BAB I PENDAHULUAN. Zakat adalah salah satu rukun islam yang bercorak social-ekonomi dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk indonesia mencapai 252,20 juta jiwa (BPS: 2015). Dimana

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan data pertumbuhan terakhir yang

ANALISIS EFISIENSI LEMBAGA ZAKAT NASIONAL DI INDONESIA MENGGUNAKAN DATA EMPLOYMENT ANALYSIS (DEA) PERIODE

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang bercorak sosial-ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut Aziz

BAB I PENDAHULUAN. 90-an dan setelah tahun 90-an memiliki beberapa perbedaan yang mendasar. Pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu)

BAB I PENDAHULUAN. zakat sebagai salah satu rukun Islam (Al-Ba'ly, 2006:1). Hakzakat di berikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Namun, pada kenyataannya, masih ada yang tidak mendapat bagian. Inilah yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

2016, No menetapkan Peraturan Badan Amil Zakat Nasional tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Badan Amil Zakat Nasiona

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat.

PELATIHAN PEYUSUNAN LAPORAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ & SEDEKAH AKUNTANSI ZAKAT (BERDASARKAN PSAK SYARIAH NO. 109)

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang terpenting bagi setiap Negara,

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

EFISIENSI KINERJA BAZNAS BOGOR DAN SUKABUMI: PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS

Undang Undang. Nomor 23 Tahun Republik Indonesia ZAKAT PENGELOLAAN. Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. intermediasi. Aset, deposito dan beban personalia sebagai faktor input serta Kredit

BAB I PENDAHULUAN. hal Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002,

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA SERANG,

Bab I. Pendahuluan. pengembangan zakat menjadi salah satu pemerataan pendapaatan.

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

- 2 - PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam menjaga kelangsungan hidup organisasi pengelola zakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 05 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan sejumlah harta tertentu yang diwajibkan allah

BAB I PENDAHULUAN. disebut didalam Al-Quran, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 43 : yang rukuk. (QS. Al-Baqarah Ayat 43)

BAB 1 PENDAHULUAN. itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 9 Tahun 2012 TENTANG

NOMOR 23 TAHUN Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1) Tahun 1945;

AKUNTANSI LEMBAGA AMIL ZAKAT BERDASARKAN PSAK SYARIAH NO 109 DAN PSAK LAIN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. oleh Bangsa Indonesia. Pada satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga memiliki potensi zakat yang cukup besar. melansir

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu problematika

BAB VI PENUTUP. 1. Pengelolaan zakat mal di BAZIS desa Slumbung dan LAZ Desa Bedug.

isempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PELAPORAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 24 Tahun 2004 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG

SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BAB I PENDAHULUAN. Zakat secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi. yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN KUALITAS SDM BAZNAS MENUJU PROFFESIONALISME PENGELOLAAN ZAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 238 Juta Jiwa. Dengan jumlah mayoritas muslim mencapai

BUPATI MERANGIN, Menimbang : a.

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan intermediasi memandang bahwa sebuah lembaga keuangan

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah di banyak negara,

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ZAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. ingin berkembang. Indonesia yang merupakan Negara berkembang tentunya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan yang bersifat spritual. Firman Allah QS. Al-Māidah/5: telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Ku-ridhai

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 65 TAHUN 2017 SERI E.60 BUPATI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu ibadah yang paling penting. Dalam Al-Qur an kerap kali

ANALISIS EISIENSI LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ) DI INDONESIA MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dampak terus menerus berzakat dan berinfaq, di dalam masyarakat dapat

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK

Di dalam al-quran telah disebutkan bahwa zakat diperuntukkan kepada 8 as{na>f, sebagaimana surah al- Taubah ayat 60 berikut;

BAB I PENDAHULUAN. Zakat sebagai sistem jaminan sosial bagi penanggulangan kemiskinan sangat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. di dunia dan di akhirat. Disamping itu, Islam juga mengajarkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. harta dan dilarang untuk memubazirkan dan menyia-nyiakannya, karena

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zakat adalah salah satu rukun islam yang bercorak social-ekonomi dari lima rukun islam (Yusuf Qardawi, 2010:3). Menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil usaha, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat (UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat). Bentuk organisasi pengelola zakat masa lampau pada umumnya hanya berbentuk kepanitiaan yang keberadaannya sangat temporer, yaitu pada saat bulan puasa saja setelah itu panitia dibubarkan atau secara otomatis dianggap bubar, setelah selesainya pembagian zakat, dan sampai saat ini masih ada keberadaannya. Pada tahun 2000 setelah keluar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dibeberapa daerah bahkan hampir seluruh daerah di Indonesia telah dibentuk Badan Amil Zakat. Akan tetapi dalam realisasinya baru menyentuh instansi-instansi pemerintah dengan membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ), itupun belum seluruh instansi melakukannya, karena pelaksanaannya masih suka rela bukan keharusan. Padahal instansi pemerintah 1

