PENGARUH BEBERAPA PARAMETER PROSES TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMESINAN GERINDA RATA PADA BAJA AISI 1070 DAN HSS

dokumen-dokumen yang mirip
DESAIN DAN PABRIKASI GERINDA TOOLPOST PADA MESIN BUBUT KONVENSIONAL

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

BAB IV PENGUJIAN ALAT GERINDA SILINDRIS DAN ANALISA

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Indonesia Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru,28293 Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PARAMETER POTONG TERHADAP DIAMETER PITS ULIR METRIK

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MODIFIKASI MESIN BUBUT DENGAN PENAMBAHAN ALAT BANTU CEKAM UNTUK MEMBUAT KOMPONEN YANG MEMBUTUHKAN PROSES FREIS

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT

ANALISIS PROFIL KEBULATAN UNTUK MENENTUKAN KESALAHAN GEOMETRIK PADA PEMBUATAN KOMPONEN MENGGUNAKAN MESIN BUBUT CNC

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

PENGARUH PARAMETER PROSES TERHADAP KUALITAS GEOMETRIK HASIL PEMBUBUTAN POROS IDLER DENGAN PENDEKATAN TAGUCHI

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN , e-issn

Jurnal Elemen Volume 4 Nomor 1, Juni 2017 ISSN :

PENGARUH VARIASI PUTARAN BENDA KERJA DAN PUTARAN TOOL MENGGUNAKAN METODE PEMAKANAN TANGENSIAL PADA PROSES TURN-MILLING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

Bab IV Data Pengujian

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

Iman Saefuloh 1, Ipick Setiawan 2 Panji Setyo Aji 3

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Lampung. Sedangkan estimasi waktu penelitian dikisarkan

PERBANDINGAN TINGKAT KEKASARAN DAN GETARAN PAHAT PADA PEMOTONGAN ORTHOGONAL DAN OBLIQUE AKIBAT SUDUT POTONG PAHAT

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang

SURAT KETERANGAN No : 339C /UN /TU.00.00/2015

PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool

JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37

Materi Kuliah PROSES GERINDA. Oleh: Dwi Rahdiyanta FT-UNY

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan tahapan

PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN TERHADAP KEKUATAN TARIK BAJA AISI 4140 AFRIANGGA PRATAMA 2011/ PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS

PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN. Febi Rahmadianto 1)

PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA PROSES BUBUT BEBERAPA MATERIAL DENGAN PAHAT HSS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum dilakukan pengujian pada alumunium seri 6063 (Al-Mg-Si), terlebih

ANALISIS MESIN PEMOTONG BAGIAN ATAS GELAS PLASTIK

Dosen Pembimbing Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng, Ph.D.

RANCANG BANGUN MESIN PENGADUK SERBUK KAYU DENGAN RESIN POLIMER MENGGUNAKAN PENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan

PENGUKURAN KEKASARAN PROFIL PERMUKAAN BAJA ST37 PADA PEMESINAN BUBUT BERBASIS KONTROL NUMERIK

Kata kunci: Proses Milling, Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan, Surface Roughness

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8)

PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur)

MESIN BOR. Gambar Chamfer

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB II LANDASAN TEORI

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

KAJIAN GAYA PEMOTONGAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN BERBAGAI MATERIAL MENGGUNAKAN PAHAT HSS

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL, SUDUT POTONG UTAMA DAN KADAR SOLUBLE OIL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN HASIL PEMBUBUTAN BAJA ST 37

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

JUDUL : PEMBUATAN ALAT PENGUKUR KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA HASIL PROSES PEMESINAN YANG DIAPLIKASIKAN PADA KOMPUTER

PENGARUH LAJU PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BUBUT S45C KONDISI NORMAL DAN DIKERASKAN

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

MEKANIKA Volume 12 Nomor 1, September Keywords : Digital Position Read Out (DRO)

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING)

PENGARUH SUDUT POTONG (RAKE ANGLE) PADA PROSES TURNING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN RINGKASAN

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

SOAL LATIHAN 1 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

PENGARUH PENGARUH JENIS COOLANT DAN VARIASI SIDE CUTTING EDGE ANGLE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BUBUT TIRUS BAJA EMS 45

