Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY DUTIES DALAM PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

FAJAR EKO PRABOWO WENNY SETIAWATI FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI DEPOK JANUARI 2013

BAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I P E N D A H U L U A N

STIE DEWANTARA Subyek Hukum Bisnis

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

DAFTAR PUSTAKA. Budirto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Mataram : Ghalia Indonesia, 2009

B AB II PENGANGKATAN DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Kedudukan PT dan PT Bank dalam Hukum Perusahaan

HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

Aspek Hukum Perusahaan. Pengaturan, Pengertian, Bentukbentuk perusahaan, Kepemilikan, Perbuatan dan pertanggungjawaban perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Perseroan Terbatas (PT) a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk

PERANAN, KEWENANGAN DAN KEDUDUKAN DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN TERBATAS SANGANA TIMOR LUMBAN SIANTAR ABSTRACT

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB I PENDAHULUAN. suatu wadah agar dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. struktur yang memberi ciri pada sistem, maka dapat bertahan sebagai kesatuan. 1

D A F T A R R E F E R E N S I

BUSINESS JUDGMENT RULE SEBAGAI IMMUNITY DOCTRINE BAGI DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA DI INDONESIA *

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT. Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun

Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin

BAB I PENDAHULUAN. Badan usaha (business organization) di Indonesia sekarang ini demikian beragam

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (ASEAN Economic Community) juga sudah di depan mata. Sorotan

BAB II KEWENANGAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKSANAKAN PENGURUSAN PERUSAHAAN

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud

BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

PERUSAHAAN MENURUT MAHKAMAH AGUNG (HOGE RAAD) : PERUSAHAAN ADALAH SESEORANG YG MEMPUNYAI PERUSAHAAN JIKA IA BERHUBUNGAN DGN KEUNTUNGAN KEUANGAN DAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI TERHADAP PERBUATAN HUKUM PERSEROAN YANG MERUGIKAN PIHAK KETIGA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB. I PENDAHULUAN. (Commanditaire Vennootschap atau CV), Firma dan Persekutuan Perdata. Dalam

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

TANGGUNG JAWAB ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DALAM PERSEROAN ATAS KELALAIAN MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara merupakan salah satu asas pokok. pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN Oleh : Jonas Lukas 2

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Banyak

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

DAFTAR PUSTAKA. Amanat, Anisitus, 1996, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM

Oleh : Arie.Muhyiddin. SH., MH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma,

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. luas. Hal tersebut sesuai dengan ide dasar tentang tujuan negara dalam. mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

BAB II PRINSIP BUSINESS JUDGMENT RULE DI DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI PADA PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia merupakan bentuk-bentuk. yang mengadopsi bentuk usaha yang ada di Belanda.

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law dikenal sebuah doktrin yang digunakan dalam hukum perusahaan yaitu Doktrin Business Judgment Rule, doktrin tersebut telah menjadi bagian dari tradisi hukum common law. Doktrin ini merupakan anggapan bahwa direksi dalam mengambil keputusan bisnis yang mengakibatkan kerugian pada perusahaan yang diurusnya telah berdasarkan itikad baik dan sepenuhnya untuk kepentingan perusahaan, sehingga direksi dilindungi dari tanggung jawab atas kerugian tersebut. Kebanyakan para penulis dan para ahli hukum di Indonesia menyatakan bahwa konsep doktrin Business Judgment Rule diatur dalam peraturan perundangundangan di Indonesia, dasar hukum dari pendapat para penulis dan para ahli hukum di Indonesia itu adalah pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Perseroan Terbatas), bahkan ada yang menyatakan beberapa pasal lain seperti pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas dan pasal 104 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas merupakan pengaturan konkrit dan jelas dari doktrin Business Judgment Rule di dalam hukum perusahaan Indonesia. Beberapa buku maupun tulisan ilmiah ikut mendukung pernyataan para ahli dan para penulis tersebut bahwa doktrin Business Judgment Rule telah diatur secara jelas dan konkrit dalam hukum perusahaan di Indonesia. Penulis bermaksud untuk menganalisa lebih lanjut mengenai pemahaman dan penerapan doktrin Business Judgment Rule serta menganalisa keberadaan doktrin Business Judgment Rule di Indonesia berdasarkan pernyataan yang ada di dalam buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah yang menyatakan bahwa doktrin Business Judgment Rule telah diatur secara jelas dan konkrit di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam bidang hukum perusahaan yaitu pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Menurut pendapat penulis, pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas hanyalah sabagai sarana yang 1

