BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, pendidikan, dan pengajaran 1. Penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata lain

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sudah membuat kalangan masyarakat resah dan tidak nyaman.

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia telah lahir beberapa peraturan perundang-undangan yang

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. maupun dewasa bahkan orangtua sekalipun masih memandang pendidikan

JURNAL KENDALA DAN UPAYA REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI (BNNP) YOGYAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Narkotika di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah personil yang di Direktorat Reserse Narkotika dan

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan secara terus menerus usaha usaha dibidang pengobatan dan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera tersebut perlu peningkatan secara terus menerus usaha-usaha di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan termasuk ketersediaan narkoba sebagai obat, di samping usaha pengembangan ilmu pengetahuan meliputi penelitian, pengembangan, pendidikan, dan pengajaran 1. Pada dasarnya, narkotika memiliki khasiat dan bermanfaat digunakan dalam bidang ilmu kedokteran, kesehatan dan pengobatan, serta berguna bagi penelitian dan pengembangan ilmu farmasi atau farmakologi. Penggunaannya diluar pengawasan dokter atau dengan kata lain disalahgunakan, maka narkotika telah menjadi suatu bahaya internasional yang mengancam terutama generasi muda yang akan menjadi tulang punggung pembangunan bangsa. Sejalan dengan hal tersebut dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat 1 Mardani,2008, Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, hlm. 1. 1

2 merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Repulik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Repulik Indonesia Nomor VI/MPR/2002, telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 ini diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berlaku sampai saat ini. Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dimaksud dengan pengguna atau penyalahguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Ketergantungan narkotika merupakan kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan

3 rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang bertuliskan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Berdasarkan pasal tersebut negara wajib memberikan rehabilitasi kepada pecandu narkotika dengan tujuan agar para pecandu narkotika tersebut dapat terbebas dari jerat narkotika dan dapat menyelamatkan negara dari lost generation. Rehabilitasi merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk menanggulangi dampak dari penyalahgunaan narkoba. Peran rehabilitasi dalam penyembuhan ketergantungan bagi pecandu narkotika sangat penting, karena semakin bertambahnya pecandu narkotika di Yogyakarta. Efektifitas rehabilitasi untuk menyembuhkan korban dari narkotika sangat diperlukan, mengingat sulitnya korban atau pengguna narkotika untuk dapat terlepas dari ketergantungan narkotika secara individu. Dampak yang sering terjadi di tengah masyarakat dari penyalahgunaan/ ketergantungan narkotika antara lain : merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, sulit membedakan mana perbuatan baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi perilaku anti social, gangguan kesehatan (fisik dan mental), mempertinggi jumlah kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan, dan kriminalitas lainnya. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta memperkirakan pada 2015 ini jumlah pecandu narkoba di Yogyakarta

4 meningkat menjadi 2,8 persen dari total jumlah penduduk Yogyakarta. Pada 2014 lalu, data di Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta, jumlah pecandu narkoba mencapai 2,4 persen dari total jumlah penduduk Yogyakarta, atau 5.655 pengguna 2. Jumlah pecandu narkotika di Yogyakarta cukup tinggi, menduduki posisi kelima secara nasional. Hal itu tidak lepas dari banyaknya mahasiswa dari seluruh Indonesia yang kuliah di Yogyakarta. Pada 2008, kita menduduki posisi kedua penyalahgunaan narkoba secara nasional. Pada 2014 lalu, penyalahgunaan narkoba di DIY menduduki posisi ke lima secara nasional. Sementara, untuk wilayah DIY penyalahgunaan narkoba paling banyak terjadi di Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul. Untuk wilayah Gunungkidul dan Kulonprogo masih relatif rendah. Pada 2015 ini, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta hanya mampu menargetkan rehabilitasi untuk 1.369 pecandu saja. Sementara jumlah total pencadu di Yogyakarta mencapai 62.028 orang. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNNP) Yogyakarta memperkirakan untuk merehabilitasi seluruh pecandu narkotika membutuhkan waktu lebih dari 50 tahun, hanya untuk merehabilitasi 1369 orang pecandu saja. Dalam merehabilitasi pecandu narkoba ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) menggandeng berbagai pihak mulai dari yayasan, rumah sakit serta puskesmas. Para pecandu direhabilitasi supaya bisa terbebas dari jerat narkoba dan kembali hidup normal. 2 Wawancara dengan Kepala Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNNP)Yogyakarta Provinsi