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MODEL DRILL JIG UNTUK PENGGURDIAN FLENS KOPLING

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI MEKANIK JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN

Transkripsi:

PENGARUH BEBERAPA PARAMETER PROSES TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN HASIL PEMESINAN GERINDA RATA PADA BAJA AISI 1070 DAN HSS Dr.-Ing Agus Sutanto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang ABSTRAK Proses pemesinan sampai saat ini masih tetap merupakan proses yang paling banyak digunakan dalam aktifitas proses produksi. Sehingga dengan demikian, penelitian mengenai proses pemesinan untuk mendapatkan parameter proses yang optimum masih tetap dilakukan. Pada proses pemesinan, aspek geometrik seperti dimensi, bentuk dan kualitas permukaan produk menjadi tujuan utama yang ingin dicapai. Demikian juga untuk tiap jenis proses akan menghasilkan tingkat kekasaran permukaan yang berbeda pula. Proses gerinda rata merupakan salah satu proses pemesinan akhir yang bertujuan untuk mendapatkan kekasaran permukaan produk yang halus. Berbeda dengan proses pemesinan yang lain seperti proses bubut atau freis, proses gerinda rata tidak menggunakan pahat potong, akan tetapi proses dilakukan dengan material abrasif yang dilakukan oleh batu gerinda dengan gaya pemotongan yang relative kecil. Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan parameter proses yang berkaitan dengan tebal geram ekuivalen dan tipe batu gerinda terhadap kualitas permukaan khususnya kekasaran permukaan baja karbon tinggi (AISI 1070) dan HSS setelah dilakukan proses pemesinan gerinda rata (surface grinding). Keywords : Tebal geram ekuivalen, kekasaran permukaan I. PENDAHULUAN Umumnya proses pemesinan yang paling sering dilakukan seperti proses freis, bubut dan gurdi akan menghasilkan kualitas kekasaran permukaan dengan kategori normal hingga kasar (Ra > 1 µm). Untuk menghasilkan kekasaran yang halus (0,2 µm < Ra < 0,4 µm) hingga sangat halus (Ra < 0,2 µm), maka proses seperti yang disebut di atas sukar atau tidak mampu dibuat. Maka kategori proses pemesinan untuk menghasilkan permukaan yang halus ini antara lain dapat dilakukan dengan proses gerinda dengan mempergunakan material abrasif. Kualitas permukaan yang berkaitan dengan kekasarannya pada benda kerja hasil proses pemesinan akan berpengaruh pada fungsionalitas dan unjuk kerja komponen tersebut bila berinteraksi dengan komponen lainnya. Hal ini berkaitan dengan toleransi dan suaian dari komponen yang berpasangan, sehingga harus memiliki spesifikasi geometrik yang sempit yang harus dipenuhi oleh produk. Pengamatan terhadap kualitas kekasaran permukaan hasil pengerjaan gerinda dilakukan agar diperoleh kondisi pemesinan yang optimal untuk suatu jenis proses yang dinginkan. Dalam hal ini yang menjadi batasan adalah kekasaran permukaan benda kerja hasil proses gerinda rata (surface grinding). Tujuan utama dilakukannya pengamatan ini adalah untuk mengetahui karakteristik parameter proses pemesinan yang optimal pada proses gerinda rata yang diwakili oleh sebuah parameter yang disebut tebal geram ekuivalen. Disamping itu perlu juga dikeetahui kesesuaian batu gerinda dengan benda kerja yang akan dipotong. II. TINJAUAN PUSTAKA Proses gerinda dilaksanakan dengan mesin gerinda menggunakan pahat berupa batu gerinda berbentuk piringan (grinding wheel/disk) yang dibuat dari campuran serbuk abrasif dan bahan pengikat dengan komposisi dan struktur tertentu. Batu gerinda yang dipasang pada spindel/ poros utama tersebut berputar dengan kecepatan tertentu tergantung pada diameter dan putarannya, maka kecepatan peripheral pada tepi batu gerinda dapat dihitung dengan rumus berikut : v s = π. d s. n s / 60.000 ; [m/s] dimana : v s kecepatan periferal batu gerinda, biasanya berharga sekitar 20 s.d 60 m/s d s diameter batu gerinda ; [mm] putaran batu gerinda; [r/min] n s Tergantung pada bentuk permukaan yang dihasilkan, pada garis besarnya proses gerinda digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. gerinda silindrik (cylindrical grinding) untuk menghasilkan permukaan silindrik 2. gerinda rata (surface grinding) untuk menghasilkan permukaan rata / datar. TeknikA 61