2 diberikan Undang-Undang Perseroan Terbatas bagi direksi suatu perseroan terbatas sebagai upaya untuk membebaskan direksi dari pertanggungjawaban pribadi atas kerugian perseroan terbatas yang diurusnya, namun bukan merupakan penerapan dari doktrin Business Judgment Rule seperti yang diterapkan dalam hukum perusahaan di negara-negara yang menggunakan sistem hukum common law. Salah satu buku karangan Gunawan Widjaja yang berjudul 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa wujud dari doktrin Business Judgment Rule dapat ditemukan pengaturannya konkritnya pada beberapa pasal dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pada halaman 77 buku ini menyatakan pasal 69 ayat (4), pasal 97 ayat (5), dan pasal 104 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas merupakan pengaturan konkrit doktrin Business Judgment Rule di dalam hukum perusahaan Indonesia. 1 Di samping buku yang ada, terdapat pula tulisan ilmiah berupa Tesis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan yang ditulis oleh salah satu mahasiswa Magister Kenotariatan yang menyatakan bahwa pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas menggambarkan dengan jelas adanya pemberlakuan doktrin Business Judgment Rule bagi Direksi di Indonesia. 2 Selain itu masih ada tulisan lain yang menyatakan bahwa perlindungan dalam pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas menggambarkan dengan jelas adanya pemberlakuan doktrin Business Judgment Rule bagi direksi di Indonesia. Peraturan perundang-undangan di Indonesia di bidang hukum perusahaan berkembang cukup pesat, hal ini terlihat dengan adanya perubahan peraturan mengenai Perseroan Terbatas di Indonesia. Perkembangan ekonomi dunia yang berjalan dengan sangat pesat memicu persaingan ekonomi dunia yang ketat. 1 Lihat Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: ForumSahabat, 2008), hlm. 77. 2 Lihat Kanya Candrika. K, Penerapan Business Judgment Rule Sebagai Wujud Perlindungan Direksi Dalam Pengurusan Perseroan Terbatas di Indonesia, (Tesis Magister Kenotariatan, Depok, 2009), hlm. 47.

3 Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga mempunyai peranan dalam pertumbuhan ekonomi dunia mempunyai tantangan dan dituntut untuk memacu pertumbuhan di bidang ekonomi dalam negeri. Para pengusaha di Indonesia dituntut untuk menjalankan usaha dengan manajemen yang baik agar dapat bertahan dan bersaing dengan perusahaan asing yang masuk ke dalam negeri dengan tidak menutup diri dari masuknya investorinvestor negara lain ke dalam dunia perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu Indonesia dituntut untuk melakukan pembaharuan pengaturan hukum di bidang perusahaan. Perseroan Terbatas di Indonesia pada awalnya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang merupakan produk hukum dari Belanda yang diberlakukan di negara jajahan Belanda berdasarkan asas Konkordansi, dikenal dengan Wetbook van Koophandel. Pada tahun 1995, pengaturan terhadap Perseroan Terbatas mulai diatur oleh produk hukum dalam negeri dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Produk hukum ini bertahan cukup lama dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut mengalami revisi setelah 12 tahun dan tidak berlaku lagi dengan lahirnya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjadi acuan hukum terhadap Perseroan Terbatas di Indonesia. Revisi tersebut bertujuan untuk meningkatkan pembangunan perekonomian nasional sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha untuk menghadapi perkembangan perekonomian dunia dengan Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional. 3 Tidak sedikit para pengusaha di Indonesia, baik pengusaha dalam negeri maupun investor asing yang menjalankan usahanya dalam bentuk badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Bentuk-bentuk badan usaha yang diatur dalam Buku Kesatu Bab III Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (untuk selanjutnya disebut KUHD) 3 Lihat Konsideran Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756, Ps. 1 angka (1).

