LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : E

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 1 Tahun 2014 Seri: B BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 135 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

TENTANG IZIN GANGGUAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGELOLAAN WARUNG INTERNET

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

BUPATI KEPULAUAN YAPEN

PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

WALIKOTAA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN GANGGUANN IZIN GANGGUAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IJIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG IZIN PENGELOLAAN LOGAM TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TUMUR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR TAHUN TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR: 23 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG IJIN PENEMPATAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 T E N T A N G

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2012

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT Rancangan PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

Transkripsi:

12 Pebruari 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2015 Nomor 3 Seri C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap tempat usaha/kegiatan di tempat-tempat tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, diperlukan pengaturan mengenai izin gangguan sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Dalam Negeri No 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Ijin Gangguan di Daerah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang izin gangguan. 72

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) S. Tahun 1926 Nomor 226, sebagaimana telah diubah dan disempurnakan dengan S. Tahun 1940 Nomor 14 dan 450; 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang perubahan batas wilayah kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950, tentang Pembentukan Daerah- Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dandaerah Istimewa Yogyakarta); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 73

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; 74

8. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Blitar (Lembaran Daerah Kabupaten Blitar Tahun 2001 Nomor 3/C); 9. Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 6 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Blitar ; 75

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BLITAR dan BUPATI BLITAR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN GANGGUAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Blitar. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Blitar. 3. Bupati adalah Bupati Blitar. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah di Bidang Perizinan adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang melakukan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Blitar. 5. Izin Gangguan adalah pemberian Izin tempat usaha/ kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan tidak termasuk 76

tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Izin Gangguan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberi oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. 9. Gangguan adalah segala perbuatan dan/ atau kondisi yang tidak menyenangkan atau mengganggu kesehatan, keselamatan, ketentraman dan/ atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum secara terus- menerus. 77

BAB II KRITERIA GANGGUAN Pasal 2 (1) Setiap orang pribadi atau badan yang mendirikan tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan terhadap masyarakat serta kelestarian lingkungan diwajibkan memiliki Izin Gangguan. (2) Izin Gangguan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan berdasarkan kriteria gangguan yang telah ditetapkan. Pasal 3 (1) Kriteria gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah sebagai berikut : a. lingkungan; b. sosial kemasyarakatan dan c. ekonomi. (2) Kriteria gangguan terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi gangguan terhadap fungsi : 78

a. tanah; b. air tanah; c. sungai; d. laut; e. udara dan; f. gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan. (3) Kriteria gangguan terhadap sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. terjadinya ancaman kemerosotan moral dan; b. ketertiban umum. (4) Kriteria gangguan terhadap ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi ancaman terhadap: a. penurunan produksi usaha masyarakat sekitar; dan/atau b. penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di sekitar lokasi usaha. (5) Jenis kegiatan dan/atau usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. 79

Pasal 4 (1) Kegiatan usaha/kegiatan yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yaitu : a. kegiatan yang berlokasi di dalam Kawasan Industri, Kawasan Berikat, dan Kawasan Ekonomi Khusus; b. kegiatan yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah memiliki izin gangguan; dan c. usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil. (2) Kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. BAB III KETENTUAN PERIZINAN Bagian Kesatu Prosedur Izin Pasal 5 (1) Untuk memperoleh Izin Gangguan, setiap orang pribadi atau badan wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati 80

(2) Permohonan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan yang telah ditentukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur dalam Peraturan Bupati. Pasal 6 (1) Pemohon Izin Gangguan harus mendapatkan surat pernyataan persetujuan/tidak keberatan dari tetangga yang didasarkan kepada radius persebaran dampak yang senyatanya atau yang diperkirakan terkena sebaran dampak dari usaha/kegiatan. (2) Tim Teknis melakukan pengecekan/pemantauan lapangan terhadap surat pernyataan persetujuan/tidak keberatan yang dimintakan dari warga sekitar sesuai radius sebaran dampak yang diperkiraan timbul akibat adanya usaha/kegiatan. (3) Ketidaksetujuan/keberatan warga sekitar terhadap usaha/kegiatan yang didasarkan karena kekawatiran akan persaingan usaha atau alasan lain yang tidak berdasarkan data/fakta, kewajaran dan azas kepatutan tidak boleh menyebabkan penolakan izin. 81

