BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. penting, karena Indonesia merupakan produsen dan eksportir kelapa sawit

dokumen-dokumen yang mirip
terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan suatu produksi. Tidak sedikit proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

BAB V ANALISA DAN HASIL. semua proses kerja yang akan dijelaskan pada tabel dibawah ini.

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembuluh darah dimana keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan perangkat komputer dalam menyelesaikan pekerjaan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan ilmu dan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tipe masalah ergonomi yang sering dijumpai ditempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. belum bisa dihindari secara keseluruhan. Dunia industri di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. dengan pekerjaan manual handling. Suatu hal yang sangat beralasan,

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

ANALISIS POSTUR KERJA MANUAL MATERIAL HANDLING DENGAN METODE OVAKO WORKING ANALISIS SYSTEM (OWAS) PADA HOME INDUSTRI MAWAR

BAB I PENDAHULUAN. pada pemanenan kelapa sawit umur dibawah 8 tahun dengan bentuk pisau. berbentuk kapak dengan tinggi pohon maksimal 3 meter.

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perindustrian di era globalisasi dan Asean Free Trade

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ergonomi yang kurang tepat yaitu Musculoskeletal disorder (MSDs). Keluhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan

Analisis Postur Kerja Menggunakan Metode Ovako Work Posture Analysis System (OWAS) (Studi Kasus: PT Sanggar Sarana Baja Transporter)

BIOMEKANIKA. Ergonomi Teknik Industri Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas manusia sehingga kreativitas manusia adalah sumber ekonomi. pada produksi kreativitas dan inovasi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Labor Organization (ILO) dalam Nurhikmah

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja pada industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manual yang memerlukan tuntutan dan tekanan secara fisik yang berat. Aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang industri dan perdagangan, globalisasi menyebabkan arus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran risiko..., Tati Ariani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional di Indonesia selama ini telah dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mendukung satu sama lain dari tiap-tiap bagian yang ada di dalamnya. Sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2020 mendatang, di mana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan persyaratan yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas yang sering dilakukan oleh manusia Peter Vi, (2000) dalam Tarwaka

Metode dan Pengukuran Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran risiko..., Pongki Dwi Aryanto, FKM UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara agraris, yang dimana. mayoritas penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani.

BAB 1 : PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86, menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang


BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN. permanen dalam bekerja. Pada tahun 2010 World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Bekerja sebagai tenaga kesehatan merupakan suatu profesi yang

Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berfluktuasi selama periode mencapai US$ 6,24 milyar (atau

HUBUNGAN SIKAP KERJA STATIS TERHADAP NYERI BAHU PADA PEKERJA MEMBATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan dan kesehatan kerja, yang merupakan perlindungan tenaga kerja terhadap

TUGAS AKHIR ANALISA AKTIVITAS KERJA FISIK DENGAN METODE STRAIN INDEX (SI)

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PENJAHIT DI KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perkebunan kelapa sawit saat ini mempunyai arti yang sangat penting, karena Indonesia merupakan produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar ke dua di dunia setelah Malaysia. Lapangan kerja sektor perkebunan sawit menjadi tumpuan hidup bagi lebih dari 10 juta orang baik itu pegawai honor, kontrak dan petani perkebunan inti rakyat (Yursal, 2011). Jumlah industri yang bergerak disektor perkebunan kelapa sawit di provinsi Kalimantan Barat sebanyak 352 perusahaan (Salman, 2011). Pekerja pemanen kelapa sawit dalam berkerja membutuhkan aktifitas fisik yang berat seperti mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, memindah beban dengan tangan yang dikenal dengan manual material handling. Kegiatan material handling pada pekerja buruh pelabuhan, mengakibatkan 69,4% mengalami gangguan muskuloskeletal (Triwibowo, et al., 2008). Gangguan muskuloskeletal adalah penyakit akibat kerja. Menurut Suma mur (1995), penyakit akibat kerja diantaranya diakibatkan oleh faktor ergonomi, yaitu cara kerja (posisi kerja) dan peralatan kerja. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan (Oktober 2011 dan Januari 2012) di perkebunan kelapa sawit daerah Kabupaten Ngabang Provinsi

