SLOOF PRACETAK DARI BAMBU KOMPOSIT

dokumen-dokumen yang mirip
PONDASI PRACETAK BAMBU KOMPOSIT

ANALISIS DAN EKSPERIMEN PELAT BETON BERTULANG BAMBU LAPIS STYROFOAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

BERAT VOLUME DAN KEKAKUAN PLAT SATU ARAH PADA PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU DENGAN LAPIS STYROFOAM

Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

PENGARUH CAMPURAN KADAR BOTTOM ASH DAN LAMA PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP LENDUTAN PADA BALOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI EKSPERIMENTAL MOMEN BATAS PADA PELAT BERUSUK AKIBAT PEMBEBANAN MERATA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Spesifikasi Benda Uji Benda Uji Tulangan Dimensi Kolom BU 1 D mm x 225 mm Balok BU 1 D mm x 200 mm

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN PENGEKANG (BRACING) PADA DINDING PASANGAN BATU BATA TERHADAP RESPON GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

ANALISIS VARIASI KONFIGURASI RANGKA PADA JEMBATAN BAJA (STUDI KASUS JEMBATAN "5" BRIDGE)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan para peneliti (Lorensten, 1962; Nasser et al., 1967; Ragan &

PENGARUH PROSENTASE TULANGAN TARIK PADA KUAT GESER BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN SERAT KALENG BEKAS AKIBAT BEBAN LENTUR

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

TINJAUAN REKAYASA PENULANGAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN SENGKANG VERTIKAL MODEL U

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

menahan gaya yang bekerja. Beton ditujukan untuk menahan tekan dan baja

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

INFRASTRUKTUR KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT KASAR TEMPURUNG KELAPA

KAJIAN EKSPERIMENTAL PERILAKU BALOK BETON TULANGAN TUNGGAL BERDASARKAN TIPE KERUNTUHAN BALOK ABSTRAK

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : BAMBANG SUTRISNO NIM : D

PENGARUH POLA TULANGAN GESER BAMBU PADA PENGUJIAN GESER-LENTUR BALOK NASKAH PUBLIKASI TEKNIK SIPIL

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

BAB III LANDASAN TEORI

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

INTERAKSI KEKUATAN LENTUR DAN BERAT VOLUME PELAT BETON RINGAN TUMPUAN SEDERHANA BERTULANGAN BAMBU PUBLIKASI ILMIAH TEKNIK SIPIL

KAJIAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BIASA DAN BALOK BETON BERTULANGAN KAYU DAN BAMBU PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

PERILAKU BALOK BERTULANG YANG DIBERI PERKUATAN GESER MENGGUNAKAN LEMBARAN WOVEN CARBON FIBER

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG DIAGONAL DI TENGAH TULANGAN SENGKANG.

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

STUDI PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN TERHADAP KUAT GESER BALOK

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BAMBU TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BERTULANG BAMBU DENGAN AGREGAT KASAR BATU PUMICE PUBLIKASI ILMIAH TEKNIK SIPIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENGECORAN PADA BALOK LAPIS KOMPOSIT BETON BERTULANG TERHADAP AKSI KOMPOSIT, KAPASITAS LENTUR DAN DEFLEKSI

RUMAH SEDERHANA DENGAN SISTEM STRUKTUR BETON BERTULANG BAMBU PETUNG NUSA PENIDA

BAB III METODE PENELITIAN SKRIPSI

BAB III LANDASAN TEORI

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT LENTUR BALOK BETON ABU KETEL MUTU TINGGI DENGAN TAMBAHAN ACCELERATOR

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

ABSTRAK. Kata kunci: Tulangan Bambu Pilin, Tulangan Baja, Peningkatan Rasio Tulangan, Kuat Lentur, Pola Retak. ABSTRACT

PENGARUH PERBANDINGAN PANJANG BENTANG GESER DAN TINGGI EFEKTIF PADA BALOK BETON BERTULANG

KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH BENTUK PENAMPANG BALOK TERHADAP BEBAN MAKSIMUM DAN KEKAKUAN BALOK BETON BERTULANG