Seperti halnya dengan proses pemesinan yang lain setelah jenis mesin, cara pemrosesan, bentuk dan jenis batu gerinda dipilih tindakan berikutnya adalah menentukan harga variabel proses seperti kecepatan tangensial, kecepatan makan, dan kedalaman penggerindaan. Pada sistem penggerindaan tertentu, yang merupakan gabungan antara suatu jenis material benda kerja dengan suatu jenis batu gerinda pada suatu kondisi kekakuan tertentu, maka gaya dan daya penggerindaan, umur batu gerinda, kehalusan dan kesempurnaan permukaan (surface integrity) akan tertentu harganya tergantung pada harga variabel proses yang dipilih. Dengan demikian, pemilihan harga variabel proses tersebut sangat menentukan keberhasilan perencanaan proses. Dari hasil penelitian, ternyata ditemukan suatu parameter dasar yang berlaku bagi semua proses penggerindaan. Korelasi antara parameter dasar tersebut dengan beberapa variabel proses dapat dimanfaatkan untuk mempermudah perencanaan proses penggerindaan. Oleh sebab itu, akan dibahas parameter dasar ini yang dikenal dengan nama tebal geram ekuivalen (equivalent chip thickness, ). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan berdasarkan study perbandingan yang dilakukan oleh International Institution For Engineering Research (CIRP) telah disimpulkan mengenai adanya suatu parameter dasar proses gerinda yang kemudian dinamakan dengan tebal geram ekuivalen (equivalent grinding chip thickness, ). Istilah ini mirip dengan istilah tebal geram (chip thickness: h) yang digunakan untuk menentukan gaya pemotongan dan umur pahat. Secara langsung memang tidak praktis dan hampir tidak mungkin untuk mengukur tebal geram hasil proses gerinda yang berupa serbuk serta menghubungkannya secara matematik dengan geometri mata potong yang tak beraturan pada serbuk abrasif batu gerinda. Oleh karena itu wajar apabila dicari suatu harga ekuivalennya tebal geram ekuivalen ini dapat didefinisikan sebagai berikut. Tebal geram ekuivalen (untuk proses gerinda) adalah tebal suatu pita material fiktif yang diumpamakan mengalir keluar dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan peripheral batu gerinda sebagai hasil proses penggerindaan untuk selapis material benda kerja yang bergerak masuk dengan kecepatan tertentu dimana azas kontinuitas volume tetap berlaku. Secara matematik, tebal geram ekuivalen ini didefinisikan sebagai berikut, = Z / v s ; [mm] dimana : heq tebal geram ekuivalen [µm] Z kec. penghasilan geram [mm 3 /s] v s kec. peripheral batu gerinda [m/s] Berdasarkan azas kontiniutas volume, tebal geram ekuivalen untuk proses gerinda rata diturunkan dari persamaan seperti pada Gambar 1. Gambar 1: Penentuan tebal geram ekuivalen untuk proses gerinda rata Secara matematik, tebal geram ekuivalen untuk pemesinan dengan gerinda rata adalah sebagai berikut = f r. v fr / v s ; [mm] dimana, f r gerak makan radial atau disebut juga kedalaman penggerindaan [mm/langkah] v s kecepatan peripheral batu gerinda; [m/s] v ft kecepatan translasi benda kerja; [mm/s] III. METODOLOGI PERCOBAAN Untuk melakukan penelitian ini diperlukan mesin gerinda rata dan beberapa instrumen pemgukuran geometrik terutama alat ukur kekasaran permukaan. Proses penelitiannya sendiri melibatkan beberapa material benda kerja yaitu dari jenis baja plain karbon dan baja paduan serta dua jenis batu gerinda yang mewakili kekasaran butirnya. Pengukuran hasil pengerindaan dilakukan dengan surface tester. 3.1 Peralatan yang Dipakai Pada penelitian kekasaran permukaan yang dilakukan di laboratorium inti teknologi produksi kali ini digunakan beberapa macam peralatan, yang berfungsi sebagai alat sekaligus media proses untuk pencapaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Beberapa peralatan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. A. Mesin Gerinda Rata Mesin yang digunakan adalah mesin gerinda rata (surface grinding machine), pada dasarnya proses penggerindaan merupakan akhir dari proses pemesinan. Spesifikasi mesin gerinda yang digunakan sebagai berikut : Model : HZ-Y 200 (Hangzhou Machine Tools) Table working surface width 200 mm Table working surface length 450 mm Daya 1,1 kw. 220 V/3 phasa

