BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

BAB II KAJIAN TEORITIS

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pendekatan Kontekstual Komponen Inkuiri Hakekat Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. bersifat membentuk atau merupakan suatu efek.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB II KAJIAN TEORI. yang dikenal dengan sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

METODE INKUIRI DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) Oleh : Legiman, S.Pd., M.Pd. Widyaiswara Muda LPMP DIY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996). Menurut Bloom dalam Winkel

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

PENGARUH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUALSISWA KELAS IV SDI RAI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

I. PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidikan juga merupakan salah

Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI MPK BERBASIS KOMPETENSI

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL PADA MATERI PEMBELAJARAN ATURAN SINUS DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI MAN TASIKMALAYA

Drs. H. MAHDUM MA, M.Pd. Dosen Bahasa Inggris FKIP UNRI Hp , Fax: (0761)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 1 IDI RAYEUK

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kelebihan Kelemahan Model Belajar Kontekstual

PROSIDING SINDHAR Vol: 1 - ISSN: Penerbit: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bosowa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning. suatu pendekatan metode dan teknik pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDEKATAN CTL (Contextual Teaching and Learning)

Dasar-dasar Pembelajaran Fisika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Belajar bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

I. PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai berperan penting

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir Kritis (critical thinking) merupakan sinonim dari pengambilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas.

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Peningkatan Hasil Belajar Mengenai Kesebangunan dan Simetri Siswa Sekolah Dasar

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru

LEMMA VOL I NO. 2, MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI KELAS X SMA PGRI 89 CIPANAS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Harminingsih (2008) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri dari: (1) jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), (2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), (3) dan kelelahan. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Sekolah merupakan salah satu faktor luar dalam mempengaruhi hasil belajar siswa, sehingga guru sebagai anggota sekolah memiliki peran penting dalam mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu, Guru harus memiliki kompetensi dibidangnya, selain itu agar pembelajaran tidak monoton maka guru sebaiknya mampu memvariasikan metode pembelajaran misalkan diskusi inkuiri, praktikum, game dan jigsaw. Penggunaan media pembelajaran yang bervariasi juga dapat mempengaruhi hasil belajar karena siswa merasa senang dalam belajar, motivasi tinggi dan hasil belajarnya dapat maksimal. Dimyati dan Mudjiono, (2006: 3) Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberi tes hasil belajar pada setiap akhir pelajaran. Nana Sudjana (2011:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan, sikap, dan ketrampilan yang diperoleh siswa setelah menerima pengalaman dan perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 7

8 2.1.2. Pengertian Matematika Menurut James dan James yang dikutip Ruseffendi (1998) Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, geometri. Jadi, Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dibangun dengan penalaran yang terstruktur secara deduktif berdasarkan unsur, aksioma, sifat dan teori yang telah terbukti. Menurut Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins dalam Erman Suherman (2011:16) matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika. Menurut Johnson dan Rising didalam Ruseffendi (1992 : 28) Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada mengenai bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan, sifatsifat atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan, atau tidak didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide; dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematikaadalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalartentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dangeometri. 2.1.2.1 Perlunya Belajar Matematika Pencarian kebenaran dalam matematika disajikan sebagai suatu cara manusia berpikir, sehingga validitas dari pemikiran kebenaran tidak diragukan lagi. Demikian pula dalam menyelesaikan persoalan sehari hari, atau persoalan lain yang memerlukan matematika sebagai suatu cara yang khusus, misalnya persamaan, pertidaksamaan, model Matematika dan sebagainya. Banyak persoalan sehari-hari yang dapat dibantu

