2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

2013, No Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nom

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

" {{rr> WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN No. 15, 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA ( POKJA ) PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KABUPATEN BADUNG

QANUN KOTA SUBULUSSALAM NOMOR: 21 TAHVN 2010 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA SUBULUSSALAM DENGANRAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 176 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 9 TAHUN2016 TENTANG

RENCANA AKSI DAERAH PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA SOLOK TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

c. bahwa berdasaarkaan pertimbangan sebagaimana

SALINAN WALIKOTA BATU

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

Rancangan Final 8 April 2013

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 7 TAHUN 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PENYUSUNAN PPRG DENGAN SISTEM PROBA TINGKAT KABUPATEN/KOTA SE-JAWA TENGAH TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH OTONOM BARU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI WONOGIRI KEPUTUSAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 172 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN WONOGIRI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 t

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Gubernur selaku wakil pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

No.927, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengarusutamaan Gender. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah masih diperlukan peningkatan pengintegrasian gender melalui penguatan kelembagaan, perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan yang responsif gender; b. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan pengarusutamaan gender, perlu menyempurnakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah;

2011, No.927 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan

3 2011, No.927 atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5209); 8. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 6 dan angka 7 Pasal 1 diubah, diantara angka 7 dan angka 8 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 7a dan diantara angka 9 dan angka 10 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 9a, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pengarusutamaan Gender di daerah yang selanjutnya disebut PUG adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi laki dan perempuan. 2. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran, fungsi dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. 3. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. 4. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan. 5. Analisis gender adalah proses analisis data gender secara sistematis tentang kondisi laki-laki dan perempuan khususnya berkaitan dengan tingkat akses, partisipasi, kontrol dan perolehan manfaat dalam proses pembangunan untuk mengungkapkan akar permasalahan terjadinya ketimpangan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan.

2011, No.927 4 6. Perencanaan Responsif Gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki. 7. Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG adalah anggaran yang respon terhadap kebutuhan perempuan dan laki-laki yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. 8. 7a.Gender Budget Statement yang selanjutnya disingkat GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsif gender terhadap isu gender yang ada, dan/atau suatu biaya telah dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. 9. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 11. 9a. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah. 12. Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. 13. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan. 14. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 15. Focal Point PUG adalah aparatur SKPD yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengarusutamaan gender di unit kerjanya masingmasing. 16. Kelompok Kerja Pengarustamaan Gender yang selanjutnya disebut Pokja PUG adalah wadah konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarustamaan gender dari berbagai instansi/lembaga di daerah. 2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Pemerintah daerah berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD.

5 2011, No.927 (2) Penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis gender. 3. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 5 (1) Dalam melakukan analisis gender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dapat menggunakan metode alur kerja analisis gender (Gender Analisys Pathway) atau metode analisis lain. (2) Analisis gender terhadap rencana kerja dan anggaran SKPD dilakukan oleh masing-masing SKPD. (3) Pelaksanaan analisis gender terhadap RPJMD, RENSTRA SKPD, Rencana Kerja SKPD dan Rencana Kerja Anggaran SKPD dapat bekerjasama dengan lembaga perguruan tinggi atau pihak lain yang memiliki kapabilitas di bidangnya. 4. Diantara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 5A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 5A (1) Hasil analisis gender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dituangkan dalam penyusunan GBS. (2) Hasil analisis gender yang terdapat dalam GBS menjadi dasar SKPD dalam menyusun kerangka acuan kegiatan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan dokumen RKA/DPA SKPD. 5. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Bappeda mengoordinasikan penyusunan RPJMD, Renstra SKPD, rencana kerja dan anggaran SKPD yang responsif gender. (2) Rencana kerja dan anggaran SKPD yang responsif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan gubernur, bupati/walikota. 6. Ketentuan ayat (1) Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 (1) Gubernur bertangung jawab atas pelaksanaan pengarusutamaan gender di provinsi. (2) Pelaksanaan tanggung jawab gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh wakil gubernur. 7. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

