Gempa Tektonik di Sulawesi Bagian Tengah. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
J.G.S.M. Vol. 15 No. 2 Mei 2014 hal

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan diantara tiga lempeng besar, yaitu lempeng pasifik, lempeng Indo-

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SEISMISITAS VERSUS ENERGI RELEASE

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Keywords: circle method, intensity scale, P wave velocity

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STUDI A ALISIS PARAMETER GEMPA DA POLA SEBARA YA BERDASARKA DATA MULTI-STATIO (STUDI KASUS KEJADIA GEMPA PULAU SULAWESI TAHU )

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA JL.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB I PENDAHULUAN. tiga Lempeng bumi (Bellier et al. 2001), yaitu Lempeng Eurasia (bergerak

UNIT X: Bumi dan Dinamikanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab III Kondisi Seismotektonik Wilayah Sumatera

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONDISI UNSUR CUACA PADA SAAT GERHANA MATAHARI TANGGAL 9 MARET 2016 DI STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

Note : Kenapa Lempeng bergerak?

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1051 Gempa Terjadi Di Wilayah Pusat Gempa Regional IV

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia termasuk dalam daerah rawan bencana gempabumi

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008

Pengertian Dinamika Geologi. Dinamika Geologi. Proses Endogen. 10/05/2015 Ribka Asokawaty,

Handouts Geologi Lingkungan (GG405) GEMPA BUMI. Disusun Oleh: Nandi, S.Pd

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

Bentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut

Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

OSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut

DOSEN PENGAMPU: Dr. Ir. SUDARTO, MS. DISUSUN OLEH: NAMA : ASTIDHIA NADIA NIM : KELAS : C

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian. I.2. Latar Belakang

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1

ANALISIS REKAHAN GEMPA BUMI DAN GEMPA BUMI SUSULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE OMORI

Transkripsi:

Gempa Tektonik di Sulawesi Bagian Tengah Abstrak Wilayah Sulawesi bagian Tengah merupakan salah satu wilayah yang mempunyai tingkat seismisitas yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di Pulau Sulawesi. Sulawesi bagian Tengah merupakan pusat pertemuan tiga lempeng konvergen, karena interaksi tiga kerak bumi utama (lempeng) di masa Neogen. Konvergensi ini menimbulkan pengembangan jenis struktur disemua skala, termasuk subduksi dan zona tumbukan, sesar dan thrust. Saat ini sebagian besar struktur Neogen dan beberapa struktur pra-neogen masih tetap aktif atau aktif kembali. Stuktur utama termasuk Subduksi Sulawesi Tengah (North Sulawesi Trench / Minahasa Trench), Sesar Gorontalo, Sulu Thrust, dan tumbukan ganda laut Maluku (Molucca sea collision). Kata Kunci : seismisitas, subduksi, sesar. Pendahuluan Ismullah et al. (2015) telah meneliti mengenai pola sebaran gempa tektonik berdasarkan Mekanisme Fokus yang berlokasi di Sulawesi. Hal itu bertujuan untuk menganalisis distribusi gempabumi dan mengetahui kondisi terkini tatanan tektonik Pulau Sulawesi. Dan dapat disimpulkan bahwa distribusi gempabumi di Pulau Sulawesi memiliki aktivitas gempabumi yang tinggi. Hal itu terlihat dari episenter yang menyebar di daerah Sulawesi dan sekitarnya. Tahir (2011) juga telah melakukan penelitian mengenai aktivitas gempa bumi tektonik berdasarkan kecepatan tanah maksimum (PGV) untuk wilayah Sulawesi. Persamaan empiris Yin-Min Wu yang digunakan menunjukkan bahwa PGV dan intensitas local memiliki hubungan yang kuat sehingga dapat digunakan untuk menganalisis gempabumi tektonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian 4