2 hanyalah sebagian kecil dari bagian masyarakat umum islam, itupun belum seluruhnya instansi pemerintah menjadi UPZ. Sedangkan sebagian besar masyarakat umat islam adalah masyarakat bukan pegawai sipil, atau masyarakat biasa, mereka hanya segelintir kecil masyarakat yang dengan kesadarannya membayarkan zakat hartanya ke BAZ Provinsi ataupun BAZ Kabupaten atau Kota (Djupri, 2005:52). Pengelolaan zakat dinilai tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan perlu diganti. Jadi masyarakat Islam secara umum belum tersentuh oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Untuk mengotimalkan pengelolaan zakat tersebut sesuai kebutuhan hukum dalam masyarakat pemerintah membentuk Undangundang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Dian Septiandani, 2012:2). Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibukota Negara, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat ijin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri (UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat) Kedudukan lembaga zakat dalam lingkungan yang maju dan kompleks sangat penting, Dengan semakin majunya umat, baik dari segi ekonomi, ilmu pengetahuan maupun keyakinan beragama, maka diharapkan jumlah muzakki akan bertambah dan juga kuantitas zakat akan meningkat. Untuk mengoptimalkan

3 pengelolaan zakat dibutuhkan manajemen zakat yang baik yang membutuhkan dukungan politik (political will) dari pemerintah. Selain itu manajemen zakat juga membutuhkan sistem informasi akuntansi dan sistem informasi manajemen yang baik. Tanpa dukungan tersebut pengelolaan zakat tidak akan efektif dan efisien (Mahmudi, 2003). Lembaga zakat wajib mendistribusikan zakat kepada mustahik sesuai dengan syariat islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, memiliki potensi zakat yang dibuktikan dengan trend penghimpunan dana dan penyaluran dana zakat yang terus menunjukkan kenaikan dari waktu ke waktu. Berdasarkan hasil penelitian IPB yang bekerjasama dengan BAZNAS, potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 217 triliun atau 1,8 sampai 4,34 persen dari gross domestic product (GDP). Walaupun pada kenyataannya penerimaan zakat tak mencapai Rp 217 triliun. Yang pasti, jumlah zakat yang terkumpul selalu meningkat setiap tahun. Pada tahun 2012, jumlah zakat sebesar Rp 2,3 triliun, meningkat sebesar 0,8 persen dari tahun sebelumnya, yaitu Rp 1,73 triliun ( Hafidudin Didin, 2013). Data BAZNAS menunjukkan bahwa penerimaan dan penyaluran dana zakat cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 dana zakat terhimpun adalah Rp 296.086.166,13 juta, dan di tahun 2012 penerimaan zakat meningkat hingga mencapai Rp 40.387.972.149 milyar. Penyaluran dana zakat pada tahun 2002 sebesar Rp 99.895.146 meningkat hingga mencapai Rp 36.091.079.930 milyar pada tahun 2012. (Lihat tabel I.I dibawah ini)

4 Tabel I.I Penerimaan dan Penyaluran Dana Zakat Pada BAZNAS ( dalam Rupiah) TAHUN PENERIMAAN DANA ZAKAT PENYALURAN DANA ZAKAT 2002 296.086.166,13 99.895.146 2003 1.318.462.878 488.689.375 2004 2.234.943.120,22 1.486.305.685 2005 2.540.588.847 2.005.498.227 2006 4.825.501.587 2.943.558.772 2007 11.803.405.258 4.280.119.174 2008 18.167.580.906 10.999.194.974 2009 19.371.179.661 14.048.725.306 2010 23.661.022.281 21.988.196.758 2011 32.986.949.797 32.104.328.858 2012 40.387.972.149 36.019.079.930 Sumber : Baznas Asas pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam QS Al-Taubah 9:60 Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk yang berada di jalan Allah dan untuk orang yang sedang di dalam perjalanan sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS Al-Taubah 9:60) Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwasannya pengelolaan zakat bukanlah semata-mata dilakukan secara individual, dari muzakki diserahkan langsung kepada mustahiq, tetapi dilaksanakan oleh sebuah lembaga yang khusus

