I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. mengestimasi nilai barang milik daerah berupa nilai tanah dan bangunan Gedung

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB - III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB IIIGAMBARAN GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi persepsi..., Inayah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

: OTDA, PEMERINTAHAN UMUM, ADM KEUANGAN ORGANISASI URUSAN PEMERINTAHAN DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET JUMLAH

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan. Pengertian aset menurut Standar Penilaian Indonesia (2015)

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB IV GAMBARAN UMUM Sekilas Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan antara pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada millennium keempat ini Indonesia memasuki era baru dalam sistem pemerintahannya. Otonomi Daerah, sebagai salah satu pilihan yang bermula pada awal 2001 bertepatan dengan pemberlakuan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Diberlakukannya undang-undang tersebut akan terjadi perubahan mendasar dalam sistem pengelolaan Negara yang selama ini bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Peran Pemerintah Pusat tentu akan makin kecil, sebaliknya peran Pemerintah Daerah akan semakin besar dalam pembangunan wilayahnya. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang hingga kini memasuki tahun keempat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya. Pemerintah Daerah Khususnya DKI Jakarta dituntut untuk memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Pemerintah Daerah harus dapat melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya. Kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah tercermin dari sumber-sumber penerimaan daerah dan bagian daerah dari penerimaan Negara yang terdapat dalam UU No, 25/1999. Di dalam UU No. 25/1999 terdapat empat sumber penerimaan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

Pendanaan yang optimum adalah salah satu syarat suatu daerah agar otonomi daerah mempunyai arti bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah. Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian & Kehutanan DKI Jakarta diberi kesempatan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri sesuai dengan potensi dan keberadaan sumber daya pada Dinas tersebut, sehingga Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) dapat ditingkatkan semaksimal mungkin. Dengan demikian, Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai peran strategis dalam penyelenggaraan otonomi daerah untuk dapat mengurangi ketergantungan subsidi dari pemerintah pusat. Tabel 1. Nilai per bidang Aset Dinas Pertanian & Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2004 No. Bidang Aset Nilai Perolehan (Juta Rupiah) 1 Tanah 821.375,00 2 Bangunan Gedung 34.371,00 3 Instalasi Air 112,00 4 Alat-alat Pertanian 2.537,00 5 Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga 1.047,00 6 Buku/Perpustakaan 75,00 7 Tanaman 848,00 8 Alat Laboratorium dan Mesin 2.750,00 Total 863.120,00 Sumber : BPS-Dinas Pertanian DKI Jakarta, 2004 Begitu pentingnya peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi suatu daerah, maka Dinas Pertanian & Kehutanan perlu meningkatkan

pengelolaan dan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya-upaya pengelolaan aset baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi yang seiring sejalan dengan pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana umum. Di bawah ini tercantum Nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta : Tabel 2. Nilai Pendapatan Asli Daerah Sektor Pertanian dan Kehutanan Tahun 2000-2004. No. Uraian RETRIBUSI KEKAYAAN DAERAH 1 Pemakaian Aset Daerah Sektor Pertanian Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Realisasi ( Juta Rupiah) a. Pemakaian Kios Promosi Bunga 14,66 15,44 17,56 24,46 28,80 b. Pemakaian Los Promosi Bunga 15,58 16,98 17,25 19,11 21,24 c. Pemakaian Lahan Usaha Promosi Penangkar Bibit 8,46 8,75 10,24 12,22 13,20 d. Pemakaian Lahan Kebun 8,62 8,84 9,86 10,98 12,00 e. Pemakaian Lahan Taman Anggrek Ragunan 9,46 9,76 11,53 13,66 15,12 f. Pemakaian Pusat Pelatihan TC Klender 5,67 6,11 7,33 7,63 8,10 g. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 22,45 23,11 26,54 37,58 43,31 2 Pemakaian Aset Daerah Sektor Kehutanan a. Pemakaian Tempat Penimbunan Hasil Hutan 19,86 21,54 18,11 17,33 16,89 b. Penggunaan Fasilitas Kehutanan 43,56 47,86 61,23 74,32 88,50 c. Pemakaian Peralatan untuk Pengeringan, Pengawetan dan Pengolahan Kayu 77,64 81,24 90,34 124,36 151,37 d. Pemakaian Peralatan untuk Pengujian 2,11 0,98 0,75 0,23 0,040 e. Pemakaian Fasilitas Kehutanan Di Hutan Kota dan Hutan Wisata 4,35 4,25 5,66 6,10 7,40 Jumlah Total 1 + 2 232,45 244,77 276,44 348,03 405,97 Sumber : Dinas Pertanian & Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.

Tabel 2.1. Pengelompokan Hasil Pemasukan Pendapatan Asli Daerah dari aset Dinas. No. Uraian Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 1 Tanah 66.354.000 70.140.000 72.698.000 79.425.000 85.856.000 2 Bangunan 20.335.000 21.557.000 24.899.000 32.101.000 36.900.000 3 Alat Mesin Pertanian 123.314.000 130.076.000 152.329.000 198.912.000 239.911.000 dan Kehutanan Sumber : Dinas Pertanian & Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Dari Tabel 2.1. dapat dijelaskan bahwa pada pemakaian aset Daerah Sektor Pertanian secara keseluruhan mengalami kenaikan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diterima dari tahun 2000 hingga 2004, namun kenaikan tersebut masih tergolong kecil yaitu antara 2 hingga 9 persen, oleh karena itu perlu adanya upaya memasarkan aset yang ada secara terus menerus dan harus berani bersaing dengan pihak swasta serta perlu terbinanya kemitraan usaha dengan pihak ketiga. Pada aset Daerah Sektor Kehutanan cenderung menurun dari waktu ke waktu yaitu adanya kenaikan ditahun pertama kemudian menurun di tahun berikutnya seperti pada tempat penimbunan hasil hutan disebabkan oleh keadaan dimana pada tahun 2001 banyak sekali kayukayu yang datang dari pulau Kalimantan dan Sumatera masuk melalui pelabuhan Sunda Kelapa, Kalibaru, Tanjung Priok dan Marunda, dan pada tahun tersebut juga belum ada saingan mengenai tempat penimbunan kayu di Jakarta, seiring bertambahnya tahun semakin banyak berkembang tempat-tempat penimbunan kayu milik swasta dengan persaingan dalam hal pelayanan dan harga penitipan. Penurunan yang

cukup drastis adalah pada pemakaian peralatan untuk pengujian kayu, dimana pada tahun 2000 sewa alat untuk pengujian kayu cukup banyak waktu itu, namun dengan berjalannya waktu pihak perusahaan sudah banyak yang memiliki alat uji kayu tersebut sehingga tiap tahun angka penyewaan terhadap alat penguji kayu tersebut terus menurun, oleh sebab itu perlu ada tehnik-tehnik baru untuk mengatasi hal ini. Untuk peralatan pengeringan kayu, pengawetan dan pengolahan kayu masih cukup banyak kesempatan untuk ditingkatkan lagi dalam hal penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengingat alat-alat tersebut belum banyak dimiliki oleh pengusaha di Jakarta sehingga para pengusaha kayu melakukan pengeringan, pengawetan dan pengolahan pada Aset milik Dinas Pertanian dan Kehutanan. Jadi pada prinsipnya bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih memungkinkan untuk ditingkatkan namun perlu langkah-langkah dan alternatif strategi yang tepat. Kompetensi Inti (Core Competences) yang dimiliki Dinas Pertanian & Kehutanan dalam pengelolaan Aset adalah : pertanian perkotaan berbasis agribisnis. Perihal di atas juga tidak lepas dari infrastruktur pendukung yang saling berkaitan dan terintegrasi yaitu : rencana dasar pembangunan, rencana tata ruang, organisasi pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat, dan yang tidak kalah pentingnya adalah yang berkaitan dengan modal yang sangat penting sebagai dasar menuju kemandirian. Adapun modal dapat diidentfikasi, dimanfaatkan dan dioptimalkan antara lain : (1). Kapital, yaitu Kemampuan keuangan APBD, (2). Manusia, yaitu Kualitas dan kuantitas SDM, (3). Infrastruktur, (4). Aset Milik Pemerintah Daerah yang dapat dioptimalkan, (5) Potensi Ekonomi yang belum teridentifikasi.