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PERBAIKAN KOLOM BETON BERTULANG MENGGUNAKAN GLASS FIBER JACKET DENGAN VARIASI TINGKAT PEMBEBANAN

PENGARUH PENGGUNAAN SERAT ALAM TERHADAP KEKUATAN GESER BALOK BETON MUTU TINGGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH JENIS KAIT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BERTULANGAN BAMBU DENGAN PENGAIT PUBLIKASI ILMIAH TEKNIK SIPIL

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

ABSTRAKSI. Basuki Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Surakarta Jalan A.Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Surakarta 57102

PENGARUH JUMLAH TULANGAN BAGI DAN ARAH SENGKANG PADA KEMAMPUAN GESER BALOK TINGGI

PENGARUH PEMAKAIAN KLEM SELANG TERHADAP BEBAN MAKSIMUM PADA SAMBUNGAN BALOK-KOLOM BETON BERTULANGAN BAMBU NASKAH PUBLIKASI TEKNIK SIPIL

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN KUAT LENTUR PELAT BETON BERTULANG BAJA DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG MENYILANG NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

KUAT LENTUR BALOK TULANGAN BAMBU PETUNG TAKIKAN TIDAK SEJAJAR TIPE U LEBAR 1 DAN 2 CM PADA TIAP JARAK 15 CM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

PENGARUH KUAT TEKAN TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

Transkripsi:

SLOOF PRACETAK DARI BAMBU KOMPOSIT Ilanka Cahya Dewi, Sri Murni Dewi, Agoes Soehardjono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail : ilan_nuria@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku lentur berupa hubungan beban-lendutan dan pola keruntuhan pada sloof bertumpuan sederhana, mengetahui pengaruh variasi diameter dowel dan panjang penyaluran tulangan penyambung dari sloof dan kolom terhadap hubungan beban-lendutan dan pola keruntuhan pada sloof yang disambung dengan kolom, serta mengetahui perilaku regangan tulangan penyambung dari sloof dan kolom. Benda uji yang digunakan berupa 2 sloof bertumpuan sederhana bentang 1200 mm, dan 8 sambungan sloof-kolom kolom dimana masing-masing 2 buah mewakili variasi diameter dowel dan panjang penyaluran tulangan penyambung. Pada dua benda uji sambungan dipasang strain gauge untuk mengetahui regangan tulangan penyambung. Semua benda uji menggunakan tulangan bambu Petung dimensi 10 mmx10 mm. Pengujian lentur dilakukan dengan memberikan beban terpusat pada dua titik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sloof bertumpuan sederhana bersifat getas (britlle). Pola keruntuhan sloof diawali dengan retak lentur yang tegak lurus sumbu sloof, sedangkan pada sambungan terjadi retak geser pada bidang antara atau titik temu atas sloof dan kolom. Penggunaan variasi diameter dowel dan panjang penyaluran tulangan penyambung tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hubungan bebanlendutan dan pola keruntuhan yang terjadi. Regangan pada tulangan penyambung sloof mengalami penurunan setelah terjadi retak pada sloof, sedangkan regangan pada tulangan penyambung kolom terus meningkat, hal ini dikarenakan setelah sloof mengalami retak, beban masih terus bekerja pada kolom sampai mencapai beban (P) maksimum. Kata kunci: bambu petung, sloof pracetak, tulangan penyambung PENDAHULUAN Konstruksi beton digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur karena memiliki beberapa kelebihan seperti kuat tekan yang relatif lebih tinggi, tahan terhadap api dan air, lebih ekonomis, serta dapat dicetak menjadi bentuk yang beragam. Namun, disisi lain beton memiliki kuat tarik yang rendah, sehingga memerlukan penggunaan tulangan tarik. Penelitian terhadap kolom beton bertulangan bambu, menyatakan bahwa 3% tulangan bambu yang diperlakukan dengan Sikadur-32 Gel memberikan hasil yang bagus seperti tulangan baja dalam beton normal (Ghavami, 2000). Selain itu, bambu diteliti sangat potensial untuk menggantikan tulangan baja (Khare, 2005) dan dinyatakan memiliki peluang sebagai tulangan balok beton, khususnya untuk struktur sederhana (Phaturahman, 2003). Penelitian terhadap kuat tarik bambu Petung dalam arah radial, menyatakan bahwa kekuatan bambu Petung ini melebihi kelas kuat kayu I (Malikha, 2009). Permasalahan lain konstruksi beton meliputi biaya konstruksi yang cenderung terus meningkat dan waktu pelaksanaan yang cukup lama mengakibatkan adanya teknologi beton pracetak yang dinilai lebih efektif dan efisien. Dalam aplikasi beton pracetak, perlu dilakukan inovasi perencanaan bentuk struktur yang optimal guna memperoleh struktur yang ringan namun masih dapat bekerja secara efektif. Sloof merupakan salah satu elemen struktur yang terletak diatas pondasi bangunan yang berfungsi untuk memperkuat ikatan dinding pasangan bata, sebagai perata beban yang diterima oleh pondasi dan mengokohkan sistem pondasi. Sehingga dalam penelitian ini JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 12