5 menangani zakat, yang memenuhi persyaratan tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah yang bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan penagihan, pengambilan, dan mendistribusikan zakat secara tepat dan benar. Pengelolaan zakat oleh amil zakat mempunyai beberapa kelebihan, untuk menjamin kepastian dan disiplin membayar zakat, menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila berhadapan langsung menerima zakat dari wajib zakat (muzakki), mencapai efisiensi dan efektifitas serta tepat sasaran salam penggunaan harga zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat (Abdul Qadir, 2002:96). Lembaga zakat mempunyai peranan penting dalam pengelolaan zakat menerima zakat dari muzaki dan menyalurkannya pada mustahiq. Salah satu gagasan besar penataan pengelolaan zakat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan menjiwai keseluruhan pasalnya adalah pengelolaan yang terintegrasi. Kata terintegrasi menjadi asas yang melandasi kegiatan pengelolaan zakat di negara kita, baik dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di semua tingkatan maupun Lembaga Zakat yang mendapat legalitas sesuai ketentuan perundang-undangan Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak,sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya (Baznas 2012). Peran Lembaga Zakat dalam mengatasi ketimpangan yang semakin lebar, menjadikannya lembaga yang harus mempunyai integritas tinggi dalam menjalankan amanah. Lembaga Zakat harus menerapkan sistem pertanggung

6 jawaban yang baik, dengan demikian tata kelola Lembaga Zakat menjadi faktor penting dalam pengoptimalan sumber daya yang dimiliki lembaga pengelola zakat, sehingga BAZNAZ maupun Lembaga Zakat mampu mengelola zakat sesuai dengan syariah islam (Compliance fully with islamic law and principle), Jaminan rasa kenyamanan (Assurance), Tingkat kepercayaan atau amanah (Reliability), Bukti nyata (Tangibles), Rasa Empati (Emphaty), dan tanggapan pengelola terhadap keluhan pengguna jasa (Responsiveness) (Abdul Qawi Othman, 2006). Dengan demikian untuk memenuhi sistem tata kelola yang baik, maka Lembaga Zakat harus memenuhi standarisasi tata kelola yang baik dan salah satu indikatornya adalah efisiensi. Efisiensi merupakan salah satu instrumen dalam mengukur kinerja lembaga yang memiliki laporan keuangan, dalam hal ini Lembaga Zakat. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan input dengan output yang dihasilkan, dengan demikian semakin efisien suatu Lembaga Zakat akan berdampak positif terhadap pelaksanaan pengumpulan, pengelolaan serta penyaluran zakat dan kinerjanya secara keseluruhan (Tatang Iskandar, 2009:2). Untuk mengetahui tercapainya tujuan Lembaga Zakat hal yang perlu diketahui adalah efektifitas dan efisiensi pelayanan sehingga manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk menganalisa seberapa efisien BAZNAS, Rumah Zakat, Bamuis BNI (Baitul Mal Ummat Islam Bank Negara Indonesia) dan PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) dalam mengalokasikan berbagai input yang digunakannya dalam menghasilkan output. Adapun judul

7 penelitian adalah Analisis Efisiensi Lembaga Zakat Nasional di Indonesia menggunakan Metode Data Employment Analysis (DEA) Periode 2011-2012. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Menganalisa Efisiensi Lembaga Zakat Nasional di Indonesia. C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan pokok masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tingkat efisiensi Lembaga Zakat Nasional di Indonesia. D. MANFAAT PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi : 1. Manfaat Teoritis dan Aplikatif Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan ilmiah tentang tentang efesiensi Lembaga Zakat di Indonesia. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pembendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat digunakan menjadi bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan Lembaga Zakat sebagai Evaluasi sistematis dan ilmiah terhadap efisiensi Lembaga Zakat itu sendiri dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam peningkatan kualitas pelayanan dan kinerjanya.

8 E. METODE PENELITIAN E.1 Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, jurnal, artikel, internet dan lain-lain yang berhubungan dengan aspek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah Lembaga Zakat Nasional yang dikelola pemerintah dan non pemerintah yang mempublikasikan laporan keuangan dan non keuangan periode 2011-2012. Dalam penelitian ini Organisasi Pengelola Zakat yang menjadi obyek penelitian adalah BAZNAS, Rumah Zakat, Bamuis BNI (Baitul Mal Ummat Islam Bank Negara Indonesia) dan PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat). Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder, data tersebut diperoleh dengan cara mengunduh dari situs Lembaga Zakat yang diteliti dan menghubungi secara langsung Organisasi Pengelola Zakat yang bersangkutan melalui email. Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan data yang di awali dengan menentukan input output yang digunakan. Input yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Aset, Biaya Operasional, dan Output yang digunakan adalah penerimaan dana, dan Penyaluran Dana. E.2 Metode dan Analisis Data Dalam penelitian ini penulis menguunakan alat analisis Data Envelopment Analysisis (DEA) yang diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978).

