24 Maret STIE Widya Praja Tanah Grogot

dokumen-dokumen yang mirip
BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

Pemeriksaan. Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 31 UU KUP)

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

NOMOR 9 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

2015, No Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan diubah sebagai berikut: 1. Kete

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Ketentuan Pidana dan Penyidikan. Landasan Hukum: Pasal 38 s/ d Pasal 44B UU KUP

184/PMK.03/2015 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEM

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.03/2015 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

Diatur dalam pasal 1 angka 25 UU KUP Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengertian & Tujuan Pemeriksaan

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 56 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

PENETAPAN DAN KETETAPAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 17/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI KERINCI PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Bengkulu tentang Pajak Restoran;

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2011, No sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BUPATI BUTON RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMERIKSAAN

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

Transkripsi:

Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan sebagai landasan hukum materil dan formal perpajakan, terdiri dari: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) & Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. 2. Surat Pemberitahuan & Tata Cara Pembayaran Pajak. 3. Penetapan & Ketetapan Pajak 4. Penagihan Pajak. Keberatan dan Banding 6. Pembukuan dan Pemeriksaan 7. Ketentuan Khusus 8. Ketentuan Pidana 9. Penyidikan Pada pertemuan sebelumnya telah diulas tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP. Sebagai PKP, diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari setiap pembeli/pemakai jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN yang sudah dipungut kemudian dilaporkan dalam laporan bulan (SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN yang harus disetor ke bank atau kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum dilaporkan ke KPP atau KP2KP tempat Wajib Pajak mendaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP, seperti Bukti Penerimaan Negara (BPN), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP) dalam rangka Impor, atau Bukti Pemindahbukuan (Bukti Pbk). Pembayaran dinyatakan sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Untuk tulisan bagian kedua ini akan membahas poin tersisa sebagai materi perkuliahan Perpajakan Semester IV di untuk Tahun Akademik 201/2016.

KEBERATAN & BANDING Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas: 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), kecuali SKPKB berdasarkan Pasal 13A UU KUP dimana Wajib Pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbukan kerugian pada pendapatan negara, sehingga wajib melunasi kekurangan pembayaran beserta sanksi administrasi berupa kenaikan 200% dari jumlah yang ditetapkan; 2. Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga. Surat Keberatan dapat disampaikan melalui beberapa cara, yaitu: 1. Penyampaian Secara Langsung, yang dibuktikan dengan Bukti Penerimaan Surat; 2. Melalui Pos, yang dibuktikan dengan Bukti Pengiriman Surat; 3. Dengan cara lain: a. Perusahaan Jasa Eskpedisi atau Kurir, dengan Bukti Pengiriman Surat; b. e-filling, dengan Bukti Penerimaan Elektronik. Wajib Pajak mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; 2. Menyebutkan jumlah pajak yang terutang/ dipotong/dipungut/rugi menurut Wajib Pajak disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan; 3. 1 (satu) keberatan untuk 1 (satu) ketetapan pajak per jenis pajak, 1 (satu) pemotongan pajak, atau 1 (satu) pemungutan pajak; 4. Telah melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (tidak berlaku untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya);. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan (force majeur); 6. Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dilampirkan Surat Kuasa Khusus bila ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak sendiri. 7. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan untuk (sesuai pasal 36 UU KUP): a. Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan sanksi administrasi; b. Pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar; atau c. Pembatalan SKP dari hasil pemeriksaan/verifikasi yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Keputusan dari permohonan keberatan ini akan berdampak sebagai berikut: Hasil Keputusan Sanksi Dikabulkan seluruhnya Tidak ada sanksi Dikabulkan sebagian Denda 0% dari jumlah Ditolak pajak berdasarkan Bertambah besarnya jumlah keputusan keberatan pajak yang masih harus dikurangi dengan pajak dibayar yang telah dibayar sebelum pengajuan keberatan Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu tersebut telah dilampaui dan tidak ada suatu keputusan maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Apabila Wajib Pajak tidak setuju atas Keputusan Keberatan, dapat diajukan Banding ke Badan Peradilan Pajak. Syarat Pengajuan Banding adalah sebagai berikut: 1. Permohonan Banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak atas Surat Keputusan Keberatan. 2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas. 3. Diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima; 4. Melampirkan salinan Surat Keputusan Keberatan dalam permohonan;. Hanya berlaku untuk 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada Peradilan Pajak terhadap: 1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; 2. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; 3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau 4. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun, pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali. PEMBUKUAN & PEMERIKSAAN Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Ini merupakan kegiatan akuntansi umum. Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Perbedaan utama pembukuan dan pencatatan terdapat pada: 1. Data yang Diolah Pembukuan akan mengolah data harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, sedangkan pencatatan akan mengolah data peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak. 2. Hasil Output Pembukuan akan menyajikan laporan keuangan secara lengkap sebagaimana lazimnya dalam akuntansi, sedangkan pencatatan hanyalah kumpulan catatan transaksi yang masih mentah. 3. Proses/Siklus. Pembukuan melakukan siklus akuntansi secara lengkap, mulai tahap pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran hingga pelaporan, sedangkan pada pencatatan, hanya melakukan tahap pencatatan saja tanpa siklus selanjutnya. Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan adalah: 1. Wajib Pajak (WP) Badan;

