ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANG BANGUN SISTEM PENCAMPURAN BAHAN BAKAR BENSIN DAN BIOETHANOL PADA MOTOR BAKAR 4-LANGKAH

BAB II TEORI DASAR Komponen sistem pengapian dan fungsinya

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

BAB III DATA DAN PEMBAHASAN

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KINERJA MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN ETANOL DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

MODIFIKASI MESIN MOTOR BENSIN 4 TAK TIPE 5K 1486 cc MENJADI BAHAN BAKAR LPG. Oleh : Hari Budianto

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke)

ASPEK TORSI DAN DAYA PADA MESIN SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN PREMIUM METHANOL

Ahmad Nur Rokman 1, Romy 2 Laboratorium Konversi Energi, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Riau 1

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

Contoh hasil dynotest di atas terlihat jelas bahwa diperlukan AFR 12.5 : 1, sehingga dari gambar tersebut bisa dilakukan beberapa analisa, sbb :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

PENGUJIAN PENGGUNAAN KATALISATOR BROQUET TERHADAP EMISI GAS BUANG MESIN SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH

PENGARUH PROSENTASE ETANOL TERHADAP TORSI DAN EMISI MOTOR INDIRECT INJECTION DENGAN MEMODIFIKASI ENGINE CONTROLE MODULE

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

ANALISIS APLIKASI TURBO CYCLONE, HIDROGEN BOOSTER, DAN WATER INJEKSI TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR BENSIN 110 CC

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

RANCANG BANGUN POWERPLAN PADA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA SAPUJAGAD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DARI VARIASI CAMPURAN ETHANOL-GASOLINE (E30-E50) TERHADAP UNJUK KERJA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH FUEL INJECTION 125 CC

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra, Naif Fuhaid, (2014), PROTON, Vol. 6 No 1 / Hal 24-29

LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Observasi terhadap analisis pengaruh jenis bahan bakar terhadap unjuk kerja

Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Premium, Pertamax, Pertamax Plus Dan Spiritus Terhadap Unjuk Kerja Engine Genset 4 Langkah

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Liquefied Gas for Vehicle (LGV) terhadap Konsumsi Bahan Bakar, SFC dan Emisi Gas Buang Pada Mobil

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

ANALISIS KOMPOSISI GAS BUANG AKIBAT PERUBAHAN MAIN JET NOZZLE PADA SISTEM KARBURATOR MESIN

Performa Mesin Sepeda Motor Empat Langkah Berbahan Bakar Premium dan Pertamax

Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001

TUGAS SARJANA PENGUJIAN PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BBM PADA MESIN BERBAHAN BAKAR BENSIN DAN SPIRITUS DITINJAU DARI ASPEK EMISI GAS BUANG

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Prinsip Dasar Motor Bensin

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium.

Pengaruh Penambahan Senyawa Acetone Pada Bahan Bakar Bensin Terhadap Emisi Gas Buang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN LITERATUR

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MEDAN MAGNET PADA PIPA SALURAN BAHAN BAKAR BENSIN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MESIN 1800 CC

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

OPTIMALISASI PRESTASI MESIN BENSIN DENGAN VARIASI TEMPERATUR CAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN ETANOL. Andi Sanata 1 ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Variasi Durasi Noken As Terhadap Unjuk Kerja Mesin Honda Kharisma Dengan Menggunakan 2 Busi

ANALISA VARIASI UKURAN VENTURI KARBURATOR TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA SEPEDA MOTOR YAMAHA RX-KING 135cc

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

VARIASI CAMPURAN BAHAN BAKAR DENGAN PERALATAN ELEKTROMAGNET TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MOTOR BAKAR BENSIN 3 SILINDER

SKRIPSI PENGARUH VARIASI RASIO KOMPRESI DAN PENINGKATAN NILAI OKTAN TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA SEPEDA MOTOR EMPAT LANGKAH

KAJIAN TENTANG PERBANDINGAN PREMIUM-ETHANOL DENGAN PERTAMAX PADA MOTOR 4 LANGKAH 225 CC

Surya Didelhi, Toni Dwi Putra, Muhammad Agus Sahbana, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 23-28

