BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. dibanding jasa lainnya dan disebut juga dengan istilah jasa tradisional. Jasa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. T Pengaruh faktor..., Oktina Nugraheni, FE UI, 2009.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jasa audit terhadap laporan keuangan merupakan jasa yang paling

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi auditor internal sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi apapun, baik

BAB II DASAR TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia sepuluh tahun terakhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

BAB II KUALITAS AUDIT, AKUNTABILITAS DAN PENGETAHUAN. dan standar pengendalian mutu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman pemeriksa serta kualitas hasil penelitian. pendidikan dan jenjang pendidikan. Sumber daya manusia merupakan pilar

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya pengaruh dari lingkungan etika, pengalaman auditor dan kompleksitas

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait untuk menilai perusahaan dan mengambil keputusan-keputusan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan go public harus memberikan informasi berupa laporan keuangan yang sudah diaudit oleh jasa

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaran pemerintah daerah di era

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam system akuntansi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, profesi akuntan publik menjadi sorotan dan perhatian di masyarakat. Profesi ini memang

ARUM KUSUMAWATI B

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

DAFTAR PUSTAKA. Ariesanti, (2001), Persepsi Auditor Terhadap Kualitas Audit. (Tesis).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

investasikan. Pihak luar perusahaan mendasarkan keputusannya kepada laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor. Hal ini berarti kualitas hasil

BAB I PENDAHULUAN. Jasa audit atas laporan keuangan merupakan jasa yang paling dikenal

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

IKATAN AKUNTANSI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ke depan (Yustrianthe, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk

BABl PENDAHULUAN. Auditing internal adalah sebuah fungsi penilaian independen yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

Disusun Oleh : DHITA MILASARI B

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2. Pertanyaan Mengenai Persepsi terhadap Kode Etik Akuntan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai sejauh mana kriteria audit dipenuhi (SNI ). Perusahaan harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 47 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

VISI, MISI, TUJUAN, KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal perusahaan. Menurut Financial Accounting Standards

BAB I PENDAHULUAN. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB I PENDAHULUAN. penilai yang bebas terhadap seluruh aktivitas perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

DAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK by Ely Suhayati SE MSi Ak Ari Bramasto SE Msi Ak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

VALUE FOR MONEY AUDIT DAN PROSES AUDIT KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan pemerintah daerah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu audit keuangan, audit kinerja dan audit investigasi (Bastian, 2001). Agar kualitas hasil pemeriksaan baik, maka aparat pengawasan fungsional intern selaku auditor yang melaksanakan pemeriksaan pengelolaan keuangan dan kinerja operasional pemerintah daerah harus memiliki profesionalitas yang meliputi akuntabilitas, kompetensi dan independensi. 2.1.1 Kualitas Hasil Pemeriksaan Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dikatakan berkualitas jika hasil pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan bobot pertanggungjawaban atau akuntabilitas, serta dapat memberikan informasi pembuktian ada tidaknya penyimpangan, kesalahan serta tindak pidana korupsi. Hal ini akan memberikan kontribusi bagi mutu akuntabilitas instansi pemerintah daerah yang bersih dan bebas korupsi. De Angelo (1981) mendefenisikan kualitas audit sebagai probabilitas seorang auditor dalam menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. 8

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara menyatakan definisi kualitas hasil pemeriksaan yaitu: Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan. Dengan demikian kualitas hasil pemeriksaan akan dipengaruhi oleh akuntabilitas, kompetensi, dan independensi pemeriksa. Variabel-variabel ini merupakan bagian dari kualitas hasil pemeriksaan. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan Laporan Hasil Pemeriksaan merupakan hasil akhir dari proses pemeriksaan yang berguna untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundangundangan, menghindari kesalahpahaman atas hasil audit, menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan instansi terkait dan memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Austin dan Langston (1981) ingin menggali dampak telaah dari rekan auditor terhadap pengendalian kualitas dan kinerja yang dilakukan oleh akuntan. Faktor pengendalian kualitas dan kinerja yang dipelajari adalah pengendalian kualitas, selfregulation, dan efektivitas biaya. Sampel penelitian ini adalah 133 orang akuntan dan 63 orang non-akuntan. Hasil penelitian ini menunjukkan 75% dari responden

akuntan setuju bahwa telaah dari rekan auditor merupakan media yang bermanfaat untuk meningkatkan pengendalian kualitas firma auditor. Tawaf (1999) melihat kualitas hasil audit dari sisi supervisi. Menurut Tawaf (1999) agar audit yang dihasilkan berkualitas, supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan dimulai dari awal hingga akhir penugasan audit. Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap, dan obyektif adalah dengan mendapatkan reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksa harus memuat komentar pejabat tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya. Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan, dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan obyektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau rekomendasi yang berkaitan.

Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan, simpulan, atau rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan rekomendasi, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan obyektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. 2.1.2 Akuntabilitas Akuntabilitas menjelaskan peran dan tanggungjawab pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan dan kedisiplinan dalam melengkapi pekerjaan dan pelaporan. Kualitas dari hasil pekerjaan pemeriksa dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki pemeriksa dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajibannya yang akan dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya. Ada banyak penelitian psikologi sosial yang membuktikan adanya hubungan dan pengaruh akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan. Messier dan Quilliam (1992) mengungkapkan bahwa akuntabilitas yang dimiliki auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam mengambil keputusan. Tetclock dan Kim (1987) juga mengkaji tentang permasalahan akuntabilitas auditor

dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Penelitian ini dilakukan dengan membagi subjek penelitian menjadi tiga kelompok: pertama, kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka tidak akan diperiksa oleh atasan (no accountability); kedua, kelompok yang diberikan instruksi diawal (sebelum melaksanakan pekerjaan) bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan (preexposure accountability); ketiga, kelompok yang diberikan instruksi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan, tetapi instruksi ini baru disampaikan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan (postexposure accountability). Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa subjek penelitian dalam kelompok preexposure accountability menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan kelompok lainnya. Mereka melakukan proses kognitif yang lebih lengkap, respon yang lebih tepat dan melaporkan keputusan yang lebih dapat dipercaya dan realistis. Chaikan (1980) melakukan penelitian tentang akuntabilitas seseorang yang dikaitkan dengan sesuatu yang mereka senangi dan tidak disenangi. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa untuk subjek yang memiliki akuntabilitas tinggi, setiap mengambil tindakan lebih berdasarkan alasan-alasan yang rasional tidak hanya semata-mata berdasarkan sesuatu itu mereka senangi atau tidak. Cloyd (1997) meneliti interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan untuk menentukan kualitas hasil kerja pada auditor yang menangani masalah perpajakan. Dari penelitian tersebut terbukti bahwa akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja untuk subjek yang memiliki pengetahuan perpajakan yang tinggi. Dalam penelitian ini Cloyd (1997) membuat asumsi bahwa tingkat kerumitan tugas

(kompleksitas kerja) yang ditangani petugas perpajakan tersebut adalah sama yaitu memiliki kompleksitas tinggi. Penelitian Cloyd (1997) ini dikembangkan oleh Tan dan Alison (1999), yang membagi kualitas hasil pekerjaan berdasarkan tingkat kompleksitasnya, yaitu kualitas hasil kerja untuk jenis pekerjaan dengan kompleksitas rendah, sedang dan tinggi serta menambahkan variabel kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu variabel yang juga mempengaruhi interaksi akuntabilitas individu dengan kualitas hasil pekerjaanya. Subjek dari penelitian ini adalah akuntan publik. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa untuk kompleksitas kerja yang rendah, akuntabilitas tidak mempengaruhi kualitas hasil pekerjaan individu. Untuk kompleksitas kerja yang menengah (lebih rumit), akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaan jika didukung dengan pengetahuan yang tinggi. Sedangkan untuk kompleksitas kerja yang sangat tinggi, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaan jika didukung dengan pengetahuan dan kemampuan memecahkan masalah yang tinggi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cloyd (1997) serta Tan dan Alison (1999) di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas, pengetahuan dan kompleksitas kerja mempunyai pengaruh terhadap kualitas hasil kerja. Cloyd (1997) serta Tan dan Alison (1999) melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk meyelesaikan pekerjaan tesebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk

melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Menurut Libby dan Luft (1993), dalam kaitannya dengan akuntabilitas seseorang, orang dengan akuntabilitas tinggi juga memiliki motivasi tinggi dalam mengerjakan sesuatu. Kedua, seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan (Cloyd, 1997) dan ketiga, seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Keyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. 2.1.3 Kompetensi Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh pemeriksa adalah auditing, akuntansi, administrasi dan komunikasi. Disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai dengan tupoksi unit yang dilayani oleh APIP. Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa

wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Selanjutnya dalam Standar Profesi Audit Internal (1200;9) dinyatakan bahwa auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Guna melaksanakan fungsinya, audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan di mana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Susanto (2000) menyatakan bahwa definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing juga sering diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003). Ashton (1991) menunjukkan bahwa pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi. Ia juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik

karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain selain pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Schmidt (1988) yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja dengan kinerja yang dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1990) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifikasi tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogarth, 1991). Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum (typical). Penelitian serupa dilakukan oleh Tubbs (1992) yang menunjukkan bahwa subyek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit. Abdolmohammadi dan Wright (1987) memberikan bukti empiris bahwa dampak pengalaman auditor akan signifikan ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan. Yudhi dan Meifida (2005) meneliti pengaruh pengalaman auditor terhadap penggunaan bukti tidak relevan dalam auditor judgment. Penelitian ini