besar wilayah di Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat memiliki nilai PGV yang lebih besar dibandingkan wilayah lainnya. Dan hal yang menyebabkan nilai PGV besar adalah sesar-sesar aktif yang merupakan sumber gempabumi seperti sesar Gorontalo, Palu Koro, Poso, Saddang, Matano dan Walanae. Tektonik Lempeng Ada beberapa elemen tektonik yang penting dan utama yang berkaitan erat dengan kegiatan tektonik lempeng, diantaranya pemekaran dasar samudera ( sea floor spreading) yang terjadi di punggungan tengah samudera ( mid-ocean ridges), palung laut dalam ( deep sea trenches) dan zona subduksi ( subduction zones or Benioff zones), dan berbagai jenis cekungan (Basin) serta busur kepulaun bergunungapi (volcanic island arcs). Kepulauan Indonesia merupakan tipe struktur busur kepulauan dengan fisiografi yang unik, yaitu Palung ( trenches), Busur Celah Palung (arc-trench gaps), Anomali Gravitasi (gravity anomalies), busur volkanik dan rangkaian pegunungan muda dengan karakteristik sebaran kedalaman gempa sepanjang zona penunjaman. Fisiografi unik tersebut ditunjukkan dalam bentuk kondisi tektonik dimana di bagian barat laut dan bagian tenggara berturut-turut ditempati oleh Benua Asia (Paparan Sunda) dan lempeng Benua Australia dimana kedua paparan tersebut membentuk daerah stabil. Di bagian timur laut dan barat daya berturutturut ditempati oleh lempeng Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sementara di bagian tengah didominasi oleh keratan-keratan benua dan samudera serta oleh 5

kerak bumi intermediate ( intermediate crust). Daerah di bagian tengah tersebut dikenal juga sebagai daerah transisi (Irsyam dkk, 2010). Keratan-keratan benua tersebut mencerminkan bahwa keratan kerak bumi telah berpindah tempat ( allochthone) sejak jutaan tahun lalu dimana telah bergerak sejauh ratusan kilometer meninggalkan tempatnya dan terus bergerak hingga sekarang. Sebagai contoh adalah fragmen Banggai-Sula yang secara geografis meliputi Kepulauan Banggai, Peleng dan Sula. Keratan benua kecil ini disusun oleh batuan asal benua yang terhanyutkan oleh Sesar Sorong ke arah barat (Irsyam dkk, 2010). Bentuk Pulau Sulawesi dikatakan unik karena menyerupai huruf K yang menandakan bahwa pulau ini mempunyai kondisi geologi dan tektonik yang kompleks. Kekompleksan tersebut dikarenakan adanya interaksi antara tiga lempeng yang bergerak aktif, yaitu Lempeng Benua Australia yang bergerak ke Tengah, Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak ke barat dan Lempeng Benua Eurasia yang relatif bergerak ke selatan tenggara. Lengan Timur dan Lengan Tenggara ditempati oleh jalur batuan ophiolit ( Eastern Sulawesi ophiolite) dan juga terdapat batuan lain yaitu mandala benua pindahan (allochtonous continental terrains) sekalipun dengan ukuran yang kecil (Surono dan Hartono, 2013). Dengan kata lain, keempat lengan tersebut memiliki sejarah geologi yang kompleks dimana dicirikan oleh proses tektonik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pulau ini dan kepulauan Banggai-Sula merupakan kesatuan mosaik geologi yang disatukan oleh proses tumbukan (collision) (Irsyam dkk, 2010). Tektonik Sulawesi Tengah 6