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PERUBAHAN SUDUT PENYALAAN (IGNITION TIME) TERHADAP EMSISI GAS BUANG PADA MESIN SEPEDA MOTOR 4 (EMPAT) LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PEMAKAIAN MEDAN ELEKTROMAGNET TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN JENIS DAIHATSU HIJET

Seminar Nasional (PNES II), Semarang, 12 Nopember 2014

BAB I PENDAHULUAN. data tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 1.1 Tabel Jumlah Kendaraan Bermotor. Tahun Sepeda Mobil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada Bab ini dibahas tentang jenis serta spesifikasi motor bakar dan Pemakaian Motor Bakar Sebagai Bahan Penggerak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH VARIASI UKURAN MAIN JET KARBURATOR DAN VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125

Jurnal FEMA, Volume 2, Nomor 1, Januari 2014

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Katakunci : Electronic Control Unit, Injection Control, Maximum Best Torque (MBT), Ignition Timing, Bioetanol E100.

BAB I PENDAHULUAN. beracun dan berbahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. kendaraan bermotor dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak).

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

KAJI EKSPERIMENTAL EMISI GAS BUANG MOTOR BAKAR BENSIN DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN CAMPURAN PREMIUM BIOETANOL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Gunadi, S.Pd NIP

BAB IV HASIL DAN ANALISA. 4.1 Perhitungan konsumsi bahan bakar dengan bensin murni

Spark Ignition Engine

Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Biogas terhadap Emisi Gas Buang Mesin Generator Set. Influence Of Biogas Fuel Usage On Generator Set Exhaust Emission

Pengaruh Rasio Kompresi terhadap Unjuk Kerja Mesin Empat Langkah Menggunakan Arak Bali sebagai Bahan Bakar


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

TUGAS AKHIR. DisusunOleh: MHD YAHYA NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Transkripsi:

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO Iqbal Yamin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok 16424 Email : iqbal.yamin@hotmail.com ABSTRAK Semakin meningkatnya konsumsi minyak bumi sebagai bahan bakar membuat sumber energi yang tidak terbaharukan ini semakin menipis. Hal ini membuat kita harus mencari alternative renewable energy, salah satunya adalah bio-ethanol. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengaturan volume ethanol sebagai campuran bahan bakar melalui main jet secara terpisah dengan bensin premium untuk mengetahui pengaruhnya terhadap emisi yang dihasilkan oleh motor. Kadar ethanol yang digunakan adalah E7, E10, E13, E16, dan E20. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diketahui berapa banyak bio-ethanol yang dibutuhan sebagai campuran agar emisi yang dihasilkan menjadi lebih bagus. Kata kunci : Bio-Ethanol; emisi; kadar ethanol; main jet; pengaturan; volume 1. PENDAHULUAN Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,9% pada tahun 2012 berbanding linier dengan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat kita semakin tinggi sehingga volume kendaraan mengalami peningkatan dan konsumsi BBM terutama premium dan solar juga semakin tinggi. 50% konsumsi energi nasional Indonesia selama ini berasal dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,9% pada tahun 2012 berbanding linier dengan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat kita semakin tinggi

sehingga volume kendaraan mengalami peningkatan dan konsumsi BBM terutama premium dan solar juga semakin tinggi. 50% konsumsi energi nasional Indonesia selama ini berasal dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut. Indonesia sebagai Negara yang beriklim tropis mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan energi alternative berupa Bio-fuel. Bio-ethanol dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan, karena bersih dari emisi bahan pencemar. Bio-ethanol yang dihasilkan dari tanaman-tanaman tadi pada umumnya masih mempunyai kadar ethanol yang rendah. Sedangkan untuk mengaplikasikan bio-ethanol sebagai bahan pengganti atau campuran pada mesin kendaraan bermotor dibutuhkan bio-ethanol dengan kadar tinggi dengan kadar ethanol minimal 85%. 2. DASAR TEORI 2.1.Motor Otto 4 Langkah Pada mesin 4 langkah, torak bergerak bolak-balik dalam silinder dari Titik Mati Atas (TMA) menuju Titik Mati Bawah (TMB) sebanyak 4 kali atau 2 putaran engkol untuk memenuhi 1 siklus kerja. Jarak yang ditempuh torak selama gerakan bolak-balik disebut dengan stroke atau langkah torak. Langkah-langkah yang terdapat pada motor bensin 4 langkah adalah langkah hisap (intake stroke), kompresi (Compression stroke), kerja (Power stroke), dan buang (Exhaust stroke) seperti pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Siklus Motor Otto 4 Langkah Pada motor Otto 4 langkah ini, gas pembakaran hanya mendorong torak pada langkah power stroke saja. Oleh karena itu, untuk memungkinkan gerak torak pada tiga langkah lainnya maka

