BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-4

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi berbagai konflik sosial baik secara

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Seolah umat Islam itu jahat dan tidak ada baiknya sedikit pun terhadap mereka. Ini tidak fair.

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB V PENUTUP. Interaksi sosial pasca konflik yang terjadi di Maluku perlu mendapat perhatian

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)

PARADIGMA PANCASILA DILINGKUNGAN MASYARAKAT

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik

Islam dan Sekularisme

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah

KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Model penanganan konflik yang dilakukan pihak gereja yaitu Pendeta dan. pengurus gereja antara lain:

POKOK PIKIRAN TANWIR MUHAMMADIYAH 2012

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Rilis Pers Bersama. Perppu Ormas Ancaman bagi Demokrasi dan Negara Hukum

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.

BAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. sebuah tujuan bersama dan cita-cita bersama yang telah disepakati oleh

Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban

BAB VI PENUTUP A. Simpul-Simpul

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

: Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

OLEH: MUCHAMMAD ZAIDUN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan dengan merujuk pada

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

Ringkasan Putusan.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS. Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tulus berarti tindakan yang dilandasi dengan

2017, No tentang Pedoman Kerja Sama Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Organisasi Kemasyarakatan dalam Bidang Kesatuan Bangs

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

BAHAN TAYANG MODUL 9

Bab VI: Kesimpulan dan Rekomendasi

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB V PENUTUP. prespektif Identitas Sosial terhadap Konflik Ambon, maka ada beberapa hal pokok yang

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA QATAR MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bagian ini, dikemukakan kesimpulan dan rekomendasipenelitian yang dirumuskan dari deskripsi, temuan penelitian dan pembahasanhasil-hasil penelitian dalam Bab IV. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab I hingga bab IV, penulis hendak menyimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Peristiwa Yasmin sebagai konflik antar umat beragama, tidak hanya disebabkan oleh faktor situasi intern keberagamaan seperti pemahaman atau penafsiran yang eksklusif atau intoleran. Konflik tersebut,juga dilatar belakangi oleh berbagai faktor yang saling berkelindan dan tumpang-tindih. Konflik antar umat beragama seperti yang terlihat dalam kasus Yasmin juga dipengaruhi oleh banyak faktor di luar persoalan teologi dan ideologi keberagamaan seperti kondisi objektif dan perubahan kehidupan sosial ekonomi dan politik warga yang berkonflik sertamenguatnya kepentingankepentingan ekonomi dan politik tertentu yang dikembangkan sejumlah elite agama, ekonomi, dan politik. Konflik juga lahir akibat dari kebijakan makro yang tidak didasarkan pada asas keadilan, kesejahteraan, dan supremasi hukum. Kenyatan tersebut memperkuat pandangan teoretik bahwa konflik antar umat beragama, seperti halnya konflik-konflik sosial lain, tidak bisa dilepaskan daristructural condusivenes. 178

179 2. Kehadiran berbagai faham, organisasi, dan gerakan Islam yang sering dikategori keras seperti HTI, FPI, MMI, dan Salafi merupakan kenyataan historis yang menambah pluralitas Islam dan kekayaan etnografis di Kota Bogor dengan seluruh konsekuensi perubahannya pada aspek-aspek lain seperti kebudayaan setempat. Akan tetapi, kecenderungan mereka untuk mendominasi kehidupan, atas nama apapun, telah menorehkan peran tersendiri dalam melahirkan dan memperuncing konflik Yasmin. Kecenderungan yang mendominasi tersebut, mereka wujudkan secara terus-terang dalam manufer politik, bahkan memainkan politik itu sendiri bersama elite politik dan birokrasi setempat. 3. Pendekatan terhadap konflik seperti Yasmin oleh para tokoh agama dan pejabat birokrasi masih terlihat sangat formal, melalui kelembagaan dalam bentuk dialog yang hanya dihadiri oleh sejumlah elite, tanpa melibatkan warga atau jemaat yang berkonflik. Resolusi dalam bentuk dialog dalam kasus Yasmin sepertinya hanya mengulang resolusi-resolusi yang pernah dipraktikkan dan dikembangkan oleh pemerintah pusat dan daerah selama ini yang telah dikritik karena selalu mengalami jalan buntu dan tidak melahirkan teologi kerukunan yang menjamin perdamaian permanen. 4. Kasus Yasmin yang dibawa dalam ranah hukum oleh pemerintah Kota Bogor, ternyata menyebabkan konflik semakin rumit. Pilihan untuk membela kaum muslim yang menolak pembangunan gereja dengan alasan menciptakan ketertiban dengan mencabut IMB yang ia keluarkan sebelumnya justru berlawanan dengan keputusan Pengadilan (PTUN sampai Mahkamah Agung)

180 yang secara tegas mengesahkan IMB bangunan gereja. Permasalahan punmengerucut pada kontradiksi hukum yang jauh lebih sulit untuk mengatasinya karena melibatkan persoalanlain di luar soal konflik itu sendiri. 5. Tidak adanya mediator dalam proses resolusi konflik Yasmin ini akan menjadi batu sandungan dalam penyelesaiannya. Hal ini disebabkan teguhnya keinginan kedua belah pihak baik umat muslim maupun GKI dalam kepentingannya masing-masing. Keadaan ini semakin sulit dengan keluarnya kebijakan Walikota untuk mencabut IMB pembangunan gereja sehingga jalan untuk melakukan mediasi semakin sulit. Untuk itu diperlukan mediator yang mampu memediasi kedua belah pihak untuk tercapainya resolusi konflik yang win win solution. Dalam melakukan resolusi, mediator haruslah melewati empat tahap mediasi sebagai berikut. Pertama, tahap pendahuluan dengan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk mulai berbicara secara terbuka dalam tatap-muka. Kedua, pemaparan kisah, yakni memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mengungkapkan aneka keprihatinan masing-masing, menjelaskan pertikaian itu dari sudut pandang masing-masing, dan mendengarkan pandangan pihak lain. Ketiga, pemecahan masalah, dengan membangun kesadaran bahwa pertikaian adalah masalah bersama dengan cara menolong kedua belah pihak mengindentifikasikan aneka persoalan yang memisahkan mereka serta merumuskan, mengevaluasi, dan menegosiasikan aneka opsi ke arah penyelesaian. Keempat, merumuskan aneka butir kesepakatan yang adil dan lestari, termasuk cara-cara menangani aneka masalah yang mungkin timbul di kemudian hari

181 B. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian ini merekomendasikanbeberapa hal berkaitan dengan pengembangan pengembangnan resolusi konflik antar umat beragama melalui pendekatan kewarganegaraan, sebagai berikut: 1. Cara pandang atau perspektif untuk melihat konflik antar umat beragama yang selama ini digunakan perlu diubah, dengan terlebih dahulu melakukan penelitian lebih mendalam dan komprehensif terhadap beberapa kasus konflik yang berbeda dan di tempat berbeda pula. Penelitian itu harusmenggunakan multidisipliner (antropologi, sosiologi, politik, sejarah, agama, dan kebijakan publik), sehingga mampu menjelaskan konflik antar umat beragama dari beberapa sudut yang berkaitan. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan bahan untuk menyusun resolusi yang strategis dan menghasilkan capaian sesuai dengan yang diharapkan. 2. Kasus Yasmin lebih merupakan persoalan kebijakan publik, maka pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pengkajian dan proses demokrasi, penegakan hak asasi manusia, dan masyarakat sipil, perlu dan penting untuk dipergunakan baik untuk meneliti, menyikapi, maupun untuk bahan pertimbangan menyusun resolusi konflik. 3. Dengan semakin tergerusnyapendidikan Kewarganegeraan dalam proses melihat dan menyelesaikan konflik antar umat beragama seperti nampak jelas dalam kasus Yasmin, dirasa sangat penting untuk mengevaluasi secara kritis pelaksanaan dan praktik Pendidikan Kewarganegaraan di lembaga pendidikan

182 formal. Evaluasi kritis ini sangat urgent demi perbaikan sistem dan metodologi agar praktik Pendidikan Kewarganegaraan berdampak luas terhadap pembangunan kesadaran warga masyarakat sejak dini. 4. Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan perlu untuk diperluas, tidak hanya di sekolah-sekolah formal, tetapi sampai ke masyarakat pada umumnya. Hal itu penting agar kontinuitas pengetahuan dan kesadaran warga masyarakat untuk hidup berdampingan secara damai di tengah pergumulan majemuk dapat terus dipupuk dan terjaga. 5. Pilihan konsep kewarganegaraan yang mengerucutkan kekuasaan secara sentralistik dan otoriter, menempatkan kedaulatan pada elite politik dan tidak pada warga atau rakyat, perlu ditinjau ulang. Kewarganegaraan perlu dikembalikan pada konsep dan praktiknya yang mengatur relasi warga-negara secara seimbang dan simboisis dimana kedaulatan berada pada warga atau rakyat. Dengan dikembalikannya kewarganegaraan pada penciptaan kesimbangan hubungan warga-negara,keragaman, ke-bhineka-an, ke-berbagaian, dan kemajemukan akan dapat dijaga dan dikembangkan sebagai sumber energi utama dinamika perjalanan bangsa. Dengan mengembalikan kedaulatan pada rakyat, tiadanya sentralisasi dan kemanunggalan, dan terjaganya kebhineka-an, setiap kebijakan publik diwajibkan dapat memeratakan kesejaahteraan, menciptakan keadilan, menegakkan supremasi hukum, demokrasi, dan masyarakat sipil. Dengan terciptanya kesejahteraan, keadilan, supremasi hukum, demokrasi, dan masyarakat sipil, konflik-konflik sosial

183 dapat diinstitusionalisasi atau diregulasi menjadi kekuatan dinamik sebuah bangsa.