Sulawesi tengah merupakan salah satu dari beberapa wilayah bagian Tengah Sulawesi yang memiliki tingkat seismisitas yang tinggi. Daerah Sulawesi Tengah disusun oleh Kompleks Pompangeo, batugamping malih, dan ofiolit. Dan Kompleks Pompangeo tersusun oleh sekis, grafit, batusabak, genes, serpentinit, kuarsa, dan batugamping malih. Berdasarkan pengumurannya, Kompleks Pompangeo berumur 111 juta tahun. Material asal sekis Pompangeo diperkirakan berupa batugamping lempungan, tufa, batupasir, dan konglomerat, berupa endapan laut dangkal atau tepian continental. Batugamping malih yang terdiri atas pualam dan batugamping diduga berasal dari sedimen pelagos laut dalam dan berumur lebih tua daripada Kapur. Ofiolit juga disebut Lajur Ofiolit Sulawesi Timur, yang didominasi oleh batuan ultrabasa dan basal serta sedimen pelagik. Batuan ultramafik terdiri atas harzburgit, dunit, werlit, lerzolit, websterit, serpentinit dan piroksenit. Berdasarkan pengumurannya, batuan ini menunjukkan umur Senomanian-Eosen (56-34 Juta tahun yang lalu). Berdasarkan interpretasi citra, struktur geologi utama yang berkembang di daerah ini adalah Sesar Palu-Koro, Sesar Naik Poso, Sesar Naik Wekuji, Sesar Matano, Depresi Poso, dan sesar-sesar lainnya (Surono dan Hartono, 2013). 1. Sesar Palu-Koro Sesar ini dijumpai di Lengan Selatan Sulawesi berarah Tengah barat lautselatan tenggara. Di darat, sesar ini dicirikan oleh adanya lembah sesar yang datar pada bagian dasarnya, dengan lebar mencapai 5 km di sekitar Palu, dan dindingnya mencapai ketinggian 1.500-2.000 m di atas dasar lembah, sedangkan di laut dicirikan oleh kelurusan batimetri, yaitu kelurusan lereng dasar laut terjal dan berakhir di Sesar Naik Poso. Sesar 7

ini membentang dari sebelah barat Kota Palu sampai Teluk Bone yang panjangnya kurang lebih 250 km, dengan kecepatan pergerakan transkaren sekitar 2-3,5 mm sampai 14-17 mm/tahun. Sesar Palu-Koro memotong Sesar Naik Flores, memanjang melalui Selat Bone dan berakhir di Palung Timor, sedangkan ke arah Tengah berakhir di Tunjaman Minahasa. Namun, kenampakan pada citra SRTM dan Citra IFSAR, sesar ini berhenti di Sesar Naik Poso, dan ke Tengah ditunjukkan kelurusan lembah dan batimetri yang berakhir di Tunjaman Sulawesi Tengah. 2. Sesar Naik Poso Sesar naik Poso membentuk suatu kelurusan lembah melengkung dan merupakan batas kompleks batuan malih dan Mendala Sulawesi Selatan. Sesar ini diduga merupakan sesar naik, karena blok yang ditempati kompleks batuan malih merupakan blok yang bergerak naik. Sesar naik ini merupakan kontak antara Kompleks Batuan Malih Sulawesi Tengah dan Busur Gunungapi Sulawesi Barat; Kompleks Batuan Malih sebagai hanging wall dan busur gunungapi sebagai foot wall. Di sebelah barat sesar utama terdapat juga sesar naik minor yang masih merupakan bagian dari Sesar Naik Poso. Tumbukan ini diperkirakan terjadi pada Miosen Akhir-Pliosen Awal. Sebaran ke Tengah sesar ini ditutupi oleh endapan molasa dan endapan alluvial sedangkan ke selatan ditutupi oleh endapan alluvial. Sehingga sesar ini diduga tidak aktif dan berdasarkan kegempaan sesar ini tidak lama aktif. Namun, pada citra menunjukkan bahwa sesar ini juga memotong endapan muda (alluvium) sehingga sesar naik ini besar kemungkinan masih aktif. 8

3. Sesar Naik Wekuli Sesar naik Wekuli merupakan batas antara Kompleks Ofiolit Sulawesi Timur dan Kompleks Batuan Malihan Sulawesi Tengah. Ofiolit merupakan hanging wall dan batuan malihan sebagai foot wall-nya. Sesar ini diduga terbentuk bersamaan dengan Sesar Naik Poso dan Sesar Naik Batui yang terjadi pada Neogen. 4. Sesar Matano Di darat Sesar Matano dicirikan oleh kelurusan lembah, yang membentang dari pantai Lengan Tenggara Sulawesi, memotong Sesar Naik Poso di Sulawesi Tengah dan akhirnya bergabung dengan Sesar Palu-Koro. Sesar lainnya adalah Sesar Solo, Sesar Matarombeo, dan Sesar Lawanopo yang menyatu dengan Sesar Matano, dan ke tenggara di laut disebut sebagai Sesar Hamilton; sedangkan Sesar Lainea-Sesar Eha dan Sesar Kolaka yang relatif sejajar dengan Sesar Matano berakhir di pantai TelukBone. Sesarsesar tersebut merupakan sesar mendatar mengiri. Danau Towuti terbentuk oleh pengaruh Sesar Matano, Sesar Lawanopo, Sesar Solo, dan Sesar Matarombeo. Sesar-sesar ini cukup aktif, terutama Sesar Matano sebagaimana dijumpainya beberapa gempa sepanjang atau dekat dengan sesar tersebut. 5. Depresi Poso Depresi Poso terdapat di antara batuan malih dan dibatasi oleh kelurusan melengkung. Kelurusan ini merupakan batas batuan malih. Di bagian selatan membentuk Danau Pososedangkan di daerah Poso dan sekitarnya diisi oleh Formasi Poso dan Formasi Puna yang masing-masing berumur 9

