RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

19 Oktober Ema Umilia

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 8 TAHUN 2005

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

NOMOR 03 TAHUN 2OO4 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN WONOSOBO TAHUN

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLALAN KAWASAN LINDUNG DI PROPINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

1. KERINCIAN KELAS UNSUR DAN SIMBOLISASI SISTEM PERKOTAAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

Jenis Bahaya Geologi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB 5 RTRW KABUPATEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Disampaikan Pada Acara :

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEBUMEN TAHUN

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

Transkripsi:

Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang memiliki peruntukan ruang fungsi lindung adalah kawasan lindung. Kawasan lindung merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan bentukan kawasan yang memiliki peruntukan ruang untuk fungsi budidaya adalah kawasan budidaya. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Laporan Akhir V - 1

5.1. RENCANA POLA RUANG KAWASAN LINDUNG Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kriteria kawasan lindung adalah sebagai berikut : 1. Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih; b. kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat puluh persen); atau c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 1000-2000 meter di atas permukaan laut. 2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi : a. Kawasan bergambut dengan kriteria ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau rawa. 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar; b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai. (3) Kawasan sekitar danau atau waduk dengan kriteria: a. daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau b. daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk. (4) Ruang terbuka hijau kota dengan kriteria: a. lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) meter persegi; b. berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan jalur; dan c. didominasi komunitas tumbuhan. b. Kawasan resapan air dengan kriteria kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan. 3. Kawasan perlindungan setempat, meliputi : (1) Sempadan pantai dengan kriteria: a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. (2) Sempadan sungai dengan kriteria: a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, meliputi : (1) Kawasan suaka alam dengan kriteria: a. kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas baik di darat maupun di perairan; dan/atau b. mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalamnya. (2) Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dengan kriteria: a. memiliki ekosistem khas, baik di lautan maupun di perairan lainnya; dan Laporan Akhir V - 2

b. merupakan habitat alami yang memberikan tempat atau perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa. (3) Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut dengan kriteria: a. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya; b. memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi; c. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrant tertentu; atau d. memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. (4) Cagar alam dan cagar alam laut dengan kriteria: a. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya; b. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya; c. memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli atau belum diganggu manusia; d. memiliki luas dan bentuk tertentu; atau e. memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi. (5) Kawasan pantai berhutan bakau dengan criteria koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai ratarata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. (6) Taman nasional dan taman nasional laut dengan criteria : a. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam; b. memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami; c. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis yang masih utuh; d. memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia; dan e. memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam. (7) Taman hutan raya dengan criteria : a. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang beragam; b. memiliki arsitektur bentang alam yang baik; c. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata; d. merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang sudah berubah; e. memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan memiliki luas yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau bukan asli. (8) Taman wisata alam dan taman wisata alam laut dengan criteria : a. memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang indah, unik, dan langka; b. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata; c. memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan d. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan kegiatan wisata alam. (9) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan kriteria sebagai hasil budaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam Laporan Akhir V - 3

5. Kawasan rawan bencana alam, meliputi : (1) Kawasan rawan tanah longsor dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa a. kawasan poton atau lumpur vulkanik; b. kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau c. kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser. batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran. (2) Kawasan rawan gelombang pasang dengan criteria kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari. (3) Kawasan rawan banjir dengan kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir. 6. Kawasan lindung geologi, meliputi : Kawasan cagar alam geologi, terdiri atas : (1) Kawasan keunikan batuan dan fosil dengan criteria : a. memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam; b. memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil); c. memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi; d. memiliki tipe geologi unik; atau e. memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu. (2) Kawasan keunikan bentang alam dengan criteria : a. memiliki bentang alam gumuk pasir pantai; b. memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk vulkanik; c. memiliki bentang alam goa; d. memiliki bentang alam ngarai/lembah; e. memiliki bentang alam kubah; atau f. memiliki bentang alam karst. (3) Kawasan keunikan proses geologi dengan criteria : Kawasan rawan bencana alam geologi, terdiri atas : (1) Kawasan rawan letusan gunung berapi ditetapkan dengan kriteria: a. wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau b. wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun. (2) Kawasan rawan gempa bumi dengan kriteria kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI). (3) Kawasan rawan gerakan tanah dengan kriteria memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi. (4) Kawasan yang terletak di zona patahan aktif dengan kriteria sempadan dengan lebar paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari tepi jalur patahan aktif. (5) Kawasan rawan tsunami dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan/atau berpotensi atau pernah mengalami tsunami. (6) Kawasan rawan abrasi dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah mengalami abrasi. (7) Kawasan rawan bahaya gas beracun dengan criteria wilayah yang berpotensi dan/atau pernah mengalami bahaya gas beracun. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah (1) Kawasan imbuhan air tanah dengan criteria : a. memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang berarti; b. memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau; c. memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau Laporan Akhir V - 4

d. memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang tertekan. (2) Kawasan sempadan mata air dengan criteria : a. daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi mata air; dan b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air. berburu; dan b. terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan yang memungkinkan perburuan secara teratur dan berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi, olahraga, dan kelestarian satwa. (4) Kawasan perlindungan plasma nutfah dengan criteria : a. memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhannya; dan b. memiliki luas tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses 7. Kawasan lindung lainnya, meliputi : (1) Cagar biosfer dengan criteria : a. memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami degradasi, mengalami modifikasi, atau kawasan binaan; b. memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah; c. merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara komunitas alam dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; atau d. berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui penelitian dan pendidikan. (2) Ramsar dengan criteria : a. berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati alami yang mewakili langka atau unit yang sesuai dengan biogeografisnya; b. mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau ekologi komunitas yang terancam; c. mendukung keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di wilayah biogeografisnya; atau d. merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat pertumbuhan jenis plasma nutfah. (5) Kawasan pengungsian satwa dengan criteria : a. merupakan tempat kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut; b. merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan memiliki luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa. (6) Terumbu karang dengan criteria : a. berupa kawasan yang terbentuk dari koloni masif dari hewan kecil yang secara bertahap membentuk terumbu karang; b. terdapat di sepanjang pantai dengan kedalaman paling dalam 40 (empat puluh) meter; dan c. dipisahkan oleh laguna dengan kedalaman antara 40 (empat puluh) sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) meter. (7) Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi dengan criteria : a. berupa kawasan memiliki ekosistem unik, biota endemik, atau prosesproses penunjang kehidupan; dan b. mendukung alur migrasi biota laut. melewati masa kritis dalam hidupnya. (3) Taman buru dengan criteria : a. memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk kegiatan Laporan Akhir V - 5

Berdasarkan kriteria tersebut diatas, bisa ditentukan pembagian kawasan lindung dan budidaya di Kabupaten Ngawi. Adapun penetapan dan pengembangan kawasan lindung di Kabupaten Ngawi dapat dibagi menjadi : kawasan hutan lindung, kawasan yang memberi perlindungan kawasan Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk mencegah terjadinya bencana erosi, banjir, sedimentasi, dan menurunnya fungsi hidrolik tanah untuk menjamin ketersediaan, unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Temasuk didalamnya adalah upaya pelestarian DAS. bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam dan kawasan lindung lainnya. 5.1.1. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun kawasan bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Kriteria penetapan kawasan lindung adalah : 1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175; atau 2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan atau 3. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 1000-2000 meter/dpl. Gambar 5.1. Kawasan Hutan Lindung di Sekitar Waduk Pondok dan DAS Bengawan Solo Sebagian kawasan ini telah mengalami alih fungsi untuk kawasan budidaya terutama permukiman perdesaan, pengembangan hortikultura, Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Kawasan hutan lindung di Kabupaten Ngawi meliputi kawasan hutan di kaki Gunung Lawu di Kecamatan Jogorogo, Ngrambe dan Sine. Luas hutan lindung di Kabupaten Ngawi secara keseluruhan kurang lebih 3.086 ha. Penggantian luas hutan di Kabupaten Ngawi yang masih kurang, terbentur dengan kurang tersedianya lahan serta kegiatan pembangunan wilayah. Oleh sebab itu, di tempuh upaya lain dengan pemanfaatan kawasan resapan air yang sebagian besar merupakan kawasan hutan juga pemanfaatan kawasan perkebunan dengan fungsi hutan. pertanian tanaman pangan semusim, dan perkebunan. Adapun pengelolaan kawasan ini diarahkan pada : 1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui pengembangan vegetasi tegangan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air; 2. Perluasan hutan lindung di wilayah Ngawi Utara dan Selatan, terutama pada area yang mengalami alih fungsi sehingga pola ini memiliki kemampuan perlindungan seperti hutan terutama di area kaki Gunung Lawu; 3. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out bond, camping) terutama di kaki Gunung Lawu dan Waduk Pondok, sekaligus menanamkan gerakan cinta alam. Laporan Akhir V - 6

4. Pengembalian berbagai rona awal sehingga kehidupan satwa langka dan dilindungi dapat lestari; 5. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan; 6. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu, Pengembangan kawasan hutan lindung ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Bengawan Solo. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran sungai yang ada di Kabupaten Ngawi. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Adapun penetapan hutan pelestarian dari DAS Bengawan Solo adalah sebesar 30% dari luas DAS yaitu sebesar 49.633,002 Ha, dimana kawasan yang telah ditetapkan sebagai daerah lindung tidak dapat dibudidayakan atau dialihfungsikan. Laporan Akhir V - 7