Putaran motor 2870 rpm benda kerja sebelum di potong ataupun setelah di potong, serta digunakan untuk pengaturan jarak benda kerja di atas meja kerja sebelum dilakukan proses gerinda. Surface Roughness Tester: Alat ukur yang digunakan pada penelitian inii untuk mengukur kekasaran permukaan adalah surface roughnees tester (surftest 402) dengan merk Mitutoyo, seperti Gambar 3. Gambar 2: Mesin gerinda rata Proses gerinda rata dilakukan dengan cara memanfaatkan gerak relatif antara pahat dengan benda kerja, dimana gerak potong dilakukan oleh batu gerinda dan gerak makan dilakukan oleh benda kerja. B. Batu Gerinda (Grinding Wheel) ) Batu gerinda dibuat dari campuran serbuk abrasif dengan bahan pengikat. Varian yang bisa diturunkan dari kombinasi dua elemen ini amat banyak, karena jenis dan ukuran serbuk abrasif, jenis bahan pengikat, persentase serta kepadatan (compactness) atau porositas (porosity) dapat diatur sesuai dengan keinginan pada waktu batu gerinda ini dibuat. Dalam pengujian ini digunakan dua jenis batu gerinda yang berbeda, perbedaan dari batu gerinda tersebut terletak pada ukuran butir (grain size). Kodifikasi dua buah batu gerinda yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis batu gerinda dengan merek Norton : 1. A 46 Q V 8 x ¾ x 1- ¼ 2. A 80 P V Arti dari kode tersebut adalah : A bahan: Al 2 O 3 (Alumunium oxides) 46, 80 merupakan ukuran serbuk abrasif 46 (medium) dan 80 (kasar) Q, P merupakan kekerasan atau kekuatan ikatan batu gerinda, kode Q dan P merupakan grade yang keras. V merupakan jenis bahan pengikat vitrified. 8 diameter gerinda (8 inchi) ¾ lebar batu gerinda (3/4 inchi) 1- ¼ diameter lubang bushing batu gerinda C. Alat Ukur Berapa jenis alat ukur yang digunakan dalam pengkuran kekasaran permukaan adalah : Mistar Ukur: Mistar pelat baja dengan kecermatan 1 mm digunakan untuk pengukuran dimensi awal 3.2 Metode Pengujian Gambar 3: Surface tester 3.2.1 Variabel yang Ditentukann pada Pengujian Variabel yang ditentukan adalah: A. jenis batu gerinda yaitu: 1. A 46 Q V 2. A 80 P V B. material benda kerja yaitu: 1. AISI 1070 2. HSS 3.2.2 Parameter yang Divariasikan Pada pengujian ini parameter yang divariasikan adalah: 1. kecepatan translasi meja (v ft ) 2. kedalaman makan (a) 3.3.3 Pengukuran Kekasaran Gerinda Rata Pengukuran kekasaran permukaan menggunakan surface roughness tester yang dilakukan setelah pengkalibrasian alat ukur. Pengukuran nilai kekasaran pemukaan objek ukur dilakukan di atas meja rata beberapa saat setelah pemesinan selesai, dengan maksud supaya kondisii benda kerja lebih stabil. Pengukuran benda kerja hasil proses gerinda, untuk mendapatkan harga kekasaran permukaan di ukur dengan arah pengukuran sejajar dan tegak lurus dengan arah pemesinan. Pengukuran kekasaran permukaan benda kerja dilakukan dengan mengadaptasi metode rata-rata (Gambar 4), dimana kekasaran permukaan di ukur pada lima titik pengukuran, kemudian hasil yang didapat dirata ratakan. Harga kekasaran permukaan rata rata itu dijadikan sebagai nilai kekasaran permukaan. Ra 1+Ra 2+Ra 3+Ra 4 +Ra Ra = 5 5 Permukaan Hasil