sebagian energi pembakaran selama langkah ekspansi diubah dan disimpan dalam bentuk energi kinetis roda gila (flywheel). Siklus kerja motor Otto dapat digambarkan pada diagram indikator, yaitu diagram P-V (tekananvolume) dan diagram T-S (tekanan-entropi). Diagram indikator ini berguna untuk melakukan analisa terhadap karakteristik internal motor Otto. Gambar 2.2 Diagram P-V Siklus Otto 4 Langkah Gambar 2.3 Diagram T-S Ideal Siklus Otto 4 Langkah (Sumber : Y. Cengel & M. A. Boles. Thermodynamic : An Engineering Approach 5 th ) Langkah-langkah pada mesin Otto 4 langkah dapat dilihat pada gambar II-9. langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Langkah Hisap / Intake (0-1)

Selama langkah isap torak bergerak dari TMA menuju TMB, katup masuk terbuka dan katup buang tertutup. Gerakan torak memperbesar volume ruang bakar dan menciptakan ruang hampa (vacuum) dalam ruang bakar. Akibatnya campuran udara dan bahan bakar terisap masuk ke dalam ruang bakar melalui katup masuk. Langkah isap berakhir ketika torak telah mencapai TMB. 2. Langkah kompresi / compression (1 2) Selama langkah kompresi katup isap tertutup dan torak bergerak kembali ke TMA dengan katup buang masih dalam keadaan tertutup. Gerakan torak tersebut mengakibatkan campuran udara dan bahan bakar yang ada di dalam ruang bakar tertekan akibat volume ruang bakar yang diperkecil, sehingga tekanan dan temperatur di dalam silinder meningkat. 3. Proses pembakaran /combustion (2-3) Pada akhir langkah kompresi, busi pijar menyala sehingga campuran udara-bahan bakar yang telah memiliki tekanan dan temperatur tinggi terbakar. Pembakaran yang terjadi mengubah komposisi campuran udara-bahan bakar menjadi produk pembakaran dan menaikkan temperatur dan tekanan dalam ruang bakar secara drastis. 4. Langkah kerja / power (3 4) Tekanan tinggi hasil dari proses pembakaran campuran udara-bahan bakar mengakibatkan torak terdorong menjauhi TMA. Dorongan ini merupakan kerja keluaran dari siklus mesin Otto. Dengan bergeraknya torak menuju TMB, volume silinder meningkat sehingga termperatur dan tekanan dalam ruang bakar turun. 5. Proses buang (4 5) Proses buang ini terjadi pada akhir langkah kerja dimana katup buang mulai terbuka sehingga menyebabkan penurunan tekanan didalam silinder secara drastis. 6. Langkah buang /exhaust (5 0) Katup buang terbuka ketika torak telah mencapai TMB. Torak terus bergerak kembali menuju TMA sehingga gas hasil pembakaran tertekan keluar dari ruang bakar melalui katup buang.