9 dengan matematika. Oleh karena itu, matematika sangat perlu untuk dipelajari. Matematika bukan hanya sebagai alat bantu untuk matematika itu sendiri, akan tetapi banyak konsep konsep yang sangat diperlukan oleh ilmu lainnya seperti fisika, kimia, biologi, teknik, ekonomi dan farmasi. 2.1.2.2 Ruang Lingkup Matematika Bahan kajian inti Matematika Sekolah Sekolah Dasar mencakup aritmatika (berhitung) pengantar aljabar, geometri, pengukuran, dan kajian data (pengantar statistik). Penekanan diberikan pada penguasaan bilangan termasuk berhitung (Depdikbud, 1994:35). Menurut standar kompetensi dasar Matematika, ruang lingkup Matematika dikelompokkan dalam kemahiran matematika, bilangan, pengukuran, geometri, aljabar, statistika, peluang, trigonometri, dan kalkulus. 2.1.3. Pendekatan Pembelajaran Dalam Dekdikbud (1990:25), pendekatan dapat diartikan sebagai proses,perbuatan, atau cara untuk mendekati sesuatu. Menurut Suharno, Sukardi, Chotijah dan Suwalni (1998:32) bahwa pendekatan pembelajaran diartikan Model Pembelajaran. Sedangkan pembelajaran menurut H.J. Gino dkk. (1998:32) bahwa pembelajaran atau instruction merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan tujuan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya. Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran dapat dicapai maka perlu dibuat program pembelajaran yang baik dan benar. Program pembelajaran merupakan macam kegiatan yang menjabarkan kemampuan dasar dan teori pokok secara rinci yang memuat metode pembelajaran, alokasi waktu, indikator pencapaian hasil belajar dan langkah-langkah kegiatan

10 pembelajaran dari setip pokok mata pelajaran. Sistem dan pendekatan pembelajaran dibuat karena adanya kebutuhan akan sistem dan pendekatan tersebut untuk meyakinkan yaitu adanya kebutuhan untuk belajar dan siswa belummengetahui apa yang akan diajarkan. Oleh karena itu, guru menetapkan hasil-hasil belajar atau tujuan apa yang diharapkan akandicapai. 2.1.4. PendekatanKontekstual (Contextual Teacher Lerning) Komponen Inkuiri 2.1.4.1 Hakekat Pendekatan Kontekstual Johnson (2002:24) pendekatan kontekstual adalah suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Lebih lanjut Komalasari (2010:7) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

11 2.1.4.2 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional (Behaviorisme/Strukturalisme) Pendekatan kontekstual memiliki perbedaan dengan pendekatan tradisional (behaviorisme/strukturalisme. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan Tradisional No Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional 1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa adalah penerima informasi secara pasif. 2. Siswa belajar dari teman melalui kerja Siswa belajar secara individual. kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi. 3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis. 4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri. Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan. 5. Ketrampilan dikembangkan atas dasar Ketrampilan dikembangkan atas pemahaman. dasar latihan. 6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri. Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian/nilai. 7. Sesorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan. Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman. 8. Bahasa diajarkan dengan bahasa komunikatif Bahasa diajarkan untuk pendekatan yakni siswa diajak menggunakan bahasa struktural:rumus diterangkan dalam konteks nyata. sampai paham, kemudian dilatihkan 9. Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa. Rumus itu ada di luar diri siswa yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan. 10. Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai Rumus adalah kebenaran absolut. Hanya ada dua kemungkinan yaitu

12 dengan skemata siswa. pemahaman rumus yang salah dan pemahaman rumus yang benar 11. Siswa menggunakan kemampuan berpikir Siswa secara pasif menerima kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan rumus atau kaidah (membaca, terjadinya proses pembelajaran yang efektif, mendengarkan, mencatat, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses menghafal) tanpa memberikan pembelajaran yang efektif, dan membawa kontribusi ide dalam proses masing-masing skemata ke dalam proses pembelajaran. pembelajran. 12. Pengetahuan yang dimiliki manusia Pengetahuan adalah penangkapan dikembangkan oleh manusia itu sendiri. terhadap serangkaian fakta, Manusia menciptakan pengetahuan dengan konsep, atau hukum yang berada di cara memberi arti dan memahami luar diri manusia. pengalamannya. 13. Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan oleh manusia itu sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final. 14. Siswa diminta bertanggungjawab memonitor Guru adalah penentu jalannya dan mengembangkan pembelajaran mereka proses pembelajaran masing-masing. 15. Penghargaan terhadap pengalaman belajar siswa sangat diutamakan. Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa. 16. Hasil belajar diukur dengan berbagai Hasil belajar hanya diukur dengan cara:proses bekerja, hasil karya, penampilan, tes. rekaman, tes, dll. 17. Pembelajaran terjadi di barbagai tempat, konteks dan setting. Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas. 18. Penyesalan adalah hukuman dari perilaku Sanksi adalah hukuman dari

13 jelek. perilaku jelek. 19. Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik. Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik. 20. Seseorang berperilaku baik karena dia yakin bahwa itulah yang terbaik dan bermanfaat. Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan. Berdasarkan tabel 2.1 perbedaan pendekatan kontekstual dan pendekatan tradisional, maka dapatlah disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual lebih menekankan siswa untuk belajar lebih aktif, menekankan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri dan siswa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian orang lain dan pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata. 2.1.4.3 Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam Kelas Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut : 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri (menemukan sendiri) unutk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Selain itu, pendekatan kontekstual mendasarkan pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut : 1. Proses Belajar Bekajar tidak hanya sekedar menghafal Anak belajar dari mengalami Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan

14 Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide Proses belajar dapat mengubah struktur otak 2. Transfer Belajar Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain Ketrampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedikit Penting bagi siswa tahu untuk apa ia belajar, dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan ketrampilan itu. 3. Siswa Sebagai Pembelajar Strategi belajar penting agar anak mudah mempelajari sesuatu yang baru Peran guru membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri. 4. Pentingnya Lingkungan Belajar Belajar lebih efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka Umpan balik penting bagi siswa yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok. Menurut Zahorik (1995:14-22), ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual yaitu : 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) 2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. 3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharingkepada orang lain agar mendapat tanggapan/validasi dan konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

15 4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). 5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut Jadi pada dasarnya penerapan pendekatan CTL dapat diterapkan pada kurikulum apapun, bidang studi apa saja dan dalam kelas yang bagaimanapun juga. Hal tersebut dengan melihat konsep pada anak untuk menemukan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2.1.4.4 Karakteristik Pendekatan Kontekstual (CTL) Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu (1) melakukan hubungan yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan yang berarti, (3) mengatur cara belajar sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) mengasuh atau memelihara pribadi siswa, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian sebenarnya. Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik antara lain yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa aktif, guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lainlain, serta (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). 2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning). 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing).

16 4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group). 5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to knot each other deeply). 6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to York together). 7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity). Dari beberapa uraian di atas maka pembelajaran contextual teaching and learning mempunyai karakteristik diantaranya sebagai berikut, saling menunjang dan bekerja sama, penbelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan, pembelajaran yang terintegrasi, bergairah, menuntut siswa lebih aktif, adanya berbagai macam sumber pembelajaran, terdapatnya hasil karya siswa, dan laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. 2.1.4.5 Tujuh Komponen Pendekatan Kontekstual (CTL) Menurut Supinah (2008:16) pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu sebagai berikut : 1) Konstruktivisme (Construktivism) Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan CTL yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit dan tidak sekonyongkonyong). Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Konsep konstruktivisme menuntut siswa untuk dapat membangun arti dari pengalaman baru pada pengetahuan tertentu. Priyatni (2002:2) menyebutkan bahwa pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

17 2) Inkuiri (Inquiry) Menemukan merupakan strategi belajar dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materinya. Inkuiri adalah siklus proses dalam membangun pengetahuan yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Inkuiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsep atau fenomena dan dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan. Priyatni (2002:2) menjelaskan bahwa inkiri dimulai dari kegiatan mengamati, bertanya, mengajukan dugaan sementara (hipotesis), mengumpulkan data, dan merumuskan teori sebagai kegiatan terakhir. 3) Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan keahlian dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Konsep ini berhubungan dengan kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan sebagai wujud pengetahuan yang dimiliki. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. 4) Masyarakat belajar (Learning Commnunity) Masyarakat belajar merupakan penciptaan lingkungan belajar dalam pembelajaran kontekstual (CTL). Masyarakat belajar adalah kelompok belajar yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Aplikasinya dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, atau belajar dengan teman-teman lainnya. Belajar bersama dengan orang lain lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.

18 Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari berbagi pengalaman antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang tidak tahu. Pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen sehingga sehingga akan terjadi kerja sama antara siswa yang pandai dengan siswa yang lambat. Kegiatan masyarakat belajar difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagai pengalaman dengan orang lain. Priyatni (2002:3) menyebutkan bahwa aspek kerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik adalah tujuan pembelajaran yang menerapkan learning community. 5) Pemodelan (Modelling) Model merupakan acuan pencapaian kompetensi dalam pembelajaran kontekstual. Konsep ini berhubungan dengan kegiatan mendemonstrasikan suatu materi pelajaran agar siswa dapat mencontoh atau agar dapat ditiru, belajar atau melakukan dengan model yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, siswa juga dapat berperan aktif dalam mencoba menghasilkan model. Priyatni (2002:3) menyatakan bahwa kegiatan pemberian model bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar siswa melakukannya. 6) Refleksi (Reflction) Refleksi merupakan langkah akhir dari belajar dalam pembelajaran kontruktivisme. Konsep ini merupakan proses berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Proses telaah terhadap kejadian, aktivitas, dan pengalaman yang dihubungkan dengan apa yang telah dipelajari siswa, dan memotivasi munculnya ide-ide baru. Refleksi berarti melihat kembali suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal yang telah diketahui, dan hal yang belum diketahui. Realisasinya adalah pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu. Priyatni (2002:3) menjelaskan bahwa kegiatan refleksi adalah kegiatan memikirkan apa yang telah kita pelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau

19 pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, dan memberikan masukan-masukan perbaikan jika diperlukan. 7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian ditekankan pada proses pembelajarannya, maka data dan informasi yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajarannya. Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan menilai kompetensi siswa secara nyata dengan menggunakan berbagai alat dan berbagai teknik tes, portofolio, lembar observasi, unjuk kerja, dan sebagainya. Prosedur penilaian yang menunjukkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa secara nyata. Penilaian yang sebenarnya ditekankan pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agara mamapu mempelajari sesuatu, bukan hanya memperoleh informasi pada akhir periode. Kemajuan belajar siswa dinilai bukan hanya yang berkaitan dengan nilai tetapi lebih pada proses belajarnya. 2.1.4.6 Hakekat Pendekatan Kontekstual (CTL) Komponen Inkuiri Inti dari pembelajaran CTL adalah inkuiri (menemukan). Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri yang siklusnya observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan (Depdiknas 2002:12). Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inkuiri dalam pembelajaran (Muslich 2007:45) menjelaskan: (1) Pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri. (2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. (3) Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. (4) Langkah kegiatan inkuiri adalah merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain, mengkomunikasikan atau menyajikan hasil pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens dan lain-lain).

20 Asas menemukan sendiri merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstual. Dengan proses berpikir yang sistematis ini diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis yang dapat dijadikan dasar pembentukan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Jadi pada hakekatnya pendekatan kontekstual komponen inkuiri adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari melalui kegiatan inkuiri: a) identifikasi dan merumuskan masalah, b) menyusun hipotesis, c) merancang dan melaksanakan kegiatan/percobaan, d) analisis data, e) penyajian hasil percobaan, dan f) penarikan kesimpulan. 2.1.4.7 Teori Belajar yang Mendasari Inkuiri Implementasi pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja seperti ilmuwan diantaranya merumuskan hipotesis, menguji hipotesis melalui percobaan dan menginformasikan hasil penyelidikan. Pembelajaran inkuiri juga didefinisikan sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, melakukan sesuatu, menggunakan simbol-simbol (gambar-gambar) dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan yang lain, membandingkan yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan orang lain (Sidharta,2005). Hal senada juga diungkapkan oleh Sanjaya (2011:196) yang menyatakan bahwa Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah yang dipertanyakan. Kegiatan inkuiri dibentuk dan meliputi discovery karena siswa harus menggunakan kemampuan discovery lebih banyak lagi. Dengan kata lain inkuiri adalah suatu proses perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Kegiatan discovery adalah proses mental yang memungkinkan siswa mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Proses mental dalam discovery diantaranya mengamati, menggolongkan,

21 membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, menarik kesimpulan, dan sebagainya (Roestiyah,2001). Dari pengertian inkuiri yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti mengambil kesimpulan bahwa inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang mencakup seluruh kemampuan siswa dalam struktur kelompok melalui proses berpikir kritis, logis, analitis, dan sistematis untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Masalah yang akan dicari jawabannya tersebut harus kontekstual. Kontekstual dalam hal ini yaitu mengaitkan konten mata pelajaran (isi, materi pelajaran) dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.4.8 Kelebihan dan Kekurangan Metode Inkuiri Dalam penerapannya (Gulo, 2004), pembelajaran menggunakan metode inkuiri mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan, yaitu : Kelebihan 1. Pengajaran berpusat pada diri pembelajar. 2. Dalam proses belajar inkuiri, pembelajar tidak hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggung jawab dan komunikasi sosial secara terpadu. 3. Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri). 4. Dapat memberi waktu kepada pembelajar untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. 5. Dapat menghindarkan pembelajar dari cara-cara belajar tradisional yang bersifat membosankan. Kelemahan 1. Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar 2. Kalau pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar, kemungkinan besar tidak berhasil 3. Siswa yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang guru, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus belajar mandiri.

22 4. Dampaknya dapat mengecewakan guru dan siswa sendiri. 5. Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan memberi kesan terlalu idealis. 6. Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau penemuaannya kurang berhasil hanya merupakan suatu pemborosan belaka. 2.1.4.9 Langkah-langkah Pembelajaran CTL Komponen Inkuiri Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkahlangkah sebagai berikut: 1. Orientasi Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah: Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. 2. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. 3. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara

23 yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. 4. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. 5. Menguji hipotesis Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. 6. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Pembelajaran inkuiri dapat dilaksanakan melalui beberapa langkah. Menurut Muhibbin Syah (2005:244) menyampaikan tahapan dan prosedur pelaksanaan inkuiri sebagai berikut : a) Pemberian rangsangan (stimulation) b) Pernyataan atau identifikasi masalah (problem statement) c) Pengumpulan data (data collection) d) Pengolahan data (data processing) e) Verifikasi (verification)

24 f) Generalisasi (generalization) 2.2 Penelitian yang Relevan Yuliningsih (2012) dalam penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model pembelajaran Contextual Teaching & Learning (Ctl) Siswa Kelas II SD N Sumogawe 04 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2011 / 2012 mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Contextual Teaching& Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas II. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar matematika siswa pada saat kondisi awal siswa yang belum tuntas memenuhi KKM = 64 sebanyak 13 siswa atau 48% dan yang sudah tuntas sebanyak 12 siswa atau 52%. Pada pelaksanaan siklus I siswa yang sudah tuntas memenuhi nilai KKM sebanyak 14 siswa atau 56% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 11 siswa atau 44%, pada pelaksanaan siklus II siswa yang tuntas memenuhi KKM sebanyak 24 siswa atau 96%. Dan siswa yang tidak memenuhi nilai KKM sebanyak 1 siswa atau 4%. Suparmin (2012) dalam penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Bandungsari tentang Penarikan Akar Pangkat Tiga Bilangan Kubik dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 membuktikan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang tuntas KKM 60 hanya 13 siswa dari 41 siswa ( 32 % ). Pada perbaikan pembelajaran siklus 1 siswa yang tuntas KKM 60 meningkat menjadi 23 siswa ( 56 % ) dan pada perbaikan siklus 2 siswa yang tuntas KKM 60 meningkat lagi menjadi 38 siswa ( 92 % ). Dan tinggal 3 siswa ( 8 % ) yang belum tuntas. Penerapan CTL dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar matematika tentang penarikan akar pangkat tiga dari bilangan kubik pada siswa kelas VI di SD Negeri 3 Bandungsari. 2.3 Kerangka Berpikir Optimalisasi kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor media atau teknik dan model mengajar guru. guru dapat menggunakan media pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam kegiatan pembelajaran. Guru dapat mengaitkan materi yang terdapat dalam kurikulum dengan kondisi lingkungan

25 atau sesuai dengan dunia nyata sehingga siswa merasa pembelajaran menjadi lebih bermakna atau memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari.dengan menerapkan media audio visual, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan dapat mengatasi masalah dalam pembelajaran Matematika di kelas 4 SD Negeri Wonotunggal03, karena siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan diharapkan pula terjadi peningkatan hasil belajar. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan kajian pustaka, serta kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan bahwa pembelajaran dapat meningkat melalui penerapan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) komponen inkuiri pada hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD Negeri Wonotunggal03Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.