akan diteliti bagaimana perilaku sloof beton pracetak dengan menggunakan tulangan bambu komposit, baik sebagai struktur sederhana maupun sloof yang disambung dengan kolom dari pondasi. Penelitian ini ditujukan untuk bangunan rumah tinggal sederhana. Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah: 1) Mengetahui hubungan bebanlendutan pada sloof bertumpuan sederhana 2) Mengetahui pola keruntuhan pada sloof bertumpuan sederhana 3) Mengetahui pengaruh variasi diameter dowel penyambung dan panjang penyaluran tulangan penyambung dari sloof dan kolom terhadap hubungan beban-lendutan, serta pola keruntuhan pada sloof yang disambung dengan kolom pondasi 4) Mengetahui perilaku regangan pada tulangan penyambung dari sloof dan kolom akibat beban yang diberikan Lendutan Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan/deformasi apapun yang dapat mengurangi kemampuan layanan struktur pada beban kerja (SNI 03-2847-2002) sehingga lendutan merupakan salah satu persyaratan serviceability. Lendutan pada batang-batang struktural merupakan fungsi dari panjang bentang, perletakan atau kondisi ujungujungnya, jenis pembebanan dan kekakuan lentur EI dari elemen (Nawy, 1998). Hubungan beban-lendutan pada balok beton bertulang pada dasarnya dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinier seperti pada Gambar 1 berikut (Nawy, 1998): Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa: - Daerah I: daerah taraf praretak (perilaku elastis penuh, belum terjadi retak, dan tegangan tarik maksimum lebih kecil daripada kekuatan tarik akibat lentur). Beban I II II Defleksi, Δ Gambar 1. Hubungan beban-lendutan pada balok - Daerah II: daerah paska retak (mulai terjadi retak awal, hampir semua balok terletak pada kondisi beban layan, pada balok bertumpuan sederhana, retak semakin lebar pada daerah lapangan, pada tumpuan terjadi retak minor). - Daerah III: taraf paska serviceability (tegangan tulangan tarik mencapai leleh, balok terus mengalami defleksi tanpa penambahan beban, dan retak semakin terbuka,kekakuan penampang hilang). Pola Keruntuhan Pada balok, terdapat tiga kombinasi tegangan yang dapat mengakibatkan retak seperti ditunjukkan Gambar 2 (Wahyudi & Rahim, 1999), yaitu: - Kondisi 1, (momen lentur besar, gaya geser kecil). Retak terjadi pada bagian tepi yang mengalami tegangan tarik, arahnya hampir tegak lurus sumbu balok, disebut retak lentur (flexural cracks). - Kondisi 2, (momen lentur sama dengan gaya geser). Retak lentur terjadi lebih dahulu. Jika tegangan tarik diagonal daerah di atas retak melampaui kekuatan tarik beton, retak JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 13