Ra 34 work piece Ra 1 Pengukuran tegak lurus Ra 3 Ra 5 Ra 2 Gambar 4: Posisi titik pengukuran kekasaranpermukaan Jumlah pemotongan benda kerja dan pengukuran kekasaran permukaan hasil proses gerinda rata dilakukan pada dua material yang berbeda (baja karbon menengah dan HSS) serta menggunakan dua buah batu gerinda yang berbeda pula (batu gerinda A 46 QV dan A 80 PV), diperoleh total pemotongan 100 kali dan total pengukuran 1000 kali dari kombinasi beberapa parameter yang telah ditentukan. 3.3.4 Prosedur Pengolahan dan Analisis Data Setelah diperoleh data kekasaran permukaan dari benda kerja, selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan microsof office excel. Pada pengolahan data ini akan diperoleh harga tebal geram equivalen dari persamaan yang telah ada, kemudian dapat dibuat hubungan beberapa grafik. Adapun grafik yang akan diperoleh adalah sebagai berikut. 1. Grafik hubungan tebal geram equivalen ( ) dengan kekasaran permukaan, 2. Grafik hubungan antara ukuran butir batu gerinda dengan kekasaran permukaan. IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN Dari data pengujian yang telah dilakukan pada dua buah material yang berbeda (HSS dan AISI 1070), dan dua buah batu gerinda yang berbeda (A 46 QV dan A 80 PV), serta beberapa variabel yang divariasikan yaitu kecepatan tangensial meja dan kedalaman makan. Setelah proses penggerindaan dilakukan akan didapatkan data kekasaran permukaan yang kemudian diolah menjadi grafik, beberapa grafik tersebut dapat dilihat pada bagian berikut ini. Grafik 5: Hubungan Ra [µm] vs tebal geram ekuivalen [ ] pada material AISI 1070 dengan batu gerinda A 46 QP Dari Grafik 5 dapat dilihat bahwa hubungan antara tebal geram equivalen dengan kekasaran permukaan (Ra) pada umumnya relatif berbanding lurus, dimana semakin besar harga tebal geram equivalen yang diperoleh maka semakin besar pula harga kekasaran permukaan yang dihasilkan. Pengecualian terjadi pada kecepatan periferal 75 mm/min, dimana dapat dilihat pada kecepatan tersebut harga kekasaran cendrung mengalami penurunan dengan kenaikan harga tebal geram ekuivalen. Terdapat perbedaan hasil nilai kekasaran permukaan yang didapat dengan pengukuran sejajar dan tegak lurus arah penggerindaan. Pada pengukuran sejajar diperoleh nilai kekasaran permukaan lebih rendah daripada pengukuran tegak lurus. Dilihat dari hasil grafik yang diperoleh, bahwa harga kekasaran permukaan yang terkecil diperoleh pada kecepatan tangensial meja (kecepatan makan) yang terkecil dan juga kedalaman makan yang terkecil dengan kecepatan peripheral yang sama. Hal ini telah sesuai dengan teori yang ada bahwasanya apabila kontak pahat dengan benda kerja tersebut terjadi sangat lambat, maka hasil yang diperoleh akan terlihat lebih halus

