DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Da

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2015, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

PERATURAN MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2004

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN PROGRAM DOKTER LAYANAN PRIMER

-2-3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

2015, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemb

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Le

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENAMAAN PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tenta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016 perlu disesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum; c. bahwa berdasar p

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI INSINYUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

huruf b dan Ayat (7) huruf f Undang-Undang Nomor 14 menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang

2017, No Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan (Le

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No melakukan revisi terhadap Standar Pendidikan dan Standar Kompetensi Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Ke

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

2016, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2017, No Meningat : 1. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

2016, No Pemantapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang- Undangan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Neg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG AKREDITASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2016, No Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Indonesia Nomor 5494); 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpu

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bida

2017, No Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 7 Tah

2016, No Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2013 tentang Lembaga Administrasi Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 127); 3. Pera

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. huruf b dan ayat (7) huruf e Undang-Undang Nomor 18

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2016, No Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BERITA NEGARA. No.1665, 2016 KEMEN-ESDM. Percepatan PIK. Penyelesaian Teknis. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Ta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

2017, No Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019); 4. Pe

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Re

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RAWAT JALAN EKSEKUTIF DI RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Pelaksanaan Pengalihan Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten/Kota yang Melaksanakan Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan Selain yang

b. bahwa upaya pemerataan dokter spesialis dilakukan melalui wajib kerja dokter spesialis

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehat

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PELATIHAN DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ABORSI ATAS INDIKASI KEDARURATAN MEDIS DAN KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan membutuhkan pedoman yang jelas dalam penyelenggaraan pelayanannya; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

-2-2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559); 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di Bidang Kesehatan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELATIHAN DAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ABORSI ATAS INDIKASI KEDARURATAN MEDIS DAN KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN.

-3- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Aborsi adalah upaya mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam rahim sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. 2. Lembaga/Institusi Pelatihan Pelayanan Aborsi yang selanjutnya disebut Lembaga/Institusi Pelatihan adalah unit pelatihan kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan pelatihan di bidang kesehatan. 3. Pelatihan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan, yang selanjutnya disebut dengan Pelatihan adalah proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku peserta pelatihan dalam melaksanakan praktik aborsi sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Akreditasi Pelatihan adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah atau badan akreditasi yang berwenang kepada suatu pelatihan yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga diberikan izin untuk penyelenggaraannya. 5. Akreditasi Lembaga/Institusi Pelatihan adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah atau badan akreditasi yang berwenang kepada suatu institusi pelatihan yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga diberikan izin untuk penyelenggaraan pelatihan. 6. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

-4-7. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintah Pusat di bidang kesehatan. Pasal 2 Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam rangka pemberian pelayanan aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab. BAB II PELATIHAN Bagian Kesatu Penyelenggaraan Pelatihan Pasal 3 (1) Penyelenggaraan pelatihan harus terakreditasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Akreditasi penyelenggaraan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi akreditasi: a. kurikulum dan modul; b. penyelenggara; c. tenaga pelatih/fasilitator; d. peserta pelatihan; dan e. tempat penyelenggaraan. Pasal 4 (1) Pelatihan diselenggarakan berdasarkan metode pelatihan berbasis kompetensi.

-5- (2) Metode pelatihan berbasis kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memberikan kompetensi yang disyaratkan bagi pelaksanaan prosedur klinik. Pasal 5 (1) Kurikulum dan modul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a disusun oleh Pemerintah Pusat bersama organisasi profesi. (2) Kurikulum dan Modul Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi materi: a. klinik; b. konseling; dan c. manajemen. (3) Kurikulum Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terstandarisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 Penyelenggara Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah bersama dengan organisasi profesi. Pasal 7 (1) Tenaga pelatih/fasilitator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c merupakan tenaga profesional yang menguasai substansi materi pelatihan yang diajarkan. (2) Tenaga pelatih/fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh penyelenggara Pelatihan.

-6- Pasal 8 (1) Peserta Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d hanya diikuti oleh dokter yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Penetapan dokter yang mengikuti pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada organisasi profesi setempat untuk diketahui. Bagian Kedua Sertifikat Pelatihan Pasal 9 (1) Peserta yang telah mengikuti Pelatihan secara lengkap berhak mendapatkan sertifikat pelatihan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. (2) Sertifikat Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bentuk pengakuan untuk memberikan pelayanan aborsi yang aman, bermutu dan bertanggungjawab. (3) Sertifikat Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nama peserta Pelatihan, instansi asal, tempat dan tanggal Pelatihan, sistem satuan kredit pelatihan, materi Pelatihan, dan tandatangan penetapan. Pasal 10 (1) Sertifikat Pelatihan berlaku selama 5 (lima) tahun. (2) Sertifikat Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperbaharui dengan melakukan pelatihan kembali. (3) Pelatihan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pelatihan awal atau peningkatan kemampuan.