akan menjalar membelok kearah diagonal, dan disebut retak geser lentur (flexural-shear cracks). - Kondisi 3, (momen lentur kecil, gaya geser besar). Terjadi retak diagonal (diagonal tension cracks atau web shear cracks). Pada keadaan ini, retak lentur jarang terjadi mandahului retak diagonal. terus menjalar dalam arah vertikal menuju sisi bawah muka sambungan (Gambar 3b). Vu a Vu a a a ( a ) ( b ) Gambar 3. Pola keruntuhan geser pada braket Gambar 2. Ragam retak pada balok menerus Pada beton pracetak, dimana dewasa ini menjadi unsur struktur yang sering digunakan, semakin besar gaya geser yang harus dipikul oleh tumpuan. Sehingga desain struktur yang menjadi tumpuan memiliki peran yang sangat penting. Pola retak (keruntuhan) pada sambungan pracetak dapat diidealisasikan dari pola retak pada braket. Beton yang dicor pada waktu yang berbeda merupakan potensi terjadinya retak. Pada umumnya, keruntuhan diawali dengan retak-retak yang berarah vertikal atau agak miring. Retak ini dimulai dari titik tangkap beban terpusat menjalar ke bawah dan menuju titik temu antara dua beton yang dicor pada waktu yang berbeda (Gambar 3a). Atau retak dimulai pada titik temu atas dua beton yang dicor pada waktu yang berbeda, dan METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Bahan utama pembuatan beton dengan kuat tekan beton silinder ratarata rencana f c sebesar 22,5 MPa. Campuran digunakan dengan perbandingan berat PC:Pasir:Kerikil = 375:800:1060. 2. Bambu Petung dimensi 10mmx10mm sebagai tulangan. 3. Tulangan baja Ø 4 mm untuk sengkang, Ø 6 mm dan Ø 8 mm untuk tulangan penyambung dan dowel penyambung. Peralatan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu peralatan pembuatan benda uji dan peralatan pengujian lentur benda uji. Benda uji Dalam penelitian ini dibuat 2 benda uji sloof bertumpuan sederhana (Gambar 4), dan 8 benda uji untuk sambungan sloof-kolom dengan bentang sloof 600 mm dan kolom berbentuk + dengan tinggi 400 mm (Gambar 5) dengan variasi diameter dowel penyambung dan JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 14

panjang penyaluran tulangan penyambung seperti pada Tabel 1 dan Gambar 6. A A Tulangan bambu 10 mmx10 mm Sengkang baja Ø 4 mm Gambar 4. Benda uji sloof (satuan mm) Tabel 1. Spesifikasi benda uji Variasi Panjang Penyaluran Kode Tulangan penyambung (mm) Diameter dowel penyambung (mm) S-1A (1) 72 6 S-1A (2) 72 6 S-1B (1) 72 8 S-1B (2) 72 8 S-2A (1) 180 6 S-2A (2) 180 6 S-2B (1) 180 8 S-2B (2) 180 8 Pada dua benda uji S-1B dipasang strain gauge seperti pada Gambar 7 untuk mengetahui regangan tulangan penyambung dari sloof dan kolom. Gambar 7. Letak strain gauge pada S-1 B(1) dan S-1B(2) Gambar 5. Benda uji sambungan sloofkolom Pengujian dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari. Pengujian lentur dilakukan dengan memberikan beban terpusat pada dua titik. Selama pengujian dilakukan pencatatan nilai beban (interval 46 kg) dan deformasi/lendutan yang terjadi. Pengujian lentur balok sloof dengan bambu sebagai tulangan adalah pengujian dengan kondisi balok sloof ditumpu secara sederhana pada kedua ujungnya, dengan beban P, yang terbagi seperti pada. Gambar 8 Sedangkan pengujian balok sloof pada sambungan balok sloof-kolom dengan bambu sebagai tulangan ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 6. Tulangan dan dowel penyambung JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 15

