Apa reaksi Anda ketika tahun 1971 Cak Nur melontarkan gagasan Islam, yes! Partai Islam, No!?

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB V KESIMPULAN. sekularisasi dari istilah sosiologis merupakan menduniawikan nilai-nilai

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis

SEKULARISASI DITINJAU KEMBALI 1

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

BAB IV KARAKTERISTIK PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

OPOSISI SUATU KENYATAAN 1

Indonesia akan menyelenggarakan pilpres setelah sebelumnya pilleg. Akankah ada perubahan di Indonesia?

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama Pilar Konstitusi Negara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

Bahaya Jaringan Islam Liberal. (Sekularis Berkedok Muslim)

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

SANG PENARIK GERBONG ITU 1

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI ANWAR ILMAR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

ISLAM DAN DEMOKRASI. UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. MATA KULIAH AGAMA ISLAM. Modul ke: 13Fakultas.

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

Presiden Seumur Hidup

BAB IV ANALISIS APLIKASI KONESP EKSISTENSI PROFETIK KUNTOWIJOYO. Dunia yang senantiasa berkembang, berkonsekuensi pada perubahan realitas,

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

Hubungan Islam Dan Orde Baru. Written by Wednesday, 08 September :03

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

MENJADI MUSLIM DI NEGARA SEKULER

BAB V PENUTUP. A. Analisis

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

PROSPEK ISLAM POLITIK

Percakapan dengan M. Dawam Rahardjo

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Jl. Lembang Terusan No. D57, Menteng Jakarta Pusat, 10310, Indonesia Telp. (021) , Fax (021) Website:

POLITICS DAN POLITICKING Oleh Nurcholish Madjid

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

A. Persamaan Pemikiran Imam Mawardi dengan Ali Abdul Raziq tentang Konsep

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

TWO VISIONS OF REFORMATION

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

Muhammad Rahmat Kurnia, Ketua Lajnah Fa aliyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia.

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

BAB V KESIMPULAN. yang sering dilakukan adalah dengan kriminalisasi melalui instrumen hukum.

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

BAB I PENDAHULUAN. kalangan para ilmuwan, termasuk dalam lingkup kajian Filsafat (b aik Barat

Komunikasi Politik & Rekrutmen Politik. Pertemuan 11-12

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Tentu saja bukan hanya Amerika, menurut saya banyak negara, bahkan negara sekecil Singapura saja punya kepentingan.

Islam dan Sekularisme

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir Hizbut Tahrir Indonesia

Memaknai Pancasila sebagai Dasar Negara*

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan ribuan pulau dan

BAB IV ANALISIS FIKIH SIYASAH TERHADAP PELAKSANAAN PERGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DPRD FKB PEMKOT MOJOKERTO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu

MUHAMMADIYAH DI MATA MAHASISWA NON IMM

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN PEREMPUAN MENURUT MASDAR FARID MAS UDI DAN KIAI HUSEN MUHAMMAD

APATISME PEMBICARAAN NEGARA ISLAM 1

Asas Tunggal Partai Politik

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A

UMMI> DALAM AL-QUR AN

RINDU KEHIDUPAN ZAMAN MASYUMI 1

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. tertentu. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia, usaha

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V. Penutup. yang terdiri dari gambar/foto, audio, dan video. 1. Kajian Propaganda dalam Teks

KEPERCAYAAN VERSUS PENGETAHUAN

MASALAH PEMBARUAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

DIMENSI FILSAFAT DALAM WAHYU

BAB I PENDAHULUAN. andil pada perubahan sistem dan tata nilai dalam masyarakat Islam.

TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI

Membahas Kitab Tafsir

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

151 Perda yang Bias Agama. Oleh Victor Silaen

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.

PERASAAN TERSUMBAT BISA BERBAHAYA 1

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

Menyoal Kesiapan AMM dalam Upaya Revitalisasi Ideologi dan Reaktualisasi Gerakan Islam yang Berkemajuan

OPOSISI ATAU KEDEWASAAN 1

Modul ke: MASYARAKAT MADANI. 13Fakultas FASILKOM. Salamah, SPd. MSi. Program Studi Teknik Informatika

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Mahasiswa dikenal sebagai agen of change yaitu mahasiswa sebagai

RERUM: Kumpulan Karya Ilmiah tentang Teologi dan Sosial

Kata Kunci: Pemahaman, Berpikir Rasional, Pembangunan

Transkripsi:

Proses pembaruan pemahaman keislaman di Indonesia pada era 1970 dan 1980-an tidak pernah lepas dari peran Cak Nur (sapaan akrab Prof. Dr. Nurcholish Madjid). Gagasan-gagasan segar Cak Nur tentang keislaman, kemodernan, dan keindonesiaan, sampai kini masih menginspirasi dan mewarnai corak pemikiran beberapa generasi muda Indonesia. Hanya saja, seberapa jauh relevansi gagasan-gagasan tersebut untuk konteks kekinian masih harus terus diuji. Sebab, setiap gagasan tidak pernah terlepas dari konteks dan iklim yang dihadapi oleh seorang pemikir atau penggagas ide. Jargon Islam, Yes! Partai Islam, No! yang pernah dilontarkan Cak Nur pada tahun 1971, misalnya, sangat terkait dengan problem keislaman dan afiliasi politik umat Islam ketika itu. Kritikan-kritikan beberapa tokoh Islam seperti Prof. Dr. H. M. Rasjidi atas ide-ide Cak Nur, juga tidak dapat dilepaskan dari prasangka-prasangka politik yang berkembang di masanya. Demikian intisari perbincangan Ulil Abshar-Abdalla dari JIL dengan Prof. Dr. Dawam Rahardjo, cendekiawan muslim yang juga teman seangkatan Cak Nur. Perbincangan berlangsung Kamis (17/3) lalu, bertepatan dengan simposium tiga hari (17-19/3) tentang pemikiran Cak Nur yang diselenggarakan Universitas Paramadina. Mas Dawam, bagaimana hubungan Anda dengan Cak Nur? Saat ini saya sudah berumur 62 tahun, sementara Cak Nur 66. Tapi dalam organisasi dulunya, saya satu angkatan dengan dia. Dari segi umur, Cak Nur itu sedikit kakak bagi saya. Tapi dalam organisasi, dia sahabat saya. Apa reaksi Anda ketika tahun 1971 Cak Nur melontarkan gagasan Islam, yes! Partai Islam, No!? Waktu itu, saya dengan cepat menangkap maksud Cak Nur. Cak Nur pernah memberi penjelasan bahwa banyak sekali orang yang menganggap partai Islam ketika itu telah banyak membuat kesalahan. Karena itu, dia pantas ditolak. Tapi masyarakat yang menolak partai Islam tidak serta merta bisa diartikan sedang menolak Islam. Mereka tetap setuju Islam, tapi tidak suka dengan penampilan partai Islam ketika zaman Orde Baru, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Jadi yang hendak ditekankan ketika itu adalah perasaan bahwa orang yang tidak setuju partai Islam belum tentu anti-islam. Apa motif Cak Nur ketika melontarkan gagasan itu? 1 / 6

Sekadar untuk menyelamatkan image Islam. Sebab dengan buruknya penampilan partai Islam, image Islam juga mendapat sorotan. Islam lalu ikut menjadi jelek juga. Saat itu juga ada perbedaaan tentang interpretasi hubungan Islam dan negara. Partai Islam ketika itu juga memperjuangkan negara Islam. Padahal, penafsiran semacam itu belum tentu otentik. Jadi yang ingin ditegaskan Cak Nur saat itu, orang Islam masih tetap merujuk Islam sebagai sumber ajaran, nilai maupun moral, tapi belum tentu menyetujui partai Islam. Makanya yang saya mengerti, Cak Nur sebenarnya ingin menyelamatkan Islam. Yang saya tidak mengerti, mengapa orang kemudian menentang pendapat Cak Nur begitu sengitnya. Apakah pendapat Cak Nur ketika itu menyenangkan rezim Orba yang sedang berkuasa? Dawam Rahardjo Menurut hemat saya tidak juga. Memang banyak kritik terhadap Cak Nur, misalnya dari Prof. Dr. H. M. Rasjidi. Saya pernah berbicara sendiri dengan Pak Rasjidi di Jeddah setelah kontroversi itu berlangsung. Dia mengatakan bahwa dia sebenarnya tidak keberatan dengan ide-ide Cak Nur tentang pembaruan pandangan keislaman. Hanya saja, dia menganggap Cak Nur sedang diperalat oleh pemerintah Orde Baru, dan khususnya BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara) yang waktu itu dikait-kaitkan dengan Ali Moertopo. Jadi, Cak Nur dianggap anteknya Ali Moertopo. Cak Nur juga banyak ditentang karena secara politik dia banyak sekali mengritik Masyumi. Itulah yang mungkin menyakitkan bagi banyak orang. Sampai-sampai Prof. Husein Alatas pernah berpesan kepada saya sebagai kawan Cak Nur agar jangan sekali-kali memusuhi para orang tua. Pesan itu dia sampaikan ketika saya bertemu dengannya di Sri Lanka pada tahun 1974. Pesan itu dia ingatkan betul. Dari pesan seperti itu, saya lalu mengambil kesimpulan bahwa mereka yang menentang Cak Nur ataupun pro Pak Rasjidi, sebetulnya bukan karena gagasan Cak Nur itu sendiri, tapi lebih banyak karena faktor lain seperti kecurigaan politik. Jadi dari substansi pemikirannya, Pak Rasjidi tidak keberatan? Ya. Hanya saja dia kemudian mencari-cari dan menuduh sesuatu yang tidak benar. Padahal tuduhan-tuduhan politis itu justru dia lakukan sendiri. Misalnya, dia menuduh teologi Cak Nur banyak terpengaruh Barat. Prof. Dr. Harun Nasution juga dia tuduh terpengaruh Barat. Padahal 2 / 6

buku Pak Rasjidi berjudul Filsafat Agama, merupakan saduran mentah-mentah dari seorang pemikir Kristen. Buku itu memang diterbitkan dengan judul berbeda untuk mengesankan itu murni karangan Pak Rasjidi. Tapi nyata-nyata, buku itu tidak dikarang sendiri, tapi cuma saduran. Jadi pada titik ini, Pak Rasjidi juga dapat dikatakan tidak beretika, dan juga tidak konsisten. Dia sendiri justru memakai pemikiran Barat, bahkan menyadurnya secara mentah-mentah dari karangan seorang pendeta. Makanya saya berpendapat, Pak Rasyidi itu sebenarnya menerima teologi Kristen. Kita tahu, teologi Kristen itu merupakan bentuk pembelaan orang-orang Kristen terhadap agamanya. Nah, kalau argumen-argumen itu bisa dipakai, secara tidak langsung dia bisa juga digunakan untuk membela Islam. Setelah sekian lama perdebatan tentang gagasan-gagasan Cak Nur, bagaimana Anda kini melihatnya? Saya melihat banyaknya kesalahpahaman terhadap gagasan-gagasan Cak Nur. Contohnya, pemahaman tentang gagasan sekularisasi Cak Nur. Bagi Pak Rasjidi dan orang yang menentangnya, sekularisasi itu tidak bisa dilepaskan dari sekularisme. Tapi bagi Cak Nur tidak mesti begitu, dan dia membuktikannya sendiri dalam kenyataan. Faktanya, Cak Nur tetap mengemukakan pelbagai wacana keagamaan yang bersumber pada Islam sebagai wacana perdebatan publik. Cak Nur tetap ingin sekularisasi, karena banyaknya masalah-masalah yang sebetulnya bersifat duniawi yang rasional yang disakralkan dan dijustifikasi sebagai masalah agama. Misalnya perdebatan soal negara Islam. Siapa pun yang menentang konsep negara Islam, dia akan dicap anti Islam. Padahal itu tidak benar, karena perdebatan soal negara masih berada dalam wilayah pemikiran manusia. Jadi, wacana tentang negara Islam, bagi Cak Nur adalah konsep duniawi yang tidak boleh dijustifikasi, disakralkan, apalagi dihukumi dengan hukum agama. Kalau tidak salah, dulu Cak Nur mengatakan bahwa sekularisasai adalah akibat atau konsekuensi logis dari konsep tauhid. Apa maksudnya? Itu sejalan dengan pemikiran Ahmad Wahib. Ketika itu, Ahmad Wahib juga pernah mengatakan bahwa Islam itu turun dengan melakukan sebentuk sekularisasi. Artinya, Islam hadir dengan mengemukakan masalah-masalah duniawi secara rasional, seperti yang ditegaskan Nabi dalam sabdanya, antum a`lam bi umûri dunyâkum (kalian lebih paham urusan dunia kalian, Red). Artinya, dalam sabda itu terdapat pengakuan akan adanya bidang-bidang kehidupan yang 3 / 6

masuk wilayah pemikiran, bukan arena agama. Di situ manusia bebas melakukan ijtihad sesuai dengan kemampuan pikirnya, dan tidak harus dicocok-cocokkan dengan agama. Makanya kalau pemikiran itu dikemukakan, itu tidak sama dengan menentang agama sendiri. Dulu Cak Nur pernah berkorespondensi dengan Mohammad Roem, tokoh yang memperjuangkan negara Islam lewat partainya, Masyumi, tentang negara Islam. Pertanyaan saya, mengapa Pak Roem berubah jadi menentang negara Islam? Pak Roem itu orang yang bijaksana. Itu (perjuangan menegakkan negara Islam) kan sikap partainya. Dia sendiri punya pendapat berbeda. Saya melihat, Pak Syafruddin Prawiranegara juga berpendapat seperti itu. Dia juga sama sekali tidak punya ideologi untuk mendirikan negara Islam. Jadi sebetulnya banyak juga orang-orang Masyumi yang tidak setuju negara Islam. Dalam AD/ART Masyumi sendiri sebetulnya tidak tercantum misi untuk mewujudkan negara Islam. Yang ada adalah visi menerapkan dan melaksanakan hukum Islam dalam segala aspek kehidupan. Visi seperti itu tentu saja bisa diperjuangkan secara demokratis. Sekarang, tidak ada masalah lagi bagi kita untuk memperjuangkan nilai-nilai dan hukum Islam, asalkan melalui proses-proses tertentu. Pertama, melalui diskusi yang ilmiah. Di situ harus ada proses objektifikasi dan rasionalisasi. Itulah konsep yang dikemukakan almarhum Kuntowijoyo. Yang kedua, asalkan semua itu diterima pasar, seperti kasus Bank Mu amalat. Artinya, kalau konsep-konsep Islam itu diterima pasar, why not? Kalau City Bank, HSBC, atau Bank Niaga yang dimiliki pihak asing bisa menerima konsep bank syariat, maka tidak ada masalah. Dan yang ketiga, semua itu harus diperjuangkan melalui sistem demokrasi, bukan dengan ketentuan konstitusional seperti Piagam Jakarta. Cara seperti itu tentu tidak benar. Kalau terus-menerus memakai ketentuan Piagam Jakarta, ujung-ujungnya tentu tidak demokratis. Kenapa tidak demokratis? Karena masih melalui otoritas tertentu, seperti kasus penetapan hukum positif yang dilakukan otoritas elite, yaitu ulama. Sebab asumsinya selalu begitu: Alquran harus diinterpretasikan; tapi yang berhak menginterpretasikannya hanya ulama-ulama tertentu. Di lingkungan Syi ah Iran, kita mengenal konsep Wilayatul Faqih. Merekalah yang lalu menyetujui dan menentukan produk perundang-undangan. Kalau penetapannya melalui jalur seperti itu, tentu saja tidak demokratis. Itulah otoritarianisme atas nama agama. Sebab sebetulnya tidak ada pertentangan antara Islam dan demokrasi. Inti demokrasi itu kan bermusyawarah; dan Islam sangat menganjurkan itu. Pemilihan umum merupakan bentuk permusyawaratan paling kompleks pada 4 / 6

masa modern. Jadi perjuangannya mesti dari bawah, ya? Ya, melalui perjuangan masyarakat. Sesuai dengan prinsip demokrasi, apa pun undang-undangnya, sekalipun bersumber dari agama tertentu, harus diperjuangkan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya. Makanya, kalau ada yang ingin membuat undang-undang yang berorientasi pada Alquran, tidak ada salahnya. Yang ingin memperjuangkan hukum Islam secara demokratis juga tidak salah. Bung Karno pun setuju dengan cara seperti itu. Makanya, dia pernah berkata, Coba saja kuasai parlemen! Dengan begitu, wakil-wakil Islam dalam parlemen bisa memperjuangkan ajaran Islam. Inilah yang bisa saya tarik dari pemikiran Bung Karno. Seandainya parlemen dikuasai kekuatan Islamis dan berhasil memperjuangkan sanksi hukum seperti potong tangan, bagaimana? Itu harus dicegah. Tidak boleh memperjuangkan hal-hal semacam itu karena tidak demokratis, bahkan memperalatnya. Sebelum masuk ke sana, hukum-hukum Alquran terlebih dulu harus diperjuangkan melalui wacana. Pertama melalui wacana ilmiah, karena dari situlah dapat disaring sisi kebenaran sebuah pandangan seperti sanksi potong tangan. Selain itu, harus juga didiskusikan lebih dulu dengan masyarakat tentang setuju atau tidaknya mereka akan sanksi seperti itu. Selama ini, hukum Islam yang berlaku di Indonesia adalah hasil pemikiran dan ijtihad masyarakat Indonesia sendiri. Jadi ada jurisprudensi di situ, melalui proses wacana dan proses demokrasi. Mungkin proses demokrasinya masih sangat sederhana. Karena itu, di masa yang akan datang, semua hukum Islam yang akan dilaksanakan harusnya melalui proses perundang-undangan di parlemen. Jadi arena pertarungannya ada di parlemen, dan memang begitulah seharusnya. Kalau yang setuju potong tangan berhasil meyakinkan masyarakat, lalu mereka didukung parlemen, bagaimana? 5 / 6

Wah itu pengandaian yang terlalu jauh. Saya melihat, tetap banyak yang tidak setuju. Saya malah berpendapat, sebagian besar orang Islam Indonesia tidak setuju sanksi seperti itu, sebab sekarang ini sudah ada penjara. Dulu kan belum ada penjara, karena belum ada negara yang efektif seperti sekarang, dan juga karena belum adanya hukum yang terlalu detail. Ide penting Cak Nur lainnya adalah konsep Islam yang hanîf atau inklusif. Apa yang sebetulnya diinginkan Cak Nur? Cak Nur itu sebetulnya sedang berdakwah untuk menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama yang monolitis dan tidak toleran. [] Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=782 6 / 6