2 Kalimanatan Barat, alat kerja, cara kerja dan posisi kerja kegiatan memanen kelapa sawit adalah sebagai berikut: 1.1.1 Alat Kerja (Engrek) Alat kerja yang digunakan untuk memanen pohon kelapa sawit yang tinggi (lebih dari 5 meter) dengan alat yang disebut engrek. Berbentuk pisau seperti arit yang diberi batangan sesuai dengan ketinggian pohon kelapa sawit yang akan dipanen. Pisau ada yang terbuat dari besi tempa biasa dengan campuran baja, sehingga kurang keras/kuat dan tajam. Berat pisau engrek kira-kira 1 kg sehingga perlu dikurangi. Pisau tidak diberi sarung, sehingga berisiko saat dibawa pergi dan pulang kerja serta saat penyimpanan. Batangan engrek ada yang terbuat dari kayu, bambu, pipa besi dan pipa almunium. Sehingga batangan engrek ada yang ringan dan ada yang berat. Diameter ada yang besar dan kecil, hal ini berpengaruh pada genggaman tangan. Batangan licin pada musim hujan atau jika kena air atau keringat karena permukaan batangan halus dan tidak diberi bantalan. Memanen untuk pohon sawit yang tinggi diperlukan batangan yang panjang, sehingga batangan perlu disambung. Sambungan antara batangan dengan batangan ada yang menggunakan tali atau ban dalam bekas. Cara mengikat sambungan jika tidak benar dan tidak kuat, maka sambungan akan lepas. Panen terganggu dan bahkan mengakibatkan kecelakaan. Menggunakan batangan besi dan batangan almunium menggunakan klep penyambung.

3 1.1.2 Cara Kerja dan Posisi Kerja Cara menggunakan alat panen engrek, yaitu dengan gerakan menarik ke bawah yang sepenuhnya mengandalkan tenaga manusia yaitu memerlukan tenaga otot tangan, sehingga akan berdampak adanya tekanan/gaya pada otot tangan yang berlebihan. Tenaga yang dibutuhkan lebih besar, jika pisau engrek tidak tajam/tumpul. Batangan engrek berat dan licin, sehingga tenaga kerja harus berulang kali menarik engrek agar tangkai tandan kelapa sawit bisa putus. Penggunaan alat kerja yang tidak tajam/tumpul memerlukan tenaga 10 kali lipat (CCOHS, 2005). Posisi kaki saat berdiri memegang alat engrek ada yang tegak, ada yang tidak. Kaki ada yang sejajar dan ada yang tidak sejajar. Ada yang sebelah kanan atau kiri yang di depan. Kaki terbuka ada yang terlalu lebar dan ada yang tidak, sehingga berdampak pada keseimbangan tubuh pada bidang tumpu, kekuatan dan ketahanan kaki waktu berdiri. Genggaman tangan pada batangan engrek jaraknya berdekatan atau ada yang berjauhan, gerakan tangan dilakukan berulang. Alat cukup berat (> 5 kg) dan durasinya lama. Hal ini dapat menyebabkan inflamasi pada tenosinovium dan dua tendon yang berada di ibu jari pergelangan tangan. Gangguannya disebut de quervains tenosynovitis, dengan gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah. Carpal tunnel syndrome juga dapat terjadi, yaitu merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan yang disebabkan penekanan pada saraf median.

4 Posisi lengan ke atas atau maju ke depan dan menahan beban dapat menyebabkan saraf dan pembuluh darah antara tulang selangka dan rusuk pertama tertekan. Hal ini mengakibatkan thoracic outlet syndrome, merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan dan mati rasa. Posisi siku membentuk sudut karena tangan dalam posisi membengkok (fleksi). Posisi ini dilakukan > 2 kali per menit karena memanen dengan engrek umumnya 5 kali tarikan baru tandan buah segar (TBS) kelapa sawit putus. Hal ini dapat terjadi tennis elbow, yaitu suatu keadaan peradangan tendon ekstensor yang disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada tendon ekstensor. Mengarahkan pisau engrek ke TBS, posisi punggung dan badan miring ke depan ada yang lebih dari 20 derajat dan posisi bahu terangkat agar posisi pisau tepat pada batang TBS. Menarik engrek punggung miring ke belakang dapat terjadi penekanan pada diskus tulang belakang, bisa mengakibatkan low back pain, apabila ada penekanan pada daerah lumbal. Menggunakan engrek dengan cara menarik ke bawah. Aktivitas menarik membutuhkan tenaga yang besar apalagi jika alat tidak baik dan tajam, sehingga berakibat peregangan otot yang berlebihan. Sebelum memanen TBS terlebih dahulu memotong pelepah sawit agar tidak menghalangi tangkai TBS. Menarik engrek ke bawah dilakukan berulang-ulang (repetitive motion). Gerakan berulang ini tertumpu pada anggota gerak atas membebani otot dan tulang belakang. Pemanen membutuhkan waktu lama karena gerakannya