(4) Apabila dalam radius sebaran dampak usaha/kegiatan terdapat beberapa warga sekitar yang tidak menyetujui adanya usaha/kegiatan dimaksud, Tim Teknis harus melaksanakan rapat intern untuk menghasilkan keputusan. (5) Bupati mengatur lebih lanjut radius sebaran dampak usaha/kegiatan dalam Peraturan Bupati. Pasal 7 (1) Permohonan Izin Gangguan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan peninjauan lokasi oleh Tim Teknis. (2) Pemeriksaan dan penilaian teknis di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada analisa kondisi obyektif terhadap ada atau tidaknya gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (3) Setiap keputusan atas permohonan izin wajib didasarkan pada hasil penilaian yang obyektif disertai dengan alasan yang jelas. (4) Keputusan atas permohonan izin diberikan kepada pemohon izin yang telah memenuhi persyaratan. (5) Keputusan atas Permohonan Izin sebagaimana dimaksud ayat (4) harus sudah diterbitkan oleh Bupati paling lama 15 (Lima belas) hari kerja. 82

Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Gangguan Pasal 8 Setiap Pemegang Izin Gangguan Mepunyai Hak : a. mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan azasazas dan tujuan pelayanan serta sesuai standart pelayanan minimal yang telah ditentukan; b. mendapatkan kemudahan untuk memperoleh informasi lengkap tentang sistem, mekanisme, dan prosedur perizinan; c. memberikan saran untuk perbaikan pelayanan; d. mendapatkan pelayanan yang tidak diskriminatif, santun, bersahabat, dan ramah; e. memperoleh kompensasi dalam hal tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan standart pelayanan minimal yang ditetapkan; f. mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan azasazas dan tujuan pelayanan serta sesuai standart pelayanan yang telah ditentukan; g. mendapatkan kemudahan untuk memperoleh informasi lengkap dengan sistem, mekanisme dan prosedur perizinan; h. memberikan saran untuk perbaikan pelayanan; 83

i. mendapatkan pelayanan dengan standart pelayanan yang tidak diskriminatif, santun, bersahabat, dan ramah; j. memperoleh kompensasi dalam hal tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan standart pelayanan minimal yang ditetapkan; Setiap Pemegang Izin Gangguan Wajib : a. menjaga kesehatan lingkungan termasuk kebersihan dan keamanan perusahaan/usaha agar tercita keselarasan, keseimbangan dan keserasian lingkungan di wilayah sekitarnya; b. mengatur dan menjaga kegiatan pekerja/karyawan serta penggunaan prasarana dan sarana perusahaan/usaha agar tidak menimbulkan gangguan dan keresahan tetangga sekitarnya; c. menyediakan alat pemadam kebakaran yang siap digunakan, pertanda bahaya dan alat pengaman lainnya; d. mengatur kegiatan perusahaan/usaha agar tidak mengganggu lalu lintas umum dan tidak diperbolehkan menggunakan trotoar/tepi jalan umum; e. melaksanakan segala ketentuan sesuai izin yang diberikan; f. mentaati persyaratan yang melekat pada izin; dan g. melakukan daftar ulang setiap 3 (tiga) tahun sekali; dan 84

h. membayar retribusi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Ketiga Masa berlaku Pasal 9 (1) Jangka waktu berlakunya Izin Gangguan ditetapkan selama Perusahaan tersebut masih melakukan kegiatan usahanya. (2) Dalam rangka pengendalian dan pengawasan atas Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap pemegang izin wajib melakukan pendaftaran ulang setiap 3 (tiga) tahun sekali dan tidak dipungut biaya. (3) Setiap pemegang izin yang melakukan pendaftaran ulang izin gangguan harus mengajukan permohonan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum batas akhir waktu wajib daftar ulang. (4) Permohonan pengajuan daftar ulang harus ditindaklanjuti dengan peninjauan oleh Tim Teknis untuk mengetahui ada/tidaknya perkembangan/perubahan usaha/kegiatan. Pasal 10 Izin Gangguan dinyatakan tidak berlaku apabila : a. pemegangizinmenghentikankegiatanusahanya; 85

