BAB I PENDAHULUAN. penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Sarmin, 2009). pada anak usia balita (WHO, 2007). Hal ini dibuktikannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini banyak terjadi pada balita terutama di negara-negara. makanan yang tidak cukup (Nelson, 1996). Rata-rata berat badannya

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. 6,9 juta jiwa, tercatat kematian balita dalam sehari, 800 kematian balita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Prakarsa, 2013). meninggal selama atau setelah kehamilan dan persalinan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun. (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan konsistensi tinja cair

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan ditunjukkan pada upaya penurunan angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda. Sementara gizi buruk

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti perawatan dan makanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kontribusi penting dalam Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja pada undang-undang yang mengatur tentang ibu menyusui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat. Bayi baru lahir dan anak-anak merupakan kelompok yang rentan

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB I PENDAHULUAN. fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu bangsa adalah meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terdiri dari 5,7% balita yang gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah menderita kelainan gizi, Kejadian gizi kurang seperti fenomena gunung es

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan anak dibawah lima tahun (Balita) merupakan bagian yang

BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masa bayi, lalu berkembang menjadi mandiri di akhir masa kanak-kanak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita (Krisnansari, Diah, 2010). Malnutrisi akut adalah kekurangan nutrisi dalam jangka waktu lama sehingga menyebabkan kegagalan perrtumbuhan secara linear. Pada malnutrisi kronik, anak terlihat pendek, sedangkan tipe yang ketiga adalah malnutrisi akut dan kronik sehingga anak terlihat kurus dan pendek (London School of Hygiene and Tropical Medicine, 2009) Malnutrisi merupakan salah satu faktor penyebab utama kematian pada anak balita (Purdhon et al., 2006). Malnutrisi akut yang parah didefinisikan dengan indeks BB/TB yang sangat rendah atau oleh adanya edema (Myatt et al., 2006). Pada anak usia 6-59 bulan, lingkar lengan atas kurang dari 115 mm juga menunjukkan keadaan malnutrisi akut. Secara nasional prevalensi gizi buruk pada tahun 2010 adalah 17,9 persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi buruk dan 13,0 gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 persen) sudah terlihat ada penurunan. Penurunan terutama terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007 menjadi 4,9 persen pada tahun 2010 atau turun sebesar 0,5 persen, sedangkan prevalensi gizi kurang masih tetap 1

2 sebesar 13,0 persen. Bila dibandingkan dengan pencapaian sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka prevalensi gizi buruk secara nasional harus diturunkan minimal sebesar 2,4 persen dalam periode 2011 sampai 2015 (RISKESDAS, 2010). Prevalensi malnutrisi di Indonesia pada tahun 2007 anak balita yang mengalami gizi kurang dan pendek adalah 18,4% sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi maslah gizi dunia. Pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi 17,9%. Prevalensi kurus dan sangat kurus berdasarkan BB/TB pada anak balita tidak turun bermakna selama 3 tahun terakhir. Menurut data Riskesdas 2010, sebanyak 13,3 persen anak balita masih di temukan kurus dan sangat kurus (BAPPENAS, 2011). Termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prevalensi status gizi balita berdasarkan berat badan per tinggi badan (BB/TB) di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan Prevalensi Status Gizi balita sangat kurus 2,6% dan kurus 6,5% (kemenkes, 2012). Pada tahun 2010 angka kejadian balita gizi buruk berturut-turut di kabupaten di DIY adalah Kulonprogo 0,88%, Bantul 0,58%, Gunung Kidul 0,70%, Sleman 0,66 dan Kota Yogyakarta 1,10% dari 17.676 balita yang ditimbang (Profil DINKES, 2010). Malnutrisi diperkirakan berkontribusi lebih dari sepertiga dari seluruh kematian anak, meskipun masih kurang terdaftar sebagai penyebab langsung. Kurangnya akses terhadap makanan bergizi tinggi, terutama dalam hal ini harga pangan, merupakan penyebab umum dari kekurangan gizi. Pemberian

3 makanan yang buruk, seperti ASI tidak memadai, memberikan makanan yang salah, dan tidak memastikan bahwa anak mendapat cukup makanan bergizi, berkontribusi terhadap kekurangan gizi. Infeksi, terutama diare yang sering atau terus-menerus, pneumonia, campak dan malaria dapat merusak status gizi anak (WHO, 2012) Faktor yang menyebabkan terjadinya kejadian malnutrisi menurut data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) terdapat dua penyebab langsung terjadinya kasus gizi buruk, yaitu kurangnya asupan gizi dari makanan dan akibat terjadinya penyakit yang menyebabkan infeksi. Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan. Sedangkan, malnutrisi yang terjadi akibat penyakit disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik (Handono, Priyo,2010). Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat menjadi unsur penting dalam pemenuhan asupan gizi yang sesuai di samping perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak. Penyebab tidak langsung seperti pengelolaan lingkungan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai juga menjadi penyebab turunnya tingkat kesehatan yang memungkinkan timbulnya beragam penyakit (Siswono, 2009 cit Handono, Priyo, 2010). Penelitian yang dilakukan Huriah tahun 2006 penyebab tidak langsung gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa

4 faktor yaitu, pola asuh, ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, faktor sosial ekonomi,serta budaya dan politik. International Conference on Nutrition (1992) mendefinisikan pengasuhan sebagai suatu kesepakatan dalam rumah tangga dalam hal pengalokasian waktu, perhatian dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dalam tumbuh kembang anak dan anggota keluarga lainnya (Engel et al. 1997). Secara khusus Engel (1997) sebagaimana dikutip Latham (1997) mendefinisikan pola pengasuhan anak balita sebagai perilaku pengasuhan yang meliputi pemberian ASI, diagnosa penyakit, pemberian makanan tambahan, stimulasi bahasa dan kemampuan kognitif lainnya serta pemberian dukungan emosional pada anak (Masithah, et al. 2005). Penatalaksanaan gizi buruk yang disebabkan oleh kekurangan gizi tingkat berat, yang nantinya bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian pada balita. Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan 3 cara pendekatan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi (Therapeutic Feeding Center) sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi di lakukan perawatan rawat jalan di Puskesmas, Poskesdes dan Pos pemulihan gizi berbasis masyarakat (Community Feeding Centre /CFC) (Minarto, 2011) Pada penelitian ini untuk mengatasi masalah balita malnutrisi salah satu institusi yang terlibat dalam melakukan program home care adalah puskesmas. Puskesmas sebagai ujung tombak yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ke masyarakat yang masih aktif dalam penanganan

5 masalah gizi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Therry, (2005) membahas hasil tentang peningkatan nutrisi di rumah, menunjukan bahwa perawatan di rumah lebih efektif dan memberikan keuntungan seperti ibu bisa menjalankan fungsi dan perannya dalam mengasuh balita. Program home care dapat dilakukan oleh perawat puskesmas, karena perawat merupakan tenaga kesehatan terbesar di Indonesia. Dilihat dari data kementrian kesehatan tahun 2011 menunjukan jumlah perawat sebanyak 78.215 orang dari seluruh puskesmas di Indonesia, sehingga bisa dikatakan jumlah perawat di setiap puskesmas yaitu 8-9 orang. Sedangkan di provinsi DIY jumlah perawat 5.124 orang pada tahun 20011, dijabarkan jumlah perawat puskesmas 863 orang, perbandingan perawat dengan puskesmas yaitu 7,13 orang, di Kota Yogyakarta berjumlah perawatnya yaitu 77 orang (Kemenkes, 2012; Dinkes provinsi DIY, 2008; Dinkes Kota Yogyakarta, 2011). Program home care dilakukan untuk memberikan asuhan keperawatan mandiri yang dapat dilakukan keluarga sehingga lebih optimal dalam merawat anggota keluarganya sesuai dengan ketentuan tindakan keperawatan. Layanan yang diberikan dalam home care meliputi layanan medis, keperawatan, rehabilitasi, sosial, rumah sehat dan layanan lain yang dibutuhkan dan diterapkan di lingkungan keluarga (DEPKES, 2004). Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan secara profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan atau pemberi kontribusi dalam memberikan tindakan kesehatan. Keperawatan merupakan

6 suatu ilmu dan seni yang berkaitan dengan pasien seutuhnya atau secara komprenhensif yang meliputi: kesehatan fisik, mental dan spiritual. Dalam memberikan tindakan kesehatan, perawat akan merawat atau berbagai individu yang unik. Perawat diharapkan mampu menganalisis secara teoritis faktor yang ada dalam setiap situasi dan mengambil keputusan yang tepat. Pelaksanaannya berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif (Mubarak & Chayatin, 2006). Keberhasilan dari program home care ditentukan oleh beberapa factor diantaranya adalah tingkat partisipasi keluarga dan kepatuhan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Regina et al,. 2002 menyatakan bahwa kepatuhuan perawat dalam menerapkan standar asuhan keperawatan masih rendah yang dapat mempengaruhi faktor pelatihan standar asuhan dan pengetahuan perawat untuk memberikan pelayanan kesehatan di rumah. Penurunan pelayanan keperawatan akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan. Studi yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Depkes RI bekerjasama dengan WHO tahun 2000 di 4 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Sumatra utara, Sulawesi utara, dan Kalimantan timur, menemukan 47,4% perawat belum memiliki uraian tugas secara tertulis, 70,9% perawat tidak pernah mengikuti pelatihan dalam 3 tahun terakhir, 39,8% perawat masih melaksanakan tugas non keperawatan, serta belum dikembangkan system monitoring dan evaluasi kinerja perawat (Elly, 2011 cit Hasanbasri, 2007). Berdasarkan latar belakang masalah diatas,