pliosen. Depresi ini diduga terbentuk oleh gaya pelepasan setelah tumbukan kepingan benua dengan kompleks ofiolit. 6. Sesar-sesar lainnya Dalam Kompleks Pompangeo berdasarkan kedudukan foliasi dapat dibedakan beberapa satuan yang batasnya cukup lurus tetap meliuk, sedangkan batas anatara Kompleks Pompangeo dan batugamping malih di selatan juga merupakan kelurusan melengkung. Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Tempat energi gempabumi terlepas akan menyebabkan gempabumi dinamakan fokus gempabumi ( earthquake fokus). Kenyataan bahwa sumber gempa berasal dari gerak sesar, maka fokus gempa tidak merupakan satu titik, melainkan satu daerah yang membentang bebrapa kilometer. Fokus gempa terletak di kedalaman, yang disebut juga hiposenter, di bawah permukaan. Untuk mengidentifikasi pusat gempa umumnya dilakukan dari episenter, titik permukaan bumi tegak lurus di atas fokus. Dalam menentukan fokus perlu diketahui lokasi episenter dan kedalamannya (Abdullah dkk, 2006). 10

Berdasarkan sebab akibat, maka gempabumi dapat dibagi atas (Katili dan Marks, 1963) : 1. Gempabumi Vulkanik atau gempabumi yang disebabkan oleh erupsi gunungapi, pada umunya adalah gempabumi yang lemah dan hanya terasa di sekitar gunungapi itu saja. Anggapan bahwa gempabumi besar itu disebabkan oleh suatu erupsi adalah tidak tepat. Gempabumi vulkanik ini terjadi sebelum, selama atau sesudah erupsi suatu gunungapi. Sebab dari gempabumi vulkanik ini ialah persentuhan magma dengan dindingdinding gunungapi dan tekanan gas pada erupsi yang hebat. Sebab yang lain mengakibatkan gempabumi vulkanik ialah perpindahan mendadak dari magma di dalam dapur magma. Dari beberapa penyelidikan bahwa rata-rata hanya 7 % dari jumlah gempabumi dapat digolongkan ke dalam gempabumi vulkanik. 2. Gempabumi Runtuhan jarang sekali terdapat dan hanya merupakan 3% dari jumlah seluruh gempabumi. Gejala ini terdapat di daerah-daerah yang terdapat reruntuhan dalam tanah seperti di daerah kapur atau daerah pertambangan. Sebagaimana diketahui batuan kapur itu dapat dilarutkan oleh air sehingga akan terjadi liang, gua, di dalam tanah yang menyebabkan runtuhnya bagian atas daerah ini. 3. Gempabumi Tektonik disebabkan oleh pergeseran yang tiba-tiba di dalam bumi dan berhubungan erat sekali dengan gejala pembentukan pegunungan. Gempabumi demikian dikenal dengan nama gempabumi dislokasi. Gempabumi tektonik dapat terjadi jika terbentuk patahan yang baru atau jika terjadi pergeseran sepanjang patahan, karena tegangan di 11

dalam kerak bumi. Menurut penyelidikan 90% dari jumlah seluruh gempabumi adalah gempabumi tektonik. Berdasarkan kedalaman pusat gempabumi, gempabumi dapat diklasifikasikan menjadi (Santoso, 2002): 1. Gempa dangkal dengan kedalaman 0-70 km 2. Gempa menengah dengan kedalaman 70-300 km 3. Gempa dalam dengan kedalaman >300 km Bidang Sesar Geometri Bidang Sesar Bidang sesar kemiringan dapat dideskripsikan dengan ilustrasi bidang sesar dibawah ini : Gambar 1 Geometri Sesar (Okal, 2011) 12