5 berulang-ulang, sehingga berdampak pada lamanya paparan yang diterima oleh otot. Kepala menengadah ke atas (overhead job), postur leher yang menengadah ke atas tanpa melihat besar sudut yang dibentuk adalah merupakan postur janggal. Memanen kegiatan berulang membebani otot leher, dapat terjadi ketegangan otot atau myalgia dan kaku leher. Kesimpulan hasil observasi adalah kegiatan memanen sawit dengan alat engrek berakibat: 1) memberikan tekanan/tenaga pada otot yang berlebihan, 2) aktivitas kegiatan berulang (repetitive motion), 3) postur kerja tidak benar atau posisi kerja yang tidak alami/ergonomis, dan 4) lamanya paparan yang diterima oleh otot sehingga berakibat peregangan otot yang berlebihan. Keempat hal tersebut merupakan penyebab terjadinya gangguan muskuloskeletal (Punnett dan Wegman., 2004; Tarwaka, et al., 2004; Fitrihana., 2008 ; Choi dan Woletz., 2010 ; Martuscello., 2011). Gambar hasil observasi alat kerja untuk memanen (engrek) dengan berbagai bentuk kelengkungan dan bahan terlihat pada Gambar 1. Posisi kerja kaki, tangan, siku dan kepala sebagaimana Gambar 2 sampai dengan Gambar 4. Gambar 1. Alat panen engrek

6 Gambar 2. Posisi kaki Gambar 3. Posisi tangan Gambar 4. Posisi kepala Posisi kerja memanen sawit, kemudian dinilai dengan menggunakan metode OWAS (Ovako Working Analysis System). Metode OWAS untuk menilai posisi tubuh/ postur tubuh, yaitu: kaki, lengan, punggung dan beban kerja. Kriteria penilaian dengan OWAS adalah sebagai berikut: ( Teknik Industri UGM, 2011) Penilaian pada punggung (back) diberikan kriteria nilai 1 s.d 4: 1) Tegak, 2) membungkuk ke depan atau kebelakang, 3) berputar dan bergerak ke samping dan 4) berputar dan bergerak atau membungkuk ke samping dan ke depan. Penilaian pada lengan (arms) diberikan kriteria nilai 1 s.d 3: 1) Kedua tangan berada di bawah level ketinggian bahu, 2) satu tangan berada di atas level ketinggian bahu dan 3) dua tangan berada di atas level ketinggian bahu

7 Penilaian pada kaki (legs) diberikan kriteria nilai 1 s.d 7: 1) Duduk, 2) berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus, 3) berdiri dengan beban berada pada salah satu kaki, 4) berdiri dengan kedua kaki lutut sedikit tertekuk, 5) berdiri dengan satu kaki lutut sedikit tertekuk, 6) jongkok dengan satu dan atau dua kaki dan 7) bergerak atau berpindah. Penilaian pada beban (load/use factor) diberikan kriteria nilai 1 s.d 3: 1) < 10 kg, 2) 10 20 kg dan 3) > 20 kg. Hasil kategori penilaian posisi kerja dengan OWAS, yaitu: 1) tidak perlu dilakukan perbaikan, 2) perlu dilakukan perbaikan, 3) perbaikan perlu dilakukan secepat dan/atau sesegera mungkin dan 4) perbaikan perlu dilakukan sekarang juga (lampiran 4). Hasil observasi penilaian posisi kerja pemanen kelapa sawit dengan OWAS adalah sebagai berikut: 1) Saat mengarahkan pisau engrek ke TBS, punggung membungkuk ke depan atau ke belakang (nilai 2) 2) Saat menarik engrek posisi satu tangan atau dua tangan berada di atas level ketinggian bahu (nilai 2 atau 3). 3) Posisi kaki saat bekerja berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus (nilai 2), berdiri dengan beban berada pada salah satu kaki (nilai 3), kaki bergerak atau berpindah (nilai 7). 4) Alat engrek yang digunakan < 10 kg (nilai 1).

