BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DIBIDANG MEDIK DAN PENUNJANG MEDIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hidup di dunia ini. Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA)

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI KESEHATAN DI PT.BUMIDA SURAKARTA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hal penting bagi kesejahteraan masyarakat. Kesehatan yang

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 06 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 06 TAHUN 2003

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN SARANA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 17 TAHUN 2002 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. harapan masyarakat sebagai pemakai jasa kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2008 SERI : C NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan dan cita-cita luhur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. haknya. Bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 19 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 15 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan. Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap warganya dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MASA BAKTI DAN PRAKTEK DOKTER DAN DOKTER GIGI Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor 1 Tahun 1988 Tanggal 15 Februari Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1966 TENTANG HYGIENE PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI PAKPAK BHARAT. Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Republik lndonesia Negara Nomor 50 g);

PELAKSANAAN JAMSOSTEK UNTUK KECELAKAAN KERJA DI PTP NUSANTARA IX ( PERSERO ) PG. PANGKA DI KABUPATEN TEGAL

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BADAN HUKUM KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2008 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 4 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2018 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Undang Undang No. 2 Tahun 1966 Tentang : Hygiene

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 7 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 2 TAHUN 2003 PERUBAHAN ATAS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 112 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. produksi yang semakin komplek tidak terlepas dari adanya resiko kecelakaan jika

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, diperlukan merupakan suatu usaha yang mana. maupun non-fisik. Dalam rangka mencapai hal tersebut

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN BIDANG KESEHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan fisik mapupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat berpengaruh pada segi kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan Negara dimanapun di dunia ini, baik di Negara yang sudah maju maupun di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dalam penjelasan Umum atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 1988 Tentang Masa Bakti dan Praktek Dokter dan Dokter Gigi, disebutkan bahwa derajat kesehatan yang optimal merupakan hak setiap warga Negara yang perwujudannya dilaksanakan oleh pemerintah dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif. Pembangunan kesehatan yang didukung oleh pembangunan di bidang-bidang lainnya, merupakan secara bertahap dan berkesinambungan. Kebijaksanaan Pembangunan setiap tahap bertumpu pada pendekatan pelayanan kesehatan dengan menyebarkan secara merata tenaga-tenaga kesehatan. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Penjelasan Umum atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pada huruf (b) ditentukan, bahwa pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan

nasional diarahkan guna hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan secara optimal. Demikian juga di dalam Ketetapan MPR No. II / MPR / 1993 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara antara lain disebutkan bahwa : Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat, serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Hal itu menunjukkan, bahwa masalah kesehatan di Negara kita mendapatkan perhatian dan penanganan secara serius oleh pemerintah, yaitu dengan didirikannya sarana-sarana kesehatan, tidak hanya di kota-kota, tetapi juga sampai ke desa-desa. Adapun tujuan dan dasar pembangunan kesehatan di dalam Sistem Kesehatan Nasional dijabarkan sebagai berikut. (1) Semua warga Negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia. (2) Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat. (3) Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi seimbang oleh pemerintah dan masyarakat serta dilaksanakan terutama melalui upaya peningkatan dan pencegahan yang dilakukan secara terpadu dengan upaya penyembuhan dan pemulihan yang diperlukan. (4) Setiap bentuk upaya kesehatan harus berasaskan prikemanusiaan yang berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa dengan mengutamakan kepentingan nasional, rakyat banyak dan bukan semata-mata kepentingan golongan atau perorangan. (5) Sikap, suasana kekeluargaan, kegotong-royongan serta semua potensi yang ada diarahkan dan dimanfaatkan sejauh mungkin untuk pembangunan kesehatan. (6) Sesuai dengan asas adil dan merata, hasil yang dicapai dalam pembangunan kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh penduduk.

(7) Semua warga Negara sama kedudukannya dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi dan menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan dalam bidang kesehatan. (8) Pembangunan kesehatan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepribadian bangsa. 1 Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat perlu ditunjang oleh adanya sarana kesehatan. Sarana kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. 2 Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan ditentukan: Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya. Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Dari ketentuan Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk mendirikan sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah, tetapi juga diberikan kepada setiap anggota masyarakat atau swasta, sehingga akhir-akhir ini 1 Sistem Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan, Jakarta, 1982, Hal 6,7. 2 Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997, Hal 94.