5 Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika merupakan penguatan kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan meningkatnya sanksi pidana penjara maupun denda. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga memberikan kewenangan kepada polisi atau BNN untuk melakukan penyitaan dan pemusnahan alat bukti. Selain itu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan kewenangan Hakim untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 103 menyebutkan : 1. Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat: a. Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. 2. Masa menjalani pengobatan dan atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Upaya pemerintah dalam menanggulangi narkoba dengan dibentuknya Badan Koordinasi Narkoba Nasional (BKNN) dengan Keputusan Presiden Nomor 116 tahun 1999. Dirasa Badan Koordinasi Narkoba Nasional (BKNN) tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba maka Badan Koordinasi Narkoba Nasional (BKNN) diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dibentuk melalui Kepres No.

6 17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional di mana lembaga ini terbentuk sampai pada tingkat Kabupaten berupa Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten (BNK). Di Yogyakarta gedung Badan Narkoba Nasional Provinsi (BNNP) DIY beralamatkan di Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan Parakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Pemilihan lokasi Gedung BNNP DIY di tengah kota Yogyakarta ini mengacu ketentuan Pasal 65 ayat 3 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengamanatkan bahwa Badan Narkoba Nasional Provinsi (BNNP) berkedudukan di ibukota provinsi 3. Data dari Badan Narkotika Nasional mensinyalir bahwa tidak ada satupun provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia yang bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Sangat memprihatinkan para konsumen narkotika di Indonesia mayoritas adalah generasi muda,khususnya kaum remaja. Berdasarkan kenyataan yang berkali-kali terjadi, seseorang yang telah mencoba narkotika potensial menjadi kecanduan dan sangat sulit keluar dari lingkaran setan narkotika 4. Kasus penyalahgunaan narkotika seringkali ditemukan di kota-kota besar, salah satunya Yogyakarta. Yogyakarta memiliki potensi besar sebagai tempat peredaran narkotika karena kota ini memiliki banyak pusat pendidikan mulai dari SMP hingga Perguruan Tinggi. Berkumpulnya begitu banyak 3 http://bnnp-diy.com/page-8-sejarah.html Diakses pada hari Senin, 9 November 2015. Pukul 15.00 4 M. Arief Hakim, 2004, Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah, Mengatasi, dan Melawan, Bandung, Nuansa, hlm. 77.

7 siswa dan mahasiswa untuk menuntut ilmu di Provinsi Yogyakarta seringkali membuat mereka menjadi sasaran empuk bagi beredarnya narkotika. Ditambah lagi banyak pendatang dari luar seperti mahasiswa yang melanjutkan studinya di provinsi ini. Upaya penanggulangan masalah narkotika, tidaklah cukup dengan satu cara melainkan harus dilaksanakan dengan rangkaian tindakan yang berkesinambungan dari berbagai macam unsur, baik dari lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Rangkaian tindakan tersebut mencakup usaha-usaha yang bersifat preventif, represif dan rehabilitatif. Rehabilitasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika yang merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional sesuai dengan potensi yang dimiliki, baik fisik mental, sosial, dan ekonomi. Pada akhirnya mereka diharapkan dapat mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba dan kembali berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Upaya ini merupakan upaya atau tindakan alternatif, karena pelaku penyalahgunaan narkotika juga merupakan korban kecanduan narkotika yang memerlukan pengobatan atau perawatan. Penetapan rehabilitasi bagi pecandu narkotika

8 merupakan pidana alternatif yang dijatuhkan oleh hakim dan diperhitungkan sebagai masa hukuman 5. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Kendala dan Upaya Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa kendala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta dalam melakukan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika menurut ketentuan yang berlaku? 2. Bagaimana upaya Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta dalam melakukan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kendala Badan Narkotika nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta dalam melakukan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika menurut ketentuan yang berlaku. 2. Mengetahui upaya Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta dalam melakukan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika. 5 M.Arief, Op. Cit., hlm. 93.