8 Rekapitulasi penilaian postur/posisi kerja dengan menggunakan metode OWAS tersebut masuk pada nilai kategori 2 (perlu dilakukan perbaikan) atau nilai kategori 3 (perbaikan perlu dilakukan secepat dan atau segera mungkin). Perbaikan posisi kerja dan alat kerja perlu dilakukan, karena berdasarkan hasil observasi awal, pekerja pemanen kelapa sawit kemungkinan besar berpotensi mengalami gangguan muskuloskeletal. Produktivitas kerja kemungkinan juga dapat menurun. Data mengenai gangguan muskuloskeletal yang dialami pemanen sawit di Kantor Jamsostek Cabang Pontianak, Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi dan perusahaan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Barat belum ada (hasil observasi, Januari 2012). Sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada BAB II pasal 2, bahwa perkebunan termasuk ruang lingkup tempat kerja. Pasal 3, syarat syarat keselamatan kerja diantaranya adalah mencegah dan mengendalikan penyakit akibat kerja (Sekretariat Negara RI, 1970). Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan di dalam BAB XII pasal 164, menyebutkan upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan (Departemen Kesehatan RI, 2009). Hal ini berarti disektor apapun tenaga kerja harus mendapat perlindungan dari gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja, demikian juga tenaga kerja disektor perkebunan kelapa sawit. Data hasil penelitian terkait gangguan muskuloskeletal, di perkebunan karet FELDA Settlement Malaysia, tenaga kerja laki-laki mengalami sakit leher

9 sebanyak 59,9% (Shan, 2011). Hasil survei angkatan kerja, gangguan muskuloskeletal sebagian besar berhubungan dengan pekerjaan. Jumlah kasus baru di Inggris pada tahun 2010/2011 adalah 158.000, dalam tiga tahun terakhir pekerja dengan gangguan muskuloskeletal terbanyak adalah pekerja pengantar surat (pos), pekerja kontruksi dan pekerja pertanian (Health and Safety Executive, 2011). Jumlah kasus gangguan muskuloskeletal khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan, di Kolombia selama tahun 2005 adalah 23.477 kasus. Total biaya yang dikeluarkan adalah US $171.700.000, yaitu sekitar 0,2% dari Kolombia Produk Domestik Bruto untuk tahun 2005 (Piedrahita, 2006). Gangguan muskuloskeletal, sering dikenal sebagai cedera/luka karena ergonomi, tercatat 29 persen dari semua luka-luka/cedera dan macam-macam penyakit di tempat kerja pada 2010 (Bureau of Labor Statistics U.S Department of Labor, 2010). Penelitian Woro et al., (2008) yang dilakukan di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta, pekerja di bagian produksi yang mengalami keluhan nyeri muskuloskeletal berdasarkan jenis industri adalah industri garment (65%), percetakan (63%) dan konstruksi (60%). Pekerjaan memanen kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai risiko tinggi untuk mengalami gangguan muskuloskeletal. Hasil penelitian Hendra dan Rahardjo (2008), keluhan muskuloskeletal dialami oleh 70% tenaga kerja pemanen sawit. Hal ini memerlukan tindakan perbaikan segera, guna membantu memecahkan masalah ergonomi yang dialami oleh sektor industri kelapa sawit.

10 Hasil penelitian terdahulu yaitu dengan memodifikasi pisau matetuesan dan perbaikan sikap kerja, ternyata dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal dan meningkatkan produktivitas kerja tukang tues (janur) secara bermakna (Murniasih dan Adnyana, 2003). Perbaikan alat dengan menggunakan roda tangan berhendel pada alat pres parutan kelapa juga mengurangi keluhan sistem muskuloskeletal sebesar 23,22% dan meningkatkan produktivitas kerja sebesar 30,33% pada pembuat minyak kelapa tradisional (Surata, 2001). Cara mencegah dan mengendalikan gangguan muskuloskeletal adalah desain alat kerja dan tata kerja yang baik (Suma mur.,1995; Vink.,2000; Tarwaka et al., 2004 dan CCOHS., 2005). Berdasarkan hal tersebut, alternatif perbaikan yang dilakukan adalah terhadap alat kerja dan tata kerja (posisi kerja). Alat kerja yang diperbaiki pisau engrek dan batangannya meliputi: bahan, bentuk, ukuran, berat dan perlengkapan alat. Bentuk alat secara umum sama karena disesuaikan dengan kebiasaan tenaga kerja pemanen sawit agar tetap nyaman. Perbaikan alat kerja dilengkapi dengan pedoman penggunaan alat dan posisi kerja, diharapkan tata kerja pemanen agar lebih ergonomis sehingga gerakan dan kekuatan waktu memanen kelapa sawit lebih optimal. Perbaikan alat yang didesain peneliti anggap lebih baik secara fungsi, teknis-teknologi, estetis dan eko-ergonomi (intervensi yang sederhana, murah dan adaptasi berlangsung cepat, diterima oleh pekerja dan pengusaha). Partisipasi ergonomis diharapkan untuk membiasakan dengan alat engrek baru dan posisi kerja yang baru. Persepsi yang baik dari pekerja dan pengusaha diharapkan agar perbaikan yang dilakukan tidak hanya dapat mencegah gangguan