nampak peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta secara merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan sistem kesehatan nasional, semakin meningkat dan berkembang dengan didirikannya klinik-klinik swasta. Apabila diperhatikan ketentuan Pasal 1 huruf (a) Peraturan Menteri Kesehatan No. 920 Tahun 1986 pelayanan kesehatan swasta dibidang medik dapat diselenggarakan oleh perseorangan, kelompok atau yayasan, sedangkan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 menetapkan: Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan hukum. Dalam hal pelayanan kesehatan swasta di bidang medik diselenggarakan oleh kelompok, berarti di dalamnya terdapat beberapa orang sebagai peserta yang menggabungkan diri untuk bekerjasama mendirikan sarana kesehatan. Kerja sama itu dapat terjadi antara dokter dengan apoteker, dokter dengan bidan, dokter dengan perawat dan sebagainya. Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa kerjasama di bidang kesehatan banyak terjadi dengan mendirikan usaha klinik kesehatan bersama yang kemudian menjelma menjadi suatu kerja sama yang bersifat terus-menerus, yang akhirnya menimbulkan suatu bentuk lembaga kesatuan kerja sama yang berbentuk suatu badan yang mempunyai asas tujuan yang bersifat komersial untuk pemenuhan kebutuhan atau kepentingan anggotanya yang dikenal dengan istilah persekutuan. Berdasarkan struktur hukumnya bentuk-bentuk kesatuan kerjasama itu dapat digolongkan atas dua bagian, yaitu:

1. Bentuk kesatuan kerja sama yang merupakan badan hukum, dapat dijumpai dalam bentuk persekutuan yang dikenal dengan istilah: a. Perseroan terbatas b. Koperasi c. Perkumpulan saling menanggung 2. Bentuk kesatuan kerja sama yang bukan merupakan badan hukum, dapat dijumpai dalam bentuk persekutuan yang dikenal dengan istilah: a. Persekutuan perdata (maatschap) b. Persekutuan firma c. Persekutuan komanditer. 3 Bentuk-bentuk kesatuan kerja sama tersebut sama-sama menjalankan perusahaan dengan tujuan untuk mencari keuntungan, tetapi mempunyai status hukum yang berbeda. Perbedaan itu nampak dari prosedur pendiriannya, yaitu mutlak diperlukan pengesahan oleh pemerintah, sedangkan untuk mendirikan kesatuan kerja sama yang bukan badan hukum tidak diperlukan pengesahan akte pendirian oleh pemerintah. Oleh karena usaha klinik kesehatan bersama merupakan institusi yang relatif baru diselenggarakan di Indonesia, sehingga dalam sistem hukum di Indonesia dapat dilihat ada aspek hukum tertentu yang belum secara memadai memperoleh pengaturan, baik dalam hukum kesehatan maupun dalam hukum persekutuan kita, terutama aspek-aspek yang berkaitan dengan dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama maupun bentuk kesatuan kerjasamanya. Dengan dasar hukum yang kuat dan bentuk kesatuan kerjasama yang jelas dan pasti akan dapat lebih menjamin adanya kepastian berusaha. Namun demikian, mengingat hukum perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka yang tercermin dalam Pasal 1338 KUHPerdata, maka untuk sementara sampai dengan adanya 3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, Hal.45

peraturan perundangan yang lebih rinci, maka semua aspek yang berkaitan dengan perjanjian untuk mendirikan usaha klinik kesehatan bersama akan tunduk pada ketentuan-ketentuan umum hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Dalam penyelenggaraan usaha klinik kesehatan bersama, para pesertanya akan mengadakan kerja sama dan dengan adanya kerja sama tersebut akan melahirkan konsekuensi yuridis, terutama mengenai tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama tersebut. Dengan demikian maka lebih menjadi perhatian terhadap usaha klinik kesehatan bersama tersebut sehubungan dengan yang diteliti oleh penulis adalah mengenai tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama terhadap segala resiko usaha maupun terhadap penerima pelayanan kesehatan (pasien) yang merasa dirugikan sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik. B. Perumusan Masalah Klinik kesehatan bersama sebagai suatu usaha yang melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik, maka kehadirannya di tengah-tengah masyarakat menimbulkan permasalahan-permasalahan di bidang hukum. Hal ini adalah sebagai akibat dari adanya hubungan hukum di antara para peserta yang mengadakan kerjasama dalam usaha klinik kesehatan bersama, maupun hubungan hukum dengan pihak ketiga yang menggunakan jasa-jasa pelayanan usaha klinik kesehatan bersama tersebut yang menuntut perhatian kererlibatan hukum dalam upaya memberikan kerangka jaminan perlindungan kepada masing-masing pihak.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka permasalahan yang timbul adalah: a. Apakah dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik? b. Bagaimana bentuk kesatuan kerja sama usaha klinik kesehatan bersama? c. Bagaimana tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama terhadap risiko usaha atau terhadap penerima pelayanan kesehatan (pasien) yang merasa dirugikan? C. Tujuan dan Manfaat Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian tentang Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Bersama (Studi pada usaha klinik kesehatan bersama Jl.AR.Hakim No.168) dilakukan dengan tujuan: 1. Untuk mengetahui dasar hukum pendirian usaha klinik kesehatan bersama. 2. Untuk mengetahui bentuk kesatuan kerja sama usaha klinik kesehatan bersama tersebut di dalam menjalankan kegiatan usahanya sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik. 3. Untuk mengetahui tanggung jawab usaha klinik kesehatan bersama tersebut terhadap segala resiko usaha atau terhadap penerimaan pelayanan kesehatan (pasien) yang dirugikan. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya mengenai perjanjian dan persekutuan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan masukan kepada pemerintah dalam mengambil langkah-langkah atau kebijaksanaan-kebijaksanaan lebih lanjut, terutama di bidang usaha klinik kesehatan bersama yang semakin berkembang dewasa ini, dan juga kepada badan legislatif dapat dipergunakan sebagai bahan dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang usaha klinik kesehatan bersama. Di samping itu hasil penelitian ini juga dapat dipergunakan sebagai bahan pegangan bagi pengelola usaha klinik kesehatan bersama, maupun bagi pihak lain sehubungan dengan pelayanan kesehatan swasta di bidang medik. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Bersama (Studi pada usaha klinik kesehatan bersama di Klinik Madani Medan) sepanjang pengetahuan peneliti sampai saat ini belum pernah ada yang menelitinya. E. Metode Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini, data-data yang penulis kumpulkan diperoleh dari cara melakukan penelitian kepustakaan ( Library Research ). Artinya,

