Bab 4 Kelembagaan Lembaga Tata Ruang Pertama di Indonesia



dokumen-dokumen yang mirip
VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1986 TENTANG DEWAN HAK CIPTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG

Nomor : 05/Panhapernas/VIII/2010 Jakarta, 16 Agustus Perihal : Bulan Bakti Hari Perumahan Nasional - HAPERNAS 2010

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KANTOR REGIONAL VI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA MEDAN. A. Sejarah Ringkas Kantor Regional VI Badan Kepegawaian Negara Medan

RGS Mitra 1 of 5 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 5 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PROFIL INSTANSI. A. Sejarah Singkat Badan Kepegawaian Negara (BKN) Sejarah berdirinya BKN diawali dengan nama Kantor Urusan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

2 Dengan memperhatikan keberlangsungan penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah, mekanisme pengunduran diri Kepala Daerah dan Wa

MEMUTUSKAN: 6. Jabatan...

Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 177, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3898)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BENGKULU TENGAH DI PROVINSI BENGKULU

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. negara yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur. Wujud nyata dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 114/P/SK/HT/2004 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN DEKAN SERTA PENGANGKATAN WAKIL DEKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLINK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH SINGKIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG

MR. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA ( ) Sang Penyelamat Eksistensi Negara Proklamasi Republik Indonesia

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENJABAT SEKRETARIS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KESIMPULAN. ayah kandungnya baru dia ketahui setelah ia lulus sekolah AMS (Algemene

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

Batam Dalam Data

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PANITIA SELEKSI TERBUKA JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PARIAMAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PARIAMAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SOP Penelitian dan Penulisan Disertasi Program Doktor Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Oleh : UM PWD PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1992

Oleh : UM PWD PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1992

ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 10 No. 1 PENGADAAN BAHAN PUSTAKA DI PERGURUAN TINGGI : SUATU PENGALAMAN DI PERPUSTAKAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT DI PROVINSI LAMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gane, V (2004) dalam tulisannya Parametrik Design a Paradigm

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

KONDISI PUSTAKAWAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SERANG DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MESUJI DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

RGS Mitra 1 of 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. rekaman kaset, televise, electronic games. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia,

2 Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (L

PERATURAN PEMERINTAH 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Transkripsi:

4.1 Bab 4 Kelembagaan LEMBAGA TATA RUANG PERTAMA DI INDONESIA Oleh Soefaat LEMBAGA TATA RUANG PERTAMA Lembaga tata ruang pertama yang didirikan di Indonesia bernama Balai Tata Ruangan Pembangunan (BTRP). Lembaga ini merupakan gabungan dari BTRP yang didirikan Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta sekitar 1947 dan lembaga hasil serah terima dari Pemerintah Hindia Belanda (HB) kepada Pemerintah RI pada 1950. Setelah serah terima itu, terjadi eksodus tenaga ahli dari seluruh Indonesia. Nama BTRP sesuai fungsi yang diberikan pemerintah Hindia Belanda, kepada lembaga yang diserahterimakan ke Departemen PU, yaitu Centraal Kantoor voor Ruimtelijke Wederopbouw. Balai menunjuk pada statusnya sebagai kantor yang hanya ada di pusat, dalam hal ini di lingkungan Departemen PU. LIMA TAHUN PERTAMA (1950 1955) Pada 1947 Pemerintah RI di Yogyakarta mendirikan BTRP. Situasi politik saat itu ditandai pertikaian bersenjata antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemerintah dan rakyat RI, sehingga tidak banyak pembangunan fisik yang dapat dilakukan. Pembangunan Kebayoran Baru berhasil dilakukan Pemerintah HB, diperkirakan karena dekat Jakarta yang relatif aman dan dijaga ketat pada malam hari. Dalam situasi seperti itu, pekerjaan konstruksi sangat terbatas dilakukan. Keuangan Pemerintah RI pun lebih terbatas lagi untuk membangun prasana yang menjadi bidang garapan Departemen PU (BTRP waktu itu sudah menjadi unit Departemen PU). Selain itu terkesan, keadaan wilayah belakang kota belum terpikirkan. Waktu itu, tata ruang seolah hanya berlaku untuk kota saja. Kota-kota besar IV.1-1

pun banyak yang jatuh ke tangan Belanda, terutama siang hari (malam hari tidak aman karena serangan gerilyawan). Pembangunan BTRP terbentur dua masalah, yaitu (a) kecanggungan pimpinannya yang belum siap menghadapi tugas baru (sebelum pertikaian Hindia Belanda dengan Jepang belum ada unit BTRP di lingkungan Departemen PU atau Departement van Openbare Werken) dan (b) tidak ada minat para ahli teknik sipil memasuki dunia tata ruang. Di Sekolah Tinggi Teknik Bandung dahulu ada mata kuliah seni pembangunan kota (stedebouwkunst) yang berisi perencanaan lokasi bangunan gedung dalam kota, sehingga tidak menimbulkan masalah lalu lintas. Sebagaimana diketahui, pekerjaan ahli teknik sipil adalah konstruksi bangunan prasarana yang serba matematik. Dapat diduga, tidak akan banyak minat memasuki bidang ilmu tata ruang yang beraspek sosial. Apalagi Departemen PU saat itu masih membuka lowongan besar-besaran bagi ahli teknik sipil untuk mengisi kekosongan staf utamanya di bidang jalan/ jembatan dan pengairan. Setelah ada pengakuan dunia internasional terhadap Negara dan Pemerintah Republik Indonesia, maka tugas tata ruang mulai ditangani pejabat yang semula canggung. Maka, harus disusun organisasi baru yang awalnya dihadapkan pada kesulitan, karena belum ada pengetahuan dan pengalaman tentang masalah BTRP (ingat catatan tentang eksodus pada 1950 dengan segala akibatnya, antara lain menjadi sebab kecanggungan ini). Sepertinya tidak ada pola organisasi yang dapat dipedomani, antara lain untuk pembagian tugas staf. Keadaan ini berjalan selama hampir 15 tahun. LIMA TAHUN KEDUA Kurun waktu ini belum menunjukkan perbaikan berarti, meski tenaga yang dikirim ke AS telah lulus dan segera menjabat kembali. Tenaga teknik sipil lainnya yang masuk BTRP sekitar 1957 segera pula dikirim belajar tata ruang ke Inggris. Seminar oleh ECAFE (badan pelaksana PBB) yang dihadiri kepala BTRP pada 1952-1954 memberi gambaran tentang ilmu tata ruang. Seminar 1958 di Tokyo khusus membahas regional planning. IV.1-2

Dari seminar-seminar itu diketahui lingkup pekerjaan tata ruang kota yang memberikan gagasan kepada kepala BTRP mengenai konsep tata ruang kota. Sejak seminar 1954 tentang City Planning di New Delhi, tumbuh gagasan di Indonesia tentang pendidikan khusus yang diperlukan oleh ahli tata ruang. Segera setelah seminar Tokyo (1958), Departemen PU berusaha mendalami Tata Ruang Daerah dengan menghubungi Universitas Gadah Mada yang dianggap mudah mengadakan studi interdisipliner untuk tata ruang daerah dan dapat membentuk lembaga penelitian ilmu tata ruang daerah. Sayang, pemikiran ini tidak berlanjut. Dengan imajinasi yang ada, dapat disusun struktur organisasi yang memungkinkan pembagian tugas. Sementara BTRP belum sepenuhnya bangun dari kesulitan tersebut, datanglah tugas baru dari presiden lewat Departemen Dalam Negeri tentang pemindahan ibukota Provinsi Riau dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru. Tugas baru yang bersifat nasional itu, perlu dipertimbangkan pelaksanaannya. Dalam keadaan staf yang sebetulnya serba canggung menghadapi tugas harian saja, tidak ada jalan lain kecuali menyerahkan tugas yang banyak berupa pekerjaan lapangan itu kepada tenaga muda. Tugas lapangan itu diserahkan kepada Panitia Pemindahan Ibukota Provinsi Riau dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru. Pekerjaan fisik dimulai sesudah 1957 dengan survei kasar, apakah tempat yang dipilih itu cukup baik sebagai calon ibukota provinsi. Ternyata tidak ada pilihan lain yang lebih baik, sedangkan waktu sudah mendesak. Untunglah, di tengah tanah yang berawa itu terlihat ada lapangan datar dan cukup padat/keras untuk pondasi bangunan. Sementara itu, apa yang disebut panitia telah terbentuk dengan anggota Departemen Dalam Negeri merangkap ketua dan seorang anggota (staf) dari Departemen Keuangan, Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Departemen PU. Setelah panitia siap, barulah BTRP secara efektif bekerja dengan menyiapkan rencana struktur dan mulai dibangun awal 1960. Rencana pemindahan itu mengandung empat unsur penting, yaitu daerah, pusat, politik dan keuangan. Namun, untuk selanjutnya (setidaknya kota pindah ke Pekanbaru), semua tampaknya lebih lancar, antara lain hubungan antara ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten lainnya. Demikian pula hubungan pusat dengan provinsi, karena tidak lagi perlu lewat Singapura (karena mata uang yang digunakan). Segala usaha telah diupayakan dan direncanakan agar operasi ini berjalan lancar. Soal keuangan biaya operasi termasuk IV.1-3

biaya pembangunan Pekanbaru, selama sedikitnya 2 (dua) tahun telah dijamin. Pembangunan fisik sebagian kota diusahakan selesai pada waktunya. Sasaran waktu 2 (dua) tahun ini, awalnya tidak diberitahukan kepada BTRP. Mungkin untuk menjaga jangan sampai timbul frustasi di pihak pelaksana setelah melihat beratnya medan pembangunan, antara lain adanya kontraktor, buruh dan bahan atau bagian bangunan yang tersedia setempat. Pada waktu itu, semuanya ada di tengah hutan. Kayu pun tidak siap, sekali pun ada di tengah hutan. Paku dan gergaji awalnya patah di tengah pekerjaan, dan memerlukan beberapa kali pengalaman sebelum tahu bagaimana agar paku dan gergaji tidak patah di tengah jalan. Sekitar pertengahan 1962, perkantoran dan permukiman dalam bentuk dan kualitas seadanya siap pakai. Dengan demikian, tugas Departemen PU selesai. Dalam prosesnya, pekerjaan ini didukung semboyan yang dipopulerkan presiden yaitu vivere periciloso (nyrempet-nyrempet bahaya). Bekerja di tengah hutan tanpa fasilitas memadai, misalnya tiada buruh atau kontraktor, tiada pegawai yang membantu, beruntung kemudian ada bantuan dari provinsi Sumatera Barat. Tidak hanya berupa sejumlah pegawai, tapi juga alat-alat berat untuk menggusur tanah, mengangkutnya dan sebagainya. Peta sederhana disiapkan, menggunakan peta dasar buatan angkatan darat sebagai peta dasar yang menggambarkan topografi lokasi dan luas bakal ibu kota itu. Kebetulan pimpinan pelaksananya selain orang tata ruang, juga orang teknik sipil yang tahu bagaimana membangun fisik (konstruksi) sejak awal, sehingga menghemat waktu (waktu sangat berharga dalam operasi ini) untuk estafet dari perencanaan ke pelaksanaan. Sementara sarjana yang ditugasi belajar tata ruang di AS telah lulus dan langsung kembali bertugas dapat diserahi memimpin proyek Pekanbaru. Sementara itu kepala BTRP mengundurkan diri dan sarjana yang bersangkutan ditugasi memimpin BTRP yang beberapa waktu kemudian ditingkatkan statusnya dari Balai menjadi Jawatan (1958). Ternyata pada 1958 berlangsung beberapa peristiwa penting bagi tata ruang daerah. Berbagai suara dalam seminar mengenai tata ruang kota di New Delhi tentang kebutuhan negara berkembang, yaitu konsep Tata Ruang Daerah tersebut. Seminar khusus Regional Planning yang antara lain dihadiri M. Meyerson (kemudian menjadi ketua penasihat pendirian pendidikan tata ruang di Bandung), disambut Departemen PU. Kemudian Universitas Gadjah Mada IV.1-4

didekati, tujuannya mengusulkan pembentukan lembaga penelitian tata ruang daerah, mengingat UGM diperkirakan menguasai berbagai disiplin secara terpadu yang diperlukan untuk penelitian dalam tata ruang daerah. Sementara itu, persiapan program pendidikan tata ruang di ITB minta perhatian pula dari kepala jawatan yang baru, karena kepala yang lama sudah mengundurkan diri (penggagas dan pemrakarsa pembangunan pendidikan). Jadi, resminya, tanggung jawab tersebut otomatis dilimpahkan kepada kepala yang menggantikannya karena gagasan dan prakarsa pembangunan lembaga itu resminya ada di BTRP. Maka, Kepala Jawatan Tata Ruang Kota dan Daerah (Jawatan Tata Kota dan Daerah) yang baru perlu dilibatkan dan bertanggung jawab atas kelangsungan pekerjaan. Apalagi Universitas Harvard masih terus bekerja menyelesaikan program operasi pendidikan tata ruang, maka perlu ada penanggung jawab dari pihak pemerintah. LIMA TAHUN KETIGA (1960 1965) Pada periode ini keadaan lebih cerah, mengingat arsitek yang dapat pelajaran perencanaan kota makin banyak masuk BTRP. Pada 1965, pendidikan tata ruang mulai meluluskan alumninya yang sebagian besar masuk ke BTRP. Jawatan ini mulai berkembang menjadi Jawatan Tata Kota dan Daerah, kemudian Jawatan Tata Ruang Kota dan Daerah, akhirnya menjadi unit utama di Direktorat Jenderal Cipta Karya. SEKEDAR REFLEKSI Pengembangan BTRP memerlukan waktu sekitar 35 tahun sebelum menjadi lembaga penuh. Kini, 50 tahun kemudian (2000) sejak gagasan kepala BTRP yang dicetuskan pertama kali pada 1954, pendidikan ahli khusus untuk tata ruang sekitar 36 tahun yang lalu, substansi dan status tata ruang telah berkembang di luar dugaan para penganut ilmu itu sendiri. Apakah penglihatan tajam ke depan seperti ini tidak perlu diperingati, meski sekedarnya?*** IV.1-5