II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Kajian Teoretis

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian efektivitas pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORITIK

Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

BAB II KAJIAN TEORI A.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan semakin berkembang sejalan dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses pembelajaran, agar tujuan tercapai maka perlu adanya metode

1. Pengertian Strategi : Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam pengertian secara sempit dan pengertian secara luas.

BAB III METODE PENELITIAN. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki definisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. kita lakukan. Bukan untuk mencari jawaban semata, tetapi yang terlebih utama

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB 1 PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK DAN TAKTIK

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

15. Metode Discovery

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsipprinsip

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

NASKAH PUBLIKASI. Derajat Sarjana S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran dirancang dan dilakukan semata-mata untuk. mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Sisdiknas Pasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DI SDN 10 SUNGAI SAPIH PADANG

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Model PBL merupakan suatu model yang dirancang untuk merangsang. perkembangan kemampuan berpikir kreatif dan inovatif siswa dengan

PROSIDING ISSN:

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Yanto, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN METODE INQUIRY PADA MATERI HIMPUNAN

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Discovery Learning Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Bruner berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis (Depdiknas, 2005: 15). Discovery Learning terjadi ketika siswa tidak diberikan pengertian atau konsep melainkan harus menemukannya secara mandiri melalui permasalahan atau material yang disediakan oleh guru untuk menuntun siswa menemukan konsep (Alfieri dkk., 2011: 2). Pada dasarnya Discovery Learning tidak jauh berbeda dengan pembelajaran Inquiry karena Discovery Learning termasuk tahap Inquiry yang paling dasar (Kemendikbud, 2013: 258). Kemendikbud (2013: 258) mengatakan bahwa pada Discovery Learning, masalah yang diperhadapkan kepada siswa adalah semacam masalah yang direkayasa oleh guru sehingga siswa tidak harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Melalui Discovery Learning, siswa juga bisa belajar berpikir analitis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi (Syah, 2004: 282). Discovery Learning memiliki langkah-langka operasional dalam proses pembelajaran yang secara umum menurut Syah (2004: 289-291) meliputi yaitu

13 problem statement (pernyataan/identifikasi masalah), data collection (pengumpulan data), data processing (pemrosesan data), verification (verifikasi atau pembuktian), generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi). Pendapat Syah tersebut mengenai langkah-langkah implementasi Discovery Learning dapat diuraikan pada tabel berikut. Tabel 1. Langkah-langka operasional implementasi Discovery Learning Kegiatan Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Data collection (pengumpulan data) Data processing (pemrosesan data) Verification (verifikasi atau pembuktian) Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi) Penjabaran Pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuktidak member generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengembangkan bahan. Setelah guru melakukan stimulasi saat di awal pembelajaran, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi masalah sebanyak mungkin sehingga siswa dapat mengetahui apa sebenarnya masalah yang terjadi. Ketika eksplorasi berlangsung, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan oleh siswa. Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya yang selanjutnya ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditasirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif dan kemudian dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan pengolahan dan tafsiran informasi yang ada, hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian dicek untuk mengetahui apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Tahap generalisasi atau menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Syah, 2004: 289-291).

14 Discovery Learning memiliki keunggulan-keunggulan yang sangat berguna untuk membantu mengembangkan karakter siswa. Keunggulan-keunggulan Discovery Learning menurut Roestiyah (2008: 21-22) antara lain sebagai berikut: a. Pembelajaran ini mampu membantu siswa mengembangkan serta memperbanyak kesiapan penguasaan keterampilan dalam proses kognitif siswa. b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut c. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa d. Pembelajaran ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai kemampuannya masing-masing e. Mampu mengarahkan cara siswa belajar sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. Akanmu dan Fajemidagba (2013: 82) mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas yang menggunakan Discovery Learning dibandingkan kelas yang tidak diajarkan menggunakan Discovery Learning. Akanmu dan Fajemidagba (2013: 82) juga mengatakan bahwa laki-laki maupun perempuan keduanya beraktivitas sama baiknya ketika diajarkan menggunakan Discovery Learning. Penerapan Discovery Learning memiliki kelebihan-kelebihan membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif (Ilahi,

