga siswa menjadi aktif, sibuk dan tertarik, (b) motivasi mengarahkan dan mengendalikan tujuan siswa sehingga dapat melengkapi suatu tugas, mencapai tujuan khusus yang diinginkan, (c) motivasi adalah selektif, agar siswa dapat menentukan kegiatan apa yang akan dilakukan. 3

Dengan demikian, motivasi berfungsi sebagai penentu prioritas untuk keberhasilan seseorang. Secara lebih tegas Aiken (1977) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah daya penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai kemampuan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki kekuatan tersembunyi yang mendorongnya untuk bertindak dengan cara yang khas. Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung berusaha menyelesaikan tugasnya secara tuntas tanpa menunda-nunda pekerjaannya. Menurut Davies (1991) kekuatan itu berpangkal pada naluri, kadang pula berpangkal pada suatu keputusan rasional, tetapi lebih sering hal itu merupakan perpaduan antara keduanya. Untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dalam menunjang hasil belajar yang baik maka salah satu cara adalah dengan melakukan pendekatan individual. Menurut Djamarah ( 1995), pendekatan individual anak didik tersebut memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual ini, sehingga strategi belajar tuntas atau mastery learning yang menuntut penguasaan penuh kepada anak didik akan menjadi kenyataan atau paling tidak anak didik mendapatkan penguasaan optimal. Bentuk pengajaran yang digunakan adalah pengajaran yang melibatkan setiap siswa dalam kelas secara maksimal dengan menciptakan kondisi-kondisi eksternal yang optimal bagi masing-masing siswa, dan mengabdi pada azas kemajuan dalam belajar secara kontiniu. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya prestasi belajar agama Buddha siswa sebagai berikut: (1) strategi pembelajaran apakah yang biasa digunakan para guru? (2) Apakah strategi pembelajaran yang dilakukan guru sudah memperhatikan latar belakang materi yang disajikan; (3) apakah sudah diterapkan pendekatan discovery, untuk mengaktifkan siswa dalam mencapai mastery learning?; (4) bagaimanakah cara menyampaikan pelajaran yang paling baik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Buddha? (5) 4

bagaimanakah penerapan strategi pembelajaran discovery terbimbing dan strategi pembelajaran discovery mandiri dalam proses belajar mengajar pendidikan agama Buddha? (6) bagaimanakah tingkat motivasi berprestasi siswa dalam belajar Pendidikan Agama Buddha? (7) sudah terbiasakah guru-guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran discovery dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar pendidikan agama Buddha? C. Pembatasan Masalah Mengingat banyaknya permasalahan yang dikemukakan dalam identifikasi masalah, maka ruang lingkup permasalahan yang akan dikaji perlu dibatasi agar lebih jelas dan terarah sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai. Maksud lain yang menjadi pertimbangan adalah keterbatasan yang ada pada peneliti baik menyangkut tenaga maupun biaya, disamping itu pula agar memudahkan dalam pengumpulan, pengolahan dan interpretasi data, sehingga tujuan penelitian yang digariskan dapat tercapai. Oleh sebab itu maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Hasil belajar Pendidikan Agama Buddha dibatasi dalam ranah kognitif dengan materi pokok Kitab Suci Tripitaka berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada kelas X semester genap tahun pelajaran 2010/2011. 2. Strategi pembelajaran discovery dibatasi dengan menggunakan strategi pembelajaran discovery terbimbing dan strategi pembelajaran discovery mandiri. 3. Motivasi berprestasi adalah motivasi berprestasi siswa dalam mempelajari materi mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha dengan strategi pembelajaran discovery terbimbing dan strategi pembelajaran discovery mandiri. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah dalam penelitian ini, maka permasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran discovery terbimbing lebih tinggi daripada strategi pembelajaran discovery mandiri di SMA Sutomo 2 Medan? 5

2. Apakah hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah di SMA Sutomo 2 Medan? 3. Apakah terdapat interaksi antara strategi pembelajaran discovery dan motivasi berprestasi siswa terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa di SMA Sutomo 2 Medan? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pengaruh strategi pembelajaran discovery terbimbing dan strategi pembelajaran discovery mandiri terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa SMA Sutomo 2 Medan. 2. Mengetahui pengaruh motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa SMA Sutomo 2 Medan. 3. Mengetahui pengaruh interaksi antara strategi pembelajaran discovery dengan motivasi berprestasi siswa terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa di SMA Sutomo 2 Medan. F. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelola, pengembang, lembaga pendidikan dan penelitian selanjutnya, yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang hasil penerapan strategi pembelajaran discovery dan motivasi berprestasi dan pengaruhnya terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Buddha. Selain itu diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan guna meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan strategi pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dan motivasi berprestasi. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi guru Pendidikan Agama Buddha sebagai strategi pembelajaran alternatif dalam 6

menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan juga memberikan gambaran bagi guru tentang efektifitas dan efesiensi aplikasi strategi pembelajaran discovery berdasarkan karakteristik motivasi berprestasi siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Buddha. 7