BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sejak tahun 1999 Indonesia telah menganut sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata

BAB I PENDAHULUAN. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan pada bantuan pusat harus seminimal mungkin (Bastian:2001).

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami pemerataan pembangunan ke seluruh daerah. Hal ini didukung dengan kebijakan pemerintah mengeluarkan kebijakan otonomi daerah pada 1 Januari 2001, diatur dalam Undang-undang yaitu UU No. 22 tahun 1999 diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, pemerintah membentuk suatu kebijakan otonomi. Secara umum, pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat bekerja bersama-sama mengelola sumber daya daerah. Proses inilah yang disebut pembangunan daerah. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri, pembangunan daerah setiap kabupaten dan kota belum bisa dikatakan merata. Hal ini dikarenakan perbedaan sumber daya asli yang dihasilkan masing-masing daerah. Menurut pendapat Arsyad (1977) dalam Nurman (2015), perbedaan keadaan sosial ekonomi di setiap daerah akan membawa implikasi bagi cakupan campur tangan pemerintah untuk setiap daerah juga berbeda. Perbedaan tingkat pembangunan antardaerah mengakibatkan

perbedaan tingkat kesejahteraan antar setiap daerah. Oleh karena itu, kebijakan otonomi daerah hadir sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakan yang bertujuan meningkatkan pembangunan di daerahnya. Pembangunan daerah melalui otonomi dapat memberdayakan masyarakat lokal sehingga memperluas pilihan-pilihan yang dapat dilakukan masyarakat lokal dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, dan tenteram. Salah satu faktor yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah adalah peningkatan kemampuan pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri atas: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber utama menopang pembiayaan daerah. Menurut Nurman (2015), kemampuan suatu daerah menghasilkan PAD akan mempengaruhi perkembangan pembangunan daerah tersebut. Kontribusi PAD akan sangat memengaruhi tingkat ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah pusat. Nurman mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan yang lebih penting dibandingkan sumber keuangan lainnya dikarenakan penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan inisiatif pemerintah daerah tersebut. Berbeda dengan sumber keuangan lain yang berasal dari pemerintah pusat bersifat lebih mengikat dan hanya dapat dipergunakan sesuai dengan maksud tujuan yang telah ditentukan. Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004, sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah

dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pemerintah pusat mengatur ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Pengelolaan pajak dan retribusi daerah menjadi sumber terbesar Pendapatan Asli Daerah. Pemungutan kedua variabel ini dilakukan oleh Pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pajak dan retribusi daerah digunakan sebagai pembiayaan utama dalam pembangunan daerah. Pemerintah daerah memanfaatkan pembayaran pajak dalam pembangunan fasilitas, saran dan prasarana publik, pembinaan UMKM baik dalam hal pembinaan maupun pemberian modal. Dengan demikian jelas bahwa peranan pajak daerah dan retribusi daerah sangat dominan dalam mendukung jalannya pembangunan daerah. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah yaitu terkait penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah. Kontribusi yang diharapkan baik dari penerimaan pajak daerah ataupun retribusi daerah sampai sekarang belum optimal. Hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai salah satu pemliknya. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memaksimalkan pendapatan daerah dengan mengusahakan kekayaan alam daerah tersebut dan melalui badan usaha milik daerah (BUMD). Akan tetapi, yang sering terjadi adalah pemerintah kurang mengupayakan pendapatan daerah

yang berasal dari kekayaan daerah dan BUMD. Kontribusi BUMD dan kekayaan daerah masih sangat rendah terhadap pendapatan daerah. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut, Satria Yudha Wibowo menyatakan hasil evaluasi Mendagri terhadap perubahan anggaran pendapatan dan Belanja Sumut 2014 dinyatakan bahwa target PAD dari BUMD sangat kecil. Pengamat anggaran Elfenda Ananda mengatakan, pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mengevaluasi setiap BUMD yang ada. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan seharusnya dapat menjadi sumber pendapatan utama menopang pendapatan daerah Sumatera Utara. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, dana darurat, dan penerima lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yan berlaku. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain, bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah. Sedangkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro. Umumnya, lain-lain penerimaan yang sah tidak banyak berkontribusi dalam memaksimalkan PAD. Pemerintah provinsi belum dapat secara optimal meningkatkan pendapatan daerah melalui penerimaan lainlain yang sah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD. Sedangkan, kinerja diartikan sebagai aktivitas terukur dari

suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Menurut Bastian (2007:397), kinerja keuangan merupakan laporan operasi kegiatan pemerintah, yang bertujuan untuk menilai kinerja keuangan organisasi dalam hal efisiensi dan efektifitas serta memonitor biaya aktual dengan biaya yang dianggarkan. Prestasi pelaksanaan setiap program diukur sebagai tindakan untuk upaya perbaikan dan pencapaian tujuan di periode selanjutnya. Kinerja keuangan yang baik mencerminkan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai rumah tangga pemerintahannya sendiri. Laporan keuangan yang baik digunakan sebagai tolak ukur dalam penilaian kinerja keuangan pemerintah. Laporan keuangan yang baik disusun oleh pennyelenggara pemerintahan digunakan untuk mengetahui nilai sumber ekonomi yang dimanfaatkan dalam melaksanakan kegiatan operasional, menilai kondisi keuangan, membantu mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan. Salah satu alat untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerahadalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan disahkan. Meskipun begitu, penggunaan analisis rasio sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah masih sangat terbatas. Penggunaan analisis rasio umumnya diterapkan pada lembaga yang bersifat komersial. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam mengukur kinerja pemerintah daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah adalah Rasio Kemandirian, Rasio Upaya Fiskal, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, dan Rasio Pertumbuhan. Rasio kemandirian menggambarkan tingkat

partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi Rasio Kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah (Halim, 2007:233). Rasio Upaya Fiskal merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi rasio upaya fiskal maka akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah semakin lebih baik dalam perencanaan dan pengelolaan pendapatan. Sebaliknya, semakin rendah rasio upaya fiskal maka akan terlihat bahwa pemerintah belum cukup baik dalam perencanaan dan pengelolaan pendapatan daerah. Rasio Desentralisasi Fiskal bertujuan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah terhadap total pendapatan daerah. Rasio ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah merupakan rasio yang mengukur keberhasilan operasi pada sektor publik. Hasil rasio dikatakan efektif bila kegiatan tersebut memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat. Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang telah direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2007:234). Rasio Pertumbuhan adalah rasio yang digunakan untuk menganalisis pertumbuhan dan perkembanngan kinerja keuangan pemerintah daerah. Hasil rasio ini kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi sumber potensial mana yang perlu mendapat perhatian (Halim, 2007:241).

Umumnya, kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia masih dikatakan baik. Kinerja keuangan pemerintah daerah yang baik menujukkan peningkatan rasio setiap tahunnya. Kinerja keuangan dihitung melalui perbandingan anggaran dan realisasi pendapatan daerah setiap tahunnya. Pemerintah daerah dapat dikatakan memiliki kinerja keuangan yang baik apabila pendapatan daerah meningkat bersamaan dengan meningkatnya realisasi setiap komponen PAD. Akan tetapi bila dihitung lebih lanjut, terdapat beberapa daerah yang memiliki selisih angka rasio yang menunjukkan kinerja keuangan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Provinsi Sumatera Utara sendiri mengalami penurunan kinerja keuangan pemerintah daerah sejak tahun 2011. Tabel 1.1 berikut menunjukkan perkembangan PAD, pajak, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah pada Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014. Tabel 1.1 Perkembangan PAD, Pajak, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah pada Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 (dalam jutaan rupiah) Tahun Variabel 2010 2011 2012 2013 2014 Anggaran PAD 2.226.498 3.181.900 4.026.427 4.809.369 4.944.502 Realisasi PAD 1.029.504 3.578.462 4.050.764 4.092.722 3.096.887 Pajak 484.301 3.141.124 3.636.073 3.685.438 2.848.628 Retribusi Daerah 322.026 31.298 33.487 66.938 15.259 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 89.156 289.250 263.935 229.195 148.570 Lain-lain PAD 134.021 116.791 117.269 111.151 84.430 Sumber: Laporan Realisasi APBD (www.djpk.go.id) Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada setiap tahunnya sejak tahun 2010 sampai tahun 2013, Pendapatan Asli Daerah pada Provinsi Sumatera Utara selalu

mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, dan mengalami penurunan di tahun 2014. Akan tetapi bila kita perhatikan perkembangan setiap komponen PAD, sebagian besar komponennya menunjukkan penurunan. Perolehan pajak daerah sebesar Rp 484.301.000.000,- pada tahun 2010 terus mengalami peningkatan hingga Rp 3.636.073.000.000,- meskipun peningkatan perolehan pajak daerah pada tahun 2013 semakin sedikit, yaitu hanya sebesar Rp 49.365.000.000,- dan mengalami penurunan di tahun 2014. Perkembangan retribusi daerah pada tahun 2010 sebesar Rp 322.026.000.000,- justru mengalami penurunan hingga Rp 15.259.000.000,- pada tahun 2014. Selanjutnya, hasil pengelolaan kekayaan daerah dari tahun 2010 hingga 2011 mengalami peningkatan. Penurunan perolehan hasil pengelolaan kekayaan daerah sejak tahun 2012 berlanjut hingga 2014. Begitu juga dengan Lain-lain Pendapatan yang Sah mengalami penurunan setiap tahunnya sejak 2010 hingga 2014. Pengalaman empiris menunjukkan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara belum mampu mengandalkan PAD untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya. Pemerintah daerah juga belum mampu mengoptimalkan perolehan setiap komponen PAD dalam rangka mengupayakan peningkatan pendapatan daerah. Meskipun realisasi perolehan PAD menunjukkan peningkatan, akan tetapi realisasi perolehan setiap komponen PAD cenderung mengalami penurunan pada setiap periodenya. Kinerja keuangan tersebut dihitung dengan cara membandingkan total pendapatan asli daerah dengan total anggaran pendapatan asli daerah.

1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: Realisasi Anggaran Provinsi Sumatera Utara www.djpk.go.id (Data Diolah) Gambar 1.1 Rasio Pertumbuhan Kinerja PAD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 (Dalam Persen) Gambar 1.1 menunjukkan kinerja keuangan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010-2014. Semakin tinggi hasil rasionya, maka akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah daerah semakin lebih baik dan adanya perencanaan yang baik dalam pengelolaan pendapatan. Bila dibandingkan dengan grafik diatas, maka dapat dilihat bahwa kinerja keuangan pemerintah menurun. Total pendapatan asli daerah yang berhasil direalisasikan mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara belum cukup baik dalam mengelola pendapatan asli daerah. Bila dikaitkan dengan reealisasi komponen PAD, maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintah belum maksimal dalam mengupayakan sumber pendapatan daerah. Kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara belum cukup baik untuk setiap tahunnya dalam merealisasikan target Anggaran Pendapatan Asli Daerahnya.

Berdasarkan fenomena dan teori yang telah diungkapkan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kinerja keuangan daerah.selanjutnya penelitian ini diberi judul Analisis Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Di Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Sumber Lain-lain PAD yang sah, secara parsial dan simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Propinsi Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Sumber Lain-lain PAD yang Sah, baik secara parsial maupun simultan terhadap terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Propinsi Sumatera Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diberikan dari penelitian ini kepada beberapa pihak antara lain: 1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan serta informasi mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga peneliti lebih memahami mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan pemerintahan daerah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai informasi kepada pemerintahan daerah di Provinsi Sumatera Utara mengenai pengaruh komponen PAD terhadap kinerja keuangan suatu daerah. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya sebagai acuan dan informasi tambahan untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan kinerja keuangan daerah.