2.2.Karburator Karburator adalah sebuah alat yang mencampur udara dan bahan bakar untuk sebuah mesin pembakaran dalam. Pada dasarnya karburator bekerja menggunakan Prinsip Bernoulli: semakin cepat udara bergerak maka semakin kecil tekanan statis-nya namun makin tinggi tekanan dinamis-nya. Pedal gas pada mobil sebenarnya tidak secara langsung mengendalikan besarnya aliran bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar. Pedal gas sebenarnya mengendalikan katup dalam karburator untuk menentukan besarnya aliran udara yang dapat masuk kedalam ruang bakar. Udara bergerak dalam karburator inilah yang memiliki tekanan untuk menarik serta bahan bakar masuk kedalam ruang bakar. Gambar 2.4 Bagian-bagian Karburator Di dalam karburator terdapat dua komponen yang berfungsi sebagai jalur keluarnya bahan bakar dari ruang pelampung karburator menuju ke intake mesin Otto. Dua komponen tersebut adalah main jet dan pilot jet.

Gambar 2.5 Posisi Main Jet dan Pilot Jet Pilot-jet berfungsi untuk mensuplai bahan bakar di putaran rendah (stasioner) hingga 4.000 rpm. Suplai berangsur hilang dan beralih ke main-jet sesuai bukaan skep dan akhirnya digantikan secara penuh oleh main-jet untuk di putaran atas. 2.3.Performa Mesin Otto Ada beberapa hal yang mempengaruhi peforma motor Otto, antara lain besarnya perbandinan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bahan bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara dan bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik. 2.4.Air Fuel Ratio Air fuel ratio adalah rasio perbandingan massa udara dengan bahan bakar pada internal combustion engine. Untuk mengetahui apakah campuran bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar mempunyai ratio yang tepat kita bisa melihat kondisi motor di bagian ruang bakar dan performa saat dinyalakan.

Proses pembakaran dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar seluruhnya pada waktu dan keadaan yang dikehendaki. Selain itu, pembakaran sempurna terjadi bila seluruh iso-oktana (C8H18) dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O. Berikut ini adalah reaksi pembakaran sempurna: C Dengan memasukkan bilangan Avogadro maka didapat perhitungan AFR untuk reaksi pembakaran bensin (C8H18) dengan udara secara sempurna adalah 15.02. Proses pembakaran tidak sempurna (tidak stoikiometri) terjadi bila terdapat sebagian bahan bakar yang tidak ikut terbakar atau pembakaran yang terjadi bila iso-oktana (C8H18) tidak dapat bereaksi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O melainkan menjadi CO, HC, dan H2O. Reaksi pembakaran tidak sempurna dapat dituliskan sebagai berikut: C8H18 + 7O2 6CO + 8H2O + 2HC Untuk mendapatkan ratio yang tepat, karburator disetting agar aliran udara yang masuk sesuai dengan bahan bakar yang dikabutkan. Secara teoritis, untuk membakar bensin secara sempurna, ratio udara banding bahan bakar yang tepat adalah 15:1. Namun mesin memerlukan kondisi campuran yang berbeda bergantung pada kondisi kerja, contohnya sbb Start mesin dingin 2~3 : 1 (choke dioperasikan), start mesin yang sudah panas 7~8 : 1, stasioner/langsam 8~10 : 1, kecepatan rendah 10~12 : 1, kecepatan menengah 15~17 : 1, kecepatan tinggi / beban berat 12~13 : 1. 2 3.76N 28CO 2 9H2O 2 12.5 2 15.994 3.76 214.0 8 12.0107 181.0079 8H18 12.5 O 47N AFR Air Fuel Secara umum, peruntukan ratio yang baik sbb: a. 12~13:1 Adalah ratio yang menghasilkan tenaga yang paling besar / max b. 15:1 Adalah ratio yang memungkinkan pembakaran bensin secara sempurna c. 16~17:1 Adalah ratio untuk pemakaian bensin yang paling irit Secara stoikiometri AFR 15,02 : 1 adalah yang paling sempurna. Grafik perbandingan Air-Fuel Ratio dapat dilihat pada Gambar 2.6. 1715.85 114.2278 15.02