melalui penelitian ini penulis mengumpulkan data-data sekunder dengan cara membaca, mempelajari dan menguraikan pasal-pasal dalam Perundangundangan, Pandangan dan Pendapat para ahli di bidang hukum khususnya yang menyangkut mengenai Usaha Klinik Kesehatan Bersama. Di samping itu, penulis juga mengumpulkan data-data primer melalui wawancara dengan Usaha Klinik Kesehatan Bersama dan juga menganalisa hal yang berhubungan dengan perjanjian dalam usaha bersama melalui data kepustakaan dan bahan-bahan sekunder lainnya. F. Tinjauan Kepustakaan Dalam penulisan skripsi ini penulis memilih judul : Tinjauan Hukum Perdata Pada Usaha Bersama ( di Klinik Madani No.168 Medan ) Pengertian yang dikandung dalam judul tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: - Tinjauan : suatu telaah,sudut pandang. 4 - hukum Perdata: hukum yang mengatur orang perorangan atau biasa disebut dengan hukum privat. 5 - usaha : diartikan sebagai kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud. 6 - klinik: Balai Pengobatan atau tempat mengobati orang sakit. 7 4 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, Jakarta, 1976, Hal. 420 444 5 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap, Aneka Ilmu, Semarang, 1977, Hal. 6 Poerwodarminta, Op.cit, Hal.513 7 Ibid, Hal.215

- klinik kesehatan : menurut Pasal 56 ayat 1 Undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 yaitu : sarana kesehatan yang meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek gokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademi kesehatan, balai penelitian kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya. - usaha klinik kesehatan bersama : Suatu kegiatan bersama atau berkelompok dalam suatu tempat (klinik) dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan, guna mengobati orang sakit agar memperoleh keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. G. Sistematika Penulisan Sistematika uraian di dalam skripsi ini disusun dalam bab-bab sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN Dalam bab ini dimana di dalam pendahuluan ini penulis menguraikan dan menjelaskan mulai dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, serta Sistematika Penulisan dalam skripsi ini.

BAB II. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERIKATAN BERDASARKAN KUHPERDATA Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Tinjauan Yuridis Tentang Perjanjian Sebagai Bagian dari Perikatan Berdasarkan KUHPerdata, khususnya mengenai Pengertian dan Istilah Perjanjian, Syarat Sahnya Perjanjian, Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian dan Wanprestasi dalam Perjanjian. BAB III TINJAUAN UMUM USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA Pada bab ini, penulis menguraikan tentang Tinjauan Umum Usaha Klinik Kesehatan Bersama, antara lain : Pengertian dan Dasar Hukum Usaha Klinik Kesehatan Bersama, Syarat Pendirian Usaha Klinik Kesehatan Bersama, Bentuk Pelayanan Kesehatan Usaha Klinik Kesehatan Bersama, dan Bentuk Kesatuan Kerjasama dalam Usaha Klinik Kesehatan Bersama. BAB IV TANGGUNG JAWAB PERDATA PADA USAHA KLINIK KESEHATAN BERSAMA DI KLINIK MADANI ( JL. AR. HAKIM NO.168 MEDAN ) Dalam bab ini, penulis membahas tentang Tanggung Jawab Pengusaha Klinik Kesehatan Bersama terhadap Kerugian Usaha, Tanggung Jawab Usaha Klinik Kesehatan Bersama terhadap Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan ( Pasien ) yang dirugikan serta Tanggung Jawab Para Pihak