Pengukuran tegak lurus Grafik 6: Hubungan kekasaran permukaan, Ra [µm] vs tebal geram ekuivalen pada material HSS dengan batu gerinda A 46 QV Dari Grafik 6 diperoleh harga kekasaran permukaan HSS lebih kecil dibandingkan dengan material baja karbon tinggi (AISI 1070) yang disajikan pada Grafik 5. Dilihat hasil pada material baja karbon tinggi harga kekasaran permukaan berkisar antara 0.1 µm sampai dengan 1.3 µm (setara dengan N6). Sedangkan pada material HSS diperoleh hasil yang berkisar antara 0.1 µm sampai dengan 0.5 µm (setara dengan N5). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya material HSS merupakan baja paduan yang ulet dan memiliki butir yang lebih halus dibandingkan baja karbon karena pengaruh penambahan unsur Vanadium pada paduan. Arah pengukuran juga memiliki pengaruh yang sama dengan material sebelumnya. Didapatkan nilai kekasaran pengukuran sejajar lebih rendah dibandingkan tegak lurus. Ini disebabkan oleh pengaruh arah butir batu gerinda dengan material yang digerinda, sebab apabila diukur searah alur yang sejajar proses penggerindaan, sensor pada alat ukur kekasaran permukaan tersebut hanya melewati satu alur saja dan otomatis akan memperoleh hasil yang lebih halus. Sedangkan untuk pengukuran yang tegak lurus dengan arah pengerjaan, maka sensor surface roughness tester tersebut akan melewati beberapa lembah dan bukit yang otomatis akan menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang lebih tinggi. Secara umum bisa dilihat bahwa batu gerinda A 46 QP menghasilkan kualitas permukaan yang lebih bagus pada penggerindaan HSS daripada baja karbon tinggi (AISI 1070) Grafik 7: Hubungan kekasaran permukaan vs tebal geram ekuivalen pada material AISI 1070 dengan batu gerinda A 80 PV Dari Grafik 7 pada pengukuran sejajar dapat dilihat bahwa tebal geram ekuivalen memiliki hubungan berbanding lurus dengan kekasaran permukaan. Nilai kekasaran tertinggi didapat pada tebal geram ekuivalen yang tinggi pula. Untuk pengukuran tegak lurus, tebal geram ekuivalen tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap harga kekasaran. Hal ini dapat dilihat pada grafik yang diperoleh cenderung tidak mengalami kenaikan harga kekasaran yang signifikan dengan kenaikan harga. Pengukuran tegak lurus Grafik 8: Hubungan kekasaran permukaan vs tebal geram ekuivalen pada material HSS dengan batu gerinda A 80 PV Pada Grafik 8 pengukuran tegak lurus dapat dilihat nilai tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai kekasaran permukaan. Variabel yang divariasikan pada saat pengambilan data memperoleh hasil yang bervariasi pula. Tebal geram