2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan adalah: 1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan; 2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Norma Penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus-menerus yang disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran, digunakan dalam hal: 1. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau 2. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/ Pencatatan diantaranya: 1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas, yaitu prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi, dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. 4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai. Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai daiam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu, seperti build operate and transfer (BOT) dan real estat. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan 1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :

a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh; b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. 2. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan. 3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, Wajib Pajak orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan adalah untuk mempermudah: 1. Pengisian SPT; 2. Penentuan Penghasilan Kena Pajak; 3. Penghitungan PPN dan PPnBM; 4. Pengetahuan Posisi Keuangan dan Hasil Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Tujuan Pemeriksaan adalah untuk 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan: a. Pemeriksaan harus dilakukan terhadap Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak b. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal: 1) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; 2) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; 3) Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pernberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran; 4) Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau ) Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. 2. Tujuan lain, yaitu: a. Pemberian NPWP secara jabatan; b. Penghapusan NPWP; c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan. g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak; j. Penentuan saat mulai berproduksi atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/ atau;

k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Pemeriksaan terbagi dalam 2 (dua) bentuk, yaitu: 1. Pemeriksaan Kantor, pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. 2. Pemeriksaan Lapangan, pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak berhak: 1. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan; 2. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; 3. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan; 4. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; 6. menghadiri Pembahasan Akhir hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan; 7. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir hasil Pemeriksaan; dan 8. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian kuesioner Pemeriksaan. 9. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak. Tim Quality Assurance adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas. Tugas utamanya adalah: 1. membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; 2. memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak; dan 3. membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil pembahasan yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan Tim Pemeriksa, dan/atau dengan Wajib Pajak. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak wajib : 1. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjad dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; 2. memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; 3. memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksaan Pajak; 4. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa : a. menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;

b. memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan /atau c. menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak;. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan 6. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan. Apabila Wajib Pajak tidak dapat memenuhi kewajiban memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak sehingga tidak dapat dihitung besarnya pajak, penghasilan kena pajaknya dapat dihitung secara jabatan oleh Dirjen Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan Hal lainnya yang perlu diketahui terkait Pemeriksaan adalah 1. Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan Kelompok Pemeriksa. 2. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan. 3. Apabila Wajib Pajak tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan. KETENTUAN KHUSUS Wajib Pajak dapat diwakili dalam hal: 1. Badan oleh Pengurus atau orang yang nyatanyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan; 2. Badan yang dinyatakan pailit oleh Kurator; 3. Badan dalam pembubaran oleh Orang atau Badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan; 4. Badan dalam likuidasi oleh Likuidator;. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; 6. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh Wali atau pengampunya. Wakil Wajib Pajak diatas bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan atau meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut. Kerahasiaan Wajib Pajak menyangkut masalah perpajakan antara lain: 1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; 2. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; 3. Dokumen dan atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; 4. Dokumen dan atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan terkait. Keterangan dan informasi umum yang terkait Wajib Pajak yaitu: 1. Nama Wajib Pajak; 2. NPWP; 3. Alamat Wajib Pajak; 4. Alamat kegiatan usaha;. Merek Usaha;

6. Kegiatan usaha Wajib Pajak. Informasi umum tentang perpajakan meliputi: 1. Penerimaan pajak secara nasional; 2. Penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan atau per Kantor Pelayanan Pajak; 3. Penerimaan pajak per jenis pajak; 4. Penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha;. Jumlah Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar; 6. Register permohonan Wajib Pajak; 7. Tunggakan Pajak secara Nasional; dan atau 8. Tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan atau Kantor Pelayanan Pajak. KETENTUAN PIDANA Setiap orang yang karena kealpaannya telah mengulangi pelanggaran: 1. tidak menyampaikan SPT; 2. menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, didenda paling sedikit 1 (satu) kali dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar, atau pidana kurungan paling sedikit 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. Setiap orang yang dengan sengaja: 1. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan PKP; 2. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau PKP; 3. tidak menyampaikan SPT; 4. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;. menolak dilakukan pemeriksaan; 6. memperlihatkan pembukuan; pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolaholah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; 7. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lain; 8. tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan elektronik atau secara daring (online); atau 9. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. PENYIDIKAN Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyidik memiliki wewenang untuk: 1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; 2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 4. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; 6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; 7. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; 8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 10. menghentikan penyidikan; 11. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan peundang-undangan. Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan. Penyidikan dihentikan dalam hal: 1. Tidak terdapat cukup bukti ; 2. Peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan; 3. Peristiwanya telah daluwarsa; 4. Tersangkanya meninggal dunia;. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan. Penghentian penyidikan hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan. SUMBER BACAAN Direktorat Penyuluhan Pelayanan & Hubungan Masyarakat. Buku Panduan Hak dan Kewajiban Wajib Pajak. 2011. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Direktorat Penyuluhan Pelayanan & Hubungan Masyarakat. Lebih Dekat Dengan Pajak. 2013 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Direktorat Penyuluhan Pelayanan & Hubungan Masyarakat. Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya. 2013 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Resmi, Siti. Perpajakan - Teori dan Kasus. Edisi 7 Buku 1. 2013. Jakarta: Salemba Empat. ISBN 978-979-061-377-