9 C. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai dua manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya ilmu hukum di bidang hukum pidana mengenai penelitian tentang bagaimana upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat Diharapkan dapat memberitahukan kepada masyarakat agar dapat mengetahui mengenai upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. b. Bagi pemerintah dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta Diharapkan dapat menjalin kerjasama untuk mengupayakan dan mengoptimalkan solusi yang terbaik untuk merehabilitasi para pecandu narkotika, dengan memberi fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, sehingga para pecandu narkotika tersebut dapat kembali ke dalam kehidupan masyarakat dengan kehidupan yang lebih baik. c. Bagi penulis

10 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi penulis dalam hal upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Nakotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan peneliiti belum ada penelitian yang sama secara khusus mengenai upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu: 1. Judul Tinjauan Yuridis Kewenangan Penentuan Rehabilitasi bagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika. Ditulis oleh Alfonsius Risky Nurcahyanto dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan Nomor Mahasiswa 08 050 9880. Rumusan Masalah : a. Siapa sebenarnya yang berwenang untuk menentukan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika? b. Hambatan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika? Tujuan penelitian : a) Untuk mengetahui dan menganalisis tentang siapakah yang berwenang untuk menetapkan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika.

11 b) Untuk mengetahui hambatan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan rehabilitasi. Hasil Penelitian: a) Kewenangan penetapan rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan kewenangan dari hakim dan penyidik baik itu penyidik BNN maupun penyidik kepolisian. Perbedaan rehabilitasi yang ditetapkan oleh hakim dan penyidik adalah rehabilitasi yang ditetapkan oleh hakim bersifat sebagai sanksi yang dijatuhkan oleh hakim melalui suatu putusan setelah menjalani proses peradilan. Penetapan rehabilitasi oleh penyidik pada saat proses peradilan berlagsung tidak secara otomatis menghentikan proses peradilan terhadap perilaku penyalahgunaan narkotika. b) Hambatan yang ditemukan dalam proses rehabilitasi berasal dari pihak pecandu dan keluarga. Sebagian besar pecandu maupun keluarga kurang kooperatif dalam upaya pemberian rehabilitasi. Hal-hal yang mempengaruhi kurangnya ksadaran dari pihak pecandu dan keluara dalam pemberiian rehabilitasi adalah rasa malu dari pihak yang besangkutan dan stigmamasyarakat apabila dirinya atau keluarganya menjalani rehabilitasi, kurang paham tentang proses dan prosedur rehabilitasi, merasa sarana dan prasarana yang terdapat pada panti rehabilitasi kurang memadai. 2. Judul Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Rehabilitasi Terhadap Penyalahgunaan Narkotika. Ditulis oleh Thomas

12 Narpati Hendrawan. Dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan nomor mahasiswa 05 05 09165. Rumusan Masalah: Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahgunaan narkotika? Tujuan untuk memperoleh data dan mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika. Hasil penelitiannya adalah dalam menjatuhkan putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika hakim memperttimbangkan aspek yuridis dan non yuridis. Aspek yuridis dalam menerapkan Pasal 127 ayat 1 terdapat konsekuensi yuridis bahwa penyalahguna narkotika bagi diri sendiri yang mengalami kecanduan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis. Setelah penyalahguna tersebut dinyatakan sebagai pecandu, hakim dapat menjatuhkan putusan rehabilitasi yang diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman dengan tidak menghapuskan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana terhadap penyalaguna tersebut. Aspek non yuridis mempertimbangkan factor internal dan eksternal,yaitu factor internal hakim dituntut mempertimbangkan sifat baik dan buruk terdakwa sebagaimana Nampak dalam hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Faktor eksternal penjara bukan solusi terbaik. Kondisi Lembaga Pemasyaakatan sudah tidak mendukung bila narapidana kasus narkoba tinggal bersama tahanan kriminal lainnya. Dikhawatirkan akan semakin memperburuk kondisi kejiwaan dan kesehatan mereka.