Gambar 2.6 Grafik Perbandingan AFR (sumber : www.saft7.com) Campuran yang terlalu kurus/miskin, bisa ditandai dengan kondisi sbb: a. Electrode pada busi berwarna putih b. Stasioner / langsam tidak stabil c. Mesin terasa cepat panas d. Mesin sulit distart e. Ngelitik / detonasi Campuran yang terlalu gemuk/kaya bisa ditandai dengan kondisi sbb: a. Electrode busi berwarna hitam dan basah (Knalpot berasap hitam) b. Bahan bakar sangat boros c. Putaran mesin tidak stabil d. Banyak deposit karbon di dalam ruang bakar e. Mesin sulit distart Campuran yang tepat akan menghasilkan pembakaran yang sempurna sehingga busi berwarna coklat keabu-abuan dan kering, deposit karbon tidak banyak terbentuk, putaran mesin stabil dan mesin mudah distart. Sedangkan untuk reaksi pembakaran Gasohol (etanol + bensin) dengan udara secara stoikiometri dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut : 2 3.76N 2 7.4CO 2 8.4H 2O 2 0.9C 8H18 0.1C2H5OH11.5 O 43.428N

AFR Air Fuel 0.9 Dari perhitungan di atas AFR untuk reaksi pembakaran E10 dengan udara secara sempurna sebesar 14.76 Air Gasoline Ethanol 11.552 15.994 3.76 214.0 8 12.0107 181.0079 0.1 212.0107 61.0079 1585.4454 1585.4454 14.76 102.80502 4.60628 107.4113 15.994 2.5.Emisi Gas Buang 2.5.1. Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran yang disebabkan saat terjadi proses pembakaran di dalam ruang bakar, massa oksigen tidak mencukupi untuk bereaksi dengan senyawa karbon dari bahan bakar. 2.5.2. Karbon Dioksida (CO 2 ) Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi kadar CO2 dalam suatu proses pembakaran maka semakin sempurna proses pembakaran yang terjadi pada ruang bakar. 2.5.3. Hydro Carbon (HC) Bahan bakar bensin merupakan senyawa hidrokarbon sehingga adanya kandungan HC (Hydro Carbon) di dalam gas buang motor bakar mengindikasikan adanya bahan bakar yang tidak terbakar dan terbuang bersama gas buang hasil pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon dalam bahan bakar terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah CO2 dan H2O. Nilai HC yang cukup besar mengindikasikan bahwa campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar berada pada AFR < 14.7 (fuel rich). 2.5.4. Oksigen (O 2 ) Konsentrasi dari oksigen pada gas buang berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke dalam ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon pada bahan bakar. Pembakaran yang baik menghasilkan emisi O2 yang rendah karena telah bereaksi dengan bahan bakar.

3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yaitu melakukan pengujian dengan mencampur bio-etanol dan bensin pada beberapa kadar prosentase etanol dan variasi putaran mesin yang berbeda seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 3.1 Variasi Persentase Ethanol No 1 7% 2 10% 3 13% 4 16% 5 20% variasi volume 3.1.PERSIAPAN BAHAN BAKAR Penelitian ini menggunakan variasi volume ethanol E7, E10, E13, E16, dan E20 yang akan dimasukkan ke dalam engine melalui main jet secara terpisah dengan bensin. Berikut spesifikasi bahan bakar yang digunakan a. Bahan Bakar Premium Bensin premium (Pertamina) digunakan pada motor Otto sebagai data pembanding unjuk kinerja motor bakar. Tabel 3.2 spesifikasi bahan bakar premium Jenis Nilai Kalor Spesifik Berat Jenis Sumber : Wikipedia Tabel 3.3 spesifikasi bahan bakar bioethanol Jenis Bensin tanpa Timbal 11973 Kkal/Kg 719.7 kg/m 3 Bio-etanol Tetes Tebu Nilai Kalor Spesifik 6400 Kkal/Kg (@ 100%) Berat Jenis Sumber : Wikipedia 789.00 kg/m³ Proses pencampuran bio-ethanol dengan bensin premium dilakukan dengan cara memasukkan bensin dan ethanol pada main jet, dan bensin pada pilot jet dengan menggunakan wadah yang terpisah untuk masing-masing bahan bakar. Karburator digunakan sebagai wadah untuk bensin