Gambar 2.2 diatas menampilkan orientasi bidang sesar yang terdiri atas strike, dip dan rake dalam system koordinat (x, y, z) = (north, east, down), yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Jurus sesar ( strike) ( ɸ) yaitu sudut yang dihitung searah jarum jam dari arah Tengah ke arah bidang sesar. 2. Sudut kemiringan sesar ( dip) ( ) yaitu sudut yang dibentuk antara permukaan atau bidang horizontal dengan bidang sesar. Besar dip antara 0º sampai 90º. 3. Rake (ƛ) merupakan besar sudut antara strike dengan pergeseran relative (slip). 4. Pergeseran relative ( slip) adalah pergeseran relative pada sesar yang diukur dari satu blok ke blok lain pada bidang sesar. Slip merupakan pergeseran titik yang sebelumnya berimpit. Jenis-Jenis Sesar Sesar atau patahan (fault) adalah suatu bentuk rekahan pada lapisan batuan Bumi yang menyebabkan satu blok batuan bergerak relative terhadap blok yang lain. Terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar turun, sesar naik, dan sesar geser. Selain ketiga jenis sesar tersebut, dikenal pula sesar yang merupakan kombinasi antara sesar mendatar dan sesar naik/turun yang disebut oblique fault. Orientasi bidang sesar ditentukan oleh parameter bidang sesar yang terdiri atas strike, dip, dan rake. Jika parameter-parameter strike, dip, dan rake diketahui maka dapat ditentukan jenis sesarnya. Berdasarkan gaya yang bekerja, sesar dibagi menjadi : 13

1. Sesar Naik (reserve fault atau Thrust fault) Dalam mempelajari sesar, terdapat dua unsur yaitu hanging wall dan foot wall. Hanging wall merupakan atap sesar dan foot wall merupakan alas sesar. Gambar 2.3 menampilkan daerah hanging wall dan foot wall pada sesar. Sesar naik terjadi bila hanging wall pada sesar tersebut bergerak relative naik terhadap foot wall. Gambar 2 Sesar naik (Thrust fault) 2. Sesar Mendatar (strike slip fault) Sesar mendatar yaitu sesar yang pergerakannya sejajar, blok bagian kiri relative bergeser kearah yang berlawanan dengan blok bagian kanannya. Gambar 3 Sesar Mendatar 14

3. Sesar Turun (normal fault) Sesar turun terbentuk akibat adanya stresstensional yang seolah-olah menarik/memisahkan kerak, sehingga pada bagian tertentu gaya gravitasi lebih dominan. Kondisi ini mengakibatkan dibeberapa bagian tubuh batuan akan bergerak turun yang selanjutnya lazim dikenal sebagai proses pembentukan sesar turun. Sesar turun terjadi apabila hanging wall relative bergerak ke bawah terhadap foot wall atau sebaliknya. Gambar 4 Sesar Turun Menurut Keller dan Pinter (1996) sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun yang lalu. Sesar berpotensi aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 2 juta tahun yang lalu. Sedangkan sesar tidak aktif adalah sesar yang belum/ tidak pernah bergerak dalam kurun waktu 2 juta tahun yang lalu. Sesar aktif (Huzita, 1980) adalah sesar yang bergerak pada jaman Kuarter dan berpotensi untuk bergerak kembali pada masa yang akan datang. Sesar tersebut memotong batuan Kuarter, sesar pada daerah gunungapi yang bergerak pada periode pendek (selama masa letusan gunungapi), dan sesar normal yang dapat diamati pada pegunungan akibat gaya gravitasi (Massinai, 2015). 15