b. pemegangizinmengubahjenisusahanyatanpamemperolehpers etujuanbupati ataupejabat yang ditunjuk; c. melanggar ketentuan dalam surat izin; d. kegiatan/usaha yang dilakukantidaksesuaidenganizin yang diterbitkan. Pasal 11 (1) Setiap pemegang Izin Gangguan wajibmemperbaharui Izin Gangguan apabila terjadi: a. perluasan tempat usaha lebih dari 30 persen; b. perubahan jenis usaha/kegiatan; dan/atau c. relokasi tempat usaha. (2) Setiap pemegang Izin Gangguan wajib melakukan perubahan Izin Gangguan apabila terjadi: a. pengalihan/pemindahtanganan izin; b. perubahan sarana usaha; c. penambahan kapasitas usaha; d. perubahan waktu atau durasi operasi usaha. 86

(3) Dalam hal terjadi perubahan penggunaan ruang di sekitar lokasi usahanya setelah diterbitkan izin, pelaku usaha tidak wajib mengajukan permohonan perubahan izin. (4) Permohonan izin perubahan jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lambat diajukan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal perubahan jenis usaha. Pasal 12 Apabila pemegang izin gangguan menghentikan atau menutup kegiatan usahanya maka wajib memberitahukan kepada Bupati melalui pejabat yang ditunjuk. Pasal 13 (1) Permohonan pembaruan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), proses pengajuan Izin Gangguan sesuai dengan pengajuan izin baru sebagaimana dalam Pasal 7. (2) Permohonan perubahan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) yang telah memenuhi 87

kelengkapan persyaratan administrasi, dilakukan peninjauan lokasi oleh Tim Teknis. BAB IV PENOLAKAN PERMOHONAN IZIN Pasal 14 (1) Bupati berwenang melakukan penolakan permohonan Izin, apabila : a. tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b. tempat usaha berada di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya; c. tempat usaha tersebut dapatmenimbulkan bahaya, kerugian dan/atau gangguan berat terhadap masyarakat dan/atau kerusakan lingkungan berdasarkan pertimbangan dari instansi terkait; (2) Kekhawatiran akan mendapat persaingan dalam suatu perusahaan, yang datang dari orang-orang yang berkepentingan, tidak boleh menyebabkan penolakan izin. 88

BAB V LARANGAN Pasal 15 (1) Dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan publik, maka penyelenggara pelayanan perizinan dilarang : a. meninggalkan tempat tugasnya sehingga menyebabkan pelayanan terganggu; b. menerima pemberian uang atau barang yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikandi luar ketentuan peraturan perundang-undangan; c. membocorkan rahasia atau dokumen yang menurut peraturan perundang-undangan wajib dirahasiakan; d. menyalahgunakan pemanfaatan sarana dan prasarana pelayanan; e. memberikan informasi yang menyesatkan; dan f. menyimpang dari prosedur yang sudah ditetapkan. (2) Penyelenggara pelayanan perizinan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian. 89

Pasal 16 Setiap pemegang izin dilarang : a. melaksanakan kegiatan usaha di luar izin yang diberikan; b. melaksanakan kegiatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku; c. melakukan usaha/kegiatan yang melanggar kesusilaan dan norma kesopanan; d. memindahtangankan izin kepada pihak lain tanpa seizin Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; dan e. memberikan uang jasa atau bentuk lainnya kepada petugas perizinan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI RETRIBUSI Pasal 17 (1) Setiap orang atau badan yang memperoleh pelayanan penerbitan Izin Gangguan wajib membayar retribusi Izin Gangguan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang retribusi. (2) Ketentuan mengenai tatacara pembayaran retribusi Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. 90

BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 18 (1) Masyarakat berhak mendapatkan akses informasi dan akses partisipasi. (2) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana kegiatan dan/atau usaha dan perkiraan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. (3) Akses partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengajuan pengaduan atas keberatan atau pelanggaran perizinan dan/atau kerugian akibat kegiatan dan/atau usaha. (4) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diterima berdasarkan fakta atas ada atau tidaknya gangguan yang ditimbulkan dari kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang terjadi terhadap masyarakat yang terkena dampak secara langsung dan/atau warga masyarakat yang berdekatan dengan lokasi usaha/kegiatan. (5) Pengaduan sebagaimana dimaksud ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepada Bupati melalui dinas/instansi yang berwenang. 91

BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 19 (1) Bupati berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Izin Gangguan di Daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB IX SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 20 (1) Dalam hal mencegah terjadinyabahaya, ketidaktertertiban, gangguan dan kerugian akibat pelaksanaan usaha/kegiatan, Bupati berwenang menerapkan sanksi administratif. (2) Setiap Pemegang Izin yang melanggar Pasal 8, Pasal 9 (2), Pasal 11 dan/atau Pasal 16 dapat dikenakan sanksi administratif. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa: 92

a. Teguran b. penghentian kegiatan/usaha; c. pembongkaran usaha/kegiatan; d. pencabutan izin; dan/atau e. dendaadministratif. (4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf e paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (5) Tata cara penerapan sanksi administratif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 21 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : 93

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang izin gangguanagar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan di bidang izin gangguan; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang izin gangguan; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang izin gangguan; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan di bidang izin gangguan; g. menyusuh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa 94

identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan di bidang izin gangguan; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang izin gangguanmenurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum. BAB XI SANKSI PIDANA Pasal 22 (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 2 Ayat (1), diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan kurungan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 95

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Pelaksanaan kegiatan usaha yang mengakibatkan bahaya, kerugian, gangguan dan kerusakan lingkungan diancam sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 23 Perusahaan yang belum memiliki Izin sampai dengan diterbitkannya Peraturan Daerah ini paling lama 1 (satu) Tahun harus mengurus izin sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 96

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Blitar. Ditetapkan di Blitar pada tanggal 10 September 2015 BUPATI BLITAR, ttd HERRY NOEGROHO Diundangkan di Blitar pada tanggal 12 Pebruari 2016 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLITAR, ttd PALAL ALI SANTOSO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 NOMOR : 1/C NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR, PROVINSI JAWA TIMUR : 272-3/201. 97

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN GANGGUAN I. UMUM Bahwa perkembangan dunia usaha yang semakin maju dan disertai dengan semakin berkembangnya penggunaan teknologi sebagi sarana usaha semakin menambah beban pada kelestarian lingkungan hidup sehingga diperlukan upaya pengendalian dampak lingkungan. Tujuan pengendalian dampak lingkungan merupakan kebijakan pemerintah Kabupaten Blitar untuk melakukan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana tertuang dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan, maka kebijakan pemerintah daerah untuk menyeimbangkan hak setiap orang untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagai upaya untuk meningkatkan 98

penghidupan yang layak dengan hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, maka pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang untuk menerbitkan Izin Gangguan. Izin Gangguan merupakan instrumen untuk mengendalikan kegiatan yang dapat menimbulkan bahaya, gangguan dan ancaman yang terkait dengan lingkungan hidup, sosial kemasyarakatan dan perekonomian. Bahwa Peraturan Daerah tentang Izin Gangguan merupakan salah satu bentuk kebijakan Pemerintah Daerah dalam rangka pengendalian lingkungan hidup sekaligus sebagai upaya pemberian jaminan kepastian hukum bagi usaha. Dalam Peraturan Daerah ini keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan perizinan sudah diatur secara proporsional sehingga diharapkan Peraturan Daerah ini mampu memberi keadilan dan kemanfaatan baik bagi masyarakat maupun dunia usaha. Bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, diharapkan agar pengaturan mengenai pemberian izin gangguan dapat dilaksanakan secara efektif sehingga dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan masyarakat yang berada di sekitar lokasi usaha dan/atau kegiatan tertentu. 99

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Pasal 2 Ayat (1) Yang dimaksud dengan: a. bahaya yaitusesuatuyangdapatmendatangkan kesengsaraan,termasuk antara lainkecelakaan dan bencana. b. kerugian yaitusesuatuyangkurangbaikatautidak menguntungkan atau mendatangkan kerugian. Ayat (2) Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 100

Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 101

Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 102