-7- Bagian Ketiga Evaluasi Pascapelatihan Pasal 11 (1) Untuk menjamin kepatuhan terhadap penerapan kompetensi yang dimiliki oleh peserta pelatihan di tempat kerjanya, harus dilakukan evaluasi pascapelatihan. (2) Evaluasi pascapelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 6 bulan setelah pelatihan. (3) Evaluasi pascapelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersama organisasi profesi sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. BAB III PENYELENGGARAAN PELAYANAN Bagian Kesatu Umum Pasal 12 (1) Pelayanan Aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab. (2) Pelayanan aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab meliputi: a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standard profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional; b. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan; c. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;

-8- d. tidak diskriminatif; dan e. tidak mengutamakan imbalan materi. (3) Dalam hal izin suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dapat dipenuhi, persetujuan dapat diberikan oleh keluarga perempuan hamil yang bersangkutan. Bagian Kedua Fasilitas Pelayanan Kesehatan penyelenggara pelayanan Pasal 13 (1) Pelayanan aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab harus diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. puskesmas; b. klinik pratama; c. klinik utama atau yang setara; dan d. rumah sakit. (3) Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan Puskesmas mampu Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) yang memiliki dokter yang telah mengikuti Pelatihan. (4) Klinik pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar yang memiliki dokter yang telah mengikuti Pelatihan. (5) Klinik utama atau yang setara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik obstetri dan ginekologi atau pelayanan medik dasar dan spesialistik obstetri dan ginekologi, yang memiliki dokter obstetri dan ginekologi yang telah mengikuti Pelatihan.

-9- (6) Rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus memiliki dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang telah mengikuti Pelatihan. Pasal 14 (1) Menteri dalam menetapkan fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan dapat mendelegasikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Untuk mendapatkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus mengajukan permohonan penetapan setelah memenuhi persyaratan: a. memiliki izin operasional fasilitas pelayanan kesehatan yang masih berlaku; dan b. memiliki dokter yang memiliki sertifikat Pelatihan. Bagian Ketiga Tim Kelayakan Aborsi Pasal 15 (1) Dokter yang telah memiliki sertifikat Pelatihan dapat menjadi anggota tim kelayakan aborsi atau pemberi pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. (2) Dokter yang menjadi anggota tim kelayakan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melakukan pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan pada pasien yang sama. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku pada daerah tertentu yang jumlah dokternya tidak mencukupi.

-10- Pasal 16 (1) Tim kelayakan aborsi dibentuk di setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. (2) Tim kelayakan aborsi di rumah sakit dan klinik utama atau yang setara ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit atau pimpinan klinik. (3) Tim kelayakan aborsi di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (4) Tim kelayakan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh dokter yang memiliki sertifikat Pelatihan. (5) Tim kelayakan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat adhoc. Pasal 17 (1) Tim kelayakan aborsi bertugas menentukan adanya indikasi kedaruratan medis. (2) Dalam hal terdapat rujukan dari dokter adanya kondisi medis tertentu pada kehamilan akibat perkosaan, tim kelayakan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pemeriksaan. (3) Hasil pemeriksaan tim kelayakan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa surat keterangan usia kehamilan dan/atau kelayakan abosi. (4) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan: a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.

-11- Pasal 18 Dalam hal klinik utama atau yang setara belum memiliki Tim kelayakan aborsi, penentuan adanya indikasi kedaruratan medis dilakukan oleh Tim kelayakan aborsi yang dibentuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bagian Keempat Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan Pasal 19 (1) Tindakan Aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling pratindakan dan diakhiri dengan konseling pascatindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. (2) Kompetensi konselor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan formal atau pelatihan. (3) Dalam hal hasil konseling pratindakan dinyatakan ibu hamil atau korban perkosaan telah siap menjalani tindakan, konselor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan surat keterangan konseling kepada dokter terlatih yang akan melakukan tindakan. (4) Dalam hal setelah konseling pratindakan korban perkosaan memutuskan untuk membatalkan tindakan aborsi, konselor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pendampingan. Pasal 20 (1) Pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dilakukan setelah ibu hamil memiliki surat keterangan dari tim kelayakan aborsi dan surat keterangan konseling dari konselor.

-12- (2) Pelayanan aborsi pada kehamilan akibat perkosaan dilakukan setelah korban perkosaan memiliki surat bukti kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dan surat keterangan konseling. Pasal 21 (1) Dokter terlatih yang melakukan pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus didukung oleh sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan yang memadai. (2) Dalam hal sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memadai, rujukan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 22 (1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan aborsi atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara berkala paling sedikit 6 (enam) bulan sekali kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kompilasi laporan dan menyampaikan hasil kompilasi laporan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

-13- (4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kompilasi laporan dan menyampaikan hasil kompilasi laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayanan kesehatan dengan tembusan Ketua organisasi profesi setempat secara berkala paling sedikit 6 (enam) bulan sekali. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 23 (1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersama organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada peningkatan mutu pelatihan pelayanan aborsi. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

-14- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peratuan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Januari 2016 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NILA FARID MOELOEK Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Februari 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 190