13 Putusan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika dapat mereduksi bahaya akses narkotika ke dalam Lapas dengan menjatuhkan putusan rehabilitasi penyalahguna yang merupakan pecandu narkotika tersebut diberi kesempatan untuk dapat sembuh dengan biaya dari Negara. 3. Judul Tinjauan Yuridis Terhadap penerapan rehabilitasi Medis Bagi Penyalahguna Narkotika. Ditulis oleh Hardyanto. Dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan nomor mahasiswa 08 05 09978. Rumusan Masalah : a. Mengapa terhadap penyalahgunaan narkotika sebaiknya diterapkan tindakan rehabilitasi medis bukan sanksi pidana? b. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menetapkan tindakan rehabilitasi medis terhadap pecandu narkotika? Tujuan: a. Untuk mengetahui dan menganalisis mengapa terhadap penyalahgunaan narkotika sebaiknya diterapkan rehabilitasi medis dan bukan sanksi pidana b. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam menetapkan tindakan erhabilitasi medis terhadap pecandu narkotika. Hasil Penelitian : a. Terhadap penyalahguna narkotika sebaiknya diterapkan rehabilitasi medis dan bukan sanksi pidana penjara, karena penyalahguna narkotika adalah korban yang sepatutnya mendapatkan hak-haknya sebagai korban terutama hak atas rehabilitasi. Hal ini berbeda

14 dengan pengguna narkotika (pecandu) atau bandar narkotika yang terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. b. Pertimbangan hakim dalam menerapkan tindakan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah, faka-fakta yang terungkap di persidangan baik berdasarkan keterangan saksi-saksi dan terdakwa dan dikuatkan pula dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Faktafakta yang diutamakan adalah bahwa pelaku hanyalah korban dari penyalahgunaan narkotika dengan barang bukti atau narkotika yang dipakai hanyalah sedikit, serta pelaku bukanlah seorang pengedar. Disamping hal tersebut harus diperkuat dengan surat keterangan dokter atau setidaknya pernah / sedang menjalani terapi medis. Berbeda dengan ketiga hasil penelitian di atas, penelitian penulis ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memperoleh data mengenai kendala dan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. Penelitian ini berbeda dengan ketiga penelitian di atas yang dapat dilihat bahwa peneliti membahas mengenai kendala dan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta.

15 F. Batasan Konsep Dalam penulisan penelitian hukum yang berjudul Upaya Rehabilitasi Pecandu Narkotika Oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. batasan konsep yang dipergunakan yaitu : 1. Upaya merupakan usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar) 6. 2. Rehabilitasi dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. a. rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. b. rehabilitasi sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan 7. 3. Pecandu adalah seseorang yang memiliki ketergantungan fisik dan ketergantungan psikologis terhadap zat psikoaktif, contoh : alcohol, tembakau, heroin, kafein, nikotin 8. Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis 9. 6 Abdul Gaffar Ruskhan, 2006, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Grafindo, Jakarta, hlm. 121. 7 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 11 angka 16, 17. 8 BNN, 2006, Kamus Narkoba. Istilah-istilah narkoba dan Bahaya Penyakahgunaannya,Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia,Jakarta, hlm. 156. 9 Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

16 4. Badan Narkoba Nasional Provinsi (BNNP) adalah instansi vertical Badan Narkotika Nasional (BNN) yang melaksanakan tugas, fungsi,dan wewenang Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam wilayah Provinsi 10. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian hukum normatif ini dikaji norma-norma hukum positif yang berupa peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kendala dan upaya rehabilitasi pecandu narkotika. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Adapun data sekunder meliputi: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan (hukum positif) antara lain: 1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 I ayat (4) 2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal 1 angka 13, Pasal 54, dan Pasal 103. 10 http://id.wikipedia.org/wiki/badan_narkotika_nasional_provinsi Diakses pada hari Senin, 9 November 2015. Pukul 15.30

17 3) Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota Pasal 1. 4) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. 5) Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Pasal 9 angka 1. 6) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Pasal 3 dan Pasal 4. 7) Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN) Pasal 2. b. Bahan Hukum Sekunder

18 Bahan hukum sekunder yaitu pendapat hukum yang diperoleh dari bahan pustaka yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hukum yang diperoleh dari buku-buku, website, dan narasumber yang memberikan pendapat yang berkaitan dengan kendala dan upaya rehabilitasi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier berupa kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang digunakan untuk melengkapi analisis bahan primer dan sekunder. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara: a. Studi kepustakaan Dalam metode ini penulis menggunakan referensi dari buku-buku, website dan peraturan perundang-undangan sebagai sarana mendapatkan data yang diperlukan sebagai bahan pilihan. b. Wawancara Penelitian ini didukung dengan wawancara yaitu suatu cara pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan kepada narasumber yaitu Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta yakni Soetarmono DS, S.E., M.Si. berbentuk

19 pedoman wawancara dengan tujuan untuk memperoleh data yang diperlukan. 4. Analisis Data Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dianalisis berdasarkan lima tugas hukum normatif: a. Deskripsi, yakni memaparkan isi maupun struktur hukum positif berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kendala dan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. b. Sistematisasi, langkah ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis struktur hukum positif secara vertikal meliputi Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Bab I Pasal 13, Bab IX Pasal 54, dan Bab XII Pasal 103 ayat 1 dan ayat 2 dengan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Bab III Pasal 3. Secara vertikal memiliki sinkronisasi. Prinsip penalaran hukum yang digunakan adalah prinsip penalaran hukum subsumsi. Tidak perlu asas berlakunya Peraturan Perundang-Undangan. Sistematisasi secara horisontal meliputi Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

20 Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Pasal 9 angka 1 dengan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Bab III Pasal 3 memiliki harmonisasi. Prinsip penalaran hukum non kontradiksi, dan tidak diperlukan asas berlakunya Peraturan Perundang-Undangan. c. Interpretasi hukum dilakukan secara gramatikal yaitu mengartikan suatu term hukum atau suatu bagian kalimat dalam bahasa hukum primer menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. Interpretasi sistematisasi yakni bertitik tolak dari sistem aturan yang mengartikan suatu ketentuan-ketentuan hukum dan interpretasi secara teleologis yakni mendasar pada maksud atau tujuan tertentu suatu peraturan. d. Menilai hukum positif, sehingga dapat diketahui nilai-nilai yang terkandung dalam peraturan-peraturan hukum positif yang terkait mengenai kendala dan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta, yaitu nilai kemanusiaan bagi pecandu narkotika yang membutuhkan penanganan rehabilitasi untuk dapat kembali terlepas dari jerat narkotika.

21 Bahan hukum sekunder yaitu pendapat hukum yang diperoleh dari bahan pustaka yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hukum yang diperoleh dari bukubuku, website, dan narasumber yang memberikan pendapat yang berkaitan dengan kendala dan upaya rehabilitasi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta, dideskripsikan dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat hukum juga dengan bahan hukum primer apakah ada perbedaan ataukah persamaaan. Bahan hukum primer yang berkaitan dengan kendala dan upaya rehabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) yang berupa bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan (hukum positif) kemudian dilakukan perbandingan dengan bahan hukum sekunder yaitu berupa pendapat hukum yang diperoleh dari bahan pustaka yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hukum yang diperoleh dari buku-buku, website, dan narasumber yang memberikan pendapat yang berkaitan dengan kendala dan upaya rehabilitasi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. 5. Proses Berpikir Proses berpikir yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan penalaran hukum secara deduktif, yaitu cara berpikir yang berangkat dari suatu pengetahuan yang umum yaitu berupa peraturan perundangundangan yang berlaku berkaitan dengan kendala dan upaya rehabilitasi

22 pecandu narkotika kemudian ditarik kesimpulan pada suatu fakta yang bersifat khusus berupa kendala dan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. H. Sistematika Penulisan Hukum/Skripsi BAB I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum/skripsi. BAB II. PEMBAHASAN Bab ini mengenai pembahasan yang menguraikan tentang tinjauan umum tentang upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika, tinjauan umum tentang narkotika dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta, dan hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu mengetahui kendala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta dalam melakukan upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika menurut ketentuan yang berlaku dan mengetahui upaya rehabilitasi bagi pecandu narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. BAB III. PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. 23