6 7 7 1 2 3 4 5 Keterangan: 1 : Hydraulic jack 2 : Proving ring 3 : Bantalan baja 4 : Balok pembagi beban 5 : Sloof pracetak 6 : Dial gauge 7 : Tumpuan sendi 8 : Daerah sambungan 9 : Kolom Variabel bebas dalam penelitian ini adalah diameter dowel dan panjang penyaluran tulangan penyambung, sedangan variabel terikat adalah beban (P), lendutan (Δ), serta pola retak dan jenis keruntuhan yang terjadi. Gambar 8. Setting up pengujian sloof bertumpuan sederhana 8 4 1 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) Pengujian dilakukan pada balok sloof bertumpuan sederhana dan balok sloof yang disambung dengan kolom, untuk mengetahui beban (P) maksimum yang mampu ditahan, lendutan maksimum, serta pola retak atau keruntuhan yang terjadi akibat pembebanan. Hasil pengujian hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) maksimum pada sloof bertumpuan sederhana dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 10. Sedangkan pada sloof yang disambung dengan kolom dapat dilihat pada Gambar 11 s.d Gambar 14 dan Tabel 3. 6 6 7 7 9 Gambar 9. Setting up pengujian sloof pada sambungan sloofkolom 5 Tabel 2. Beban (P) dan Lendutan (Δ) maksimum pada sloof bertumpuan sederhana Benda uji Lendutan (Δ) maksimum (mm) Beban (P) maksimum (kg) Titik 1 Titik 2 Sloof-1 4,49 4,41 1196 Sloof-2 5,00 4,86 1380 Rerata 4,745 4,635 1288 JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 16

Gambar 10. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada Sloof-1 dan sloof-2 Tabel 3. Lendutan dan Beban maksimum sloof pada sambungan sloof-kolom Benda uji Lendutan (Δ) maksimum (mm) Beban (P) maksimum Titik 1 Titik 2 (kg) (1) 4,830 3,540 4186 S-1A (2) 2,920 3,010 3542 Rata-rata 3,875 3,275 3864 (1) 4,440 2,740 4140 S-1B (2) 4,390 4,190 4048 Rata-rata 4,415 3,465 4094 (1) 3,800 3,700 3174 S-2A (2) 3,420 4,070 3450 Rata-rata 3,610 3,885 3312 (1) 3,260 3,520 3542 S-2B (2) 4,400 3,240 3956 Rata-rata 3,830 3,380 3749 Gambar 11. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada S-1A JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 17

Gambar 12. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada S-1B Gambar 13. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada S-2A Gambar 14. Hubungan beban (P) dan lendutan (Δ) pada S-2B Dari grafik hubungan beban (P)- lendutan (Δ) sloof bertumpuan sederhana dapat diketahui bahwa rata-rata pada beban 0-200 kg, beton masih berperilaku elastis penuh, karena belum terjadi retak pada daerah beton tarik. Setelah retak JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 18

awal, dapat dilihat penambahan beban masih diikuti penambahan lendutan secara proporsional, namun kemiringan grafik cenderung lebih landai. Dari grafik hubungan beban (P)- lendutan (Δ) sloof pada sambungan sloofkolom dapat dilihat bahwa rata-rata pada beban 0-2000 kg beton masih berperilaku elastis penuh, karena belum terjadi retak pada daerah beton tarik. Retak awal terjadi pada rata-rata beban 2000-3000 kg, namun dapat dilihat bahwa grafik masih cenderung linier. Tahap paska-serviceability dalam grafik diatas tidak terlihat, baik pada sloof bertumpuan sederhana, maupun pada sloof yang disambung dengan kolom. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan lendutan masih dipengaruhi oleh penambahan beban, sehingga keruntuhan yang terjadi bersifat tiba-tiba tanpa ada peringatan. Ini menunjukkan bahwa sloof bersifat getas (brittle). Pola Retak dan Jenis Keruntuhan Hasil pengamatan secara visual pada pola retak atau keruntuhan yang terjadi pada balok sloof bertumpuan sederhana dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16. Sedangkan pada sloof yang disambung dengan kolom serta pada daerah sambungan dapat dilihat pada Gambar 17-20. Gambar 15. Pola retak pada sloof-1 Gambar 16. Pola retak pada sloof-2 Gambar 17. Pola retak pada S-1A Gambar 18. Pola retak pada S-1B JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 19