dan sebuah tangki untuk wadah ethanol. Dikarenakan masa jenis yang berbeda untuk kedua bahan bakar tersebut, maka digunakan fuel pump sebagai alat bantu agar ethanol dapat masuk ke karburator utama dengan harapan ethanol dan bensin yang masuk melalui main jet akan terkarburasi. Dua karburator penyuplai (Gambar 3.1) hanya dimanfaatkan sistem pelampung dan penampungnya (mangkok karburator) saja untuk mengontrol kebutuhan bahan bakar sesuai dengan kondisi putaran dan beban engine. Sedangkan satu carburator utama (Gambar 3.1) digunakan untuk proses pengkabutan dan pemasukan bahan bakar bio-etanol dan bensin premium secara terpisah melalui main jet. Tangki bio-ethanol Karburator Utama Karburator pen-supply pilot jet Karburator pen-supply main jet Gambar 3.1 Sistem Pencampuran Bahan Bakar 4. HASIL PENELITIAN 4.1.Pengujian Emisi Gas Buang 4.1.1. Kadar Gas karbon monoksida (CO) dalam gas buang Karbon monoksida (CO) dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran yang disebabkan saat terjadi proses pembakaran di dalam ruang bakar, massa oksigen tidak mencukupi untuk bereaksi dengan senyawa karbon dari bahan bakar.

%CO 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 CO 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 E0 E7 E10 E13 E16 E20 Gambar 4.1 Grafik % CO dalam gas buang Semakin besar kandungan CO yang terdapat pada gas buang menunjukkan bahwa pembakaran yang terjadi semakin tidak sempurna. Dari grafik yang didapat pada gambar 4.1 terlihat bahwa pada system yang kami buat saat menggunakan bahan bakar premium tanpa dicampur bioethanol, terdapat kandungan CO yang paling besar yaitu antara 2.5%-3%. Hal ini menunjukkan bahwa campuran bahan bakar dan udara lean apabila dibandingkan dengan bahan bakar yang telah dicampur bio-ethanol. Semakin besar penambahan volume bio-ethanol, dapat terlihat bahwa kandungan CO yang terdeteksi juga semakin sedikit. Dan kandungan CO yang paling rendah terdapat pada penambahan volume bio-ethanol sebesar 20% yang dapat menurunkan emisi gas CO rata-rata sebesar 94%. Hal ini dikarenakan ethanol mempunyai molekul OH dalam gugus molekulnya yang membantu terjadinya reaksi pembakaran yang lebih sempurna.

4.1.2. Kadar Gas Carbon Dioksida (CO 2 ) dalam gas buang Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi kadar CO2 dalam suatu proses pembakaran maka semakin sempurna proses pembakaran yang terjadi pada ruang bakar. %CO2 6 5 4 3 2 1 0 CO2 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 E0 E7 E10 E13 E16 E20 Gambar 4.2 Grafik % CO2 dalam gas buang Dari grafik yang didapat pada gambar 4.2 terlihat bahwa penambahan bio-ethanol sebesar 20% dapat meningkatkan kadar CO2 rata-rata sebesat 67%, peningkatan kadar CO2 ini menunjukkan bahwa proses pembakaran menjadi lebih sempurna. Hal ini dikarenakan molekul OH pada ethanol akan bergabung dengan emisi gas buang CO sehingga dihasil emisi gas buang CO2 yang lebih banyak. 4.1.3. Kadar Hydrocarbon (HC) dalam gas buang Bahan bakar bensin merupakan senyawa hidrokarbon sehingga adanya kandungan HC (Hydrocarbon) di dalam gas buang motor bakar mengindikasikan adanya bahan bakar yang tidak terbakar dan terbuang bersama gas buang hasil pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon dalam bahan bakar terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah CO2 dan H2O. Nilai HC yang cukup besar mengindikasikan bahwa campuran udara dan bahan bakar yang masuk ke dalam ruang bakar berada pada AFR < 14.7 (fuel rich).