mengungkapkan bahwa auditor berpengalaman tidak terpengaruh oleh adanya informasi tidak relevan dalam membuat going concern judgment Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas: 1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan. 2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin s dan Larocque s (1990) juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja sama adalah unsur penting bagi kompetensi audit. Untuk meningkatkan kualitas pemeriksanya, Inspektorat Kota Medan dalam Rencana Kerja dan Aggaran untuk tahun 2009 telah meningkatkan anggaran untuk pengembangan sumber daya manusia. Hal ini dimaksudkan agar staf Inspektorat Kota Medan dapat mengikuti berbagai macam pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi staf Inspektorat Kota Medan.

2.1.4 Independensi Pemeriksa Dalam semua hal yang berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya. Independensi APIP serta obyektifitas auditor diperlukan agar kredibilitas hasil pekerjaan APIP meningkat. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat bekerjasama dengan auditi dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa (PER/05/M.PAN/03/2008). Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah mengatur tentang independensi auditor internal. Kode etik dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan penjabaran mengenai aturan perilaku sebagai pejabat pengawas pemerintah yang profesional dan sebagai pedoman bagi aparat pengawas dalam berhubungan dengan lembaga organisasinya, sesama pejabat pengawas pemerintah, pihak yang diawasi, pihak lain yang terkait dan masyarakat, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang sehat dan terlaksananya pengendalian pengawasan. Dengan demikian dapat terwujud kinerja yang tinggi dalam mempertahankan profesionalisme, integritas, obyektivitas dan independensi serta memelihara citra organisasi dan masyarakat.

Dalam norma pelaksanaan pemeriksaan pejabat pengawas pemerintah diwajibkan mengungkapkan permasalahan yang terjadi di daerah secara kronologis, obyektif, cermat dan independen. 1. Pengungkapan permasalahan secara kronologis yaitu menguraikan latar belakang permasalahan, penanggungjawab kegiatan, pelaku/ pelaksana kegiatan yang terlibat, permasalahan yang terjadi dan dibuktikan dengan fakta/data secara akurat, lengkap dan sah sampai dengan kondisi nyata pada saat dilakukan pemeriksaan; 2. Pengungkapan permasalahan secara obyektif menempatkan pejabat pengawas pemerintah untuk bersikap dan bertindak berdasarkan alat bukti yang ditemukan; 3. Pengungkapan permasalahan secara cermat mengharuskan pejabat pengawas pemerintah harus selalu waspada menghadapi suatu kondisi, situasi, transaksi, kegiatan yang mengandung indikasi penyimpangan, penyelewengan, ketidakwajaran, pemborosan atau ketidakhematan dalam penggunaan sumberdaya yang ada; dan 4. Pengungkapan permasalahan secara independen mengharuskan pejabat pengawas pemerintah dan/atau pejabat yang diawasi untuk mempertahankan independensinya sehingga tidak memihak kepada suatu kepentingan tertentu. Independensi menurut E.B. Wilcox (1952) merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut

tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993). Kode Etik Akuntan tahun 1994 menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Penelitian yang dilakukan oleh Lavin (1976) menunjukkan bahwa pembuatan pembukuan perusahaan atau pelaksanaan fungsi pengolahan data oleh auditor tidak akan berpengaruh terhadap teknik-teknik yang digunakan auditor untuk mengaudit. Selain itu penggunaan komputer klien untuk hubungan bisnis dianggap juga tidak merusak independensi auditor. Hasil penelitian Pany dan Reckers (1980) ini menunjukkan bahwa hadiah meskipun jumlahnya sedikit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor, sedangkan ukuran klien tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian oleh Knapp (1985) menunjukkan bahwa subyektivitas terbesar dalam teknik standar mengurangi kemampuan auditor untuk bertahan dalam tekanan klien dan posisi keuangan yang sehat mempunyai kemampuan untuk menghasilkan konflik audit. Mayangsari (2003) menemukan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan alat analisis ANOVA diperoleh hasil bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independen memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya. Hasil pengujian

hipotesis kedua dengan menggunakan uji Simple Factorial Analysis of Variance diperoleh hasil bahwa auditor yang ahli lebih banyak mengingat informasi yang atypical sedangkan auditor yang tidak ahli lebih banyak mengingat informasi yang typical. Menurut Taylor (1997), ada dua aspek independensi, yaitu: 1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan publik untuk bertindak dan bersikap independen. 2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan publik. Penelitian Bamber (2000) menguji pengaruh dari independensi terhadap integritas laporan keuangan yang dinyatakan melalui berapa besar fee audit yang dibayarkan klien kepada auditor. Jika KAP menerima fee audit yang tinggi, maka KAP akan menghadapi tekanan ekonomis untuk memberikan opini yang bersih (dalam hal ini wajar tanpa pengecualian) dan dilain sisi juga dalam rangka mempertahankan klien itu sendiri sehingga tidak berpindah pada KAP atau auditor lain. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.