Gambar 19. Pola retak pada S-2A Gambar 20. Pola retak pada S-2B Pola keruntuhan pada sloof, baik sloof bertumpuan sederhana maupun sloof pada sambungan sloof-kolom diawali dengan retak lentur (flexural cracks)yang terjadi pada bagian tepi sloof yang mengalami tegangan tarik, dan arahnya hampir tegak lurus terhadap sumbu sloof. Pada daerah sambungan, retak awal terjadi pada bidang antara atau titik temu atas sambungan antara sloof dengan kolom dari pondasi. Kemudian dengan penambahan beban, retak semakin menjalar dalam arah vertikal menuju sisi bawah sambungan. Ini menunjukkan bahwa di daerah sambungan terjadi keruntuhan geser. Tabel 4. Perbandingan hasil analisis teoritis dan hasil pada sloof-1 dan sloof-2 Sloof-1 Sloof-2 Variabel Analisis Hasil hasil uji Analisis teoritis uji teoritis teoritis Hasil uji P retak awal (kg) 815,766 322 0,395 815,766 368 0,451 P maks. (kg) 1923,347 1196 0,622 1923,347 1380 0,718 LendutanTitik 1(mm) 0,930 4,49 4,828 0,930 5,00 5,376 LendutanTitik 2 (mm) 0,930 4,41 4,742 0,930 4,86 5,226 hasil uji teoritis Tabel 5. Perbandingan hasil analisis teoritis dan hasil penelitian pada S-1(A) dan S-1(B) S-1(A) S-1(B) Variabel Analisis Hasil hasil uji Analisis Hasil hasil uji teoritis uji teoritis teoritis uji teoritis P retak awal (kg) 2846,391 2047 0,719 2846,391 2185 0,768 P maks. (kg) 6616,743 3864 0,584 6616,743 4094 0,619 Lendutan Titik 0,190 20,395 0,190 23,237 1(mm) 3,875 4,415 10,417 11,868 Lendutan Titik 2(mm) 0,190 3,275 17,237 8,804 0,190 3,465 18,237 9,315 JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 20

Tabel 6. Perbandingan hasil analisis teoritis dan hasil penelitian pada S-2(A) dan S-2(B) S-2(A) S-2(B) Variabel Analisis Hasil hasil uji Analisis Hasil hasil uji teoritis uji teoritis teoritis uji teoritis P retak awal (kg) 2846,391 1656 0,582 2846,391 2024 0,711 P maks. (kg) 6616,743 3312 0,501 6616,743 3749 0,567 Lendutan 0,190 3,610 19,000 0,190 3,830 20,158 Titik 1(mm) Lendutan Titik 2(mm) 0,190 3,885 9,704 20,447 10,444 0,190 3,380 10,296 17,789 9,086 Perbandingan hasil analisis teoritis dan hasil penelitian seperti pada Tabel 4 s.d. Tabel 6 menunjukkan bahwa rasio hasil pengujian dengan analisis teoritis pada lendutan sangat besar. Hal ini disebabkan adanya banyak faktor. Salah satunya asumsi tumpuan yang digunakan dalam pendekatan teoritis tidak dapat dipenuhi dalam penelitian, sehingga kurang menggambarkan perilaku struktur sebenarnya, terutama untuk beton yang dicor pada waktu yang berbeda, karena memungkinkan terjadi slip, berupa defleksi dan rotasi yang cukup besar pada daerah sambungan yang dianggap tumpuan, sehingga lendutan yang terjadi besar. Selain itu, faktor-faktor lainnya seperti ketelitian pembuatan benda uji (terutama saat pemadatan campuran beton), ketepatan letak dan pembacaan alat saat pengujian juga berpengaruh terhadap penyimpangan hasil pengujian dengan analisis teoritis. Gambar 21. Hubungan beban dan regangan pada S-1B(1) dan S-1B(2) Hubungan Beban-Regangan Dari Gambar 21 diatas dapat dilihat bahwa regangan tulangan penyambung pada sloof (SG1) terus meningkat pada interval beban 0-2000 kg. Kemudian regangan mengalami penurunan setelah terjadi retak awal pada sloof sampai tercapai beban maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa tulangan penyambung pada sloof sudah tidak bekerja secara efektif. Sedangkan regangan tulangan penyambung pada kolom (SG2), dapat dilihat bahwa regangan terus meningkat, meski terjadi retak awal pada sloof. Hal ini dikarenakan setelah sloof retak, penambahan beban yang terus diberikan akan dialihkan pada kolom, sehingga beban masih terus bekerja pada kolom dan regangan tulangan penyambung pada kolom terus meningkat sampai mencapai beban (P) maksimum. JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 21