15 2012: 78). Menurut Depdiknas (2005: 8) penerapan model Discovery Learning dalam IPA diduga dapat memberikan konstribusi terhadap masalah-masalah pembelajaran IPA yang dialami siswa, khususnya dalam peningkatan pemahaman konsep-konsep maupun pengembang-an sikap ilmiah. Hal ini karena menurut Van Joolingen (1999: 386) untuk dapat terlaksananya pembelajaran Discovery Learning dengan baik maka diperlukan keterampilan meliputi hipotesis, mendesain eksperimen, memprediksi, serta menganalisis data. Pendapat Van Joolingen (1999: 386) diperkuat oleh pendapat Balim (2009:16) yang mengatakan bahwa Discovery Learning membutuhkan kemampuan siswa dalam memahami konsep, informasi, dan peristiwa melalui diskusi dan pencarian informasi secara mandiri, atau dengan kata lain, siswa harus menemukan solusi melalui suatu proses. Slavin (1995: 87) mengatakan bahwa dengan menggunakan Discovery Learning siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Sebagai suatu model pembelajaran yang diciptakan oleh manusia, Discovery Learning pun juga tak luput dari kelemahan-kelemahan tertentu. Kelemahan Discovery Learning menurut Roestiyah (2008: 21) adalah sebagai berikut. a. Para siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik. Dengan kata lain, siswa yang cenderung pasif maka proses Discovery Learning mejadi gagal.

16 b. Kelas yan terlalu besar menyebabkan penggunaan teknik menjadi tidak efektif. c. Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional berkemungkinan besar membuat mereka sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan karena siswa harus direpotkan melalui kegiatan aktif menemukan. d. Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa. e. Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif. B. Berpikir Kritis Berpikir merupakan suatu proses alamiah yang dilakukan setiap orang. Ruggiero (2012: 19) mengartikan berpikir adalah proses mental secara sadar untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, atau menambah pemahaman. Elder dan Paul (2009: 3) mengatakan ada tiga macam pemikir yaitu pemikir naif, pemikir kritis egois, dan pemikir kritis bijaksana. Lebih lanjut Elder dan Paul (2009: 3) menjelaskan bahwa pemikir naif adalah seseorang yang tidak peduli atau sadar apa yang ia pikirkan, pemikir kritis egois adalah orang yang berpikiran cerdas tapi tidak bersikap tidak adil pada yang lain, sementara dan pemikir kritis bijaksana adalah seseorang yang tidak hanya dapat berpikir kritis tetapi juga bersedia membantu orang lain. Dengan adanya pemikir kritis yang bijaksana akan menciptakan kehidupan yang lebih baik serta dapat saling membantu untuk mengembangkan keterampilan berpikir (Elder dan Paul, 2009: 3).

17 Ennis (2011: 6) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan mengemukakan alasan dan berpikir reflektif yang untuk menentukan apa yang diyakini atau dilakukan. Sementara, menurut Johnson (2002: 78) berpikir kritis merupakan sebuah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Dari kedua pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah adalah proses berpikir yang yang beralasan, terarah, dan jelas dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis memiliki aspek-aspek dan indikator-indikator tertentu untuk dapat mengelompokkan pada berpikir kritis jenis apa yang dimiliki oleh seseorang. Ennis (2011: 16-17) mengatakan bahwa pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi 5 aspek utama kemampuan berpikir kritis, yaitu memberikan penjelasan dasar (elementary clarification), membangun keterampilan dasar pengambilan keputusan (the basis for the decision), menyimpulkan (inference), memberikan penjelasan lanjut (advanced clarification), mengatur strategi dan taktik (supposition and integration). Kelima aspek tersebut dapat diuraikan lagi seperti yang terlihat sebagai berikut: Tabel 2. Berbagai macam keterampilan berpikir kritis menurut Ennis No. Kelompok Indikator Subindikator 1 Memberikan penjelasan dasar Memfokuskan Menganalisis 1. Mengidentifikasi atau merumuskan 2. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban 3. Menjaga kondisi berpikir 1. Mengidentifikasi kesimpulan