Magnitudo Gempa Data-data kejadian gempa yang dikumpulkan dari berbagai sumber umumnya menggunakan skala magnitudo yang berbeda-beda. Skala-skala magnitude tersebut harus dikonversi terlebih dahulu menjadi satu skala magnitude yang sama sebelum digunakan dalam analisis resiko gempa (Irsyam dkk, 2010). Skala magnitude menentukan besarnya energy yang dihasilkan oleh suatu gempa. Skala magnitude tidak mungkin mengukur energy secara langsung tanpa beberapa asumsi, dan hasil ukuran energy bisa tidak tepat seperti yang ditunjukkan oleh beberapa tingakatan magnitude. Magnitude didasarkan pada logaritma dari kecepatan tanah pada jarak yang diketahui dari episenter (Mahargono, 1986). Secara umum magnitude didefinisikan sebagai : M : log + f (d, h) + s + r.(1) dengan : M A T w d h s r : magnitude dalam Skala Richter (SR) : amplitude dalam micron : perioda dalam detik : jarak episentrum dalam derajat : kedalaman dalam kilometer : koreksi stasiun : koreksi regional Magnitude pertama kali didefinikan oleh Richter pada tahun 1930 di California Selatan yang direkam pada jarak 100 km dengan menggunakan Wood-Anderson Torsion Seismometer, dan didefenisikan sebagai : M l = log A log A 0 (2) 16

dengan : A A 0 : amplitude maksimum yang terekam dari gempabumi : amplitude maksimum gempabumi yang digunakan sebagai acuan. M l biasa didefenisikan sebagai magnitude lokal (Santoso, 2002). Intensitas Gempa Gempabumi telah dikenal oleh peradaban manusia sejak lama. Tapi pada saat itu gempa hanya dapat dirasakan efeknya tetapi belum ada alat untuk mendeteksinya, apalagi untuk menentukan ukuran/magnitude gempa. Menurut beberapa sumber, alat pencatat gempa modern baru dikembangkan pada awal tahun 1930-an. Oleh karena itu, gempabumi yang tercatat dalam sejarah mulai dari tahun 670 sampai dengan tahun 1930-an dapat dikatakan tidak ada rekaman amplitude gelombang energi gempa. Bahkan menurut National Geophysic Data Center (NGDC) sampai dengan tahun 1980-an dan sampai awal abad ke XXI di tempat-tempat dibanyak Negara instrument pencatat gempa belum dapat dipasang dengan distribusi yang cukup merata (Pawirodikromo, 2012). Tabel 1 Modified Mercalli Intensity (MMI) di Indonesia (Katili dan Marks, 1963; Abdullah dkk, 2006) MMI Skala Keterangan Richter I < 3,4 Getaran tidak dirasakan. Dirasakan oleh orang yang sedang II istirahat dan berada di rumah lantai atas. 3,5 4,2 Dirasakan nyata dalam rumah. Kendaraan III yang sedang berhenti agak bergerak. Getaran seperti ada truk yang lewat. IV 4,3 4,8 Getaran seperti ada truk besar yang lewat. Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah, beberapa orang di luar. Pada malam hari beberapa orang terbangun. Barang pecah belah. Dinding 17

V 4,9 5,4 VI 5,5 6,1 VII VIII 6,2 6,9 IX X 7 7,3 XI 7,4 7,9 XII >8 berbunyi karena patah. Kendaraan yang sedang berhenti bergerak dengan nyata. Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, banyak orang terbangun. Beberapa barang, jendela dsb pecah belah. Plester dinding pecah belah. Barang barang terpelanting. Pohon, tiang dan barang besar tampak bergoyang. Jarum jam dinding dapat berhenti. Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan terkejut dan lari keluar. Meja dan kursi bergerak. Plester dinding jatuh dan cerobong asap dari pabrik rusak. Kerusakan ringan. Tiap tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan dan sedang pada bangunan yang kuat dan banyak. Kerusakan pada bangunan yang tidak kuat. Cerobong asap pecah. Terasa oleh orang yang naik kendaraan. Lubang lubang karena retak retak pada bangunan yang kuat. Banyak kerusakan pada bangunan yang tidak kuat. Dinding dapat lepas dari rangka rumah. Cerobong asap dari pabrik dan monument rubuh. Meja kursi terlempar. Air menjadi keruh. Orang naik motor merasa terganggu. Kerusakan pada bangunan yang kuat. Rangka rumah menjadi tidak lurus. Banyak lubang karena retak pada bangunan yang kuat. Rumah tampak berpindah dari dasarnya. Pipa dalam tanah putus. Bangunan dari kayu yang didirikan dengan kuat rusak. Rangka rumah lepas. Tanah terbelah. Rel melengkung. Tanah longsor di tepi sungai dan di tanah yang curam. Air bah. Bangunan hanya sedikit yang berdiri. Jembatan rusak. Terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali. Tanah terbelah. Rel melengkung sekali. Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan tanah. Tidak dapat memandang terang. Benda benda terlempar ke udara. 18

