I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan,

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh setiap bangsa.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

I. PENDAHULUAN. Media dalam pendidikan digunakan untuk membantu dalam menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan alat utama yang berfungsi untuk membentuk dan. membangun karakter bangsa. Karena, pendidikan adalah wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan globalisasi sekarang ini sangat sekali diperlukan sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI Nomor 20 Tahun 2003).

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalampembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian.

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB III STANDAR KOMPETENSI LULUSAN STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai cita-cita luhur bangsa. Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah tercantum

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I. PENDAHULUAN. GBHN dan UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam UU No. 20/2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN. bermartabat, menjunjung tinggi harkat kemanusiaan dan menekankan. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kita adalah negara yang memperhatikan pendidikan bangsanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat (Amri, 2010 : 13). Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran proses sains dalam konteks kurikulum 2013 dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

2016, No Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mivtha Citraningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan melakukan tindak lanjut hasil pembelajaran. Guru adalah pemeran utama

2015 PENGUASAAN KOMPETENSI DASAR MENGHIAS KAIN PADA PESERTA DIDIK PROGRAM KERUMAHTANGGAAN KELAS VII DI SMP NEGERI 3 LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Salah satu media atau sumber belajar yang dapat dijadikan sebagai penunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Negara Indonesia termuat dalam pembukaan UUD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah dilakukan dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20. warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP ASPEK AFEKTIF SISWA. Pipin Erlina, Umi Chotimah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang dikembangkan pada tataran satuan pendidikan. Oleh karena itu,

I. PENDAHULUAN. menyesuaikan diri sebaik-baiknya. Oleh karena itu, diperlukan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting di dalam peningkatan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam upaya meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nasional sedang menggalakan pendidikan berbasis karakter. Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deana Zefania, 2013

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut saling berkaitan membentuk suatu kesatuan yang utuh berdasarkan prinsip pemikiran ilmiah dan sikap yang melatarbelakanginya yang bertujuan agar siswa memiliki tiga kemampuan dasar, yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah. Sehingga secara garis besar pembelajaran sains adalah proses pemberian pengalaman langsung kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi agar mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara sistematis melalui proses ilmiah dengan melibatkan seluruh panca indera sehingga berkembangnya sikap ilmiah dalam proses penemuan kembali kemudian penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan sikap ilmiah berkaitan dengan sebuah proses dalam jangka waktu panjang untuk menanamkan nilai-nilai ilmiah terhadap siswa, sehingga siswa mampu mengerti, berperan aktif, dan meyakini nilai tersebut yang nantinya dapat menjadi kebiasaan, berkembang menjadi sikap dan kemudian

2 karakter. Sikap dan karakter ilmiah dalam pembelajaran sains berkaitan erat dengan kesadaran siswa akan keindahan dan keteraturan alam, yang meningkatkan keyakinan siswa terhadap Tuhan dan kecintaannya terhadap lingkungan. Hal ini senada dengan tujuan pendidikan sains menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 68 tahun 2013 tentang kurikulum, yang menyatakan bahwasanya tujuan pendidikan sains menekankan pada pemahaman tentang lingkungan dan alam sekitar beserta kekayaan yang dimilikinya yang perlu dilestarikan dan dijaga dalam perspektif biologi, fisika, dan kimia. Integrasi berbagai konsep dalam mata pelajaran sains tersebut menggunakan pendekatan connected, yakni pembelajaran yang dilakukan pada konten bidang tertentu yang kemudian konten bidang lain yang relevan ikut dibahas. Pembelajaran integrasi ketiga mata pelajaran tersebut yang dikategorikan sebagai sains, mencakup tidak hanya ranah pengetahuan (kognitif) namun juga mencakup ranah keterampilan (psikomotor) dan ranah sikap (afektif). Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, ranah kognitif diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Ranah psikomotor diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Sedangkan ranah afektif diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Sikap dan karakter ilmiah pada pembelajaran sains merupakan ranah afektif yang melakukan aktivitas berkelanjutan yang konsisten sehingga nilai yang

ditanamkan selama proses pembelajaran dapat mengubah sikap negatif siswa menjadi sikap positif yang kemudian dapat menjadi karakter positif. Hal inilah yang sebenarnya menjadi tujuan utama pendidikan nasional, yang termaktub dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 3 Menjadi manusia beriman beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab merupakan sikap dan karakter yang menjadi tujuan diadakannya pendidikan nasional. Sikap dan karakter tersebut yang kemudian menjadikan acuan pendidikan nasional sebagai pendidikan yang bermuatan karakter (pendidikan karakter). Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran sains adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, yang dirancang dan dilakukan menjadikan siswa menguasai kompetensi secara utuh yaitu tidak hanya menguasai pengetahuan tetapi juga mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan perilaku menjadikannya sebagai karakter bangsa.

4 Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64 Tahun 2013 tentang standar isi nilai dan sikap ilmiah yang disarikan diantaranya mencakup sikap spiritual (nilai ketuhanan) pada kompetensi inti satu (KI-1) dan nilai sosial (kecintaan lingkungan) pada kompetensi inti dua (KI-2). Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui dari perwujudan indikator Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam pribadi siswa secara utuh. Keberhasilan pendidikan tersebut dapat dilihat dalam setiap rumusan SKL. Adapun SKL SMP/MTs untuk dimensi sikap (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 Tahun 2013), adalah: (1) memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang yang beriman; (2) berakhlak mulia; (3) berilmu; (4) percaya diri; (5) bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Penambahan nilai karakter pada pembelajaran sains tidak hanya mengubah sudut pandang para guru namun juga mempengaruhi seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Termasuk didalamnya pengubahan instrumen penilaian. Instrumen penilaian dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan yang menyatakan bahwa: Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan penilaian otentik yang menilai kesiapan siswa, mencakup penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah.

5 Lebih jauh, dinyatakan bahwa instrumen penilaian yang digunakan mencakup kompetensi secara keseluruhan (otentik), mulai dari pengetahuan, keterampilan hingga sikap yang harus dilakukan secara komprehensif (masukan, proses dan keluaran pembelajaran) sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap siswa terhadap standar yang telah ditetapkan. Instrumen penilaian yang berkaitan dengan sikap dan karakter tercakup dalam ranah afektif yang dalam proses pengumpulan informasi tersebut dibutuhkan penilaian otentik dengan instrumen penilaian berupa instrument penilaian diri dan instrumen penilaian teman sebaya yang dilakukan oleh siswa serta instrumen penilaian observasi yang dilakukan oleh guru. Tuntutan pendidikan nasional yang mengedepankan aspek pendidikan karakter yang terintegrasi dalam semua pelajaran termasuk pembelajaran sains, maka hal tersebut sudah pasti menjadi perhatian utama bagi para guru sains di tingkat Satuan Menengah Pertama (SMP) dimanapun di negeri ini. Perubahan kurikulum jelas mempengaruhi seluruh perangkat pembelajaran termasuk penyusunan instrumen penilaian yang sesuai dengan standar yang nasional pendidikan. Keterbatasan pengetahuan guru dan rendahnya sosialisasi dan pelatihan mungkin menjadi salah satu penyebab ketidakharmonisan antara tuntutan dan kenyataan di lapangan. Hal tersebut didukung dengan data hasil penelitian pendahuluan yang telah dilaksanakan oleh pengembang di SMP Negeri 2 Bandar Lampung dan SMP Negeri 8 Bandar Lampung untuk menyelidiki sejauh mana penerapan penilaian otentik pada ranah kognitif, psikomotor, terlebih pada ranah afektif yang telah dilakukan oleh guru-guru di sekolah dan bagaimana kesesuaiannya dengan tuntutan kurikulum 2013, untuk menyelidiki sejauh mana penggunaan instrumen penilaian afektif (instrumen penilaian diri, instrumen penilaian

6 teman sebaya, dan instrumen penilaian observasi) yang dilaksanakan oleh guru dalam melakukan penilaian afektif secara otentik di sekolah. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kesimpulan bahwa hanya sebagian kecil guru yang telah melakukan penilaian pembelajaran terhadap aspek kognitif, psikomotor dan afektif secara otentik, khususnya pada pengambilan penilaian afektif, seluruh guru belum menggunakan pengolahan penilaian otentik yang sistematis. Hal tersebut ditunjukkan dengan preferensi negatif (unfavorable) pada setiap butir pernyataan angket yang menanyakan detail mengenai sistematika pengambilan penilaian afektif secara otentik. Dalam praktik pembelajaran di Sekolah, guru mendasarkan pengambilan keputusan penilaian afektif pada pengamatan (observasi) siswa secara umum, guru membuat persepsi yang mendasarkan nilai afektif siswa sama dengan nilai kognitif siswa tersebut. Sehingga, siswa dengan nilai kognitif tinggi cenderung memiliki nilai afektif yang tinggi pula pada penilaian akhir pembelajaran yang kemudian tertuang dalam rapor siswa. Oleh karena ketimpangan yang terjadi antara tuntutan kurikulum dalam standar penilaian dengan realisasi pelaksanaan penilaian di sekolah, akhirnya dikembangkan instrumen penilaian afektif yang valid, mengacu pada kompetensi inti satu (KI-1) mengenai sikap spiritual (nilai ketuhanan) dan kompetensi inti dua (KI-2) mengenai nilai sosial (kecintaan terhadap lingkungan) pada pembelajaran sains di sekolah menengah pertama.

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian pengembangan ini adalah diperlukannya instrumen penilaian afektif bermuatan nilai ketuhanan dan kecintaan terhadap lingkungan pada pembelajaran sains materi wujud zat (zat padat, cair, dan gas). C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk menghasilkan instrumen penilaian afektif yang valid bermuatan nilai ketuhanan dan kecintaan terhadap lingkungan pada pembelajaran sains/ipa materi wujud zat (zat padat, cair, dan gas). D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian pengembangan ini adalah : a. Menjadi acuan (referensi) dalam pembuatan instrumen penilaian afektif yang valid bermuatan nilai ketuhanan dan kecintaan terhadap lingkungan pada pembelajaran sains SMP materi wujud zat (zat padat, cair, dan gas). b. Memberikan pengetahuan bagi para guru dan siswa terhadap proses pembelajaran sains yang bermuatan karakter berdasarkan kurikulum 2013 dan bagaimana teknik serta cara pembuatan instrumen penilaian afektif yang valid. c. Membantu guru menyusun perangkat pembelajaran terutama perangkat instrumen yang dituntut oleh kurikulum terbaru, kurikulum 2013 mengenai integrasi pendidikan karakter pada semua mata pelajaran,

8 termasuk pembelajaran sains sehingga tujuan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan menengah pertama mampu tercapai. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian pengembangan ini dibatasi dalam ruang lingkup berikut: a. Pengembangan merupakan proses pengujian keefektifan suatu instrumen b. Pengembangan yang dimaksud adalah proses mengembangkan instrumen penilaian afektif berdasarkan aturan standar penilaian pendidikan (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 tahun 2013). c. Metode pengembangan yang digunakan mengacu pada model pengembangan oleh Borg dan Gall, yaitu 1) penelitian dan pengumpulan data pendahuluan, 2) perencanaan dan pengembangan produk awal, 3) uji coba awal (uji ahli oleh dosen dan uji kualitas oleh guru), 4) revisi produk utama, 5) uji lapangan utama, 6) analisis hasil 7) revisi produk akhir, 8) penafsiran, serta 9) diseminasi dan implementasi produk. d. Penilaian yang digunakan pada penelitian adalah penilaian afektif sebagai bagian dari penilaian otentik. e. Penilaian afektif adalah penilaian yang mencakup watak perilaku seperti sikap dan nilai/karakter siswa. f. Spesifikasi instrumen yang dikembangkan adalah self assessment (instrumen penilaian diri), peer assessment (instrumen teman sebaya), dan observation assessment (instrumen penilaian observasi) beserta rubriknya. g. Skala instrumen penilaian diri yang digunakan adalah skala Likert.

9 h. Pembelajaran sains adalah proses pemberian pengalaman langsung kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi agar mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara sistematis dengan menggunakan kemampuan dasar sains melalui proses ilmiah yang melibatkan seluruh panca indera yang merujuk pada proses penemuan kembali (inkuiri) kemudian penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. i. Sikap dan karakter siswa yang diteliti adalah Sikap dan karakter yang sesuai dengan indikator KI-1 (keyakinan siswa terhadap nilai-nilai Ketuhanan) dan KI-2 (sikap teliti, cermat, tekun hati-hati, objektif, jujur, tanggung jawab, terbuka, dan kritis didasarkan pada pemikiran kreatif dan inovatif dalam melakukan percobaan, serta sikap dan tindakan siswa yang peduli dan menghargai orang lain maupun terhadap lingkungan sekitar). j. Uji coba produk penelitian pengembangan dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Bandar Lampung tahun 2014/2015.