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dari grafik hubungan bebanlendutan pada sloof bertumpuan sederhana diketahui bahwa sloof bersifat getas (brittle). 2. Keruntuhan pada sloof bertumpuan sederhana diawali dengan keruntuhan di daerah tarik atau disebut dengan retak lentur (flexural cracks). 3. Variasi diameter dowel dan panjang penyaluran tulangan penyambung dari sloof dan kolom tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hubungan beban (P)-lendutan (Δ), serta pola keruntuhan yang terjadi pada sloof yang disambung dengan kolom pondasi. 4. Regangan pada tulangan penyambung dari sloof dan kolom terus meningkat sampai retak awal terjadi pada sloof, kemudian regangan pada tulangan sloof mengalami penurunan. Namun regangan pada kolom terus meningkat sampai mencapai beban (P) maksimum. Saran 1. Pelaksanaan pembuatan benda uji serta pengujian perlu diperhatikan lebih seksama untuk menghindari kesalahan yang mengakibatkan penyimpangan yang besar antara hasil penelitian dan analisis teoritis. 2. Diperlukan kontrol lendutan tambahan diluar titik-titik lendutan yang ingin diteliti untuk mengetahui perilaku struktur lebih detail, terutama pada bagian yang dicor pada waktu yang berbeda. 3. Diperlukan penambahan tulangan geser pada sloof, mengingat hasil penelitian menunjukkan sloof bersifat getas (brittle). 4. Diperlukan penambahan tulangan untuk memperkuat daerah sambungan sloof-kolom karena pada daerah tersebut terjadi keruntuhan geser 5. Penelitian dapat dikembangkan dengan model sambungan lainnya untuk mengetahui jenis sambungan yang paling efektif dan efisien, mengingat sambungan merupakan masalah utama pada beton pracetak. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sri Murni Dewi, MS. dan Prof. Dr. Ir. Agoes Soehardjono, MD., MS. selaku Pembimbing Thesis dan semua pihak yang memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ervianto, W.,I. 2006. Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi: Beton Pracetak dan Bekisting. Andi Offset. Yogyakarta. Ghavami, Khosrow. 2005. Bamboo as Reinforcement in Structural Concrete Elements. Cement and Concrete Composites Vol 27: 637-649. http:www.elsevier.com.\ Khare, L. 2005. Performance Evaluation of Bamboo Reinforced Concrete Beams. The University of Texas. Arlington. Malikha, S. 2009. Variasi Kekuatan Bambu Petung Tanpa Nodia dalam Arah Radial. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Nawy, E.,G., & Suryoatmono, B. (Penerjemah). 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. PT. Refika Aditama. Bandung. Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Badan Standardisasi Nasional. Bandung. Phaturahman, J.,F., & Kusuma, D.,A. 2003. Aplikasi Bambu Pilinan Sebagai Tulangan Balok Beton. Dimensi Teknik Sipil Volume 5 No. 1:39-44. http:puslit.petra.ac.id. Wahyudi, L. & Rahim, S., A. 1999. Struktur Beton Bertulang Standar Baru SNI T-15-1991-03. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658 22

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 6, No. 1 2012 ISSN 1978 5658