7 penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kepatuhan perawat dalam melakukan home care dengan peningkatan pola asuh keluarga pada balita malnutrisi di Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di rumuskan masalah sebagai berikut : apakah ada hubungan kepatuhan perawat dalam melakukan home care dengan peningkatan pola asuh keluarga pada balita malnutrisi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kepatuhan perawat dalam melakukan home care dengan peningkatan pola asuh keluarga pada balita malnutrisi. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kepatuhan perawat dalam melakukan program home care pada balita malnutrisi. b. Mengetahui peningkatan pola asuh orang tua sebelum dan setelah dilakukan home care pada balita malnutrisi. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian diharapkan bisa berguna bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan untuk dunia kesehatan pada khususnya dan bisa bermanfaat bagi keluarga dalam meningkatkan pola asuh pada balita malnutrisi.

8 2. Bagi Perawat Kesehatan Penelitin ini diharapkan bisa berguna bagi perawat kesehatan dalam menghadapi balita malnutrisi melalui program home care, sesuai dengan pola asuh keluarga yang diterapkan pada balita malnutirisi. 3. Bagi Keluarga Bagi orang tua balita ibu khususnya, hendaknya dapat memberikan gizi yang baik dan benar supaya status gizi anak balita menjadi lebih baik. E. Penelitian Terkait 1. Aprian Elly, (2011) melakukan penelitian dengan judul gambaran kepatuhan perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan di zaal penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Lahat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kepatuhan perawat dalam melakukan tahapan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dengan baik dan lebih banyak di bandingkan perawat yang melakukan tahapan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan baik dan cukup yang masih sedikit melakukannya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada unutuk mengetahui apakah ada hubungan kepatuhan perawat dalam melakukan home care pada balita malnutrisi. 2. Daryanti Heny Kris, (2008) melakukan penelitian dengan judul faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam penerapan protap perawatan luka post operasi di ruang cendana RSUD Dr. Moewardi

9 Surakarta. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuahn perawat dalam melakukan protap post operasi sedangkan jenis penelitian ini adalah menggunakan rancangan cross sectional, dengan metode deskriptif analitik, datanya kuantitatif non eksperimen. Perbedaan dengan penelitian ini adalah kepatuhan perawat melakukan home care dengan mengobservasi perawat puskesmas yang melakukan intervensi. 3. Ayu, S (2008). Pengaruh Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh, Kejadian Infeksi dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein. Jenis penelitian Ayu adalah kuasi eksprimen dengan desain penelitian Non Randomized Pre and Post Test Group, sampel yang di gunakan 102 balita (KEP) di Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Kesimpulan dari penelitian menyatakan bahwa Program Pendampingan Gizi meningkatkan pengetahuan gizi ibu, pola pengasuhan, dan status gizi balita KEP pada 3 bulan setelah pendampingan dimulai. Pendampingan gizi dilakukan oleh kader dan responden adalah balita gizi kurang. Kejadian penyakit infeksi menurun dari 72,5% menjadi 38,2% (p=0,001). Perbedaan dengan penelitian ini adalah homecare akan dilakukan oleh perawat puskesmas dan responden penelitian adalah balita malnutrisi. 4. Supadi, J. (2002) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor pola asuh gizi ibu dengan status gizi anak umur 0-36 bulan di puskesmas Wonosalam II Kabupaten Demak. Penelitian ini bersifat eksplanatory,

10 dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 123 orang ibu yang mempunyai anak 0-36 bulan. Sampel dipilih secara gugus. Alat pengumpul data digunakan kouisoner. Formulir recall dan timbangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan ibu termasuk sedang, sebagian ibu bersikap positif terhadap pola asuh, pendikan ibu termasuk rendah dan sebagian ibu termasuk tidak bekerja. Pendapatan ibu temasuk bercukupan, keadaan kesehatan lingkungan sedang, sebagian ibu dalam mengasuh anak dengan menggunakan pola asuh demokratis. Konsumsi energi anak termasuk kurang konsumsi protein cukup dan masih terdapat anak yang mengalami gizi buruk atau kurang. Perbedaan penelitian ini pada variabelnya yaitu variebel bebas dan terikatnya. Penelitian ini variebel bebasnya pola asuh sedangkan peneliti menggunakan pola asuh sebagai variabel terikat.