9 DEA adalah model analisis faktor produksi untuk mengukur tingkat efisiensi relatif dari set unit kegiatan ekonomi (UKE) (Talluri, 2000). Metode DEA dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas atau organisasi. DEA merupakan suatu pendekatan non parametrik yang pada dasarnya merupakan teknik berbasis pemrograman linier. DEA bekerja dengan langkah mengidentifikasi unit-unit yang akan dievaluasi, input serta output unit tersebut. Kemudian selanjutnya, dihitung nilai produktivitas dan mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien atau tidak menghasilkan output secara efektif. Produktivitas yang diukur bersifat komparatif atau relatif, karena hanya membandingkan antar unit pengukuran dari satu set data yang sama (Hadinata, 2000). Analisis DEA di desain secara spesifik untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit produksi dalam kondisi terdapat banyak input maupun output, yang biasanya sulit disiasati secara sempurna oleh teknik analisis pengukur efisiensi lainnya (Hastarini, 2005). Efisiensi relatif suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) adalah efisiensi suatu UKE dibanding dengan UKE lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama. DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus untuk mengukur efisiensi relatif suatau unit kegiatan ekonomi (UKE) yang menggunakan banyak input dan output, dimana penggabungan tersebut tidak memungkinkan. Efficiency sama dengan Jumlah output tertimbang/jumlah input tertimbang (Hendri, 2012)

10 DEA digunakan untuk mengukur skala efisiensi. Total efisiensi teknis dapat didefinisikan dalam bentuk peningkatan proporsi yang sama dalam output bahwa perusahaan dapat pencapaiannya dengan mengonsumsi kuantitas yang sama dari input-input nya jika dioperasikan dengan asumsi bentuk batasan produksi yang constant returns to scale (CSR). Pengukuran efisiensi teknis murni terjadi pada peningkatan output yang dapat dicapai perusahaan yang bersifat variable returns to scale (VRS). Ada dua model yang digunakan dalam alat analisis nalisis DEA, yang pertama adalah model CCR (1978) dan model BCC (1984) (Muliaman, 2003). Model constant return to scale dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal. Rumus dari constant return to scale dapat dituliskan sebagai berikut, dimana maksimisasi di atas merupakan efisiensi teknis (CCR), x ij adalah banyaknya input tipe ke-i dari UPK ke-j dan y kj adalah jumlah output tipe ke-k dari UPK ke-j. Nilai efisinesi selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisien sedangkan UPK yang nilai efisiensinya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien. Model kedua adalah Variable Return to Scale (VRS) Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (model BCC) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model

11 CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale). Penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Maksimisasi di atas merupakan nilai efisiensi teknis (BCC), x ij adalah banyaknya input tipe ke-i dari UPK ke-j, dan y rj adalah jumlah output tipe ke-r dari UPK ke-j. Nilai dari efisiensi tersebut selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisien sedangkan UPK yang nilainya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien (Aam Rusydiyana, 2013). F. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini merupakan pengantar dan gambaran penelitian secara umum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini memaparkan mengenai landasan teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, mengenai berbagai topik yang relevan dengan penelitian ini yang berasal dari studi litelatur, artikel, internet, dan bacaan lainnya yang relevan dengan penelitian ini. BAB III : METODE PENELITIAN

12 Dalam bab ini memuat pemaparan metode penelitian secara komprehensif, yang berisi data-data obyek penelitian, yaitu data-data umum objek penelitian dan datadata khusus yang berupa data keuangan dan non- keuangan Lembaga Zakat Nasional yang diteliti. Identifikasi variabel-variabel penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel, subyek penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data. BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini berisi analisis hasil penelitian yang telah dilakukan. Interprestasi dari hasil penelitian ini akan memberikan jawaban atas rumusan masalah yang telah dikemukakan dari penelitian ini BAB V : PENUTUP Dalam bab ini memaparkan penutup dari peneitian. Di sini akan disajikan seluruh kesimpulan dari penelitian yang telah disajikan, keterbatasan penelitian serta saran-saran yang akan diberikan sebagai pengembangan lanjutan dari penelitian ini.