Gambar 5 Perbandingan antara skala-skala intensitas secara visual (Kramer, 1996) Gambar diatas menunjukkan bahwa antara MMI dan MSK-scale hampir sama, sama-sama skala XXI, perbedaannya hanya pada skala intensitas II dan III. Antara RF dan JMA-scale sama sekali berbeda baik jumlah skala maupun rentangtiaptiap skala. Kedua skala tersebut juga berbeda dengan skala-skala yang lain. Deskripsi hubungan antara skala numeris (I, II, III dstnya) dengan diskripsi kualitatif, terutama untuk MMI-scale yang disusun oleh Richter (1958). Kesimpulan Daftar Pustaka Abdullah, Chalid Idham. Sapiie, Benyamin, Magetsari, Noer Aziz. Harsolumakso, Agus Handoyo. 2006. Geologi Fisik. Penerbit ITB. Bandung. Afnimar. 2009. Seismologi. ITB Press. Bandung. Budiati, Masyitha Retno. 2013. Relokasi Gempa di Sepanjang Sesar Palu Koro menggunakan Metode Modified Joint Hypocenter Determination dan Double Difference. Skripsi. Program Studi Geofisika. Unhas. Makassar. Elnashai, S. A. dan Sarno, D. L. 2008. Fundamental of Earthquake Engineering. Wiley. Hongkong. Hall, R dan Wilson, ME. 2000. Neogene sutures in eastern Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences. University of London. 19

Hamilton, Warren. 1979. Tectonics of The Indonesia Region. United States Government Printing Office. Washington. Irsyam, Masyhur. Sengara, Wayan. Aldimar, Fahmi. Widiyantoro, Sri. Triyoso, Wahyu. Hilman, Danny. Kertapati, Engkon. Meilano, Irwan. Suhardjono. Asrurifak, M. Ridwan, M. 2010. Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010. Bandung. Ismullah, Muhammad Fawzy. Lantu. Aswad, Sabrianto. Massinai, Muh. Altin. 2015. Tectonics Earthquake Distribution Pattern Analysis Based Focal Mechanisms (Case Study Sulawesi Island, 1993-2012). AIP Conference Proceedings. Bandung. Katili, J. A. Marks, P. 1963. Geologi. Departemen Urusan Research Nasional. Jakarta. Kramer, S.L. 1996. Geotecnical Earthquake Engineering. Prentice Hall. New Jersey. Mahargono, Ardiek. 1986. Penentuan Parameter Solusi Bidang Sesar. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. ITB. Bandung. Massinai, Muhammad Altin. 2011. Peranan Tektonik Dalam Berkontribusi Membentuk Geomorfologi Wilayah DAS Jeneberang. Disertasi. Disertasi. Unpad. Bandung. Massinai, Muhammad Altin. 2015. Geomorfologi Tektonik. Pustaka Ilmu. Yogyakarta. Okal, E.A. 2011. Earthquake, Focal Mechanism. Springer Science+Business Media B. V. Evanston, II. 60208, USA. Pawirodikromo, Widodo. 2012. Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Penerbit ITB. Bandung. Surono dan Hartono, Udi. 2013. Geologi Sulawesi. LIPI Press. Jakarta. Tahir, Muh. Imran. Lantu. Harimei, Bambang. Kartika, Dewi Ika. 2011. Studi Aktivitas Gempabumi Tektonik berdasarkan Kecepatan Tanah Maksimum di Pulau Sulawesi. Proceedings JCM Makassar. Makassar. Van Bemmelen, R. W. 1968. Geologi Indonesia. Penerbit Tjepat. Yogyakarta. 20