I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

dokumen-dokumen yang mirip
IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. A. Sejarah dan Letak Badan Narkotika Provinsi (BNP)

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) adalah sejenis zat (substance) yang

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat memprihatinkan. Bahkan jumlah kasus. narkotika selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

I. PENDAHULUAN. Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan merupakan instansi pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB I PENDAHULUAN. jika masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN.

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 02 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA PAYAKUMBUH

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Psikotropika, dan Zat Aditif lainnya) semakin marak terdengar dari usia

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG BADAN NARKOTIKA PROVINSI (BNP) LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain. Pada

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

BUPATI MALANG. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang kurang perhatian orang tua, dan begitu beragamnya kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

KEBIJAKAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA. Adhi Prasetya Handono, Sularto*), Purwoto ABSTRAK

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA DUMAI

Dwi Gita Arianti Panti Rehabilitasi Narkoba di Samarinda BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

BAB 1 PENDAHULUAN. dilihat atau dirasakan sebelumnya (Meliono, 2007). Budiningsih (2005) juga

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan

BAB I PENDAHULUAN. Narkoba kini mengintai setiap generasi muda laki laki dan wanita

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan manusia juga ditujukan, agar masyarakat semakin sejahtera, sehat jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEWENANGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) PROVINSI LAMPUNG DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. bawah Pemda Kota Bandung. Promosi kesehatan Dinas Kesehatan Kota. Bandung memiliki strategi khusus dalam mengajak masyarakat untuk

P E M E R I N T A H K O T A D U M A I

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BADAN NARKOTIKA KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. telah menggunakan komputer dan internet. Masyarakat yang dinamis sudah akrab

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan sebutan narkoba, pada sisi penyalahgunaan narkoba, dewasa ini justru menunjukkan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba saat ini menjadi ancaman maut yang dapat menjadi pembunuh bagi manusia yang menggunakannya. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi

2 medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Pada umumnya, generasi muda merupakan aset yang paling berharga bagi kelangsungan hidup bangsa. Berbagai analisis akan memperkirakan lost generation atau akan adanya generasi yang hilang di Indonesia akibat Narkoba akan benar-benar terjadi dimasa mendatang. Narkoba merupakan racun yang bukan saja merusak seseorang secara fisik tapi juga merusak jiwa dan masa depannya secara fisik, semakin lama semakin ambruk sementara memtalitasnya sudah terlanjur ketergantungan dan membutuhkan pemenuhan narkoba dalam dosis yang semakin tinggi. Jika dia tidak berhasil menemukan narkoba, maka tubuh akan mengadakan reaksi yang menyakitkan yang dikenal dengan sakau (Abu Al-Chifauzi, 2002:9). Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15 24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu, kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Narkoba merupakan masalah yang sangat berbahaya bagi generaasi muda. Narkoba telah membuat belasan ribu jiwa melayang setiap setiap tahunnya, berdasarkan Survey Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba pada kalangan pelajar dan mahasiswa mencapai 6,79 persen atau sekitar 2 juta jiwa.

3 Selain itu jumlah penyalahgunaan narkoba secara keseluruhan diperkirakan akan terus melonjak. Jika pada 2008, jumlah penyalahgunaan narkoba mencapai 3,3 juta jiwa, maka pada tahun 2013 bakal melambung menjadi 4,3 juta jiwa. Demikian pula angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di tingkat populasi akan mengalami kenaikan sekitar 28 persen dalam lima tahun mendatang.(jurnal BNN, edisi juli 2009). Meningkatnya jumlah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, menunjukan bahwa Indonesia rentan akan bahaya narkoba, lebih ironisnya, para pelaku didominasi oleh generasi muda. Para remaja pada khususnya dan generasi muda pada umumnya ialah aset bangsa yang harus dijaga demi kelangsungan hidup bangsa dan negara ini. Persoalan narkoba bukanlah masalah Pemerintah Pusat saja, melainkan sudah menjadi persoalan menyeluruh bangsa Indonesia. Semua elemen harus ikut berpartisipasi dalam persoalan memerangi narkoba. Data Badan Narkotika Nasional menyatakan telah menangani sebanyak 28.382 kasus penyalahgunaan narkoba selama periode Januari sampai November 2009. Dari jumlah itu, sebanyak 32.299 orang telah ditangkap. Dalam hal ini, untuk persentasenya dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Total jumlah penyalahgunaan narkoba, sebanyak 9.661 kasus adalah kasus narkotika, 8.698 kasus psikotropika, dan 10.023 kasus bahan berbahaya lainnya. Jumlah tersangka yang sudah ditangkap sebanyak 35.299 orang, dengan rincian 13.051 orang untuk kasus narkotika, 11.601 orang untuk kasus psikotropika, dan 10.647 kasus bahan berbahaya lainnya.(www.bnn.go.id, diakses pukul 14.30 WIB, 25 Januari 2010)

4 Provinsi Lampung sebagai pintu gerbang memasuki Pulau Sumatera dari Pulau Jawa, merupakan satu diantara beberapa provinsi di Indonesia yang rentan akan kejahatan narkoba. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Lampung melalui Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 membentuk satuan kerja yaitu Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dengan tugas melakukan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN). Fakta membuktikan bahwa peredaran gelap narkoba sekarang sudah merambah ke wilayah Provinsi Lampung, data ungkap kasus sampai dengan September 2009 tercatat 641 orang laki-laki dan 35 orang perempuan tertangkap sebagai pengedar narkoba, sehingga ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba menjadi ancaman serius bagi kehidupan generasi muda. Bahkan pembuatan jenis extasi dan shabu sudah menjadi produksi Home Industri. Di sisi lain akibat penyalahgunaan narkoba adalah meningkatnya penularan HIV/AIDS melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Di Provinsi Lampung sampai dengan tahun 2009 tercatat 188 orang positif AIDS, 82% diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba dengan jarum suntik, sedangkan 18% diakibatkan oleh hubungan seksual tidak aman (Heteroseksual dan Homoseksual) dan dari ibu hamil positif ke janin yang dikandung. (arsip Kantor Badan Narkotika Provinsi Lampung tahun 2009)

5 BNP menyebutkan ada lima kabupaten/kota yang dikategorikan sebagai daerah rawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Daerah tersebut terdiri dari kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tulangbawang dan Lampung Utara, serta Kota Bandar Lampung. Data pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung sepanjang bulan Desember 2009 menyebutkan, penyalahgunaan dan peredaaran gelap narkoba tahun 2009 di kabupaten/kota se-lampung naik drastis sebanyak 26 kasus dibandingkan tahun 2008. Jumlah pengungkapan kasus narkotika di Polda dan Poltabes/Polres sepanjang tahun 2009 mencapai 313 kasus narkoba dan psikotropika hanya 221 kasus. Sedangkan jumlah kasus 2008, tercatat 223 kasus narkotika dan 285 kasus psikotropika. Pengungkapan kasus narkotika terbesar dilakukan oleh Poltabes Bandar Lampung, yaitu 114 kasus narkoba dan hanya 107 kasus psikotropika, lalu diikuti Polda lampung (26 kasus narkoba dan 112 kasus psikotropika) dan Polres Lampung Selatan (28 kasus narkoba dan 14 kasus psikotropika). Dan barang bukti tindak pidana keadaan sampai September 2009 ialah ganja berupa 318,294 kg, ektacy 1.172 butir, shabu-shabu 108,65 gram, obat daftar G 20,26 butir, 400 butir pil euro dan 1.000 lempeng pil erimin. (arsip Kantor Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dan Direktorat Narkoba Polda Lampung) Berdasarkan uraian data di atas, terlihat bahwa terjadi kenaikan kasus narkoba dan psikotropika pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Menyikapi hal tersebut, diharapkan kepada seluruh elemen masyarakat untuk dapat bekerja sama dalam hal pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN), sehingga terwujudnya visi Provinsi Lampung yang merupakan semangat untuk mewujudkan Lampung yang bebas narkoba tahun 2015. Pada dasarnya, dalam mewujudkan hal tesebut dibutuhkan peran serta masyarakat dalam memerangi narkoba yang telah diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini tercantum pada pasal 37 ayat 1 Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang

6 narkotika, yaitu Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Selain yang dijelaskan di atas, pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan narkoba juga dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, yang merupakan salah satu tugasnya. Tugas Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung. Tugasnya adalah membantu Gubernur dalam : 1. Mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah didaerah dalam penyususnan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN. 2. Membentuk Satuan Tugas sesuai kebijakan operasional Badan Narkotika Nasional yang terdiri atas unsure perangkat daerahdan instansi Pemerintah di daerah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Adapun beberapa upaya pencegahan yang dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung yang tertuang dalam misi sebagai upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) yaitu: 1. Menentukan kebijakan daerah dalam membangun komitmen bersama memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, termasuk penanggulangan HIV/AIDS, dengan tetap memperhatikan dan tidak bertentangan dengan kebijakan Nasional. 2. Melakukan pencegahan yang lebih efektif dan efisien. 3. Meningkatkan penegakan hukum di bidang narkoba secara tegas dan tuntas. 4. Meningkatkan metode terapi dan rehabilitasi dalam merehabilitasi penyalahgunaan narkoba. 5. Melakukan penelitian dan pengembangan dalam penyusunan data base yang akurat.

7 6. Membangun sistem informatika sesuai perkembangan teknologi. 7. Meningkatkan peran dan fungsi Satuan Tugas Operasional. 8. Meningkatkan peran dan fungsi Kelembagaan Badan Narkotika Provinsi Kabupaten/Kota 9. Meningkatkan peran serta Badan Narkotika Provinsi melalui kerjasama regional dan sektoral yang efektif dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba, termasuk HIV/AIDS. (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2008 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat badan Narkotika Dan Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Lampung) Sasaran penanggulangan narkotika yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada tahun 2009 ialah: 1. Peningkatan pemahaman pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) aparatur dengan target 100 persen. 2. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen. 3. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh bidang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen. 4. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh bidang HIV/AIDS dengan target 100 persen. 5. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga konselor narkoba dengan target 100 persen. 6. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga konselor HIV/AIDS dengan target 100 persen. 7. Kesamaan persepsi aspek hukum Narkoba dan HIV/AIDS di kalangan terpelajar dengan target 100 persen. 8. Tersampaikannya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) kepada tokoh masyarakat dan dunia usaha dengan target 100 persen. 9. Peningkatan pemahaman dan kesadaran tokoh masyarakat terhadap aspek hukum pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen. 10. Peningkatan kesadaran masyarakat (unsur sekolah) terhadap bahaya Narkoba dan AIDS dengan target 100 persen. 11. Peningkatan kesadaran masyarakat umum terhadap pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dan kelembagaan BNP, KPA, dan sekretariat BNPHA demgan target 100 persen.

8 12. Peningkatan partisipasi dan dukungan dalam pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) demgan target 100 persen. 13. Peningkatan pemahaman dan koordinasi kelembagaan BNP dab BNK Se- Provinsi Lampung demgan target 100 persen. 14. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan kendaraan tes urin dengan target 100 persen. 15. Peningkatan ungkap kasus dan tangkapan Satgas Seaport Interdiction (SSI) demgan target 100 persen. 16. Peningkatan jumlah basis data perumusan Policy dengan target 100 persen. 17. Peningkatan aduan dan pelaporan masyarakat dengan target 100 persen. Sumber: Rencana Kerja dan Anggaran (RKT) BNP Tahun 2009 Namun, sasaran yang telah dijelaskan di atas belum semua terlaksana secara optimal, setelah peneliti melakukan pra-riset pada tanggal 9 Februari 2010 terungkap bahwa : 1. Minimnya anggaran dana yang diterima Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung menyebabkan terkendalanya beberapa program pencegahan yang telah disusun. Dimana kalkulasi dana yang dibutuhkan mencapai 2,2 milyar, namun dana yang didapat hanya 300 juta yang dipergunakan untuk 2 kali pelatihan dan 1 kali untuk biaya operasional penyuluhan. 2. Partisipasi masyarakat sangat rendah dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. 3. Minimnya sarana dan prasarana rehabilitasi kantor BNP. Sebagai contoh, tidak tersedianya panti rehabilitasi pemakai narkoba. 4. Terjadinya beberapa kali pergantian kepala sekertariat yang menyebabkan kinerja BNP tidak berjalan secara maksimal. Setidaknya pada tahun 2009 telah terjadi 4 kali pergantian kepala sekretariat. 5. Rendahnya disiplin kinerja aparat BNP. Hal ini terbukti pada saat apel mingguan, persentase kehadiran hanya mencapai kurang lebih 60%. 6. Minimnya kualitas tenaga penyuluh bidang Narkoba dan HIV/AIDS yang disebabkan sedikitnya SDM bidang penyuluh terkait. 7. Dari tahun 2005 sampai tahun 2009 angka penangkapan kasus narkoba mengalami fluktatif dimana secara umum kasus penangkapan kasus

9 narkoba dalam kurun waktu dari 2005 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan. (Sumber: Hasil wawancara dengan bapak Drs. Rusfian Effendi sebagai Kasubbag Promotif pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung) Misi yang dijelaskan di atas belum terlaksana secara optimal, maka diperlukan suatu kinerja aparat pemerintah yang baik. Pegawai negeri sipil di dalam organisasi pemerintahan sebagai sumber daya manusia yang utama merupakan unsur aparatur negara yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan kesejahteraan umum, bahwa pegawai negeri sipil memegang peranan penting dan menentukan dalam mencapai tujuan negara. Menurut S. Pamudji dalam Rahmayanti (2007:20) mengemukakan bahwa aparatur pemerintah dan aparatur daerah dapat diartikan sebagai alat atau sarana pemerintah atau daerah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, yang kemudian terkelompok ke dalam fungsi-fungsi diantaranya fungsi pelayanan publik. Aparat pemerintahan memegang peranan penting dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, walaupun partisipasi dari masing-masing masyarakat serta faktor lainnya tidak dapat diabaikan. Hal ini karena pemerintah yang berperan menggali dan menggerakkan beberapa faktor yang turut menentukan bagi keberhasilan pemerintah, yaitu partisipasi masyarakat. Berdasarkan pemaparan di atas, persoalan mengenai rendahnya disiplin kinerja aparat BNP serta minimnya kualitas tenaga penyuluh bidang Narkoba dan HIV/AIDS yang disebabkan sedikitnya SDM bidang penyuluh terkait, bahwa

10 meningkatnya penyalahgunaan NARKOBA diduga karena rendahnya kinerja aparat dan ini menjadi menarik untuk diteliti yang dituangkan dalam suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk melakukan penelitian lebih mendalam, mengenai Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.

11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahannya adalah bagaimana Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika? C. Tujuan Penelitian Setelah melihat permasalahan dalam penelitian yang akan dikaji ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika? D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini meliputi: 1. Secara teoritis Penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan kinerja aparatur pemerintah Provinsi Lampung. 2. Secara praktis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontrubusi pemikiran bagi aparat Badan Narotika Provinsi (BNP) Lampung dalam melakukan aktivitas penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.