4 adalah Persekutuan Firma atau Fa atau Vennootschap Onder Firma, Persekutuan Komanditer atau CV atau Commanditaire Vennootschap, dan Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut PT) atau Naamlooze Vennootschap. Selain itu, masih ada bentuk usaha lain yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUHPer) yaitu Burgelijk Maatschap atau Persekutuan Perdata. Dari badan usaha yang ada, badan usaha yang berbadan hukum adalah Perseroan Terbatas, Koperasi, dan badan usaha lain yang dinyatakan sebagai badan hukum serta memenuhi kriteria badan hukum, sedangkan badan usaha yang bukan berbadan hukum adalah Burgelijk Maatschap, Firma, CV, dan usaha perseorangan. Istilah Perseroan Terbatas yang digunakan dewasa ini pertama kali dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap yang disingkat NV. 4 Di Indonesia saat ini Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 5 Perseroan terbatas merupakan salah satu badan hukum, berarti perseroan terbatas merupakan subjek hukum dimana perseroan terbatas sebagai sebuah badan yang dapat dibebani hak dan kewajiban seperti halnya manusia pada umumnya namun bagi perseron terbatas sebagai salah satu badan usaha yang berbadan hukum, hak dan kewajiban ini hanya berlaku pada lingkup hukum perdata. Perseroan terbatas sebagai salah satu badan hukum mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan pengurusnya. Perbuatan yang dilakukan pengurus dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan terbatas dalam mengelola 4 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan Yurisprudensi, (Yogyakarta: Total Media, 2009), hlm. 1. 5 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756, Ps 1 angka (1).

5 kekayaan perseroan terbatas merupakan tanggung jawab perseroan terbatas dan bukanlah merupakan tanggung jawab pengurus. 6 Badan hukum merupakan rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan agar dapat bertindak dalam status, kedudukan, kewenangan yang seakan-akan sama seperti manusia dalam lingkup hukum perdata. Badan ini disebut artificial person karena merupakan hasil rekayasa yang berupa tiruan, tidak sama namun dalam hal tertentu dapat dipersamakan dengan aslinya. Menurut teori organisme dari Otto Von Gierke, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia yang mempunyai organ-organ tubuh, misalnya kaki, tangan, dan lain sebagainya itu geraknya diperintah oleh otak manusia, demikian pula gerak dari badan hukum diperintah oleh badan hukum itu sendiri, sehingga pengurus adalah merupakan personifikasi dari badan hukum itu. 7 Istilah Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk kepada modal Perseroan Terbatas yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Kata terbatas merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya. 8 Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Karena itu, kegiatan usaha yang dijalankan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan pendirian perseroan terbatas. 9 Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan 2. 6 Lihat Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Djambatan, 2007), hlm. 7 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 61. 8 Khairandy, op. cit., hlm. 1., mengutip H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, (Jakarta: Djambatan, 1982). 9 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm. 51.

6 tujuannya. 10 Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. 11 Sebagai subjek hukum, perseroan terbatas dapat mengadakan hubungan hukum sendiri dalam rangka melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak ketiga namun dalam hal pelaksanaan dari hubungan itu dilakukan melalui pengurus. Dalam mengadakan hubungan hukum tersebut umumnya perseroan terbatas diwakili oleh pengurus atau organ perseroan terbatas, yang dinamakan Direksi. Direksi inilah yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. 12 Direksi merupakan pengurus perseroan yang menjalankan pengurusan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, hal ini sama halnya dengan organ tubuh manusia yang menjalankan perintah otak untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas tertentu seperti yang dinyatakan dalam teori organisme dari Otto Von Gierke yang telah diuraikan sebelumnya. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 13 Direksi berwenang menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat dalam batas yang ditentukan dalam Undang- Undang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar. Yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijakan yang antara lain, didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. 14 10 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Djambatan, 2007), hlm. 3. 11 Indonesia, op. cit., Ps. 1 angka (2). 12 Usman, op. cit., hlm. 51. 13 Indonesia, op. cit., Ps 1 angka (5).

