POTENSI ESTIMASI KARBON TERSIMPAN PADA VEGETASI MANGROVE DI WILAYAH PESISIR MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

POTENSI KARBON PADA TEGAKAN HUTAN MANGROVE DI DESA SEBATUAN KABUPATEN SAMBAS

Kata Kunci: Mangrove 1, Biommassa 2, Karbon 3, Alos_Avnir_2. 1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1. Lokasi Penelitian (Google Map, 2014)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

ESTIMASI PENYERAPAN KARBON HUTAN MANGROVE BAHOWO KELURAHAN TONGKAINA KECAMATAN BUNAKEN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

III. METODE PENELITIAN

Penaksiran Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Bandar Bakau Dumai

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

ESTIMASI STOK KARBON TERSIMPAN PADA EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI JORONG UJUANG LABUANG KABUPATEN AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT. Oleh

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 9-18 Online di :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

Massugito 1 Syahril Nedi 2 Bintal Amin 2

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN SELATAN PULAU RUPAT

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

BAB III METODE PENELITIAN

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DI HUTAN MANGROVE DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

Model Pendugaan Biomassa Vegetasi Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir Riau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

KORELASI ANTARA KERAPATAN AVICENNIA DENGAN KARAKTERISTIK SEDIMEN DI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA SUNGAI RAWA KABUPATEN SIAK, RIAU

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

ANALISIS STRUKTUR DAN STATUS EKOSISTIM MANGROVE DI PERAIRAN TIMUR KABUPATEN BIAK NUMFOR

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

Struktur Populasi Vegetasi Mangrove di Laguna Segara Anakan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI HUTAN MANGROVE KELURAHAN BELAWAN SICANANG KECAMATAN MEDAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS STOK KARBON HUTAN MANGROVE PADA BERBAGAI TINGKAT KERUSAKAN DI SEGARA ANAKAN CILACAP

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

IDENTIFIKASI TINGKAT KERAWANAN DEGRADASI KAWASAN HUTAN MANGROVE DESA MUARA, TANGERANG, BANTEN

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknik Restorasi Mangrove

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

Kata kunci : Mangrove, Nilai Penting, Desa Tanjung Sum, Kuala Kampar

Transkripsi:

POTENSI ESTIMASI KARBON TERSIMPAN PADA VEGETASI MANGROVE DI WILAYAH PESISIR MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI Ditha Rachmawati 1, Isdradjad Setyobudiandi 1 dan Endang Hilmi 2 1 Pasca Sarjana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauta, Universitas Jenderal Soedirman Email: ditharachmawati@gmail.com ABSTRACT Mangrove Muara Gembong can be considered as buffering system of high CO 2 produced by industries in Bekasi. This study aims to determine the carbon stored in standing mangrove s Muara Gembong. The research was conducted on March 2014 in the coastal area of Muara Gembong, Bekasi Regency West Java. The method used in this study is a survey method with sampling purposive sampling technique. The results showed that the degree of dominance of mangrove species in Muara Gembong at station I, II, III and IV were Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, S. caseolaris, R. mucronata. Potential carbon stored of mangrove stands in Muara Gembong is 55,35 tons ha, with the highest carbon stored in mangrove species Rhizophora mucronata is 17,60 tons/ha. Based on the potential of biomass and carbon being produced, showed that the ability of mangrove ecosystem to absorbing carbon in Muara Gembong is not too high. Keywords : Carbon sink, conservation, global warming, mangrove, Muara Gembong PENDAHULUAN Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting terutama bagi wilayah pesisir. Salah satu fungsi ekologis mangrove yang berperan dalam upaya mitigasi pemanasan global adalah mangrove sebagai penyimpan karbon. Mangrove menyimpan karbon lebih dari hampir semua hutan lainnya di bumi (Daniel et al., 2011). Ekosistem mangrove Indonesia mampu menyerap karbon di udara sebanyak 67,7 MtCO 2 per tahun (Sadelie et al., 2012). Besarnya kandungan karbon dipengaruhi oleh kemampuan pohon tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan melalui proses fotosintesis, yang dikenal dengan proses sequestration (Hilmi, 2003). Dalam proses fotosintesis, CO 2 dari atmosfer di ikat oleh vegetasi dan disimpan dalam bentuk biomassa. Carbon sink berhubungan erat dengan biomassa tegakan. Jumlah biomassa suatu kawasan diperoleh dari produksi dan kerapatan biomassa yang diduga dari pengukuran diameter, tinggi, dan berat jenis pohon. Biomassa dan carbon sink pada hutan tropis merupakan jasa hutan diluar potensi biofisik lainnya, dimana potensi biomassa hutan yang besar adalah menyerap dan menyimpan karbon guna pengurangan CO 2 di udara (Darusman, 2006). Muara Gembong, Kabupaten Bekasi merupakan wilayah pesisir yang berada di pantai utara Jawa Barat. Muara gembong memiliki potensi ekosistem mangrove yang cukup luas. Mangrove di Muara Gembong dapat dijadikan wilayah penyangga untuk mengurangi potensi dampak pemanasan global. Hal tersebut dikarenakan Kabupaten Bekasi telah berkembang menjadi daerah industri yang menghasilkan buangan gas CO 2 sehingga berdampak negatif terhadap peningkatan suhu di atmosfer. Ekosistem mangrove di Muara Gembong mengalami degradasi yang cukup hebat, pada tahun 2003 luas hutan mangrove Muara Gembong berkurang dengan laju 255,22 ha/tahun dan yang tersisa hanya 386,21 ha (Jamil, 2007). Hal tersebut karena kawasan mangrove di Muara Gembong banyak yang dijadikan lahan tambak oleh masyarakat sekitar. Penelitian tentang estimasi karbon tersimpan pada tegakan mangrove dirasa penting karena dengan mengetahui jumlah karbon yang mampu diserap oleh mangrove, kita akan lebih memahami manfaat ekologi mangrove sebagai penyerap karbon sehingga usaha konservasi mangrove dalam rangka mengurangi pemanasan global dapat lebih diperhatikan dan ditingkatkan.

86 Omni-Akuatika Vol. XIII No.19 November 2014 : 85-91 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di kawasan pesisir Muara Gembong, Kabupaten Bekasi Jawa Barat yang terletak pada koordinat: Lintang 06 0 02 07 S dan Bujur 107 0 4 45 E (Gambar 1). Aspek yang diamati terdiri, kerapatan mangrove, INP, dan potensi karbon yang tersimpan di mangrove. Pengumpulan Data Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu observasi atau pengamatan langsung terhadap latar dan objek penelitian, dan pengumpulan data sekunder melalui studi literatur. Analisis Data 1. Penentuan Potensi Dominasi Jenis Mangrove Untuk menghitung tingkat dominansi jenis ekosistem mangrove yang diukur adalah jenis vegetasi, jumlah individu, diameter dan tinggi tanaman. Analisis dominasi jenis dihitung dengan menggunakan analisis indeks nilai penting (Kusmana, 1996). Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Rachmawati et al., 2014, Potensi Estimasi Karbon 87 2. Penghitungan Biomassa dan Karbon Vegetasi Mangrove Dalam pendugaan biomassa dan karbon ekosistem mangrove dilakukan melalui beberapa tahapan (Hilmi, 2003) yaitu : 1. Dimensi Pertumbuhan meliputi tinggi pohon yang diukur berdasarkan jarak terpendek antara suatu titik dengan titik proyeksinya pada bidang datar atau bidang horizontalnya. Tinggi yang diukur adalah tinggi total dan tinggi bebas cabang. Kemudian diameter setinggi dada: yaitu diameter pada ketinggian sekitar 1,3 meter dari permukaan tanah. Alat ukur yang digunakan adalah pita ukur. 2. Pendugaan Biomassa Mangrove. Model pendugaan karbon mangrove dapat dibangun berdasarkan persamaan nilai biomassa dengan diameter (Tabel 1). 3. Pendugaan Biomassa dan Karbon dari Ekosistem Mangrove Menghitung Biomassa dan karbon dari ekosistem mangrove maka dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut : Potensi Karbon dan Biomassa = luas mangrove Keterangan : Yi = potensi biomassa per jenis i = jenis ke-i Tabel 1. Model pendugaan biomassa dan karbon ekosistem mangrove No. Spesies Persamaan Allometrik 1. Avicennia spp. Wtop = ρ*0.1848dbh 2.3524, Darmawan et al., (2008) 2. R. apiculata Wtop = ρ*0.235dbh 2.42, Ong et al., (1993) ρ*k*0.75d 2.23 Hilmi et al., (2007) 3. R. mucronata Wtop = ρ*0.105dbh 2.68, Dmax = 25cm, Clough et al., (1992) ρ*k*0.50 D 2..32 Hilmi et al., (2007) 4. Sonneratia spp. Wtop = ρ*0.1848dbh 2.3524, Darmawan et al., (2008) Keterangan : Wtop = Biomassa pohon atau Berat kering (kg) ρ = Kerapatan kayu atau Berat jenis kayu (mg m -3, kg dm -3 atau g cm -3 ) k = Persen karbon (cm) HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Komunitas Mangrove Muara Gembong Berdasarkan perhitungan tingkat kerapatan, frekuensi, dominasi dari jenis mangrove pada tiap stasiun pengamatan maka didapatkan Indeks Nilai Penting (INP) sebagai gambaran struktur komunitas mangrove di Muara Gembong, Bekasi (Tabel 2). Spesies mangrove yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun I Pantai Mekar yaitu R. mucronata dengan Nilai Penting (NP) sebesar 119,8%. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan ekosistem mangrove, terlihat pada tingginya nilai INP pada spesies mangrove R. mucronata disebabkan spesies tersebut memiliki adapatasi akar yang baik dengan kondisi substrat di Stasiun Pantai Mekar yaitu berlumpur. Hal tersebut sesuai pernyataan Hilmi (2007), bahwa spesies mangrove R. mucronata merupakan vegetasi yang dominan di daerah-daerah bersubstrat lumpur dalam. R. mucronata dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada kondisi substrat yang dalam atau tebal dan berlumpur dikarenakan memiliki bentuk akar tunjang seperti jangkar yang menancap ke dalam tanah atau lumpur sehingga dapat menunjang atau menopang batang pohon dengan baik (Setyawan 2003).

88 Omni-Akuatika Vol. XIII No.19 November 2014 : 85-91 Tabel 2. Struktur komunitas vegetasi mangrove di Muara Gembong, Bekasi St Jenis D DR K KR F FR INP R. mucronata 5,3 38,6 820 51,2 0,6 30 119,8 S. alba 3 22,4 520 32,5 0,6 30 84,9 I Avicennia officinalis 0,6 4,7 100 6,2 0,4 20 30,9 Avicennia marina 4 28,9 40 2,5 0,2 10 41,4 Avicennia alba 0,73 5,34 120 7,5 0,2 10 22,8 II III IV S. alba 9 37,8 1000 44,6 0,6 33,3 115,8 A. officinalis 5,4 23,1 480 21,4 0,6 33,3 77,9 A. alba 4,3 18,4 420 18,7 0,4 22,2 59,4 S. caseolaris 4,9 20,7 340 15,2 0,2 11,1 47 S. caseolaris 20,4 60 440 37,9 0,60 27,3 125,2 S. alba 7,2 21,2 280 24,1 0,60 27,3 72,6 A. marina 4,6 13,6 260 22,4 0,40 18,2 54,4 A. alba 0,6 1,9 60 5,2 0,40 18,2 25,2 R. mucronata 1,1 3,2 120 10,3 0,20 9,1 22,7 R. mucronata 6,4 44,4 680 52,3 0,8 36,4 133,1 A. officinalis 6,3 43,8 400 30,8 0,8 36,4 110,9 A. marina 1 7 140 10,8 0,4 18,2 36 S. alba 0,7 4,8 80 6,1 0,2 9,1 20 S. alba merupakan spesies yang mendominasi pada Stasiun II Pantai Sederhana dengan Nilai Penting (NP) sebesar 115,76%. S. alba merupakan jenis mangrove yang mempunyai ketahanan terhadap pasang surut, hempasan gelombang dan toleransi terhadap perubahan salinitas (Chapman, 1976). Spesies jenis ini merupakan jenis mangrove yang terdapat di zona terdepan dan digenangi air berkadar garam tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi sebaran mangrove hingga terjadi yang disebut zonasi, terkait dengan respon jenis vegetasi yaitu terhadap salinitas, pasang-surut dan kedaan tanah (Murdianto, 2003). Hal tersebut sesuai dengan kondisi letak geografis dari Stasiun II yaitu terletak di muara sungai dekat tepi laut yang berseberangan dengan Teluk Jakarta sehingga mengakibatkan kondisi lingkungan sekitar bersalinitas tinggi dan bertekstur berpasir yang merupakan habitat tumbuh baik bagi spesies S. alba. Nilai Penting (NP) tertinggi di Stasiun III Pantai Bahagia yaitu jenis mangrove S. caseolaris sebesar 125,25%. S. caseolaris memiliki sistem perakaran yang tumbuh kearah samping atau horizontal dan pada setiap bagian akar ditunjukkan dengan keluarnya bagian akar yang keluar tegak lurus ke permukaan substrat. Hal tersebut yang menyebabkan jenis mangrove Sonneratia berada pada zona terdepan, dengan sistem perakaran yang kuat sehingga dapat menahan pengaruh angin dan gelombang dari laut. Sonneratia merupakan jenis mangrove pioner yang memiliki kemampuan beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan yang ekstrim seperti fluktuasi salinitas dan kondisi oksigen yang rendah dikarenakan kondisi tanah pada ekosistem mangrove yang cederung berlumpur dan jenuh dengan air. Kemampuan beradaptasi dengan kondisi tersebut dikarenakan Sonneratia memiliki akar nafas (pneumatofor) yaitu akar yang dapat menyerap oksigen pada saat surut dan mencegah kelebihan air pada saat pasang, maka pada saat kondisi substrat anaerob struktur pneumatofor akan menyokong dan mengait serta menyerap oksigen selama air surut (Whitten, 1999). Perbedaan antara S. alba dengan S. Caseolaris selain bentuk morfologinya yaitu terdapat perbedaan antara habitat tempat tumbuhnya. S. alba terdapat muara sungai berpasir, sering di tepi laut, dan salinitas relatif tinggi sedangkan S. caseolaris terdapat di tepi muara sungai, salinitas rendah dan berair tawar (Kitamura 1997). Hal tersebut dapat terlihat dari kondisi geografis letak Stasiun III yang lebih dekat kearah daratan sehingga kondisi perairannya lebih tawar. Nilai Penting tertinggi pada stasiun IV Pantai Bakti yaitu spesies mangrove R. mucronata sebesar 133,11%. Stasiun IV memiliki karakteristik substrat yang sama dengan Stasiun 1 yaitu berlumpur dan bersalinitas tinggi, dimana faktor lingkungan tersebut merupakan kondisi sifat tanah yang baik untuk penyebaran spesies mangrove R. mucronata. Menurut Santoso

Rachmawati et al., 2014, Potensi Estimasi Karbon 89 (2012), kondisi tanah atau sifat tanah yang meliputi mineralogi dan fisik dalam suatu ekosistem mempunyai kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran suatu vegetasi. Berdasarkan kondisi sifat tanah R. mucronata umumnya hidup di sepanjang aliran sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut, hal tersebut sesuai dengan letak Stasiun IV yang berada di dekat aliran sungai Citarum dimana R. mucronata menjadi jenis mangrove yang dominan. Potensi Karbon Tersimpan Vegetasi Mangrove di Muara Gembong, Bekasi. Ekosistem mangrove di wilayah pesisir sangat efektif dan efisien dalam mengurangi konsentrasi karbondiokisda (CO 2 ) di atmosfer, dikarenakan mangrove dapat menyerap CO 2 melalui proses fotosintesis dengan cara difusi lewat stomata kemudian menyimpan karbon dalam bentuk biomassa (Windardi, 2014). Maka dari itu sebagian besar biomassa pada vegetasi mangrove merupakan karbon dan nilai karbon yang terkandung dalam vegetasi mangrove merupakan potensi dari mangrove dalam menyimpan karbon. Salah satu cara untuk mengetahui nilai karbon tersimpan yang dimiliki oleh vegetasi mangrove adalah dengan cara mengestimasi (Twilley et al., 1992). Tabel 3. Potensi karbon tersimpan vegetasi mangrove di Muara Gembong, Bekasi. Potensi (ton/ha) JENIS Potensi Biomassa Potensi Karbon R. mucronata 34,31 17,60 S. caseolaris 29,51 15,02 S. alba 17,70 9,01 A.officinalis 11,92 6,03 A.marina 10,41 5,27 A. alba 4,78 2,42 Potensi Total 108,66 55,35 Berdasarkan perhitungan nilai biomassa dan estimasi karbon tersimpan vegetasi mangrove di lokasi penelitian (Tabel 3), nilai setiap spesies mangrove memiliki kandungan karbon tersimpan yang berbeda, hal tersebut dilihat dari penggunaan nilai koefisien perhitungan yang berbeda pada tiap spesiesnya (Komiyama et al., 2008). Hasil penelitian menunjukan bahwa mangrove jenis R. mucronata memiliki nilai karbon tersimpan sebesar 17,60 ton/ha. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan spesies mangrove S. caseolaris, S. alba, A. officinalis, A. marina, A. alba dan Sonneratia caseolaris yang ditemukan di lapangan. Nilai karbon tersimpan dari Rhizophora mucronata yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya dikarenakan spesies tersebut memiliki nilai biomassa yang lebih tinggi yaitu 34,31 ton/ha. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Windardi (2014) bahwa vegetasi mangrove sangat dipengaruhi oleh besarnya biomassa yang dimiliki, nilai biomassa vegetasi yang besar maka mengasilkan konversi nilai karbon yang juga besar. Nilai produksi bersih yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove dalam kemampuannya menyerap karbon menurut data Kusmana (1996) sebagai berikut : biomasa total (62,9-398,8 ton/ha), guguran serasah (5,8-25,8 ton/ha/tahun) dan tiap volume (9 m 3 /ha/tahun) pada tegakan ekosistem mangrove berumur 20 tahun. Potensi biomasa dari ekosistem mangrove yang baik di Asia Tenggara yaitu berkisar antara 250-275 ton/ha, sedangkan potensi biomassa terendah yaitu kurang dari 7,9 ton/ha hektar (Daniel et al., 2011). Potensi total biomassa ekosistem mangrove di lokasi penelitian sebesar 108,66 ton/ha, hal tersebut menunjukan potensi biomassa di kawasan ekosistem mangrove Muara Gembong tidak terlalu tinggi. Menurut Dharmawan et al., (2008), tinggi rendahnya potensi biomassa suatu ekosistem mangrove disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah dan kerapatan pohon yang ada di kawasan tersebut. Sedangkan potensi karbon tersimpan pada

90 Omni-Akuatika Vol. XIII No.19 November 2014 : 85-91 tegakan mangrove di Muara Gembong mampu menyerap karbon sebesar 55,35 ton/ha. Kemampuan penyerapan karbon yang tidak terlalu tinggi tersebut maka perlu dilakukan kegiatan konservasi mangrove di Muara Gembong sehingga manfaat ekologi mangrove sebagai penyerap karbon dapat mengurangi dampak pemanasan global yang terjadi di wilayah pesisir tersebut. KESIMPULAN 1. Tingkat dominansi jenis mangrove di Muara Gembong pada stasiun I jenis mangrove R. mucronata, stasiun II jenis mangrove S. alba, stasiun III jenis mangrove S. caseolaris, stasiun IV jenis mangrove R. mucronata. 2. Potensi karbon tersimpan pada tegakan mangrove di Muara Gembong yaitu 55,35 ton/ha, dengan karbon tersimpan tertinggi pada jenis mangrove R. mucronata yaitu 17,60 ton/ha. 3. Berdasarkan potensi biomassa dan karbon yang dihasilkan, menunjukan bahwa kemampuan ekosistem mangrove dalam menyerap karbon di Muara Gembong tidak terlalu tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Kajian Advokasi dan Informasi Lingkungan Hidup (elkail) Muara Gembong Bekasi, staf laboratorium Produktivitas Lingkungan (Proling) Departemen MSP IPB Bogor, staf laboratorium Lingkungan Akuakultur Departemen Budidaya Perairan IPB dan rekanrekan yang telah membantu dalam penelitian ini serta seluruh redaksi dan reviwer. DAFTAR PUSTAKA Chapman, V. K. 1976. Mangrove of Indo- Malesia. In: F. D. Poor and I. Dor (Eds), Hydrobiology of Mangal. Dr. W. Junk Publishers, Netherlands. Clough, B.F. 1992. Primary productivity and the growth of mangrove forests. In: Robertson, A.I., and D.M. Alongi (Eds.), Tropical Mangrove Ecosystems 225-250. American Geophysical Society, Washington. Darusman, D. 2006. Pengembangan potensi nilai ekonomi hutan dalam restorasi ekosistem. Jakarta. Dharmawan, I.W.S., Siregar, C.A. 2008. Karbon tanah dan pendugaan karbon tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5, 317-328. Daniel, C.D., Kauffman, J., Murdiyarso, B., Kurnianto, S., Stidham, M., Kanninen, M. 2011. Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature Geoscience 4, 293-297. Hilmi, E. 2003. Model penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove (Studi kasus di Indragiri Hilir Riau). [Disertasi] Sekola1h Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 170 hal Hilmi, E., Siregar, A.S. 2007. Model pendugaan biomassa flora bakau di Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Jurnal Biosfera 23 (2): 470-476. Jamil, N. 2007. Analisis opsi pola penggunaan lahan di wilayah pesisir kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi. [Thesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 149 hal. Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A., Baba, S. 1997. Hanbook of mangroves in Indonesia; bali and Lombok. JICA/ISME, Okinawa, 120 pp. Komiyama, A., Ong, J.E., Poungparn, S. 2008. Allometry, biomass, and productivity of mangrove forest : a Review. Aquatic Botany 89: 128-137. Kusmana, C. 1996. A estimation of above and below ground tree biomass of a mangrove forest in East Kalimantan, Indonesia. Faculty of Forestry. Bogor Agricultural University. Bogor. Murdiyanto, B. 2003. Mengenal, memelihara dan melestarikan ekosistem bakau. direktorak jenderal perikanan tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Ong, J.E. 1993. Mangroves a carbon source and sink. Chemosphere 27: 1097-1107.

Rachmawati et al., 2014, Potensi Estimasi Karbon 91 Sadelie, A., Kusumastanto, T., Kusmana, C., Hardjomidjojo, H. 2012. Kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis perdagangan karbon. Jurnal Hutan dan Masyarakat 6 (1): 1-11. Santoso, N. 2012. Arahan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan mangrove berkelanjutan di Muara Angke Daerah Khusus Ibukota Jakarta. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 200 hal. Setyawan, A.D., Winarno, K.,. Purnama, P.C. 2003. Review: ekosistem mangrove di Jawa: 1. Kondisi terkini. Biodiversitas 4 (2): 130-142. Twilley, R.R., Chen, R., Hargis, T. 1992. Carbon sinks in mangroves and their implication to carbon budget of tropical ecosystems. Water, Air and Soil Pollution 64: 265-288. Windardi, A.C. 2014. Struktur komunitas hutan mangrove, estimasi karbon tersimpan dan perilaku masyarakat sekitar kawasan Segara Anakan Cilacap. [Tesis]. Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 85 hal. Whitten T., Soeriatmadja, R.E., Afiff, S.A. 1999. Ekologi at Jawa and Bali. Dalhouse University. Canadian International Development Agency.