II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tumbuh dan berkembangnya perusahan perusahan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

BAB 4 ANALISIS PERJANJIAN WARALABA. 4.1 Penerapan Syarat Sahnya Perjanjian dalam Perjanjian Waralaba

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi global yang cepat dan kompleks, Indonesia juga terpengaruh

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN WARALABA YANG DILAKUKAN SAAT PROSES PENDAFTARAN MEREK. Djarot Pribadi, SH., MH. 1

KARAKTERISTIK YURIDIS PERJANJIAN WARALABA. Oleh: Selamat Widodo

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

BAB I PENDAHULUAN. bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. menyerahkan fee dari keuntungan yang diperoleh ke pemilik lisensi. Jenis

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan-pembangunan berkesinambungan. Pembangunan-pembangunan

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. terhadap turis asing sebagai konsumen, sehingga perjanjian sewamenyewa. sepeda motor, kepada turis asing sebagai penyewa.

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI BANGKA TENGAH

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS TERHADAP PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) USAHA TOKO ALFA MART (Studi Pada PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang saat ini sedang giat-giatnya melakukan. pembangunan disegala sektor pembangunan, berusaha untuk terus

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA

BAB 2 PERJANJIAN WARALABA DI TINJAU DARI HUKUM WARALABA (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT. X)

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR

Perlindungan Hukum terhadap Franchisee Sehubungan Dengan Tindakan Sepihak Franchisor

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang telah disepakati 22 tahun yang lalu

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. PT. Telekomunikasi Indonesia atau yang sering dikenal oleh awam dengan

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang baik secara pribadi maupun terhadap orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

Definisi Waralaba ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY RAHASIA DAGANG DALAM PERJANJIAN WARALABA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BISNIS WARALABA. STMIK-STIE Mikroskil. Maggee Senata

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak bisa dihindari. Kehadiran Indonesia dalam peta ekonomi dunia,

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM

BAB II KERANGKA TEORI. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. waralaba pada akhir-akhir ini semakin merebak. Minat masyarakat atau

I. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, kehidupan manusia juga berkembang. memenuhi kebutuhannya. Produsen berusaha menjual produknya sebanyak

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA. dimana masing-masing pihak berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Transkripsi:

9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Franchise Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau kebebasan. Pengertian di Indonesia, yang dimaksud dengan Franchise adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa. (Lindaty P.Sewu, 2004, hlm. 15) Menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan franchise ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan, dimana franchisor memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis franchise, dengan nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu (Majalah Info franchise, 2007, hlm 32).

10 Sejumlah pakar juga ikut memberikan pengertian terhadap franhise. Menurut Campbell Black dalam bukunya Black s Law Dict menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau service atas nama merek tersebut. Menurut David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor. Sedangkan menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise pengertiannya adalah sebagai sebuah kontrak atas barang yang dimiliki oleh seseorang franchisor yang diberikan kepada orang lain franchisee untuk menggunakan barang tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang disepakati. (1995, winarto, hlm. 19) Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat diartikan bahwa franchise adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha ( franchisor) terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain ( franchise) berdasarkan perjanjian franchise.

11 B. Jenis-Jenis Franchise Franchise minimarket ini muncul karena adanya tuntutan perubahan sistem berdagang yang innovasi, pelayanan yang memang konsepnya telah diciptakan dan dipatenkan. Hitungan tahun, minimarket telah menyebar ke berbagai daerah seiring dengan perubahan orientasi konsumen dalam pola berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari. Dulu konsumen hanya mengejar harga murah, sekarang tidak hanya itu saja tetapi kenyamanan berbelanja pun menjadi daya tarik tersendiri. Bisnis minimarket melalui franchise berkembangbiak sampai pelosok kota kecamatan kecil. Franchise minimarket yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah jenis usaha pertokoan yang barang dagangannya seperti yang dijual oleh pedagang kecil usaha kelontongan yang menggunakan format franchise minimarket, yang barang penjualannya meliputi bahan sembako, barang kebutuhan hidup seharí-hari bagi masyarakat dengan sistem eceran dan retail. Namum dibentuk menjadi toko serba ada (toserba) mini. Usaha pertokoan yang menggunakan format franchise juga dapat diartikan toko Modern, Pasar Perbelanjaan dan Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket atupun grosir yang berbentuk perkulakan.

12 Franchise Minimarket Indomaret adalah suatu jenis pasar modern yang sudah menjadi satu paket dan terbentuk dengan pola franchise itu sendiri, serta memudahkan dan memberi kenyamanan bagi masyarakat dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari. Beberapa jenis franchise produk barang dan jasa antara lain: 1. Makanan (Bakery, fast food, restaurant, burger, donut, Pizza, mie) 2. Ritel (food & non food) 3. Jasa (jasa pendidikan, jasa pengirman surat, jasa telekomunikasi, jasa fotografi dan perlengkapannya) 4. Penginapan dan Hotel 5. Otomotif 6. Printing dan rental computer (Imam Sjahputra tunggal, 2005, hlm. 42) Indomaret termasuk dalam jenis franchise bidang Ritel (Food & non food) karena jenis usaha yang dijalankan dari indomaret adalah usaha dibidang minimarket yang menjual kebutuhan sehari dari bentuk makanan hingga perlengkapan rumah tangga. Franchise minimarket yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah jenis usaha pertokoan yang barang dagangannya seperti yang dijual oleh pedagang kecil usaha kelontongan yang menggunakan format franchise minimarket, yang barang penjualannya meliputi bahan sembako, barang kebutuhan hidup seharí-hari bagi masyarakat dengan sistem eceran dan retail. Namum dibentuk menjadi minimarket Indomaret.

13 Usaha pertokoan yang menggunakan format franchise juga dapat diartikan toko Modern, Pasar Perbelanjaan Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket. C. Pengaturan Hukum di Indonesia tentang Franchise. Pemerintah Indonesia pada tahun 1997, untuk pertama kalinya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, yang diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut ditegaskan bahwa franchise adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Dalam rangka mengembangkan usaha franchise di Indonesia untuk lebih maju lagi, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

14 Perubahan yang mendasar pada peraturan ini adalah pengaturan jangka waktu perjanjian, yaitu untuk jangka waktu perjanjian waralaba utama dan waralaba lanjutan. Di sini, pemerintah memandang perlu mengetahui legalitas dan bonafiditas usaha franchisor guna menciptakan transparansi informasi usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh franchisee. Saat ini, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang franchise dirasakan sudah tidak memadai lagi untuk mengatur dinamika perkembangan usaha franchise di Indonesia terkait dengan persoalan hak kekayaan intelektual yang menjadi salah satu obyek usaha franchise. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba untuk menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997, dengan harapan dapat lebih memberikan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi pemberi franchise dan penerima franchise dalam memasarkan produknya, serta dalam rangka untuk lebih meningkatkan tertib usaha melalui franchise serta meningkatkan kesempatan usaha nasional, terutama untuk mendorong pengusaha kecil dan menengah tumbuh sebagai franchisee nasional yang handal dan mempunyai daya saing. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan No. 12 tahun 2006 Waralaba adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana penerima waralaba dibeikan hak untuk menjalankan usaha

15 dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasyarkan persyaratan yang ditetapkan oleh franchisor dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi Franchise (franchisor) kepada penerima Franchise (Franchisee). Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang waralaba dijelaskan mengenai perjanjian franchise yang mengharuskan untuk dibuat secara tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia, walaupun perjanjian franchise ditulis dalam bahasa asing, maka perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Maksud perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis agar dapat memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah telah disepakati. Suatu Perjanjian franchise pada dasarnya berisi beberapa jenis perjanjian. Perjanjian yang dimaksud biasnya terdapat perjanjian lisensi, perjanjian bantuan teknis dan mengenai perjanjian yang menyangkut kerahasiaan. Jangka waktu perjanjian franchise berlaku sekurangkurangnya adalah selam 5 (lima) tahun. Ketentuan masa berlaku perjanjian diatur dalam Pasal 7 Peraturan Mentri Perindustrian dan

16 Perdagangan nomor 12 Tahun 2006 tentang ketentuan dan Tata cara Penerbitan surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. Perjanjian franchise harus memperhatikan setiap ketentuan yang diatur dalam Undang-undang yang mengatur sebagaimana sudah disebutkan diatas, begitu juga perjanjian franchise Indomaret No: 006/WR- CLG/BDL/VII/2008, antara franchisor dan franchisee dibuat perjanjian dengan memperhatikan syarat sahnya perjanjian, ketentuan bahasa, klausul perjanjian, dibuat di hadapan notaris dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007, dan Permerindag Nomor 12 tahun 2006, dan KUHPdt. D. Asas-Asas Dalam Franchise 1) Asas kebebasan berkontrak Buku III KUHPdt memberikan kebebasan untuk melakukan perjanjian dalam hal menentukan isi, bentuk, serta macam perjanjian kepada para pihak asalkan tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum, juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. 2) Asas konsensualitas Menurut asas ini, maka perjanjian sudah dianggap ada saat tercapainya kesepakatan tentang hal-hal yang diperjanjikan. Asas ini perlu diperhatikan dalam hal akan mempebaharui perjanjian waralaba, hal-

17 hal yang pernah disepakati dalam perjanjian lama perlu ditentukan kembali dalam perjanjian pembaharuan. 3) Asas Itikad baik Hal-hal yang menyangkut yang menyangkut asas itikad baik harus dicermati agar tidak terjadi hal yang dapat merugikan kedua belah pihak. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik yang tidak merupakan suatu kejahatan agar hak dan kewajiban kedua belah pihak dapat terpenuhi dengan baik, karena perjanjian waralaba seringkali dilaksanakan dalam jangka yang cukup lama. 4) Asas Kerahasiaan Asas ini merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perjanjian waralaba, karena pada dasarnya bisnis dengan sistem waralaba sangat mengandalkan ciri khas dari suatu produk barang/ jasa. Sehingga apabila unsur kerahasiaan tidak dijaga dengan baik, akan menimbulkan kerugian bagi franchisor karena mengakibatkan ciri khas dari franchise diketahui oleh pihak ketiga. 5) Asas persamaan hukum Asas ini menempatkan para pihak dalam hal persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun dari segi warna kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan dan lainnya.

18 6) Asas keseimbangan Asas ini menkankan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak secara wajar dengan tidak membebani salah satu pihak saja dalam rangka pemenuhan dan pelaksanaan dari perjanjian waralaba. E. Perjanjian franchise Perjanjian franchise (franchise agreement) adalah kontrak tertulis yang dibuat dengan kesepakatan antara pemberi franchise (franchisor) dan penerima franchise (franchisee). Perjanjian franchise menjelaskan setiap hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perjanjian tersebut mencantumkan kewajiban dan tanggung jawab setiap pihak (franchisor/franchisee). Perjanjian tersebut memberikan detil yang penting tentang hubungan antara franchisor dengan franchisee. Hal-hal dalam perjanjian mencakup seperti biaya, persyaratan, kewajiban kedua belah pihak, kondisi-kondisi yang menentukan penghentian franchise dan keterbatasan franchise. Perjanjian tersebut merupakan dokumen pemberi waralaba karena dipersiapkan oleh pemberi waralaba karena dipersiapkan oleh pemberi waralaba dan mencantumkan apa yang diinginkan pemberi franchise. Franchise adalah perikatan yang bersumber dari perjanjian antara pihak Franchisor dan pihak Franchisee. Perjanjian merupakan kespakatan antar kedua belah pihak yang bertujuan untuk mengikatkan diri mereka

19 masing-masing untuk melaksanakan isi perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian, maka lahirlah sebuah perikatan. KUHPdt pada bab III mengatur tentang Perikatan. Pengertian dari perjanjian itu sendiri berdasarkan Pasal 1313 KUHPdt ialah: Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Penjelasan dari Pasal 1313 KUHPdt adalah dari suatu perjanjian yang dibuat lahirlah hak dan kewajiban atau prestasi dari para pihak kepada pihak yang lain, yang berhak atas prestasi tersebut. Konsekuensi hukum dalam sebuah perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana salah satu pihak adalah wajib melakukan prestasi dan pihak lain yang berhak menerima prestasi tersebut. Berdasarkan rumusan perjanjian di atas maka unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang; a. ada persetujuan antara pihak-pihak itu; b. ada tujuan yang akan dicapai; c. ada prestasi yang akan dilaksanakan; d. ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan; dan e. ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.

20 Sebagaimana perjanjian pada umumnya, untuk sahnya perjanjian waralaba harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KHUPdt, menurut pasal tersebut untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: a. Adanya suatu kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya.apabila dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka dalam perjanjian waralaba harus ada persetujuan antara franchisee dan franchisor. Persetujuan dari kedua pihak artinya tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kecakapan untuk membuat suatu perikatan erat kaitannya dengan subjek hukum. Apabila dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka dalam suatu perjanjian harus ada subjek hukum atau pihak-pihak yang terdiri dari sedikitnya dua orang. Pihak-pihak dalam perjanjian waralaba harus masuk dalam kriteria cakap melakukan perbuatan hukum, sudah dewasa atau sudah mencakup umur 21 tahun atau sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun.

21 c. Suatu hal tertentu Jika dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka suatu hal tertentu artinya ada prestasi yang akan dilaksanakan dan ada tujuan yang akan dicapai franchisee adalah mempergunakan merek yang dimiliki oleh franchisor. d. Suatu sebab yang halal Artinya perjanjian waralaba yang dibuat oleh franchisee dan franchisor harus tertuang dalam bentuk tertulis, lisan atau tulisan dan ada syarat tertentu sebagai isi pelaksanaan perjanjian. Isi perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Syarat pertama dan kedua di atas dinamakan syarat subjektif, apabila salah satu dari kedua syarat tidak dipenuhi, maka akan mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Syarat yang ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu apabila salah satu dari kedua syarat tidak dipenuhi maka perjanjian menjadi batal karena hukum. Bila keempat syarat diatas terpenuhi, maka perjanjian dapat dinyatakan sah.

22 Bilamana perjanjian waralaba antara franchisee dan franchisor tersebut telah memenuhi empat syarat yang telah diuraikan di atas maka perjanjian tersebut dianggap telah sah menurut hukum, sehingga berlaku bagi mereka yang membuatnya. Para pihak yang telah sepakat dalam suatu perjanjian waralaba, selain mempermasalahkan persoalan-persoalan yuridis, juga mengutamakan hal lain yang lebih penting yaitu adanya jaminan. Franchisor maupun franchisee adalah pihak-pihak yang secara bisnis dapat diandalkan dalam hal kerja sama, kemampuan manajerial dan keinginan yang kuat untuk bersama-sama membangun kerjasama bisnis. Ketentuan-ketentuan di atas sebenarnya menjadi ukuran dalam menentukan unsur-unsur pokok kesepakatan, persyaratan serta hak dan kewajiban para pihak yang pada akhirnya dicantumkan dalam klausula-klausula suatu perjanjian waralaba (franchisee agreement). Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak yang melakukan perjanjian. Unsur objektif meliputi keberadaan objek yang diperjanjikan, dan objek tersebut haruslah sesuatu yang diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur ini maka menyebabkan cacat dalam perjanjian, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (pelanggaran subjektif), maupun batal demi hukum (tidak terpenuhinya unsur objektif).

23 Berdasarkan Pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian franchise merupakan perjanjian timbal balik. Perjanjian akan menimbulkan kewajiban pada salah satu pihak yang merupakan hak dari pihak lain dan sebaliknya. Berdasarkan hak dan kewajiban tersebut, diharapkan tercipta sebuah kesepakatan hak dan kewajiban antara para pihak. Perjanjian tersebut juga bersifat pemberian izin kepada Franchisee dengan persyaratan tertentu untuk menjalankan bisnis Franchise yang dimiliki Franchisor. Para pihak di dalam membuat perjanjian waralaba harus memperhatikan ketentuan ketentuan Pasal 1320 KUHPdt dan Pasal 1338 KUHPdt. Bilamana perjanjian farnchise antara franchisee dan franchisor tersebut telah memenuhi empat syarat yang telah diuraikan di atas maka perjanjian tersebut dianggap telah sah menurut hukum, sehingga berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan-ketentuan di atas sebenarnya menjadi ukuran dalam menentukan unsur-unsur pokok kesepakatan, persyaratan serta hak dan kewajiban para pihak yang pada akhirnya dicantumkan dalam klausulaklausula suatu perjanjian (franchisee agreement). Perjanjian franchise sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang franchise. Perjanjian dan isi perjanjian franchise dibuat sebagai bentuk hubungan hukum antara franhisee dan franchisor. Pasal 5

24 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 menhgatur bahwa perjanjian Franchise sekurang-kurangnya harus memuat klausul mengenai hal-hal sebagai berikut: a) Nama dan alamat perusahaan para pihak; b) Nama dan jenis Hak Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha seperti sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi Objek franchise; c) Hak dan kewajiban para pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada Penerima franchise; d) Wilayah usaha (zone) franchise; e) Jangka waktu perjanjian; f) Perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian; g) Cara penyelesaian perselisihan; h) Tata cara pembayaran imbalan; i) Pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada Penerima Waralaba; j) Kepemilikan dan ahli waris. k) Penyelesaian sengketa ; dan l) Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian;

25 E. Para Pihak dalam Perjanjian Franchise 1. Franchisor (Pemberi franchise) Pemberi franchise adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan franchise yang dimilikinya kepada Penerima franchise. Franchisor Indomaret adalah Sinarman Jonathan selaku Direktur utama dari PT INDOMARCO PRISMATAMA yang berkedudukan di Jakarta. 2. Franchisee (Penerima Franchise) Penerima franchise adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi franchise untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan franchise yang dimiliki pemberi franchise. Franchisee Indomaret adalah Mikdam Chotib selaku Wakil direktur dari CV Tiga Dara Lampung dan pihak yang diberi kewenangan untuk mewakili CV Tiga Dara Lampung dalam penandatanganan perjanjian Franchise Indomaret NO: 006/ WR-CLG/ BDL/VII/2008.

26 F. Kerangka Pikir Perjanjian Franchise Indomaret NO : 006/WR-CLG/BDL/VII/2008 Franchisor Indomaret (PT.Indomarco Jakarta) Franchisee Indomaret (CV.Tiga Dara Lampung) Syarat dan Prosedur terjadinya perjanjian franchise Indomaret NO: 006/WR-CLG/BDL/VII/2008 Hak dan kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Franchise Indomaret NO: 006/WR-CLG/BDL/VII/2008 Proses pelaksanaan Perjanjian franchise Indomaret NO: 006/WR- CLG/BDL/VII/2008 Penjelasan: Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Waralaba mengatur tentang franchise di Indonesia. Franchisor Indomaret (PT Indomarco Jakarta) dan Franchisee Indomaret (CV Tiga Dara Lampung). Sebelumnya pihak franchisee harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh franchisor yang dibuat dalam bentuk prospektus penawan kepada pihak franchisee.

27 Dilanjutkan dengan proses pelaksanaan perjanjian, dimulai dari pemilihan pembukaan toko dan tempat usaha Indomaret. Apbila telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak maka kesepakatan tersebut akan dituangkan dalam bentuk perjanjian franchise Indomaret. Dalam perjanjian franchise Indomaret dituangkan hal-hal tentang hak dan kewajiban para pihak.