Tabel 3. Nilai Retribusi yang dikenakan kepada penyewa Tanah dan Bangunan. No. Lokasi Tahun 2004 Sewa Lahan Sewa Tanah + Harga Berdasarkan Bangunan Harga Pasaran Pasaran Perda 3 Th Berdasarkan (Sewa) (Sewa) 1999 Perda 3/1999 1 Taman Anggrek Ragunan Rp. 1000/m2 Rp. 3000/m2 - - Laboratorium 2 Lebak Bulus - - - - 3 4 5 6 Kebun Bibit Rp. 1000/m2 Rp. 2000/m2 - - Pasar Bunga Rp. 3000- Rp. 25000/hr Rp. 60000 - Rp. 1000/los Rawabelong 4000/los Uk' 2,5 x 3 m 75000/hr TPK Cipinang Rp. 1000/m2 Rp. 3500/m2 - - TC. Klender Rp. 1000/m2 Rp. 3000/m2 Rp. 50000/hr Rp. 60000-100000/hr Sumber : Perda No. 3 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Tarif Retribusi. Jakarta sebagai kota memiliki fungsi-fungsi diantaranya : a. Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia b. Sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia dan pusat pemerintahan Provinsi DKI Jakarta c. Sebagai Kota perdagangan yang mengakomodasikan kegiatan perdagangan internasional (ekspor-impor) maupun nasional serta kegiatan lokal. d. Sebagai Kota jasa, dengan semakin meluasnya pusat pelayanan atau sejenisnya (jasa konsultasi, jasa konstruksi, jasa perbankan dan lainlain.) e. Sebagai Kota pendidikan dengan banyaknya sarana pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. f. Sebagai Kota wisata, dengan banyaknya sarana pariwisata berskala nasional dengan kualitas layanan internasional.

Pada lima tahun terakhir ini, Dinas Pertanian dan Kehutanan masih menerapkan sistem penyewaan dan sistem penggunausahaan dalam bentuk Kerjasama Operasi (KSO) dan belum berkembang ke bentuk lain. Padahal bentuk yang lain masih memungkinkan mengingat banyaknya aset yang dimiliki. Mungkin perlu adanya terobosan-terobosan baru dalam hal pemasaran aset khususnya milik Pemerintah Daerah ke masyarakat umum. Pemerintah Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta memiliki persoalan pembangunan yang cukup kompleks diberbagai bidang, serta mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan peningkatan pertumbuhan tata ruang kota. Oleh karena itu guna mendukung terlaksananya pembangunan daerah yang sesuai dengan arah dan kebijakan pembangunan, berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dana dari berbagai sumber dengan memperhatikan kemampuan dan potensi suatu daerah. Peran swasta dan masyarakat dalam mengelola serta mendayagunakan aset berupa tanah/lahan dan bangunan diperlukan strategi yang tepat agar diperoleh hasil yang optimal. Disamping itu diupayakan agar dalam pelaksanaan nanti harus didapat prinsip yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak. Salah satu sektor yang dapat diharapkan jadi pendapatan daerah terutama perkotaan adalah melalui sektor properti. Potensi sektor properti di daerah ini tidak hanya dalam hal pembangunan properti saja namun juga menyangkut pengelolaan properti yang sudah termanfaatkan ataupun yang belum termanfaatkan secara optimal. Banyak sumber yang dapat ditarik dari sektor properti, baik yang termasuk dalam katagori sumber penerimaan konvensional (seperti ; Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB), penerimaan sumber Daya Alam dan lain-lain) maupun sumber penerimaan baru atau non konvensional (seperti : Development Impact Fees, Penerimaan akibat perubahan Harga Dasar Tanah dan lain-lain). Secara tidak

langsung,potensi penerimaan asli daerah dari sektor properti ini dapat dilihat dari potensi pajak yang dapat ditarik. Akan tetapi dalam perkembangannya nanti untuk menghadapi otonomi daerah, tidak hanya mengoptimalkan pada potensi pajak dari sektor properti saja. Tetapi juga harus mengetahui jumlah dan sejauh mana pemanfaatan aset properti yang dimiliki Pemerintah Daerah saat ini. Manajemen aset properti ini sangat penting diketahui karena di samping sebagai penentuan aktiva tetap dalam faktor penambah dalam total aset daerah juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan. Pemanfaatan aset properti hanya dapat dioptimalkan apabila penilaian terhadap properti daerah secara keseluruhan sudah dipenuhi. Penilaian terhadap properti tidak dapat dilakukan secara sembarangan tetapi harus melalui perhitungan dan analisis secara profesional dengan pertanggungjawaban nilai yang wajar dan marketable. Sehingga hasil yang diharapkan dari penilaian properti tersebut mempunyai nilai yang akurat. Sebelum melakukan penilaian properti secara profesional, selayaknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian penilaian dan properti secara benar. Penilaian adalah gabungan antara ilmu pengetahuan dan seni (science and art) dalam mengestimasikan nilai suatu kepentingan yang terdapat dalam suatu properti bagi tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan serta dengan mempertimbangkan segala karakteristik yang ada, pada properti tersebut termasuk jenis-jenis investasi yang ada di pasaran. Sedangkan pengertian properti menurut "common law" atau hukum Anglo Saxon dari Inggris disebutkan bahwa properti artinya pemilikan atau hak untuk memiliki sesuatu benda, atau segala benda yang dapat dimiliki. Artinya properti dapat dibedakan kepemilikannya atas benda-benda bergerak (personal property) dan tanah serta bangunan permanen (real property). Dalam personal property ada yang termasuk tangible (seperti peralatan, perlengkapan mesin, kendaraan dan lain-lain) dan intangible aset (seperti surat-surat berharga dan godwill/copyright/franchises, dan

lain-lain). Sedangkan real property adalah pengertian properti yang kita pahami selama ini yakni tanah dan bangunan permanen serta pengembangan lainnya. Mengenai hal ini dari segi hukumnya berkaitan dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No 12 Tahun 1985 jo Undang- Undang No 12 Tahun 1984, dinyatakan bahwa tanah (bumi) adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Jadi penilaian properti adalah suatu proses perhitungan secara matematika dan kajian karakteristik dalam memberikan suatu estimasi dan pendapatan atas nilai ekonomis suatu properti baik berwujud maupun tidak berwujud. Berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku. Penerapan penilaian properti dalam menghadapi otonomi daerah ini mempunyai peran andil yang cukup besar terutama dari segi manajemen aset properti daerah. Dalam ilmu properti sekarang ini berkembang suatu teori baru yang dikenal dengan manajemen aset atau asset management. Setelah Perang Dunia II, manajemen aset memiliki ruang lingkup utama untuk mengontrol biaya pemanfaatan ataupun penggunaan aset dalam kaitan mendukung operasionalisasi pemerintah daerah. Selain itu ada upaya pula untuk melakukan inventarisasi aset Pemerintah Daerah yang tidak digunakan. Namun dalam perkembangan ke depan, ruang lingkup manajemen aset lebih berkembang dengan memasukkan aspek nilai aset, akuntabilitas pengelolaan aset, audit atas pemanfaatan tanah (land audit), aplikasi sistem informasi dalam pengelolaan aset dan optimalisasi pemanfaatan aset. Perkembangan yang terbaru, manajemen aset bertambah ruang lingkupnya hingga mampu untuk memonitor kinerja operasionalisasi aset dan juga strategi investasi untuk optimalisasi aset. Perkembangan mengenai hal terakhir ini dalam konteks pengelolaan aset oleh Pemerintah Daerah di Indonesia kemungkinan besar masih belum sepenuhnya dipahami oleh para pengelola daerah. Manajemen aset merupakan salah satu profesi atau keahlian yang memang belum sepenuhnya berkembang dan populer di masyarakat.

Berdasarkan ruang lingkup manajemen aset maka diperlukan lima langkah manajemen aset daerah, yaitu : 1). Identifikasi potensi ekonomi daerah, secara kajian ilmiah dan survei melalui peran Informasi Teknologi ; 2). Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah; 3). Menganalisis dan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan dan sistem pelayanan yang efisien untuk mengurangi cost ; 4). Optimalisasi aset Pemerintah Daerah, melalui studi optimalisasi aset ke arah profit oriented ; 5). Intermediasi bagi investor untuk aset yang marketable. Berdasarkan uraian di atas kita hanya berharap semoga Pemerintah Daerah kita sudah mempunyai sistem dan strategi yang mengarah dengan jelas dalam mengelola kota dan pengembangannya untuk menghadapi otonomi daerah mulai tahun depan sehingga dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi kita sebagai masyarakat. Oleh karena itu, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2003 tentang Rencana Pembangunan Tahunan Daerah Provinsi DKI Jakarta menetapkan matrik indikator bidang ekonomi dalam pengembangan usaha daerah yaitu dengan salah satu programnya yaitu pemberdayaan aset daerah dengan indikator kinerja yang mencakup 3 (tiga) hal yaitu : 1) Meningkatnya jumlah aset daerah yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga, 2) Terlaksananya evaluasi jumlah aset daerah yang dimanfaatkan, 3) Terlaksananya penyusunan data base sistem manajemen aset daerah.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut ada beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu : a. Bagaimana mengoptimalkan pengelolaan aset daerah, sehingga Pendapatan Asli Daerah Dinas dapat meningkat? b. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap pengelolaan aset? c. Strategi apa yang akan diambil Dinas Pertanian & Kehutanan dalam pengelolaan aset daerah untuk meningkatkan PAD? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) Dinas Pertanian dan Kehutanan dalam pengelolaan aset daerah. b. Menentukan rumusan-rumusan alternatif strategi yang dapat digunakan dalam menerapkan setiap kebijakan pengelolaan aset daerah. c. Memformulasikan strategi yang tepat untuk pengelolaan aset daerah sebagai obyek peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).