2011, No.927 6 Pasal 8 Gubernur menetapkan SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender di provinsi. 8. Ketentuan ayat (2) Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di seluruh SKPD provinsi dibentuk Pokja PUG provinsi. (2) Gubernur menetapkan ketua Bappeda sebagai Ketua Pokja PUG provinsi dan Kepala SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai Kepala Sekretariat Pokja PUG provinsi. (3) Anggota Pokja PUG adalah seluruh kepala/pimpinan SKPD. (4) Pembentukan Pokja PUG provinsi ditetapkan dengan keputusan gubernur. 9. Ketentuan huruf d dan huruf h Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 10 Pokja PUG provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai tugas: a. mempromosikan dan memfasilitasi PUG kepada masing-masing SKPD; b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada pemerintah kabupaten/kota; c. menyusun program kerja setiap tahun; d. mendorong terwujudnya perencanaan dan penganggaran yang responsif gender; e. menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun; f. bertanggung jawab kepada gubernur melalui wakil gubernur; g. merumuskan rekomendasi kebijakan kepada bupati/walikota; h. menyusun Profil Gender Provinsi; i. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi; j. menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah; k. menyusun Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di provinsi; dan l. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan focal point di masing-masing SKPD. 10. Ketentuan ayat (1) Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

7 2011, No.927 Pasal 11 (1) Tim Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf j beranggotakan aparatur yang memahami analisis anggaran yang responsif gender. (2) Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf k memuat: a. PUG dalam peraturan perundang-undangan di daerah; b. PUG dalam siklus pembangunan di daerah; c. penguatan kelembagaan PUG di daerah; dan d. penguatan peran serta masyarakat di daerah. 11. Ketentuan ayat (1) Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 (1) Bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan pengarusutamaan gender di kabupaten/kota. (2) Tanggung jawab bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada wakil bupati/wakil walikota. 12. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 Bupati/Walikota menetapkan SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender di kabupaten/kota. 13. Ketentuan ayat (3) Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 (1) Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di seluruh SKPD kabupaten/kota dibentuk Pokja PUG kabupaten/kota. (2) Anggota Pokja PUG adalah seluruh kepala/pimpinan SKPD. (3) Bupati/walikota menetapkan ketua Bappeda sebagai Ketua Pokja PUG kabupaten/kota dan Kepala SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai Kepala Sekretariat Pokja PUG kabupaten/kota. (4) Pembentukan Pokja PUG kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. 14. Ketentuan huruf d dan huruf h Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 Pokja PUG kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mempunyai tugas:

2011, No.927 8 a. mempromosikan dan memfasilitasi PUG kepada masing-masing SKPD; b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada camat, kepala desa, dan lurah; c. menyusun program kerja setiap tahun; d. mendorong terwujudnya Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender; e. menyusun rencana kerja POKJA PUG setiap tahun; f. bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui wakil bupati/walikota; g. merumuskan rekomendasi kebijakan kepada bupati/walikota; h. menyusun Profil Gender kabupaten/kota; i. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi; j. menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah; k. menyusun Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di kabupaten/kota; dan l. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masing SKPD. 15. Ketentuan ayat (1) Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 16 (1) Tim Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf j beranggotakan aparatur yang memahami analisis anggaran responsif gender. (2) Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal15 huruf k memuat: a. PUG dalam peraturan perundang-undangan di daerah; b. PUG dalam siklus pembangunan di daerah; c. penguatan kelembagaan PUG di daerah; dan d. penguatan peran serta masyarakat di daerah. 16. Ketentuan ayat (1), ayat (2) huruf b dan huruf f diubah serta ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut: Pasal 17 (1) Focal Point PUG pada setiap SKPD di provinsi dan kabupaten/kota terdiri dari pejabat dan/atau staf yang membidangi tugas perencanaan dan/atau program. (2) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas:

9 2011, No.927 a. mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja; b. memfasilitasi penyusunan rencana kerja dan penganggaran SKPD yang responsif gender; c. melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepada seluruh pejabat dan staf di lingkungan SKPD; d. melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan SKPD; e. mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatan pada unit kerja; dan f. memfasilitasi penyusunan data gender pada masing-masing SKPD; (3) Hapus (4) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dan ditetapkan oleh kepala/pimpinan SKPD. 17. Ketentuan ayat (1) huruf f, huruf g dan ayat (2) dihapus, sehingga Pasal 23 berbunyi sebagai berikut: Pasal 23 (1) Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melakukan pembinaan umum terhadap pelaksanaan PUG di daerah yang meliputi: a. pemberian pedoman dan panduan; b. penguatan kapasitas aparatur pemerintah daerah; c. penguatan kapasitas Tim Teknis Analisis PUG, Pokja PUG provinsi, kabupaten dan kota; d. pemantauan pelaksanaan PUG antar susunan pemerintahan; dan e. evaluasi pelaksanaan PUG. f. hapus g. hapus. (2) Hapus. 18. Pasal 28 dihapus. Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2011, No.927 10 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2011 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, GAMAWAN FAUZI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN