PENATAAN KELEMBAGAAN KELAPA SAWIT DALAM UPAYA MEMACU PERCEPATAN EKONOMI DI PEDESAAN 1

dokumen-dokumen yang mirip
KELAPA SAWIT DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEDESAAN DI PROPINSI RIAU 1

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN KELAPA SAWIT: DAMPAKNYA TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN DI DAERAH RIAU

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU

KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1

BAB III METODE PENELITIAN

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI MELALUI PENATAAN KELEMBAGAAN DAN INDUSTRI KARET ALAM DI PROPINSI RIAU

BAB III METODE PENELITIAN

MODEL PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERKEBUNAN DALAM MENDUKUNG KEBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono

KELAPA SAWIT: PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU. Abstrak

Almasdi Syahza 1 Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru website:

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI DAERAH RIAU 1

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

DAYA DUKUNG WILAYAH DAN POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KELAPA SAWIT DI KABUPATEN BENGKALIS

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI DAERAH RIAU 1

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELUANG PENGEMBANGAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL DI DAERAH RIAU 1 (The opportunity in Developing a Small Scale Oil Palm Industry in Riau Region)

MODEL KELEMBAGAAN EKONOMI PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROPINSI RIAU 1

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU

Kata kunci: Kelembagaan ekonomi, agroestate, kelapa sawit. Key words: institutional economic, agroestate, oil palm

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 LokasI dan Waktu Studi. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan metode

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT SKALA KECIL (MINI PLANT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

KELAPA SAWIT, DAMPAKNYA TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN 1

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB Hi METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

ABSTRACT ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF PALM SHELL WASTE WHEN USED AS ACTIVED CHARCOAL IN RIAU PROVINCE BY : EDWARD SITINDAON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

Kata kunci : Pemberdayaan, ekonomi pedesaan, agribisnis

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Potensi daerah yang berpeluang pengembangan tanaman hortikultura; tanaman perkebunan; usaha perikanan; usaha peternakan; usaha pertambangan; sektor in

KONTRAK PERKULIAHAN 1. Manfaat Mata Kuliah bagi Mahasiswa 2. Deskripsi Perkuliahan 3. Tujuan Mata Kuliah 4. Strategi Pembelajaran

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, Oktober 2012

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

Almasdi Syahza 2 Lembaga Penelitian Universitas Riau Kampus Binawidya km 12,5 Pekanbaru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1

Almasdi Syahza 1 Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

PENDAHULUAN. Kata kunci: Distorsi Harga, Pendapatan Petani

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

KEBIJAKAN DAN REALITA PERKEBUNAN DAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PERCEPATAN EKONOMI PEDESAAN MELALUI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT *

KONTRAK PERKULIAHAN 1. Manfaat Mata Kuliah bagi Mahasiswa 2. Deskripsi Perkuliahan 3. Tujuan Mata Kuliah 4. Strategi Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

PROPOSAL INVESTASI TRADING TANDAN BUAH SEGAR SAWIT ( TBS ) : KOPERASI AL-ASNHOR SATU NEGERI PEKANBARU : PEKANBARU, RIAU INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

1.000 ha Kelapa Sawit. Karet. tahun

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

Transkripsi:

PENATAAN KELEMBAGAAN KELAPA SAWIT DALAM UPAYA MEMACU PERCEPATAN EKONOMI DI PEDESAAN 1 Almasdi Syahza 2 dan Suarman 3 Lembaga Penelitian Universitas Riau Kampus Binawidya km 12,5 Pekanbaru. 28293 Email: syahza.almasdi@gamil.com; asyahza@yahoo.co.id Blog: http://almasdi.staff.unri.ac.id ABSTRAK Perkebunan kelapa sawit di Propinsi Riau berkembang sangat pesat yakni tahun 2013 telah mencapai luas 2.372.402 ha dengan produksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 43.065.918 ton. Luas perkebunann kelapa sawit rakyat mencapai 56%. Jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi sebanyak 172 unit dengan kapasitas olah 7.800 ton per jam atau 37.440.000 ton per tahun. Berdasarkan kondisi tersebut menyababkan semua TBS tidak dapat diolah dalam waktu yang relatif pendek. Kelebihan pasokan TBS berdampak terhadap nilai tambah yang diterima petani kelapa sawit, karena petani kecenderungan menghadapi pasar monopsoni. Keutamaan penelitian ini adalah menemukan strategi penataan kelembagaan usahatani kelapa sawit dalam upaya memacu pertumbuhan melalui pengembangan industri hilir kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan metode perkembangan (Developmental Research). Untuk mendapatkan informasi yang akurat dilakukan dengan metode Rapid Rural Appraisal (RRA), yaitu suatu pendekatan partisipatif untuk mendapatkan data/informasi dan penilaian (assesment) secara umum di lapangan dalam waktu yang relatif pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelapa sawit telah memberikan tingkat kesejahteraan yang tinggi di pedesaan. Aktivitas kelapa sawit juga menciptakan multiplier effect ekonomi di pedesaan. Ke depan dibutuhkan PKS sebanyak 13 unit dengan kapasitas olah 60 ton TBS per jam (jam kerja 600 jam per bulan). Percepatan pembangunan ekonomi pedesaan dilakukan dengan pengembangan konsep kemitraan dengan pemilik modal. Mitra yang dibangun adalah PKS yang dapat menampung TBS petani swadaya. Sistem mitra tersebut melibatkan tiga komponen, yaitu: Petani melalui kelompoktani dan koperasi, perusahaan pengembang (investor), dan Lembaga Penelitian Universitas Riau. Ketiga komponen ini membangun mitra usaha dalam konsep kebersamaan yaitu agroestate berbasis kelapa sawit. Katakunci: agroestate kelapa sawit, kemitraan, kelembagaan PENDAHULUAN Perkembangan sektor pertanian sampai saat ini cukup pesat sekali di Indonesia, terutama subsektor perkebunan yang dikembangkan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Khusus di Provinsi Riau, kelapa sawit merupakan komoditas primadona yang banyak diusahakan oleh masyarakat maupun badan usaha. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau (2013), 1 Hasil penelitian MP3EI Tahun ke III, Anggaran Tahun 2014 DP2M Dikti Jakarta. Disampaikan pada Semirata BKS-PTN Wilayah Barat, Bandar Lampung, 19-20 Agustus 2014. 2 Almasdi Syahza, Pengajar pada Program Studi Agribisnis, Peneliti senior dan Pengamat Ekonomi Pedesaan di Lembaga Penelitian Universitas Riau. 3 Suarman, Pengajar pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Riau. 1

perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat secara tajam, yakni 966.786 ha pada tahun 2000 meningkat menjadi 2.372.402 ha pada tahun 2013. Selama periode tahun 2000-2013 tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 8,08% per tahun, sementara komoditas perkebunan lainnya seperti karet dan kelapa justru mengalami penurunan. Perluasan areal perkebunan diikuti dengan peningkatan produksi berupa tandan buah segar (TBS). Produksi CPO sebesar 1.792.481 ton pada tahun 2000 meningkat menjadi 8.613.183 ton pada tahun 2013 dengan pertumbuhan rerata per tahun sebesar 12,83%. Produksi CPO tersebut didukung oleh pabrik kelapa sawit (PKS) sebanyak 172 unit dengan kapasitas olah sebesar 7.800 ton per jam. PKS tersebut tidak menyebar secara merata, terpusat di kawasan perkebunan inti dan plasma. Petani-petani swadaya dengan lahannya yang menyebar terletak jauh dari PKS yang ada. Kondisi ini menyebabkan rendahnya mutu TBS sampai di pabrik yang disebabkan jauhnya jarak antara kebun dengan PKS. Usahatani perkebunan kelapa sawit di daerah Riau berkembang begitu pesatnya, namun sisi lain tidak diimbangi oleh perkembangan pembangunan industri pengolah TBS yakni PKS. Kekurangan kapasitas olah PKS menyebabkan terjadinya penumpukan bahan baku di lokasi perkebunan. Secara tak langsung harga TBS ditingkat petani (petani swadaya) sangat ditentukaan oleh pedagang pengumpul di tingkat desa. Dari sisi lain petani yang terlibat dengan aktivitas plasma (yang dibina oleh bapak angkat) mendapat prioritas pengolahan TBS, karena TBS petani plasma dibeli oleh koperasi yang dikelola oleh bapak angkat (perusahaan inti). Pembangunan perkebunan kelapa sawit bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan dan keterbelakangan khususnya di daerah pedesaan, di samping itu juga memperhatikan pemerataan. Pembangunan pertanian yang berbasis perkebunan dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sehingga terjadi suatu perubahan dalam pola hidup masyarakat di sekitarnya. Dari sisi lain keberhasilan pembangunan perkebunan yang berbasis agribisnis kelapa sawit diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antar golongan masyarakat maupun antar daerah. Menurut Syahza (2008), pembangunan pedesaan harus dilakukan dengan pendekatan yang sesuai dengan sifat dan cirinya. Pembangunan pedesaan harus mengikuti empat upaya besar, satu sama lain saling berkaitan dan merupakan strategi pokok pembangunan pedesaan, yaitu: Pertama, memberdayakan ekonomi masyarakat desa; Kedua, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pedesaan agar memiliki dasar yang memadai untuk meningkatkan dan memperkuat produktivitas dan daya saing; Ketiga, pembangunan prasarana di pedesaan; dan keempat, membangun 2

kelembagaan pedesaan baik yang bersifat formal maupun nonformal. Kelembagaan yang dibutuhkan oleh pedesaan adalah terciptanya pelayanan yang baik terutama untuk memacu perekonomian pedesaan seperti lembaga keuangan. Lebih lanjut menurut Kusnandar et al (2013), konsekuensi logis dalam melaksanakan pembangunan pertanian adalah mendorong inovasi kelembagaan dengan keahlian yang meliputi pengetahuan pasar, agribisnis dan keuangan pedesaan. Paradigma pembangunan seharusnya diwarnai konsep pemberdayaan yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat, sehingga ketiga pihak memiliki tanggung jawab yang seimbang dalam mencapai tujuan pembangunan di segala bidang. Ketiga komponen tersebut harus bersinergi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan. Pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan mampu mengkoordinasikan berbagai program atau kegiatan yang ada, masyarakat diharapkan berpartisipasi aktif, dan swasta seharusnya berkontribusi secara wajar didalam pembangunan daerah sebagai implementasi tanggung jawab sosialnya (Sumaryo, 2011). Keutamaan penelitian ini adalah menemukan strategi penataan kelembagaan usahatani kelapa sawit dalam upaya memacu pertumbuhan melalui pengembangan industri hilir kelapa sawit. Berbasis pembangunan perkebunan berkelanjutan. Strategi yang dimaksud bertujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi sehingga upaya percepatan pembangunan ekonomi masyarakat dapat ditingkatkan dan terjaminnya keseimbangan pembangunan berkelanjutan. Hasil temuan ini berguna bagi pelaku agribisnis dan pemerintah sebagai pengambil keputusan sehubungan dengan usaha pengembangan perkebunan kelapa sawit. Diharapkan adanya perbaikan yang berakibat meningkatkan nilai tambah bagi pelaku agribisnis kelapa sawit khususnya petani plasma dan swadaya (masyarakat tempatan) sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setelah penelitian ini dilakukan dapat memberikan rumusan strategis untuk memanfaatkan sumberdaya lokal melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya. Dalam jangka panjang diharapkan terbentuknya mitra keja antara perguruan tinggi (lembaga penelitian), investor (pengembang), dan petani (anggota koperasi mitra) dalam upaya pengembangan industri hilir kelapa sawit yang dapat menciptakan nilai tambah lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Dengan adanya kemitraan ini akan memberikan jaminan pasar bagi produk perkebunan yang dihasilkan oleh petani swadaya di sekitar pembangunan industri penglolah hasil perkebunan yaitu pabrik minyak kelapa sawit (PMKS). 3

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui survey dengan metode perkembangan (Developmental Research). Tujuan penelitian perkembangan adalah untuk menyelidiki pola dan perurutan pertumbuhan atau perubahan sebagai fungsi waktu. Lokasi penelitian di daerah yang berpotensi pengembangan perkebunan kelapa sawit, baik secara plasma melalui BUMN dan BUMS maupun secara swadaya oleh masyarakat. Lokasi penelitian akan dibagi menjadi dua bagian yakni bagian wilayah daratan dan wilayah pesisir. Wilayah Riau daratan yakni Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, dan Kuantan Singingi, sedangkan wilayah Riau pesisir yakni Kabupaten Pelalawan, Siak, Bengkalis, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, dan Rokan Hilir. Kedua wilayah penelitian tersebut mempunyai produktifitas berbeda yang disebabkan perbedaan tingkat kesuburan tanah. Kegiatan penelitian difokuskan kepada pelaku pengembangan kelapa sawit, yakni pedagang pengumpul di tingkat desa, kelompok tani, koperasi, dan perusahaan pengembang. Informasi juga diperoleh dari pembuat kebijakan baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun tingkat nasional. Data yang diperlukan adalah data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait maupun dari perusahaan kelapa sawit. Informasi yang diperlukan berupa kebijakan oleh pemerintah daerah dan perusahaan perkebunan. Data primer dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun berdasarkan kebutuhan penelitian. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dilakukan dengan metode Rapid Rural Appraisal (RRA), yaitu suatu pendekatan partisipatif untuk mendapatkan data/informasi dan penilaian (assesment) secara umum di lapangan dalam waktu yang relatif pendek. Dalam metode RRA ini informasi yang dikumpulkan terbatas pada informasi dan yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian, namun dilakukan dengan lebih mendalam dengan menelusuri sumber informasi sehingga didapatkan informasi yang lengkap tentang sesuatu hal. Untuk mengurangi penyimpangan (bias) yang disebabkan oleh unsur subjektif peneliti maka setiap kali selesai melakukan interview dengan responden dilakukan analisis pendahuluan. Kalau ditemui kekeliruan data dari yang diharapkan karena disebabkan oleh adanya informasi yang keliru atau salah interpretasi maka dilakukan konfirmasi terhadap sumber informasi atau dicari informasi tambahan sehingga didapatkan informasi yang lebih lengkap. Untuk mendapat hasil penelitian pemberdayaan ekonomi daerah melalui penataan kelembagaan dan pengembangan industri hilir berbasis kelapa sawit, maka perlu dilakukan beberapa analisis, antara lain: 1) Prediksi multiplier effect ekonomi dan potensi peningkatan kesejahteraan masyakat; 2) Potensi pengembangan industri hilir kelapa sawit; 3) Kesempatan 4

peluang kerja dan usaha di daerah kajian; 5) Analisis strategi penataan kelembagaan kelapa sawit; 6) Strategi potensi dampak lingkungan dan Pembangunan berkelanjutan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat secara tajam, tahun 2000 luas kebun Kelapa sawit 3,2 juta ha dan tahun 2013 meningkat menjadi 13,5 juta ha dengan tingkat pertumbuhan rerata sebesar 11,71% per tahun. Dari sisi produksi pada tahun 2000 sebesar 4,1 juta ton dan tahun 2013 meningkat menjadi 27 juta ton. Pertumbuhan rerata produksi per tahun sebesar 15,6%. Di daerah Riau perkebunan kelapa sawit berkembang sangat pesatnya yaitu pada tahun 2000 seluas 966.786 ha menjadi 2.372.402 ha pada tahun 2013. Luas perkebunann kelapa sawit rakyat mencapai 56% selebihnya milik perusahaan swasta dan BUMN. Perkembangan perkebunan tersebut merupakan bukti bahwa animo masyarakt terhadap kelapa sawit sangat tinggi. Komoditi kelapa sawit dari sisi petani merupakan momoditi yang pasarnya terjamin dibandingkan kemoditi unggulan lainnya seperti karet dan kelapa. Perkembangan kelapa sawit dan pabrik pengolahnya PKS (pabrik kelapa sawit) telah menciptakan pasar bagi hasil perkebunan kelapa sawit oleh petani berupa tandan buah segar (TBS). Kelapa sawit telah memberikan tingkat kesejahteraan yang tinggi di pedesaan baik yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat secara langsung. Usahtatani kelapa sawit telah memberikan multiplier effect ekonomi di pedesaan. Pada Tabel 1 disajikan hasil penelitian di Riau bahwa kelapa sawit memberikan dampak ekonomi secara posif terhadap ekonomi masyarakat khususnya di pedesaan. Sejak tahun 2003 indek kesejahteraan masyarakat pedesaan bernilai positif. Sebagai contoh periode tahun 2003 (setelah krisis) indek kesejahteraan masyarakat pedesaan meningkat dibandingkaan tahun 1998 sebesat 1,72 artinya masyarak pedesaan kesejahteraannya meningkat sebesar 172%. Begitu juga pada periode berikutnya selalu bernilai positif. Pada tahun 2014 indek kesejahteraan masyarakat pedesaan meningkat 27% selama periode 2012-2014. Kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan merupakan dampak dari usahatani kelapa sawit. Tabel 1. Indek Kesejahteraan dan Dampak Ekonomi dan Multiplier Effect Ekonomi di Pedesaan Keterangan Tahun 1995 1998 2003 2006 2009 2012 2014 Indek Kesejahteraan 0.49-1.09 1.72 0.18 0.12 0,43 0,27 Multiplier Effect Ekonomi - - 4,23 2,48 3,03 3,28 3,43 5

Dari sisi ekonomi regioanl (wilayah) multiplier effec ekonomi (ME ekonomi) di pedesan juga menunjukkan angka yang besar dari 1 yaitu pada tahun 2014 indek ME sebesar 3,43. Artinya setiap infestasi kelapa sawit periode yang lalu di pedesaan sebesar Rp 1 pada periode berikutnya akan menyebabkan jumlah uang beredar di pedesaan menjadi Rp 3,43. Dari hasil penelitian sejak tahun 1995 (Tabel 1) menunjukkan bahwa kelapa sawit sampai saat ini masih memberikan kontribusi ekonomi maupun kesejahteraan untuk masyarakat Riau, apalagi masyarakat pedesaan. ME akan menyebabkan jumlah uang beredar di pedesaan meningkat, selanjutnya akan menimbulkan daya beli masyarakat dan permintaan terhadap barang juga meningkat. Sehingga akan menimbulkan mobilitas barang dan jasa ke atau dari daerah kota desa. Kalau kita ilustrasikan pada suatu desa terdapat 500 kelapa keluarga (KK) yang melakukan usatani kelapa sawit dengan asumsi masingmasing KK punya penghasilan Rp 4 juta per bulan (luas lahan 2 ha). Maka di desa tersebut setiap bulan akan beredar uang senilai Rp 2 milyar. Tentu saja tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi di pedesaan, maka mereka juga membelanjakan uangnya di perkotaan. Meningkatnya jumlah uang beredar di pedesaan, secara sinergi juga menyebabkan jumlah uang beredar di suatu wialayah. Sebagai catatan perlu diketahui, bahwa kesejahteraan tersebut hanya dinikmati oleh daerah yang mempunyai kelapa sawit, sedangkan daerah yang tidak melakukan usatani kelapa sawit masih jauh dari kesejahteraan. Proyeksi Kebutuhan PKS di Riau Luas lahan kelapa sawit di Propinsi Riau pada tahun 2013 sudah mencapai 2.372.402 ha dengan produksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 43.065.918 ton. Sampai saat ini jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi sebanyak 172 unit dengan kapasitas olah 7.800 ton per jam. Berdasarkan kondisi tersebut menyababkan semua TBS tidak dapat diolah dalam waktu yang relatif pendek. Dimana dalam ketentuan untuk menjaga kualitas suatu buah kelapa sawit seharusnya sudah diolah sebelum 8 jam sejak dipanen. Jumlah PKS yang terpasang mampu mengolah TBS sebanyak 37.440.000 ton per tahun. Akibatnya terjadi kelebihan bahan baku sebanyak 5.625.918 ton per tahun. Kelebihan ini tetap diolah oleh PKS, karena itu jam kerja PKS kadang kala bisa mencapai 24 jam per hari. Dari data yang disajikan pada Tabel 2 terlihat bahwa di Propinsi Riau masih membutuhkan PKS sebanyak 13 unit dengan kapasitas olah 60 ton TBS per jam (jam kerja 600 jam per bulan), sedangkan jika jam kerja 500 jam per bulan maka diperlukan PKS sebanyak 16 unit dengan kapasitas olah 60 ton per jam. Untuk lebih jelasnya proyeksi kebutuhan PKS di Propinsi Riau disajikan pada Tabel 2. 6

2. Pembahasan Tabel 2 Indikator Proyeksi PKS di Propinsi Riau Indikator Kuantitas Luas Areal (ha) 2.372.402 Produksi TBS (ton) 43.065.918 PKS sudah ada (unit) 172 Kapasitas PKS (ton/jam) terpasang 7.800 Kemampuan olah (ton TBS/tahun) 37.440.000 Kelebihan bahan baku (ton TBS) 5.625.918 Kekurangan PKS (60 ton TBS/jam)1) 13 Kekurangan PKS (60 ton TBS/jam)2) 16 Catatan: 1. Jam kerja 500 jam/bulan, 25 hari/bulan 2. Jam kerja 600 jam/bulan, 25 hari/bulan Sektor pertanian sampai saat ini masih memberikan kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian pedesaan, karena sebagian besar kegiatan pertanian masih dilaksanakan secara konvensional. Di daerah pedesaan dalam pengembangan sektor pertanian terlihat peran dominan pedagang pengumpul dan bandar besar (produsen sekunder) sebagai penguasa modal dan mengatur tataniaga komoditi pertnian. Akibatnya petani sebagai produsen primer diperkirakan hanya memperoleh manfaat keuntungan dari kegiatan usahatani dan tataniaga sekitar 5-15 persen, bahkan sering merugi. Sementara 15-95 persen manfaat keuntungan diperoleh oleh produsen sekunder (Kastaman, 2007). Terkait dengan kondisi sektor pertanian di pedesaan maka diperlukan penataan kelembagaan yang dapat menciptakan nilai tambah terutama komodit pertanian yang berorientasi ekspor seperti kelapa sawit. Ketertarikan masyarakat terhadap tanaman kelapa sawit salah satunya adalah keterjaminan pasar dari produk yang dihasilkan oleh petani. Dari sisi lain kepastian pasar tersebut menimbulkan keinginan untuk berusahatani dan tanaman tersebut mampu memberikan pendapatan yang layak bagi pelakunya. Kelapa sawit merupakan tanaman primadona masyarakat pedesaan khususnya di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Di Propinsi Riau perkembangan kelapa sawit cukup pesat. Hal tersebut sangat beralasan karena beberapa alasan, antara lain: 1) kondisi geografis wilayah Riau sangat mendukung terutama relatif datar dan tingkat kemimiringan dibawah 5%; 2) tingginya permintaan produk turunan kelapa sawit sehingga membuka potensi pasar komodit hulunya; 3) adanya ketrjaminan pasar bagi petani kelapa sawit; 4) kelapa sawit mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan tanaman perkebunan lainnya; dan 5) karena daerahnya relatif datar, maka biaya produksi kebun dapat diminimalkan sehingga memberikan keuntungan yang lebih tinggi (Syahza, 2007). 7

Guna memacu pelaksanaan pembangunan di daerah pedesaan, diperlukan investasi untuk modal awal pembangunan. Pelaksanaan pembangunan ekonomi pada suatu wilayah, investasi merupakan satu bagian yang penting dari pembangunan tersebut. Terutama dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Melalui investasi akan tersedia berbagai sarana produksi yang dapat dioptimalkan dalam menghasilkan otput dan nilai tambah sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kegiatan investasi secara umum dapat dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah pada umumnya dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan fisik dan nonfisik yang tidak dapat dibiayaai dan dilaksanakan oleh masyarakat/swasta. Khusus untuk negara yang sedang berkembang, kemampuan pemerintah untuk biaya investasi tersebut sangat terbatas terutama untuk prasarana dan sarana infrastruktur (Suhendra, 2010). Upaya membangun kemitraan pada usahatani kelapa sawit peran investasi swasta sangatlah dominan. Terutama membangun kebun dengan pola kemitraan yang selama ini sudah dilaksanakan. Dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit terdapat dua pola pengembangan, yaitu: Pertama, pola plasma yang dilakukan oleh perusahaan besar perkebunan baik swasta maupun negara. Pola plasma ini merupakan pendukung perusahaan inti perkebunan sebagai pemasok bahan baku berupa tandan buah segar (TBS). Bagi petani plasma sangat menguntungkan usahatani kelapa sawit. Hal tersebut sejak awal pembangunan perkebunan calon pemilik sudah terlibat dalam usahatani perkebunan kelapa sawit. Mereka dibina oleh perusahaan inti dan diberikan penyuluhan teknik berusatani kelapa sawit. Dampak dari ini semua menyebabkan produktivitas lahan tinggi, kualitas buah bagus, dan rendeman TBS juga tinggi. Semuanya ini berdampak kepada harga yang diterima oleh petani plasma. Kedua, pola swadaya yang merupakan usahatani perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara swadaya oleh petani yang berada disekitar kebun plasma. Cirikhas petani swadaya adalah selalu kekurangan modal. Keterbatasan modal tersebut memberikan indikator dari awal bahwa usahatani belum berjalan optimal. Kondisi ini terlihat dari pembukaan lahan, pembelian bibit yang kurang bagus, kondisi jalan produksi kurang memadai, perawatan kebun kurang terjamin, pemupukan tidak sesuai atura, sistem panen yang tidak teratur, kematangan buah tidak terjamin. Semua variabel ini mempengaruhi harga yang diterima oleh petani swadaya. Dalam pelaksanaan usahatani perkebunan kelapa sawit di lapangan, terutama masalah harga TBS selalu terjadi kesenjangan. Harga ditingkat plasma lebih tinggi dibandingkan dengan harga di tingkat swadaya. Antara kedua pola usahatani tersebut terjadi distorsi harga. Distorsi harga tersebut juga disebabkan karena petani plasma menjual TBS melalui koperasi dan langsung ke perusahaan 8

inti, sedangkan petani swadaya penjualan TBS melalui toke (pedagang) desa. Bahkan kebun petani plasma berada pada satu hamparan dan mudah untuk mencpai PKS, sementara kebun petani swadaya berpencaran dan jauh dari PKS. Dari permasahan tersebut penelitian ini membantu masyarakat petani swadaya dalam upaya meningkatkan mutu produksi, memperbaiki pengelolaan kebun, meningkatkan harga jual TBS. Salah satu cara yang dilakukan adalah membangun mitra usaha dengan pemilik modal. Mitra yang dibangun adalah pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang dapat menampung TBS petani swadaya. Sistem mitra tersebut melibatkan tiga komponen, yaitu: Petani melalui kelompoktani dan koperasi, perusahaan pengembang dalam hal ini investor (pengembang), dan Lembaga penelitian Universitas Riau. Ketiga komponen ini membangun mitra usaha dalam konsep kebersamaan yaitu agroestate kelapa sawit. Masing-masing komponen membuat suatu perjanjian dimana untuk pembangunan PKS lengkap dengan fasilitasnya sepenuhnya tanggung jawab investor (pengembang). Petani bertanggung jawab sebagai pemasok bahan baku kepada PKS dan Lembaga penelitian berfungsi sebagi pembinaan petani dan penelitian yang terkait dengan kelapa sawit. Hasil penelitian akan dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dan petani sekitarnya. Konsep kerjasama dari ketiga komponen tersebut tertuang dalam nota kesepahaman (terlampir). Sebagai gambaran bentuk mitra kerja ketiga pelaku pengembangan usahatani perkebunan kelapa sawit dan produk turunannya disajikan pada Gambar 1. Dalam membangun kemitraan berbasis kelapa sawit, Lembanga Penelitian berperan sebagai pelaksana tridarma perguruan tinggi, yaitu: pelaksanaan pendidikan dan pengajaran kepada masyarakat yang terlibat maupun masyarakat sekitarnya, melakukan penelitian terhadap komoditi kelapa sawit dari hulu ke hilir yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis dan masyarakat petani, pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk pembinaan karakter petani. Khusus untuk penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Riau akan melibatkan peneliti-peneliti yang terkait dengan pengembangan kelapa sawit baik dari sisi teknologi, inovasi produk, dan sosial ekonomi masyarakat. Bentuk kerjasama yang dirancang antara investor, lembaga penelitian Universitas Riau, dan kelompok tani (melalui koperasi) akan saling menuntungkan. Keuntungan tersebut antara lain: 1) bagi perusahaan akan adanya jaminan bahan baku yang dipasok oleh koperasi; 2) bagi koperasi akan mendapatkan keuntungan dari sisi harga, jarak tempuh kebun dengan PKS, kualitas rendemen dapat meningkat. 3) Bagi Lembaga penelitian Universitas Riau akan mendapat kemudahan untuk 9

melakukan penelitian yang terkait dengan kelapa sawit baik kehulu maupun kehilir. Peneliti-peneliti akan dapat mengembangkan ilmunya melalui inovasi-inovasi hasil penelitian. Disamping itu juga kegiatan pengabdian pada masyarakat dalam bentuk pembinaan masyarakat petani. Potensi Daerah Masyarakat Usaha kecil Jasa Angkutan Industri Rumah Tangga Petani Kelapa Sawit Lembaga Perkreditan Formal Perbankan Non Perbankan Non Formal Pembinaan Anggota KOPERASI Manfaat Partisipasi Pembinaan KOPERASI Jasa Keuangan Aliran Barang PENGUSAHA Jasa Keuangan Pembinaan Lembaga Penelitian Unri Koordinasi Penelitian dan Pengembangan Perusahaan Nasional Perusahaan Lokal PKS, Industri Hilir CPO Kesejahteraan Anggota Gambar 1. Bentuk Kemitraan Usahatani Kelapa Sawit dan Pengembangan Produk Turunannya Yang tak kalah pentingnya adalak koperasi memperoleh fee buah setiap kg pasokan ke PKS. Untuk kapasitas olah PKS 60 ton/jam diprediksi pengolahan TBS setiap bulannya sebanyak 24.000-30.000 ton perbulan. Dengan demikian fee yang diterima olek koperasi setiap bulannya berkisar Rp350.000.000-Rp450.000.000. Keuntungan tersebut merupakan bentuk keuntungan usaha jasa sebagai penjamin pasokan TBS ke PKS yang bermitra. Pada akhir tahun sisa hasil uaha (SHU) koperasi diprediksi sebesar Rp 4 sampai Rp 5 milyar. Kedepan mitra usaha yang dibangun bersama perguruan tinggi yakni Universitas Riau dalam penataan kelembagaan dan pengembangan industri hilir produk turunan kelapa sawit di pedesaan disajikan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat bentuk mitra kerja yang salaing terkait. Lembaga penelitian Universitas Riau melakukan pengabdian dan pembinaan usahatani 10