ekuivalen yang dihasilkan dipengaruhi oleh kedalaman makan penggerindaan, kecepatan makan atau kecepatan translasi benda kerja dan diameter batu gerinda juga akan mempengaruhi terhadap harga tebal geram ekuivalen yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada grafik diatas bahwa semakin besar kedalaman makan (a) yang diberikan, maka harga tebal geram ekuivalen yang terjadi akan semakin besar pula. Harga kekasaran permukaan juga dipengaruhi oleh kedalaman makan, dimana apabila kedalaman makan penggerindaan semakin besar, maka harga kekasaran permukaan yang dihasilkan akan semakin besar pula dan begitu juga sebaliknya. Hasil yang seperti ini sudah umum terjadi, hal ini disebabkan kontak antara pahat dan benda kerja tersebut semakin besar sehingga gaya pemotongan pun akan semakin tinggi pula, ini akan berdampak terhadap kinerja dari mesin tersebut. Kekasaran permukaan dari hasil proses penggerindaan dipengaruhi oleh ukuran butir batu gerinda (grain size). Menurut standar ISO (525-1975 E) ukuran serbuk dikodekan dengan angka yang kurang lebih menunjukkan 10 kali ukuran serbuk sebenarnya dalam micrometer (µm). Kode ini biasanya dipakai oleh Negara-negara Eropa, sedangkan di Amerika digunakan kode angka yang menyatakan ukuran saringan (grit size). Menurut kode grit size, angka yang besar menunjukkan bahwa ukuran serbuknya kecil (kebalikan dengan grain size). Grafik 9: Harga kekasaran permukaan pada material AISI 1070 berdasarkan ukuran butir batu gerinda (grain size) Pada penelitian kali ini digunakan ukuran serbuk abrasive 46 µm dan 80 µm. Angka 46 mikrometer (µm) tergolong pada ukuran yang medium, sedangkan angka 80 mikrometer (µm) tergolong ukuran serbuk yang kasar. Dari penggunaan kedua jenis ukuran serbuk ini angka yang lebih kecil tentunya akan menghasilkan angka kekasaran permukaan yang lebih halus dibandingkan dengan menggunakan ukuran serbuk 80 µm. Dari Grafik 9 di atas dapat dilihat bahwa ukuran butir gerinda yang halus (A 46 QV) menghasilkan harga kekasaran yang rendah jika dibandingkan dengan dengan batu gerinda dengan butir kasar (A 80 PV). Antara kedua jenis batu gerinda yang di uji terdapat perbedaan karakteristik masing-masingnya. Pada batu gerinda dengan ukuran butir halus menghasilkan grafik yang cendrung lebih landai. Artinya bahwa untuk batu gerinda jenis ini kecepatan tangensial meja tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar terhadap nilai kekasaran yang dihasilkan. Pada batu gerinda jenis butir kasar (A 80 PV), diperoleh grafik dengan kurva yang lebih curam. Artinya bahwa dengan menggunakan batu gerinda jenis ini harus hati-hati dalam penentuan kecepatan tangensial meja. Karena kecepatan tangensial meja sangat berpengaruh terhadap harga kekasarannya. Sedikit saja kenaikan harga kecepatan meja maka harga kekasaran juga akan naik drastis. Grafik 10: Harga kekasaran permukaan pada material HSS berdasarkan ukuran butir batu gerinda (grain size) Pada Grafik 10 dapat dilihat bahwa untuk material yang berbeda terjadi fenomena yang sama dengan grafik sebelumnya. Dimana pada batu gerinda dengan ukuran butir halus menghasilkan grafik dengan kurva yang relatif lebih landai jika dibandingkan dengan batu gerinda yang ukurannya lebih kasar. Secara umum dapat dilihat bahwa batu gerinda dengan ukuran butir yang halus akan menghasilkan harga kekasaran yang rendah jika dibandingkan dengan batu gerinda butir kasar. Batu gerinda dengan butir kasar akan menghasilkan kekasaran permukaan sekitar 2,5 kali lebih kasar jika dibandingkan dengan batu gerinda halus. V. KESIMPULAN Harga tebal geram ekuivalen ( ) berbanding lurus dengan harga kekasaran permukaan (R a ) Pada material AISI 1070, pemakaian batu gerinda A 46 QV menghasilkan harga kekasaran rata-rata 0,5 µm sampai 1,09 µm. Untuk batu gerinda jenis A 80 PV didapat harga kekasaran rata-rata 0,2 µm sampai 2,1 µm untuk parameter proses yang sama. Pada material HSS, pemakaian batu gerinda A 46 QV menghasilkan harga kekasaran ratarata 0,15 µm sampai 1,5 µm. Untuk batu

gerinda jenis A 80 PV didapat harga kekasaran rata-rata 0,2 µm sampai 1,3 µm. Untuk batu gerinda A 46 QV, penggerindaan baja AISI 1070 optimum pada bernilai kecil dari 0.02 µm, dan untuk HSS harga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap harga R a. Untuk batu gerinda A 80 PV, penggerindaan baja AISI 1070 optimum pada bernilai kecil dari 0.02 µm, dan untuk HSS harga tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap harga R a. Pada batu gerinda butir kasar ada korelasi positif antara kecepatan makan (V ft ) dengan nilai kekasaran (R a ) dimana bila V ft semakin tinggi maka harga R a juga makin tinggi Pada batu gerinda butir halus, penambahan kecepatan makan (V ft ) tidak memberikan pengaruh besar terhadap nilai kekasaran (R a ), hal ini semakin jelas pada baja paduan HSS. DAFTAR PUSTAKA Parker, Earl. 1967. Materials Data Book for Engineers and Scientists. University of California, Berkeley Rochim, Taufiq. 2001. Spesifikasi Metrologi dan Kontrol Kualitas Geometrik. Laboratorium Teknik Produksi dan Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin, FTI - ITB, Bandung. Rochim, Taufiq. 2007. Proses Pemesinan Buku 4 Proses Gerinda. Jurusan Teknik Mesin FTI - ITB, Bandung. Rochim, Taufiq. 1993. Teori dan Teknologi Proses Pemesinan. Laboratorium Teknik Produksi Jurusan Teknik Mesin, FTI - ITB, Bandung. Surdia, T. 1984. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita, Jakarta. TeknikA 67