RENCANA TATA RUANG WILAYAH TAHUN 2010-2030 Laporan Akhir V - 8

5.1.2. Kawasan yang Memberi Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya Kawasan yang memberi perlindungan kawasan bawahannya meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air. A. Kawasan Bergambut Kawasan bergambut tidak terdapat di Kabupaten Ngawi karena kawasan bergambut adalah kawasan yang memiliki ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau Rawa, padahal hulu sungai Kabupaten Ngawi tidak terdapat gambut dan Kabupaten Ngawi tidak memiliki rawa. B. Kawasan Resapan Air Kawasan resapan air adalah daerah yang memiliki kemampuan tinggi meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuiver) 1. Peningkatan fungsi lindung pada area yang telah mengalami alih fungsi melalui pengembangan vegetasi tegakan tinggi yang mampu memberikan perlindungan terhadap permukaan tanah dan mampu meresapkan air ke dalam tanah; 2. Perluasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Jogorogo terutama pada area yang mengalami alih fungsi; 3. Percepatan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan; 4. Peningkatan fungsi lahan melalui pengembangan hutan rakyat yang memberikan nilai ekonomi melalui pengambilan hasil buah bukan kayu, dan vegetasi yang menjadi tempat kehidupan berbagai satwa; 5. Meningkatkan kegiatan pariwisata alam (misalnya mendaki gunung, out yang berguna sebagai penyedia sumber air. Perlindungan terhadap kawasan bond, camping) terutama di Kecamatan Bringin, Kecamatan Sine, resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediann kebutuhan air tanah Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal sekaligus menanamkan gerakan cinta alam; serta dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya kawasan yang bersangkutan. maupun 6. Pengolahan tanah secara teknis (misalnya membuat embung, cekungan tanah, bendung) sehingga kawasan ini memberikan kemampuan peresapan Kawasan Resapan Air terletak di Kecamatan Jogorogo, Ngrame dan air yang lebih tinggi. Sine. Adapun luas kawasan resapan air di Kabupaten Ngawi kurang lebih 17.627,89 ha. Penetapan dan pemantapan kawasan resapan air juga merupakan salah satu upaya dalam pelestarian DAS yang ada di Kabupaten Ngawi. Peningkatan manfaat lindung pada kawasan ini dilakukan dengan cara : 1. Pembuatan sumur-sumur resapan; 2. Pengendalian hutan dan tegakan tinggi pada wilayah-wilayah hulu; serta 3. Pengolahan sistem terasering dan vegetasi yang mampu menahan dan meresapkan air. Sebagian besar kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air ini merupakan kawasan hutan lindung, sehingga pelestarian hutan lindung pada dasarnya juga meningkatkan kemampuan akan resapan air. Adapun pengelolaan kawasan ini adalah : 5.1.3. Kawasan Perlindungan Setempat Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan lindung spiritual dan kearifan local lainnya. A. Kawasan Sempadan Pantai Kawasan Sempadan pantai tidak terdapat di Kabupaten Ngawi, karena Kabupaten Ngawi tidak memiliki pantai. B. Kawasan Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 menetapkan perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk Laporan Akhir V - 9

melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Kriteria sempadan sungai adalah : a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman. b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10 15 meter. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993 tentang Garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, menjelaskan bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai. Penetapan kawasan sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Adapun penetapan kawasan sempadan sungai di Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut: Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut : 1. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki 1. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih dengan garis sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, termasuk sungai besar di Kabupaten Ngawi ini antara lain adalah : Sungai Bengawan Solo dan Kali Madiun. 2. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) Km2 dengan garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan, termasuk pada wilayah ini adalah seluruh anak Sungai Bengawan Solo. Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria : 1. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; 2. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh)meter, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; dan 3. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Penetapan kawasan sempadan sungai ini juga merupakan salah satu tanggul; 2. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan diperkotaan didasarkan pada kriteria berikut : upaya untuk meningkatkan fungsi pelestarian DAS Bengawan Solo. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar kawasan Hutan Lindung merupakan area yang termasuk dalam aliran Sungai Bengawan Solo dan Kali madiun serta sungai lainnya. Pelestarian ini memiliki arti yang sangat penting dalam menjaga kualitas air sungai, ketersediaan air sungai, serta pelestarian berbagai flora dan fauna sepanjang DAS termasuk peningkatan produktivitas lahan. Luas sempadan sungai di Kabupaten Ngawi meliputi luas keseluruhan sempadan Laporan Akhir V - 10