BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari. bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh kembang untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. fisik maupun mental (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA ( TAHUN ) TENTANG DYSMENORRHEA DI SMPN 29 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin adolescere

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di masa mendatang. Remaja adalah mereka yang berusia tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren berasal dari kata santri yang di awali dengan kata pe- dan diakhiri

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Bagi seorang wanita menjaga kebersihan dan keindahan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010

BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. populasi yang terbesar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima penduduk dunia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Depkes RI (2003) masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, dan psikis. Pada masa remaja terjadi pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas merupakan tahap perkembangan dan kematangan alat seksual serta tercapai kemampuan reproduksi (Werdiyani, 2012). Pada masa pubertas perubahan yang banyak menimbulkan masalah adalah masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi (Werdiyani, 2012). Masalah ini harus mendapatkan penanganan yang serius karena masih kurangnya akses terhadap remaja dalam mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi (Pudiastuti, 2012). Menurut ICPD (2014) kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta proses reproduksi. Pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi sangat penting untuk menjadi bekal remaja dalam berperilaku sehat dan bertanggung jawab. Namun tidak semua remaja memperoleh informasi yang cukup dan benar tentang kesehatan reproduksi akibat keterbatasan pengetahuan dan pemahaman remaja yang mempengaruhi perilaku remaja kearah yang berisiko (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012). Badan Pusat Statistik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2012 terdapat 43,3 juta remaja berusia 15-24 tahun berperilaku tidak sehat dan 83,3% dari 23 juta remaja pernah berhubungan seksual yang merupakan salah satu penyebab terjadinya 1

2 keputihan. Berdasarkan survei surveilans perilaku yang diadakan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI) menunjukkan bahwa 2,8% pelajar SMA perempuan dan 7% pelajar SMA laki-laki melaporkan adanya gejala IMS, IMS dapat memicu terjadinya keputihan (Alfiana, 2008). Masalah keputihan merupakan masalah kesehatan reproduksi yang sering muncul pada remaja. Keputihan merupakan keluarnya cairan selain darah dari liang vagina baik berbau maupun tidak berbau dan disertai rasa gatal di daerah kewanitaan (Kusmiran, 2011). Keputihan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis). Keputihan patologis dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kurangnya rasa percaya diri, dan kecemasan yang disebabkan oleh keluarannya cairan pada vagina (Monalisa, Bubakar & Amiruddin, 2012). Berdasarkan data Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (2009), di Indonesia sebanyak 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan 45% diantaranya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyatakan bahwa kejadian keputihan di Jakarta banyak disebabkan oleh bakteri candiadosis vulva vagenitis, dikarenakan banyak perempuan yang tidak mengetahui cara membersihkan daerah vaginanya dengan benar. Hal ini dikarenakan terdapat kebiasaan wanita sejak remaja yang berperilaku buruk dalam menjaga kebersihan organ genetalianya (Widyastuti, 2009). Shadine (2012) mengungkapkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh keputihan patologis bila tidak diobati dengan tuntas akan berakibat buruk pada kesehatan. Perempuan yang mengalami keputihan akibat infeksi berulang atau menahun dapat mengalami kemandulan akibat gangguan pada organ reproduksi dan

3 juga dapat merupakan tanda dari adanya penyakit lain yang lebih parah seperti tumor pada organ reproduksi serta merupakan gejala dari kanker leher rahim. Dari penelitian yang dilakukan oleh Gay dkk., 1997 di bagian kebidanan dan kandungan RSCM sebagaimana dikutip oleh Badaryati (2012), diperoleh data bahwa sejak tahun 1990-1995 sebanyak 2% remaja usia 11-15 tahun dan 12% remaja usia 16-20 tahun dari 223 remaja mengalami keputihan (flour albus) karena terjadi infeksi di daerah kemaluan. Di sebagian negara berkembang kerentanan wanita terhadap infeksi berupa keputihan (flour albus) diperberat oleh rendahnya status sosial wanita dan terbatasnya cara pencegahan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan remaja mengenai keputihan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nisa Juhrotun (2013) yang dilakukan di SMA Negeri 4 Tegal menunjukkan bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup tentang keputihan fisiologis dan keputihan patologis 57,3%, berpengetahuan cukup tentang perbedaan tanda-tanda keputihan fisiologis dan patologis 50%, berpengetahuan baik tentang penyebab keputihan patologis dan fisiologis 59,8% dan berpengetahuan kurang tentang pencegahan keputihan patologis 36,6%. Hasil penelitian yang dilakukan di Klinik remaja kisara PKBI Bali (2013) menunjukkan bahwa sebagaian besar remaja memiliki pengetahuan yang baik mengenai keputihan 93,20% dan hanya 46,51% yang memiliki sikap positif dalam mencegah dan mengatasi keputihan (Karuniadi, 2013). Keputihan (flour albus) merupakan salah satu penyakit yang dapat dipicu oleh IMS. Jumlah kasus IMS yang tercatat di Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2013 sebanyak 9.656 kasus. Pada tahun 2013 di Kota Denpasar terdapat 652 kasus, dimana IMS tertinggi terdapat di Puskesmas II Denpasar Selatan. Jumlah IMS di Puskesmas II Denpasar Selatan sebanyak 630 kasus, kasus perempuan lebih banyak

4 dibandingkan dengan kasus laki-laki (Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2013). Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi khususnya mengenai keputihan sangat penting untuk diketahui oleh remaja putri, agar mereka tahu bagaimana seharusnya bersikap ketika menghadapi keputihan patologis. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja di Puskesmas II Denpasar Selatan adalah melalui program PIK-KRR. Program-program yang dilakukan dalam PIK-KRR di Puskesmas II Denpasar Selatan adalah penyuluhan mengenai penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya (NAPZA) dan kesehatan reproduksi termasuk IMS dan HIV/AIDS serta pembentukan konselor sebaya. Penelitian ini penting dilakukan karena keputihan merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami remaja putri, terutama di Puskesmas II Denpasar Selatan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. 1.2 Rumusan Masalah Masalah keputihan pada remaja sering kali tidak ditangani serius oleh remaja. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan sikap remaja putri mengenai kesehatan reproduksi khususnya masalah keputihan. Namun data mengenai keputihan pada remaja putri masing kurang sehingga penelitian ini menjawab masalah peneliti yaitu Bagaimana Tingkat Pengetahuan dan Sikap remaja puti dalam Mencegah dan Mengatasi Keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan?

5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. 2. Sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi untuk lebih menggembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) pada remaja. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya yang berkaitan dengan keputihan (flour albus). 1.4.2 Manfaat praktis Memberikan informasi kepada semua pihak tentang tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. Dari aspek kesehatan masyarakat, dapat dilakukan upaya mencegah dan mengatasi keputihan patologis, sehingga terhindar dari keputihan yang dapat merugikan bagi kesehatan reproduksinya.

6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang kesehatan reproduksi remaja yang menggambarkan tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.