11 muskuloskeletal, tapi juga dapat meningkatkan produktivitas pada tenaga kerja pemanen sawit di Provinsi Kalimantan Barat. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian 1. Apakah alat engrek baru lebih baik dari alat engrek yang lama dari segi teknis, yaitu komposisi bahan, kekerasan/kekuatan, ketajaman dan berat alat. 2. Apakah alat engrek baru lebih baik dari alat engrek lama dalam perbaikan posisi kerja yang ergonomis. 3. Apakah skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru lebih kecil dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 4. Apakah jumlah produktivitas kerja pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 5. Apakah skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru lebih kecil lagi dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama, setelah mempertimbangkan variabel karakteristik responden (umur, pendidikan, masa kerja, pengalaman, jam kerja dan status gizi).

12 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengkaji alat engrek baru secara teknis dan perbaikan posisi kerja yang ergonomis. Mengkaji skor gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja pemanen kelapa sawit. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengkaji alat engrek baru dilihat dari aspek teknis (komposisi bahan, kekerasan/kekuatan, ketajaman dan berat alat) dan posisi kerja saat memanen kelapa sawit. 2. Mengkaji skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 3. Mengkaji jumlah produktivitas kerja pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama. 4. Mengkaji skor gangguan muskuloskeletal pemanen sawit yang menggunakan alat engrek baru dan posisi kerja baru dibandingkan dengan yang menggunakan alat engrek lama dan posisi kerja lama, setelah mempertimbangkan variabel karakteristik responden (umur, pendidikan, masa kerja, pengalaman, jam kerja dan status gizi).

13 1.2 Keaslian Penelitian Banyak penelitian tentang gangguan atau keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja di berbagai tempat kerja, diantaranya sebagaimana dalam Tabel 1. Tabel 1. Penelitian tentang gangguan atau keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja di berbagai tempat kerja No Peneliti Tujuan Metode Hasil 1. Wijanarko (2004) Mengetahui hubungan sikap kerja berdiri terhadap keluhan muskuloskeletal pada operator mesin loom weaving V PT.A (Bawen) Semarang. Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden 24 orang. Ada hubungan antara sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal pada operator mesin loom weaving V PT.A (Bawen) Semarang. 2. Kusrini (2005) Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal pada petugas cleaning service rumah sakit X kota Semarang. Penelitian deskriptif eksplanatory dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian 25 orang petugas cleaning service rumah sakit. Ada hubungan antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada petugas cleaning service. 3. Finda (2007) Melakukan identifikasi untuk mendeskripsikan hubungan antara posisi kerja dengan muskuloskeletal pada operator kerja duduk dan berdiri bagian produksi PTPN IX PG Tasik Madu. Survei dengan pendekatan cross sectional, subjek penelitian operator kerja duduk dan berdiri bagian produksi. Ada hubungan yang bermakna antara posisi kerja dengan keluhan muskuloskeletal. 4. Tana et al., (2009) Mengevaluasi keluhan otot rangka leher dan ektremitas atas pada pekerja perempuan berdasarkan lokasi dan jenis keluhan dan hubungannya dengan faktor pekerjaan dan faktor individu. Menggunakan rancangan Cross sectional Subjek Penelitian 632 orang tenaga kerja perempuan. Persentase keluhan otot rangka leher dan ekstremitas atas pada pekerja perempuan perusahaan garmen di Jakarta Utara sebesar 75,7%, dengan persentase terbanyak pada tangan dan leher, dan jenis keluhan adalah rasa pegal, kesemutan dan nyeri.