18 No. Kelompok Indikator Subindikator argumen 2. Mengidentifikasi kalimat-kalimat 3. Mengidentifikasi kalimat-kalimat bukan 4. Mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan 5. Melihat struktur dari suatu argumen 6. Membuat ringkasan 1. Mengapa? 2. Apa yang menjadi alasan utama? 3. Apa yang kamu maksud dengan? 4. Apa yang menjadi contoh? 5. Apa yang bukan contoh? Bertanya dan 6. Bagaimana mengaplikasikan dalam kasus menjawab tersebut? 7. Apayang menjadi perbedaannya? 8. Apa faktanya? 9. Apakah ini yang kamu katakana? 10. Apalagi yang akan kamu katakana tentang itu? 2 Membangun keterampilan dasar pengambilan keputusan 3 Menyimpulkan 4 Memberikan penjelasan Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Membuat dan menentukan hasil pertimbangan Mendefinisikan istilah 1. Mempertimbangkan keahlian 2. Mempertimbangkan kemenarikan konflik 3. Mempertimbangkan kesesuaian sumber 4. Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat 5. Mempertimbangkan risiko untuk reputasi 6. Kemampuan untuk memberikan alasan 1. Melibatkan sedikit dugaan 2. Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan 3. Melaporkan hasil observasi 4. Merekam hasil observasi 5. Menggunakan bukti-bukti yang benar 6. Menggunakan akses yang baik 7. Menggunakan teknologi 8. Mempertanggungjawabkan hasil observasi 1. Siklus logika Euler 2. Mengkondisikan logika 3. Menyatakan tafsiran 1. Mengemukakan hal yang umum 2. Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis 3. Mengemukakan hipotesis 4. Merancang eksperimen 5. Menarik kesimpulan sesuai fakta 6. Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki 1. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta 2. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat 3. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta 4. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan 1. Membuat bentuk definisi 2. Strategi membuat definisi

19 No. Kelompok Indikator Subindikator lanjut danmempertimbangk an suatu definisi 3. Bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut 4. Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yg disengaja 5. Membuat isi definisi 5 Mengatur strategi dan taktik Mengidentifikasi asumsi-asumsi Menentukan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain 1. Penjelasan bukan pernyataan 2. Mengonstruksi argument 1. Mengungkap masalah 2. Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin 3. Merumuskan solusi alternatif 4. Menentukan tindakan sementara 5. Mengulang kembali 6. Mengamati penerapannya 1. Menggunakan argumen 2. Menggunakan strategi logika 3. Menggunakan strategi retorika 4. Menunjukkan posisi, orasi, atau tulisan Halpern dan Marin (2010: 128) mengatakan pengembangan keterampilan berpikir kritis sering dijadikan suatu prioritas untuk pendidikan formal karena kemampuan untuk berpikir kritis adalah suatu hal yang penting untuk kesuksesan dunia dimana standar ilmu pengetahuan yang tercipta terus meningkat dengan cepat. Selain itu, menurut Halpern dan Marin (2010: 128) seseorang yang kurang memiliki keterampilan berpikir kritis maka akan kalah saing di jaman yang serba canggih saat ini karena dianggap tidak mampu memiliki kualitas yang andal untuk diposisikan di sektor yang strategis sehingga lapangan kerja yang tersisa adalah lapangan kerja yang kurang mengembangkan keterampilan berpikir kritis seseorang melainkan hal-hal yang lebih bersifat menggunakan fisik. Oleh karena itu, berpikir kritis harus selalu dilatihkan pada siswa di setiap pembelajaran sehinga siswa terbiasa menggunakan keterampilan berpikir kritisnya di setiap aspek kehidupan dan muara akhir berupa tujuan bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai.