UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1966 TENTANG KESEHATAN JIWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1966 TENTANG KESEHATAN JIWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Pasal 1. Maksud dan tujuan undang-undang ini ialah untuk menetapkan ketentuan-ketentuan dasar mengenai Tenaga Kesehatan. BAB II Ketentuan umum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TENAGA KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 2 Tahun 1966 Tentang : Hygiene

Undang Undang No. 9 Tahun 1960 Tentang : Pokok Pokok Kesehatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1962 TENTANG WABAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1966 TENTANG HYGIENE PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kampanye EN WALHI 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1962 TENTANG WABAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1965 TENTANG APOTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1963 TENTANG PENDIRIAN BADAN PIMPINAN UMUM PERUSAHAAN PERKEBUNAN NEGARA ANEKA TANAMAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Kesehatan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1962 TENTANG HYGIENE UNTUK USAHA-USAHA BAGI UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1962 TENTANG HYGIENE UNTUK USAHA-USAHA BAGI UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK KESEHATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1971 TENTANG KETENTUAN POKOK KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1961 TENTANG PERUBAHAN ATAU PENAMBAHAN NAMA KELUARGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 11 TAHUN 1962 (11/1962) Tanggal: 3 AGUSTUS 1962 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN BADAN PIMPINAN UMUM PERUSAHAAN DAGANG NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1963 TENTANG FARMASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1963 TENTANG PENDIRIAN BADAN PIMPINAN UMUM PERUSAHAAN PERKEBUNAN KARET NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1963 TENTANG POKOK-POKOK PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG PERUMAHAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1964 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PENRINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1960 TENTANG KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK SELAMA DALAM KEADAAN BAHAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 213 TAHUN 1961 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PIMPINAN UMUM ASURANSI JIWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1972 (3/1972) Tanggal: 28 JULI 1972 (JAKARTA)

TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta)

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA "PEMBANGUNAN PERUMAHAN" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PERTANIAN NEGARA KESATUAN SUMATERA UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1966 TENTANG KESEHATAN JIWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu ditetapkan Undang-undang tentang Kesehatan Jiwa. Mengingat: (1) Pasal 2 Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan Undang-undang Tahun 1960 No.9 (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131). (2) Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Dengan persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG MEMUTUSKAN: I. Mencabut: Het Reglement op het Krankzinnigenwezen (Stbl. 1897 No. 54 dengan segala perubahan dan tambahan tambahannya). II. Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN JIWA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini dengan: (1) Kesehatan Jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu Kedokteran sebagai unsur daripada kesehatan yang dimaksudkan dalam pasal 2 Undang-undang Pokokpokok Kesehatan (Undang-undang Tahun 1960 No. 9 Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131). (2) Penyakit jiwa adalah sesuatu perubahan pada fungsi jiwa, yang menyebabkan adanya gangguan pada kesehatan jiwa, seperti yang dimaksudkan dalam sub (a). Pasal 2 (1) Usaha-usaha dalam bidang kesehatan jiwa, perawatan, pengobatan penderita dan penyaluran bekas penderita penyakit jiwa (selanjutnya disebut: sipenderita) yang dimaksudkan dalam Bab II pasal 3, Bab III pasal 4 dan Bab V Pasal 10 dilakukan oleh Pemerintah dan/atau badan swasta. (2) Dalam usaha-usaha seperti dimaksudkan dalam ayat (1) Pemerintah perlu mengikutsertakan masyarakat. BAB II PEMELIHARAAN KESEHATAN JIWA Pasal 3 Dalam bidang kesehatan jiwa usaha-usaha Pemerintah meliputi: a. Memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. b. Menggunakan keseimbangan jiwa dengan menyesuaikan penempatan tenaga selaras dengan bakat dan kemampuannya. c. Perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam perusahaan dan sebagainya sesuai dengan ilmu kesehatan jiwa. d. Mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hubungannya dengan keluarga dan masyarakat. e. Usaha-usaha lain yang dianggap perlu oleh Menteri Kesehatan.

BAB III PERAWATAN DAN PENGOBATAN PENDERITA PENYAKIT JIWA Pasal 4 (1) Perawatan, pengobatan dan tempat perawatan penderita penyakit jiwa (selanjutnya disebut perawatan diatur oleh Menteri Kesehatan). (2) Menteri Kesehatan mengatur, membimbing, membantu dan mengawasi usaha-usaha swasta, sesuai dengan Pasal 14 Undang-undang Pokok Kesehatan. Pasal 5 (1) Untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan harus ada permohonan dan salah seorang yang tersebut di bawah ini: a. Si penderita, jika ia sudah dewasa. b. Suami/isteri atau seorang anggota keluarga yang sudah dewasa. c. Wali dan/atau yang dapat dianggap sebagai sipenderita. d. Kepala Polisi/Kepala Pamongpraja di tempat tinggal atau di daerah dimana sipenderita ada. e. Hakim Pengadilan Negeri, bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan, bahwa yang bersangkutan adalah penderita penyakit jiwa. (2) Petugas-petugas yang dimaksudkan dalam ayat (1) sub d mengajukan permohonan: a. jika tidak ada orang seperti yang dimaksudkan dalam ayat (1) sub b dan c. b. jika sipenderita dalam keadaan terlantar. c. demi kepentingan ketertiban dan keamanan umum. Pasal 6 (1) Perawatan dan pengobatan atas permohonan tersebut dalam pasal 5 ayat (1) sub a, b dan c, diselenggarakan setelah diadakan pemeriksaan oleh dokter, yang menetapkan adanya penderita-penderita penyakit jiwa dan sipenderita perlu dirawat. (2) Dalam waktu selambat-lambatnya 3 x 24 jam, petugas yang tersebut dalam pasal 5 ayat (1) sub d wajib mengusahakan keterangan dari dokter bahwa yang bersangkutan memang menderita penyakit jiwa. Pasal 7 Jika ada keraguan apakah seseorang menderita penyakit jiwa atau tidak, Menteri Kesehatan dapat menunjuk ahli-ahli untuk menetapkannya. Pasal 8 (1) Seorang dalam perkara pidana, seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 5 ayat (1) sub e, dapat dirawat untuk diobservasi selama-lamanya 3 bulan. Waktu itu dapat diperpanjang, jika dokter yang memeriksanya menganggap perlu. (2) Jika orang yang dimaksudkan dalam ayat (1) ternyata menderita penyakit jiwa, ia segera mendapat perawatan, jika tidak, ia diserahkan kembali kepada Hakim Pengadilan Negeri yang dimaksud dalam ayat (1). (3) Dokter tersebut dalam ayat (1) harus memberikan laporan tertulis dalam waktu 14 hari terhitung mulai tanggal dimasukkannya sipenderita ke dalam tempat perawatan kepada Hakim Pengadilan Negeri yang bersangkutan. BAB IV HARTA-BENDA MILIK PENDERITA Pasal 9 (1) Hakim Pengadilan Negeri setempat menetapkan, bahwa sipenderita tidak mampu mengelola sendiri harta-benda yang ada padanya miliknya dan/atau yang diserahkan kepadanya. (2) Hakim yang dimaksudkan dalam ayat (1) menetapkan siapa yang berhak mengelola dan/atau mengurus harta-benda sipenderita tersebut dalam ayat (1). (3) Penetapan Hakim yang dimaksudkan dalam ayat (1) dapat dikeluarkan atas permohonan mereka yang disebut dalam Pasal 5 ayat (1) sub a, b, c dan d.

BAB V PENAMPUNGAN BEKAS PENDERITA PENYAKIT JIWA Pasal 10 Pemerintah melakukan usaha-usaha untuk: a. Melaksanakan penyaluran dalam masyarakat bagi penderita yang telah selesai mendapat perawatan. b. Membangkitkan dan membantu kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang mempunyai tujuan untuk merehabilitasikan dan membimbing penderita. BAB VI PENGAWASAN Pasal 11 (1) Pengawasan pemeliharaan kesehatan jiwa, perawatan dan pengobatan serta penampungan penderita yang dimaksudkan dalam Bab II Pasal 3 Bab III Pasal 5, 6, 7 dan Bab V Pasal 10 dilakukan oleh Menteri Kesehatan. (2) Usaha-usaha dalam bidang kesehatan jiwa, berdasarkan lain daripada kesehatan jiwa menurut ilmu kedokteran seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1 sub a, diawasi oleh Menteri Kesehatan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Pelaksanaan Undang-undang ini dan hal-hal lain yang tidak/ belum ditetapkan dalam Undang-undang ini, dapat diatur dengan Peraturan Pemerintah dan peraturan Menteri Kesehatan. Pasal 13 Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang tentang Kesehatan Jiwa 1966." Pasal 14 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 11 Juni 1966 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUKARNO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 11 Juni 1966 SEKRETARIS NEGARA, Ttd. MOHD. ICHSAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1966 NOMOR 23

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1966 TENTANG KESEHATAN JIWA PENJELASAN UMUM Undang-undang Kesehatan Jiwa ini adalah pelaksanaan dari pada Undang-undang Pokok Kesehatan (Undang-undang Tahun 1960 No. 9 Lembaran Negara Tahun 1960 No. 131). Dengan Undang-undang ini diatur kesehatan jiwa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal I Undang-undang Pokok Kesehatan; disitu dikatakan, bahwa "kesehatan" meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial. Materi Undang-undang ini yalah: kesehatan jiwa dan penyakit jiwa. Dalam Undang-undang ini diatur kesehatan jiwa menurut ilmu kedokteran: Undang-undang ini tidak melangkah kebidang jiwa menurut ilmu pendidikan, dan sebagainya. Hingga sekarang hanya ada peraturan mengenai penderita penyakit jiwa yaitu: "Het Reglement op het Krankzinnigenwezen" (Stbl. 1897 No. 54 dan seterusnya). Dengan Undang- undang ini Reglement tersebut dibatalkan. Dan materi perawatan/pengobatan penderita penyakit jiwa, yang ada dalam Reglement tersebut disesuaikan dengan jiwa Undang-undang Pokok Kesehatan. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 a. Kesehatan Jiwa (mental health) menurut faham ilmu kedokteran pada waktu sekarang adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan physik, intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang-orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. b. Gangguan dalam perkembangan itu seperti tersebut dalam sub a, yang menjelma sebagai perubahan dalam fungsi jiwa seseorang itu, merupakan penyakit jiwa. Pasal 2 Pasal ini menegaskan, bahwa usaha-usaha kuratif maupun preventif demi kepentingan penderita penyakit jiwa adalah tugas pemerintah. Sekalipun demikian pintu terbuka bagi swasta untuk bekerja dilapangan pemeliharaan kesehatan jiwa, perawatan dan pengobatan penderita dan penampungan bekas penderita penyakit jiwa. Pemerintah (i.c. Menteri Kesehatan) menetapkan peraturan-peraturan khusus mengenai usaha swasta tersebut, serta memberikan bimbingan dan bantuan sesuai dengan Pasal 14 ayat (I ) dari Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan. Dalam usaha untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (lihat pasal 1 Undang-undang Pokok Kesehatan Undang-undang Tahun 1960 No. 9), tiap warga negara perlu aktif ikut serta dalam usaha-usaha kesehatan. Prinsip ini dinyatakan juga (dikonkritisir) dalam bidang kesehatan jiwa (umpama masyarakat diikut-sertakan dalam usaha pendidikan mengenai pemeliharaan kesehatan jiwa). Pasal 3 a. Yang dimaksudkan dengan masa pendidikan adalah masa anak-anak semasa bayi, semasa sekolah dan lain sebagainya. b. Cukup jelas. c. Cukup jelas. d. Ketenteraman hidup baik sprituil maupun materiil dalam lingkungan keluarganya maupun dalam hubungan dengan masyarakat, mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang. Sebagai anggota dari keluarga dan masyarakat, tiap-tiap orang mempunyai peranan dan pengaruh dalam kesejahteraan keluarga dan masyarakatnya. e. Kini sedang dalam taraf penyelidikan sampai dimana usaha demi kesehatan jiwa yang dilakukan dengan tambahan pengetahuan-pengetahuan Timur dapat dipergunakan dengan tambahan pengetahuan menurut ilmu kedokteran.

Pasal 4 Menteri Kesehatan menetapkan peraturan-peraturan mengenai perawatan/pengobatan dan tempat perawatan penderita penyakit jiwa. Usaha-usaha dari badan-badan swasta untuk mendirikan sebuah tempat perawatan harus ada ijin dari Menteri Kesehatan seperti yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) dari Undangundang tentang Pokok-pokok Kesehatan. Pasal 5 Yang dianggap sebagai wali umpamanya komandan suatu pasukan, pemimpin asrama, dan lain-lain orang yang menurut ketentuan hukum dapat bertindak sebagai wali. Pasal 6 Jika seseorang penderita diharuskan dirawat disebuah tempat perawatan, maka dilihat dari sudut hukum hak kemerdekaan (kebebasan) bergerak sipenderita dibatasi. Perbuatan demikian adalah suatu perbuatan pidana, kecuali jika pembatasan kebebasan bergerak itu berdasarkan sesuatu Undang-undang. Maka oleh sebab itu seorang penderita hanya dapat dirawat jika ada keterangan dokter (laporan Polisi/Kepala Pamong-Praja dan Hakim Pengadilan Negeri). Berdasarkan Undang-undang ini dokter yang menempatkan seorang penderita dalam sebuah tempat perawatan, sehingga ia membatasi hak kebebasan bergerak sipenderita, tidak melakukan suatu perbuatan pidana. Seorang dokter yang, mengharuskan seorang penderita di rawat di sebuah Rumah Sakit Jiwa dengan menyalah gunakan kedudukan atau keahliannya dapat dihukum menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (pasal 333 dan seterusnya). Untuk menetapkan apakah seorang penderita penyakit jiwa harus dirawat dan diobati disebuah tempat perawatan, harus ada surat keterangan dokter: keterangan dokter itu menerangkan hasil pemeriksaan dan pendapatnya perihal sipenderita. Menurut pasal 11 Menteri Kesehatan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelaksanaan Undang-undang ini. untuk memperlindungi kepentingan sipenderita, Menteri Kesehatan mengawasi juga hasil pemeriksaan dan pendapat dokter tersebut. Demi ketertiban, keamanan dan perikemanusiaan, petugas yang tersebut dalam pasal 5 ayat (1) sub d berkewajiban dan bertanggung jawab atas terlaksananya perawatan dan pengobatan penderita. Pasal 7 Mengingat ketentuan dalam pasal 1, dokter yang dimaksud dalam pasal 6 menyatakan, bahwa seseorang adalah penderita penyakit jiwa dan oleh karenanya ia perlu dirawat disuatu tempat perawatan. Untuk menghindarkan keragu-raguan atas kebenaran pernyataan dokter tersebut diatas, Menteri Kesehatan dapat mendengar pendapat para ahli dalam hal itu. Pasal 8 1. Jika disesuatu perkara pidana terdapat seseorang yang memberikan kesan tidak berpikir sehat, sehingga pada hakim timbul dugaan bahwa ia seorang penderita penyakit jiwa maka Hakim tersebut dapat meminta pendapat seorang dokter. Orang itu dikirimkan kepada seorang dokter,dokter tersebut selekas- lekasnya memberikan pendapatnya tentang sipenderita. Berhubung dengan sifatnya penyakit jiwa, ada kalanya sipenderita harus diobservasi, dan observasi ini meminta waktu, yang ditetapkan selama-lamanya 3 bulan. 2. 2 dan 3. Cukup jelas. Pasal 9 1. Jika ternyata bahwa seseorang penderita penyakit jiwa tak dapat dipertanggungjawabkan menguasai harta bendanya, karena ia merusak, membahayakan keadaan disekitarnya dan lain-lain, maka harta benda penderita dilindungi oleh hukum; dengan pasal ini perlindungan hak milik sipenderita diserahkan kepada Hakim Hakim pengadilan Negeri seyogyanya minta pertimbangan kepada instansi-instansi setempat seperti peradilan Agama atau badan-badan lain yang dianggap perlu oleh

Hakim Pengadilan Negeri dalam hal pengelolaan harta-benda dengan pengetahuan/persetujuan ahli waris yang bersangkutan. 2. 2 dan 3. Cukup jelas. Pasal 10 Usaha-usaha lebih lanjut dari Pemerintah bagi penderita yang telah mendapat perawatan dan pengobatan meliputi penyaluran, penempatan, rehabilitasi dan bimbingan bekas penderita dalam masyarakat. Usaha swasta dalam hal ini memerlukan bantuan dari Pemerintah. Penyelenggaraan ketentuan ini memerlukan juga kerjasama antara pelbagai instansi-instansi Pemerintah. Pasal 11 1. Pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan dalam beraneka usaha demi kepentingan kesehatan jiwa, perawatan-pengobatan penyakit jiwa dan penampungan bagi penderita yang termasuk dalam pasal ini diawasi oleh Menteri Kesehatan. Pemusatan pengawasan pada Menteri Kesehatan ini melekat pada pertanggungan jawabnya untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat dan Negara. 2. Lihat penjelasan Pasal 3 sub e. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2805