14 Lanjutan Tabel 1.. No Peneliti Tujuan Metode Hasil 5 Karlina (2010) Menganalisa hubungan antara aktivitas opatient handling dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat bangsal rawat inap RS Roemani Muhammadiyah Semarang. Eksplanatory reseach dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian 60 orang perawat. Aktivitas mengangkat pasien secara bermakna berhubungan dengan keluhan muskuloskeletal. 6 Kristianti (2010) Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat keluhan,mengidentifikasi berat badan dan menilai kelayakan usaha alternatif perbaikan sistem kerja. Pengamatan langsung di lapangan, subjek penelitian adalah pekerja angkat angkut gudang persediaan pupuk Pusri Kediri, Desa Branggahan Kecamatan Ngadiluwih. Kegiatan angkat angkut di gudang persediaan pupuk PUSRI Kediri berisiko tinggi terjadi keluhan muskuloskeletal 7 Mindayani (2010) Mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada perajin sulaman tangan di Jorong Subarang Tigo Jorong Nagari Koto gadang. Penelitian Desktiptif dengan desain cross sectional, subjek penelitian 50 orang pengrajin. Keluhan muskuloskeletal dengan sikap kerja membungkuk adalah keluhan pada bahu kanan sebanyak 68%, pinggang sebanyak 84%, bokong 54% dan pantat sebanyak 56%. Penelitian yang berhubungan dengan pekerja di sektor kelapa sawit khususnya di bagian produksi dan bagian panen masih sangat sedikit diantaranya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Tabel 2.

15 Tabel 2. Penelitian tentang Muskuloskeletal di Perkebunan Sawit No Peneliti Tujuan Metode Hasil 1. Hendra dan Rahardjo (2008) Mengetahui tingkat risiko ergonomi pekerja pemanen dan hubungannya dengan keluhan MSDs. Rancangan penelitian adalah cross sectional. Subjek penelitian 117 pekerja di kebun kelapa sawit PT.X di Sumatra Selatan. Variabel yang berhubungan dengan keluhan MSDs adalah jenis pekerjaan (memanen dan memuat),umur dan lama kerja. 2 Munandar (2008) Untuk mengetahui hubungan sikap kerja tidak alami dengan keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja bagian produksi di PT.Kresna Duta Agroindo Penelitian kuantitatif, pendekatan analisis cross sectional. Subjek penelitian 90 orang tenaga kerja produksi. Ada hubungan yang bermakna antara sikap kerja yang tidak alamiah dengan keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan penelusuran literatur dan observasi di lapangan, belum ada penelitian seperti yang peneliti lakukan. Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan penelitian yang sudah ada adalah: 1. Subjek penelitian adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan memanen sawit yang menggunakan alat panen manual (engrek). Penelitian yang sudah ada, pada tenaga kerja di bagian produksi dan tenaga kerja di bagian kebun. Kegiatan panen yang diteliti untuk semua kegiatan proses pemanenan yaitu memanen, mengumpulkan hasil panen sampai dengan meneliti pekerja yang memasukkan ke dalam truk pengangkut tandan buah sawit. 2. Variabel penelitian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya pada faktorfaktor yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, yaitu faktor

16 posisi kerja, lingkungan dan material handling. Variabel yang peneliti lakukan adalah alat panen engrek, posisi kerja dan karakteristik pemanen kelapa sawit terhadap gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja. 3. Variabel pengaruh yang diukur penelitian sebelumnya yaitu gangguan muskuloskeletal saja, variabel pengaruh yang peneliti ukur meliputi gangguan muskuloskeletal dan produktifivitas kerja. 4. Jenis penelitian yang dilakukan Randomized Controlled Trial (RCT), penelitian sebelumnya adalah cross sectional. 5. Alat ukur yang digunakan untuk menilai posisi kerja menggunakan metode Ovako Working Analysis System (OWAS) dan lembar observasi posisi kerja. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan tentang alat engrek baru, posisi kerja ergonomis dan karakteristik tenaga kerja terhadap skor gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga kerja pemanen sawit dalam rangka perbaikan alat engrek dan posisi kerja yang ergonomis, sehingga gangguan muskuloskeletal dapat dicegah dan produktivitas kerja dapat ditingkatkan. 3. Memberikan masukan kepada Departemen Tenaga Kerja dan Kementerian Kesehatan tentang gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja pada tenaga kerja pemanen sawit.

17 4. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi Instansi yang terkait dalam hal ini PT. Jamsostek dan Ikatan Pengusaha Pekebunan Kelapa Sawit Indonesia cabang Kalimantan Barat. 1.5.2 Manfaat Teoritis 1. Sebagai referensi bagi peneliti lain terkait dengan alat engrek, posisi kerja dan karakteristik tenaga kerja terhadap gangguan muskuloskeletal dan produktivitas kerja. 2. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan untuk mengkaji data epidemiologi kerja pada perusahaan kelapa sawit untuk pengembangan ilmu kesehatan kerja.