ppm 400 350 300 250 200 150 100 50 0 HC 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 E0 E7 E10 E13 E16 E20 Gambar 4.3 Grafik kadar HC dalam gas buang Dari grafik yang didapat pada gambar 4.4 terlihat bahwa penambahan bio-ethanol tidak memberikan begitu banyak perubahan pada emisi gas buang HC. Hal ini dikarenakan emisi gas buang HC ketika ditambahkan ethanol hanya berkurang sebesar 250 ppm (part per million), angka ini bisa kita abaikan karena terlalu kecil. 4.1.4. Kadar Gas Oksigen (O 2 ) dalam gas buang Konsentrasi dari oksigen pada gas buang berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke dalam ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon pada bahan bakar. Pembakaran yang baik menghasilkan emisi O2 yang rendah karena telah bereaksi dengan bahan bakar. O2 16.8 16.6 16.4 16.2 16 15.8 15.6 15.4 15.2 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 E0 E7 E10 E13 E16 E20 Gambar 4.4 Grafik %O 2 dalam gas buang

Dari grafik yang didapat pada gambar 4.2 terlihat bahwa penambahan bio-ethanol sebesar 20% dapat menurunkan kadar O2 rata-rata sebesar 6%, penurunan kadar O2 ini menunjukkan bahwa pembakaran lebih sempurna atau campuran bahan bakar dan udara menjadi rich. Hal ini dikarenakan O2 sudah terpakai untuk mengikat HC, CO, dan gugus OH sehingga pembakarannya menjadi lebih sempurna. 5. KESIMPULAN Setelah dilakukan pencampuran bahan bakar bio-ethanol dan premium menjadi E0, E17, E10, E13, E16 dan E20 maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembakaran dari bahan bakar premium yang dicampur dengan ethanol lebih baik atas dasar pertimbangan kadar CO2 rata-rata naik dan kadar CO rata-rata turun 2. Dengan campuran ethanol sebesar 20% menghasilkan gas buang terbaik dengan kadar CO sebesar 0.14%, CO2 sebesar 4.8%, HC 88 ppm dan kadar O2 16.03%. 3. Penurunan kadar Oksigen rata-rata sebesar 6%, penurunan kadar O2 ini menunjukkan bahwa pembakaran lebih sempurna atau campuran bahan bakar dan udara menjadi rich. 6. DAFTAR PUSTAKA Akbar, Syaehul. Pengaruh Pengontrolan Temperatur Evaporator Terhadap Laju Destilasi Etanol Low Grade Pada Compact Distilator.2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI An An Herliani & Teni Rodiani, 2011, Mata Diklat 4 Aplikasi Entalpi dan Perubahannya, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta Anonim. Emision Control Two and Three Wheel Vehicle, 1999 Washington DC: Manufaktur & Emision Control Assosiation. Aribowo, Atlanta. Analisia Kinerja Motor Dinamis Dengan Pemanfaatan Etanol Kadar Tinggi Dari Hasil Kompak Destilator Sebagai Bahan Bakar Tambahan. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI Cengel, Yunus A. and Boles, Michael A. 2002. Thermodynamics. forth edition. New Devanta Bayu Prasetyo & Fajar Patriayudha. Pemakaian Gasohol Sebagai Bahan Bakar Pada Kendaraan Bermotor. 2009. Semarang: Departemen Teknik Kimia FT UNDIP Indrianto, Fariza. Pengaruh Injeksi Distillate Sebagai Bahan Bakar Tambahan Pada Genset Berbahan Bakar Bensin. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI Rahman, Raksa Aulia. Pengaruh Variasi Beban Pada Evaporator 90 Terhadap Laju Destilasi Etanol Low Grade Pada Compact Destilator. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI

Sihaloho, Ridho Daniel. Uji Eksperimental Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol BE-5 dan BE-10). 2009. Medan : Departemen Teknik Mesin FT USU Sitorus, Tulus Burhanudin. Tinjauan Bahan Bakar Gas Sebagai Bahan Bakar Alternative. 2002. Medan : Departemen Teknik Mesin FT USU Sugiarto, Bambang. 2003. Motor Pembakaran Dalam. ISBN 979-97726-7-2 Sugiarto, Rino. Unjuk Kerja Low grade Etanol Dari Pemanfaatan Panas Gas Buang Motor Bakar Dinamis Sebagai Sumber Energi Kompak Distilator. 2011. Depok : Departemen Teknik Mesin FT UI