7 Tugas dan tanggung jawab pengurusan dan perwakilan yang dimiliki Direksi itu bersumber pada dua hal, yaitu: kebergantungan perseroan pada Direksi dipercayakan dengan kepengurusan dan perwakilan perseroan dan perseroan adalah sebab bagi keberadaan (raison d etre) Direksi, apabila tidak ada perseroan, juga tidak ada Direksi. Karena itu, tepat dikatakan bahwa antara perseroan dan Direksi terdapat fiduciary relationship (hubungan kepercayaan) yang melahirkan fiduciary duties bagi para anggota Direksi. 15 Direksi melaksanakan tugas pengurusannya berdasarkan kepercayaan yang diberikan perseroan, berdasarkan itikad baik dan untuk kepentingan perseroan dengan tidak melampaui kewenangan yang diberikan kepada direksi serta sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Apabila anggota direksi menyalahgunakan kedudukannya sebagai pemegang amanah perseroan atau apabila bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya yang mengakibatkan perseroan menderita kerugian, maka setiap anggota direksi bertanggung secara pribadi. Sehubungan dengan hal ini, pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas dalam mengurus perseroan. 16 Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan bahwa direksi dalam melakukan pengurusan perseroan wajib melaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab, hal ini juga sebagai salah satu dasar agar direksi dapat membebaskan diri dari tanggung jawab pribadi maupun tanggung renteng seperti dinyatakan dalam pasal 97 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Di samping tanggung jawab direksi atas pengurusan perseroan, Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan terhadap pengurusan yang dilakukan direksi apabila dapat membuktikan: 14 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas: UU No. 40 Tahun 2007, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 113. 15 Usman, op. cit., hlm. 175., mengutip Fred. B.G. Tumbuan, 2001, hlm. 3-4. 16 Khairandy, op. cit., hlm. 222.

8 a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Ketentuan tersebut diatur di dalam pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Di Amerika Serikat menganut sebuah doktrin mengenai pertanggungjawaban Direksi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, yaitu Business Judgment Rule. Berlakunya doktrin ini memberikan ruang bagi direksi suatu perusahaan untuk menyeimbangkan antara kekuasaan dan pertanggungjawaban direksi dalam mengambil keputusan bisnis. Pertanggungjawaban Direksi secara pribadi, atas keputusan bisnis yang merugikan perusahaan, telah menjadi perdebatan sejak lama. Sejak 170 tahun yang lalu, hakim-hakim di negara dengan sistem hukum Anglo-Saxon, mengembangkan standar yang dikenal dengan istilah Business Judgment Rule (Greenhow: 1999). 17 Konsep dasar dari Business Judgment Rule berasal dari US Common Law (case law) dan telah dikembangkan lebih lanjut dalam 30 tahun terakhir melalui putusan pengadilan, terutama Mahkamah Agung Delaware, dan dikodifikasikan dalam The 2001 Australian Corporation Act. Business Judgment Rule is the presumption that in making business decisions not involving direct self-interest or self-dealing, corporate directors act on an informed basis, in good faith and in the honest belief that their actions are in the corporations best interest. 18 17 Bisnis Indonesia Online, Hakikat pertanggungjawaban pribadi dalam UUPT, http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/megapolitan/1id43193.html, diunduh 23 Desember 2009. 18 Bryan A. Garner, Black s Law Dictionary, 8 th Ed., (Minnesota: West Publishing Company, 2004), hlm. 200.

9 Berdasarkan hal tersebut di atas, Business Judgment Rule mengasumsikan bahwa dalam memuat suatu keputusan bisnis, direksi dari suatu perusahaan bertindak tidak untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, atas dasar informasi yang dimilikinya, dengan itikad baik dan dengan keyakinan bahwa tindakan yang diambil adalah semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Doktrin ini pada prinsipnya mencegah campur tangan judicial terhadap tindakan direksi, yang didasari itikad baik dan kehati-hatian dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum. Seperti yang telah diungkapkan penulis di bagian awal bahwa penulis dilatarbelakangi oleh beberapa pernyataan yang ada saat ini bahwa pengaturan dan penerapan doktrin Business Judgment Rule secara konkrit dan jelas terdapat di dalam hukum perusahaan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas sehubungan dengan tanggung jawab direksi suatu perseroan terbatas di Indonesia terhadap kerugian perseroan akibat keputusan bisnis dari direksi, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis bermaksud menganalisis lebih dalam mengenai pemahaman doktrin Business Judgment Rule terhadap tanggung jawab dan upaya bagi direksi perseroan terbatas untuk membebaskan diri dari tanggung jawab atas kerugian perseroan akibat keputusan bisnis direksi tersebut menurut ketentuan hukum perusahaan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis bermaksud untuk menyusun tesis dengan judul ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP BUSINESS JUDGMENT RULE MENURUT HUKUM INDONESIA TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS. 1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penulis bermaksud menulis tesis dengan pokok-pokok permasalahan yaitu : 1. Apakah pemahaman mengenai doktrin Business Judgment Rule terhadap tanggung jawab direksi suatu Perseroan Terbatas sesuai dengan penerapan pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