Menurut Harahap (1991), auditor harus bebas dari segala kepentingan terhadap perusahaan dan laporan yang dibuatnya. Kebebasan itu mencakup : Bebas secara nyata (Independent infact) yaitu ia benar-benar tidak mempunyai kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang dilihat dari keadaan yang sebenarnya dan Bebas secara penampilan (Independent in appearance) yaitu kebebasan yang dituntut bukan secara fakta, tetapi juga harus bebas dari kepentingan yang kelihatannya cenderung dimilikinya dalam perusahaan tersebut. Auditor independen tidak hanya memberikan jasa untuk menguji laporan keuangan (audit), tetapi juga melakukan jasa lain selain audit. Pemberian jasa selain audit ini merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, karena manajemen dapat meningkatkan tekanan agar auditor bersedia untuk mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen, yaitu wajar tanpa syarat (Barkess dan Simnett, 1994; Knapp, 1985). Pemberian jasa selain audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian pelaporan keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut, maka auditor sukar untuk melaporkan kesalahan tersebut. Auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Hendro dan Aida (2005) di Kota Malang, Jawa Timur dengan judul pengaruh profesionalisme auditor terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, yang menjelaskan profesionalisme merupakan syarat utama bagi seorang auditor, baik auditor intern maupun ekstern. Sebab dengan profesionalisme yang

tinggi maka kebebasan auditor akan semakin terjamin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengabdian pada profesi, kemandirian, kepercayaan pada profesi, hubungan dengan sesama rekan seprofesi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas sedangkan kewajiban sosial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas. Susiana dan Arleen (2003) menganalisis pengaruh independensi, mekanisme corporate governance dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa independensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan sedangkan mekanisme corporate governance dan kualitas audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Independensi pada Inspektorat Kota Medan sangat berbeda dengan Independensi yang dimiliki oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Akuntan Publik. Inspektorat Kota Medan merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada Pemko Medan yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Kota Medan hanya sebatas memberikan saran kepada Kepala Daerah melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) untuk memberikan sanksi dari temuan penyalahgunaan wewenang pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diperiksa. Tindakan pemberian sanksi yang dilakukan merupakan hak mutlak Kepala Daerah. Berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK sebagai external auditor, lembaga ini berhak melakukan

ekspose kepada pusat atas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Perbedaan ini menyebabkan masih kurangnya independensi Inspektorat Kota Medan. 2.2 Review Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Di Indonesia penelitian masalah kualitas hasil audit dilakukan oleh Sugiarto dan Restianto (2009), Diani dan Ria (2006) di Pekan Baru, Kualitas hasil audit dalam penelitian tersebut dilihat dari akuntabilitas dan pengetahuan auditor. Penelitian oleh Nizarul dan Trisni (2006) di Jawa Timur tentang pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Diani dan Ria (2006) meneliti pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor, sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, kualitas hasil kerja auditor dapat ditingkatkan dengan akuntabilitas tinggi yang didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Nizarul dan Trisni (2006) menguji pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. Hasil penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

Sedangkan penelitian ini mencoba membahas faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas hasil pemeriksaan melalui akuntabilitas, kompetensi, dan independensi pemeriksa pada Inspektorat Kota Medan. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Tahun Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian 2006 Diani dan Ria Pengaruh Akuntabilitas dan Pengetahuan Terhadap Kualitas Hasil Kerja Auditor Variabel Independen: Akuntabilitas Variabel Dependen: Kualitas Hasil Kerja Auditor Untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, kualitas hasil kerja auditor dapat ditingkatkan dengan akuntabilitas tinggi yang didukung oleh pengetahuan audit yang tinggi. 2006 Nizarul dan Trisni Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Variabel Independen: Kompetensi dan Independensi Kompetensi dan Independensi berpengaruh signifikan terhadap Kualitas

Lanjutan Tabel 2.1 Kualitas Audit dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi Variabel Dependen: Kualitas Audit Audit 2009 Sugiarto dan Restianto Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Variabel Independen: Profesionalisme Variabel Dependen: Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Profesionalisme yang diukur dengan kompetensi, independensi berpengaruh terhadap kualitas audit laporan keuangan pemerintah.