kelapa sawit kepada petani melalui kelompok-kelompok tani dibawah naungan koperasi mitra (Badan Pengelola). Bentuk pengabdian tersebut berupa pembinaan, pemeliharaan kebun, peningkatan kualitas sumberdaya manusia petani dan keluarga petani, pembinaan dan bimbingan pengembanan usaha sampingan, pembinaan strategi menjalin kerjasama dengan mitra. LEMBAGA PENELITIAN UNRI Penelitian, Inovasi Kesajahteraan Petani dan Masyarakat Pembinaan, Pengabdian PERUSAHAAN (Investor) Mitra Kerja dan Usaha KOPERASI PALMA JAYA Gambar 2 Taget Mitrausaha Kelapa Sawit di Pedesaan Dari sisi lain Lembaga Penelitian Universitas Riau melakukan kajian dan pengembangan berupa inovasi baik dari CPO yang dihasilkan oleh PKS (dalam hal ini pengembang) maupun teknik pengolahan limbah yang bernilai ekonomi. Penelitian ini didukung oleh perusahaan mitra. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti Universitas Riau yang terkait dengan pengembangan kelapa sawit dan produk turunannya ke depan. Perusahaan mitra yakni investor berkewajiban menerima TBS anggota koperasi mitra (Badan Pengelola), dari sisi lain sebagai pemasok buah atau TBS ke PKS sepenuhnya tanggung jawab koperasi mitra. Karena itu pihak perusahaan juga dituntut untuk membina pengurus koperasi dan anggotanya dalam upaya menjaga kualitas TBS. Perusahaan secara rutin membina petani bagai mana teknik mempertahankan dan meningkatkan kandungan rendemen minyak kelapa sawit. Dari sisi lain hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas Riau yang bernilai ekonomi dipasarkan oleh perusahaan baik berupa pemanfaatan limbah maupun produk turunan lainnya. Apabila hal 11

tersebut dapat berjalan secara lancar dan saling menguntungkan, maka dalam jangka panjang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, khususnya masyarakat kelapa sawit. Bentuk keterkaitan dan kerjasama antara tiga pelaku agribisnis kelapa sawit disajikan pada Gambar 2. SIMPULAN Perkembangan perkebunan tersebut merupakan bukti bahwa animo masyarakt terhadap kelapa sawit sangat tinggi. Komoditi kelapa sawit dari sisi petani merupakan momoditi yang pasarnya terjamin dibandingkan kemoditi unggulan lainnya seperti karet dan kelapa. Pembangunan PKS (pabrik kelapa sawit) telah menciptakan pasar bagi hasil perkebunan kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS). Usahatani kelapa sawit telah memberikan tingkat kesejahteraan yang tinggi di pedesaan baik yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat secara langsung. Usahtatani kelapa sawit telah memberikan multiplier effect ekonomi di pedesaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Percepatan pembangunan ekonomi pedesaan berbasis kelapa sawit seharusnya dilakukan dengan konsep agroestate berbasis kelapa sawit (ABK). Konsep ABK merupakan keterlitan antara investor sebagai pemasok modal, petani melalui koperasi sebagai pemasok bahan baku, perguruan tinggi melalui lembaga penelitian untuk pengembangan inovasi berupa penelitian dan pembinaan petani. Peran lembaga penelitian juga sebagai perantara antara masyarakat dengan perusahaan pengembang terutama terkait dengan konflik sosial dan penerapan Corporate Social Responsibility (CSR). SANWACANA Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025) ini didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional tahun anggaran 2014. Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat melalui Lembaga Penelitian Universitas Riau yang telah memberikan kesempatan dan menyediakan dana untuk Penelitian MP3EI. Semoga hasil kerja ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Dinas Perkebunan Propinsi Riau, 2013, Statistik Perkebunan Propinsi Riau, Pemerintah Propinsi Riau, Pekanbaru. 12

Kusnandar., D W. Padmaningrum, W. Rahayu, dan A. Wibowo., 2013. Rancang Bangun Model Kelembagaan Agribisnis Padi Organik Dalam Mendukung Ketahanan Pangan, dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol14, Nomor 1 Juni 2013, halaman 92-101, Fakultas Ekonomi Muhammadyah Surakarta, Surakarta. Kastaman. Roni., 2007, Upaya Peningkatan Pendapatan Petani yang Maksimal Melalui Pengaturan Pola Pemilihan Komoditi Model Sinergi, dalam Jurnal Sosiohumaniora, Volume 9 Nomor 3, November 2007, halaman 211-225. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung. Sumaryo., 2011. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Tingkat Keberdayaan Ekonomi Rumah Tangga, dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 12, Nomor 2 Desember 2011, halaman 272-280, Fakultas Ekonomi Muhammadyah Surakarta, Surakarta. Suhendra, I., 2010, Faktor Penentu Investasi Swasta di Indonesia, dalam Jurnal Ekonomi, Tahun XV/02/Juli 2010, halaman 131-150, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta. Syahza. A., 2007. Percepatan Pemberdayaan Ekonmomi Masyarakat Pedesaan dengan Model Agroestate Berbasis Kelapa Sawit, dalam Jurnal Ekonomi, Th.XII/02/Juli/2007, hal 106-118, PPD&I Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta. -----------., 2008, Model Pemasaran Produk Pertanian Berbasis Agribisnis Sebagai Upaya Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Pedesaan, dalam Jurnal Ekonomi, Tahun XIII/01/Maret 2008, halaman 60-70, Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta. 13