10 2. Apakah pertanggungjawaban Direksi suatu Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah tepat bagi hukum Indonesia atau perlu diadakan perubahan sesuai Doktrin Business Judgment Rule seperti yang dianut sistem hukum Common Law? 3. Apakah dampak yuridis yang mungkin timbul terhadap tanggung jawab direksi Perseroan Terbatas di Indonesia apabila diterapkannya Doktrin Business Judgment Rule di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia? 1.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, yang berarti bahwa penelitian ini mengacu dan menitikberatkan pada analisis norma hukum dengan tujuan untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya, baik hukum dalam arti law as it is written in the books (dalam bentuk peraturan perundangundangan), maupun hukum dalam arti law as it is decided by judge through judicial process (putusan-putusan pengadilan). Hal ini disebabkan oleh karena titik tolak penelitian ini adalah analisis terhadap pemahaman dan penerapan konsep atau doktrin di dalam peraturan perundang-undangan khususnya tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang diuraikan sebelumnya, tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian eksplanatoris dan preskriptif, yaitu penulis mencoba untuk menjelaskan lebih dalam akibat hukum yang mungkin timbul terhadap adanya suatu perbuatan yang dilakukan direksi dalam suatu Perseroan Terbatas dengan adanya doktrin Business Judgment Rule serta penulis mencoba memberi saran terhadap akibat hukum yang timbul dengan diterapkannya doktrin Business Judgment Rule itu. Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah : Sumber Hukum Primer, terdiri dari :

11 a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas b) Yurisprudensi; Sumber Hukum Sekunder, yakni yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti peraturan perundang-undangan negara lain yang terkait, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan tesis hukum. Sumber Hukum Tersier, yakni yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; seperti kamus, ensiklopedia, dan indeks kumulatif. 19 Alat pengumpulan data dalam penulisan tesis ini adalah studi dokumen. Pengolahan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini merupakan pengolahan data kualitatif. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis penelitian hukum ini dibagi atas 3 (tiga) bab yang menjelaskan dan menggambarkan permasalahan secara terpisah, yakni Bab I tentang Pendahuluan, Bab II tentang Pembahasan, dan Bab III merupakan Penutup. Dalam Bab I tentang Pendahuluan, peneliti akan menjelaskan latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, metode penelitian, serta sistematika penulisan. Kemudian pada Bab II tentang pembahasan, peneliti akan menguraikan dan memaparkan lebih dalam pemahaman mengenai Direksi sebagai salah satu organ Perseroan Terbatas, tugas dan kewenangan Direksi, tanggung jawab Direksi terhadap Perseroan Terbatas, hal-hal dan upaya yang membebaskan Direksi dari tanggung jawab terhadap kerugian suatu Perseroan Terbatas sesuai Undang- Undang Perseroan Terbatas di Indonesia, Doktrin Business Judgment Rule, kaitan antara Doktrin Business Judgment Rule dengan pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas, serta dampak yuridis yang timbul dalam hal Doktrin Business 19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, ed. 1, cet. 10, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 13.

12 Judgment Rule diterapkan di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia. Terakhir, pada Bab III yang merupakan Penutup, merupakan bagian dimana penulis merumuskan kesimpulan dari seluruh pembahasan dan uraian-uraian yang ada pada bab sebelumnya serta memberikan saran yang diperlukan terkait dengan pemahaman lebih mendalam mengenai Doktrin Business Judgment Rule dan kaitannya dengan pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas serta dampak yuridis yang timbul dalam hal diterapkannya Doktrin Business Judgment Rule tersebut dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia.