3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN Latar Belakang

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

Nations Convention on the Law of the sea/ Konvensi Perserikatan Bangsa

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

PENDAHULUAN Latar Belakang

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan


1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

BAB I PENDAHULUAN I-1

Transkripsi:

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal ini memberikan tidak banyak pilihan untuk pola pembangunannya, seperti pengembangan pulau menjadi kawasan konservasi atau pembangunan secara terbatas. Keterbatasan ini juga memberikan pilihan bentuk pengelolaan pulau kecil yang berbasis pada daya dukungnya seperti pengkajian potensi sumberdaya alam pesisirnya (baik lahan di darat dan di pantai/laut). Pembangunan pulau kecil dengan pendekatan pada aspek daya dukungnya diharapkan dapat memberikan prioritas pengelolaan pembangunan yang lebih terarah dan berkelanjutan. Secara umum rumusan perencanaan pembangunan pulau kecil di Indonesia, disamping memberikan prioritas pembangunan pada penduduk atau masyarakatnya, juga diperhatikan pengelolaan sumberdaya alam pulau karena terkait dengan keberlanjutan dari produktifitas pulau serta kehidupan ekonomi masyarakat setempat. Beberapa hambatan yang ditemui dalam pembangunan pulau kecil yaitu : 1). Kesulitan untuk memperoleh teknologi tepat guna khususnya dalam kegiatan pertanian dan perikanan yang selama ini masih menggunakan alat tradisional. 2). Kesulitan memperoleh fasilitas umum seperti penyediaan air bersih, listrik, kesehatan,dan pendidikan 3). Ketergantungan pada pasar di wilayah yang lain (luar pulau) 4). Kurangnya kesadaran pengelolaan lingkungan seperti masih adanya penangkapan ikan dengan cara menggunakan bom dan racun sehingga akan mengganggu atau merusak ekosistem yang ada. Selain itu juga masih ada pengolahan lahan dengan cara membakar hutan untuk pembukaan lahan baru mengakibatkan erosi dan sedimentasi pada pesisir pantai. Hambatan pembangunan pulau kecil di atas melengkapi beberapa kendala dalam pengelolaan pulau kecil yang sudah disebutkan pada bagian terdahulu. Segenap kendala tersebut bukan berarti pulau-pulau kecil tidak dapat dibangun atau dikembangkan, melainkan pola pembangunannya harus mengikuti kaidah- 18

kaidah ekologis, khususnya adalah bahwa tingkat pembangunan secara keseluruhan tidak boleh melebihi daya dukung (carrying capacity) suatu pulau, dampak negatif pembangunan (cross-sectoral impacts) hendaknya ditekan seminimal mungkin sesuai dengan kemampuan ekosistem pulau menenggangnya. Selain itu setiap kegiatan pembangunan (usaha produksi) yang akan dikembangkan di suatu pulau harus memenuhi skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan serta sesuai dengan budaya lokal. Pembangunan ekosistem kepulauan secara garis besar dapat digolongkan ke dalam tiga garis besar pola pembangunan. Pertama, menjadikan pulau sebagai kawasan konservasi, sehingga dampak negatif akibat kegiatan manusia tidak ada atau sangat kecil. Kedua, pembangunan pulau secara optimal dan berkelanjutan seperti untuk pertanian dan perikanan yang semi intensif. Ketiga, pola pembangunan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan perubahan radikal pada ekosistem pulau seperti pertambangan skala besar, industri pariwisata skala besar, tempat uji nuklir. Untuk itu pilihan pola pembangunan model kedua yang paling cocok dan memungkinkan seperti pertanian terkendali, budidaya tambak maupun laut (mariculture), pariwisata, industri rumah tangga/industri kecil dan sektor jasa (Hein, 1990). Ada juga pola pembangunan wilayah pulau kecil dengan pendekatan secara agromarine yaitu suatu pendekatan pembangunan wilayah transmigrasi yang kegiatan utamanya bertumpu pada kegiatan pendayagunaan sumberdaya laut (penangkapan dan budidaya laut), termasuk industri pengelolanya yang dikombinasikan dengan kegiatan usaha pertambakan dan pertanian dalam arti luas. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) suatu wilayah kepulauan dengan pola agromarine secara ekologis memerlukan empat persyaratan (Dahuri, dkk., 1996). Pertama setiap kegiatan pembangunan (tambak pertanian, perkebunan, pariwisata) harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai. Persyaratan ini dapat dilakukan dengan membuat peta kesesuaian (land suitability). Kedua jika memanfaatkan sumberdaya dapat pulih, maka tingkat pemanfaatannya tidak boleh melebihi potensi lestari stok ikan tersebut. Demikian juga menggunakan air tawar (yang menjadi faktor pembatas pada ekosistem pulau kecil) penggunaannya tidak boleh melebihi dari kemampuan 19

pulau menghasilkan air tawar dalam waktu tertentu. Ketiga jika membuang sampah di pulau (biodegradable) tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan pulau tersebut. Keempat jika akan memodifikasi bentang alam suatu pulau seperti penambangan atau reklamasi maka harus sesuai dengan pola hidrodinamika setempat dan proses-proses alami lainnya (design with nature). Gugus Pulau Talise yang merupakan gugus pulau berpenduduk dan memiliki sumberdaya alam pesisir, dalam proses pembangunan atau pemanfaatan sumberdaya selama ini telah mengakibatkan perubahan-perubahan terhadap ekosistemnya. Perubahan yang menyebabkan dampak negatif seperti berkurangnya lahan hutan di darat, hilangnya hutan mangrove serta rusaknya terumbu karang. Dibanding dengan pulau sekitarnya seperti Pulau Bangka dan Pulau Gangga, maka gugus Pulau Talise memiliki nilai tambah yang lebih baik sehingga menarik untuk dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan gugus Pulau Talise yang berbasis kesesuaian dan daya dukung. Untuk melakukan kegiatan ini maka dibuat kerangka skema tahapan analisis pemanfaatan gugus Pulau Talise berbasis pada kesesuaian dan daya dukung seperti disajikan dalam Gambar 1. Tahapan analisa sebagai berikut : 1. Pemanfaatan pulau kecil berbasis daya dukung dimulai dari pemahaman tentang kondisi biofisik ekosistem pesisir, kondisi sosial ekonomi-budaya dan penggunanaan lahan yang sesuai. Kondisi ini dibuat suatu peta kesesuaian lahan bagi suatu aktifitas yang akan dilakukan. 2. Setelah menyusun kriteria biofisik untuk membuat peta kesesuaian lahan, maka perlu mengetahui potensi sumberdaya bio-geofisik pulau. Pengukuran potensi sumberdaya ini tentunya berkaitan dengan seberapa besar kegiatan pengembangan yang dapat dilakukan dan berapa besar sumberdaya yang dapat dieksploitasi sehingga tidak melebihi daya dukungnya. 3. Tentunya setelah mengetahui potensi sumberdaya yang ada maka dalam menentukan kesesuaian lahan yang berdasarkan daya dukung harus ada beberapa analisa seperti analisis daya dukung lahan (potensi SDP, sosialekonomi) dan analisis biofisik. Beberapa pendekatan untuk menentukan analisis tersebut seperti potensi air tawar yang ada di pulau, parameter 20

kualitas lingkungan perairan (fisika, kimia dan biologi), potensi mangrove dan terumbu karang. 4. Hasil beberapa analisa yang dilakukan seperti analisis kesesuaian lahan, analisis potensi sumberdaya alam dan analisis multikriteria, memberikan prioritas pemanfaatan gugus Pulau Desa Talise yang berbasis kesesuaian dan daya dukung. Pulau Talise yang memiliki sumberdaya alam pesisir, dalam proses pengembangannya mengikuti kaidah-kaidah atau karakteristik sebagai pulau kecil bahkan dapat dikatakan sebagai pulau sangat kecil. Beberapa karakteristik dari gugus Pulau Talise seperti keterbatasan sumberdaya air tawar yang ada, kesulitan dalam meningkatkan skala ekonomi, wilayah daratan yang kecil sehingga pemanfaatannya harus dengan perencanaan baik, serta memiliki satwa endemik. Potensi yang terdapat pada gugus Pulau Talise ini secara umum masih dapat dikembangkan. Pengembangan pemanfaatan ini harus melalui suatu proses analisa potensi berdasarkan kesesuaian dan daya dukungnya dimana ada beberapa aspek seperti potensi sumberdaya pesisir, potensi sosial ekonomi dan biofisik perairan. Hasil dari analisis aspek-aspek tersebut di atas digabungkan dengan analisis kesesuaian mengenai pemanfaatan wilayah dan analisis multikriteria untuk pengembangan kawasan pengelolaan, pada pesisir gugus Pulau Talise, diharapkan akan memberikan bentuk pemanfaatan wilayah pesisir gugus Pulau Talise secara berkelanjutan. 3.2 Hipotesis Dari uraian latar belakang, tujuan dan permasalahan yang ada maka hipotesis yang dapat diajukan adalah : Pemanfaatan yang berbasis kesesuaian dan daya dukung dapat menentukan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya yang ada pada gugus Pulau Talise. 21

SIG (Sistem Informasi Geografi) Kondisi Biofisik Perairan, Kondisi sosek-budaya, Tata guna lahan, natural capital, social capital dan human capital Kondisi Existing Penyusunan basis data Spatial dan Tubular Analisa SIG Potensi sumberdaya biogeofisik pulau Degradasi Lingkungan Analisis Daya Dukung Lahan (Potensi SDP,Sosial-Ekonomi) Analisis Biofisik Analisis Kesesuaian Kawasan Alokasi Kesesuaian Lahan Berdasarkan Daya Dukung Arahan Pengembangan Kawasan Pengelolaan Dengan Analisis MCDM Pemanfaatan Gugus Pulau Talise Secara Berkelanjutan Berbasis Kesesuaian dan Daya Dukung Gambar 1. Kerangka Pendekatan Pemanfaatan Gugus Pulau Talise Didasarkan Pada Kesesuaian dan Daya Dukung 22