Tentang: PENGUBAHAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM (UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1953, LEMBARAN-NEGARA NO. 29 TAHUN 1953) *)



dokumen-dokumen yang mirip
Tentang: PERPANJANGAN JANGKA WAKTU MASA-KERJA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH YANG TERBENTUKBERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.

PEMBENTUKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAN DEWAN PEMERINTAH DAERAH PERALIHAN *) DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. DEWAN PEMERINTAH DAERAH PERALIHAN.

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

Mengingat: pasal 97, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1958 TENTANG PERSETUJUAN KONPENSI HAK-HAK POLITIK KAUM WANITA *) Presiden Republik Indonesia,

HUKUMAN JABATAN Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 Tanggal 20 Februari 1952 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *) Indeks: ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. PEMILIHAN.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

UANG MUKA. BANK INDONESIA. PEMBERIAN SURAT KUASA PENGAMBILAN KEPADA MENTERI KEUANGAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1952 TENTANG DAFTAR PERNYATAAN KECAKAPAN PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: ANGKATAN PERANG. IKATAN DINAS SUKARELA (MILITER SUKARELA). ANGGOTA.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Tentang: TATA CARA PERMINTAAN PENDAFTARAN MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


- 3 - : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum pada tanggal 20 Maret 2013; MEMUTUSKAN :

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1959 (1/1959) Tanggal: 14 JANUARI 1959 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAN DEWAN PEMERINTAH DAERAH PERALIHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG DEWAN DAN MAJELIS-MAJELIS PERNIAGAAN DAN PERUSAHAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1957 TENTANG PANITIA NEGARA PERIMBANGAN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Tentang: PEMBENTUKAN MAJELIS ILMU PENGETAHUAN INDONESIA *)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PENGESAHAN PERSETUJUAN-PERSETUJUAN PENGUBAHAN DAN TAMBAHAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN EXPORT-IMPORT BANK OF WASHINGTON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1956 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1993 TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PENDAFTARAN MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan untuk melaksanakan Undang-undang No. 19 tahun 1956.

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR (PENYESUAIAN DENGAN POJK) ANGGARAN DASAR SEKARANG. Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 10

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Indeks: PERATURAN GAJI MILITER PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 21 SERI E

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB PANITYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PUSAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1957 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 12/1959, KEDUDUKAN KEUANGAN PERDANA MENTERI, WAKIL-WAKIL PERDANA MENTERI, MENTERI DAN MENTERI MUDA REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

L E M B A R A N - N E G A R A R E P U B L I K I N D O N E S I A

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1956 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

Transkripsi:

Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1956 (2/1956) Tanggal: 20 PEBRUARI 1956 (JAKARTA) Sumber: LN 1956/4; TLN NO. 951 Tentang: PENGUBAHAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM (UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1953, LEMBARAN-NEGARA NO. 29 TAHUN 1953) *) Indeks: PEMILIHAN UMUM. ANGGOTA KONSTITUANTE. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. PENGUBAHAN. Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat dan Konstituante dapat dipercepat dengan mempersingkat jalan administrasi pemilihan; Mengingat: pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Menetapkan: Memutuskan: Undang-undang tentang perubahan Undang-undang Pemilihan Umum. Pasal 1. Undang-undang No. 7 tahun 1953 diubah sebagai berikut: a. Pasal 95 ditambah dengan ayat 4 yang berbunyi: (4) Seorang calon yang menyatakan kepada Panitia Pemilihan Indonesia tidak bersedia ditetapkan terpilih untuk suatu daftar, tidak ditetapkan terpilih menjadi anggota untuk daftar itu. Suara yang diperoleh calon tersebut di atas dianggap diberikan langsung kepada daftar yang bersangkutan. b. Pasal 100 ayat 1 diubah sehingga berbunyi: (1) Ketua Panitia Pemilihan Indonesia memberitahukan penetapan terpilih kepada masing-masing terpilih dengan surat terdaftar yang dialamatkan kepada alamat yang ditulis dalam surat pencalonannya atau dengan surat yang disampaikan dalam tangan dengan tanda penerimaan.

Apabila karena keadaan penetapan calon-calon yang terpilih yang pasti perlu dipercepat, maka untuk menyampaikan surat dalam tangan tersebut di atas Ketua Panitia Pemilihan Indonesia dengan surat kawat meminta terpilih untuk mendatangi Panitia Pemilihan Indonesia. c. Pasal 100 ayat 2 diubah sehingga berbunyi: (2) Dalam waktu tiga puluh hari sesudah hari surat pemberitahuan terdaftar dikirimkan, yang ternyata dari cap pos, atau dalam waktu tujuh hari sesudah surat pemberitahuan dalam tangan disampaikan, Panitia Pemilihan Indonesia harus sudah menerima surat dari terpilih yang menyatakan apakah ia menerima penetapannya atau tidak. d. Pasal 100 ayat 3 diubah sehingga berbunyi: (3) Dalam surat pernyataan termaksud dalam ayat 2 seorang yang ditetapkan terpilih dalam lebih dari satu daerah-pemilihan, harus menyatakan pula, apabila ia menerimanya, untuk daerah-pemilihan mana ia menerima penetapan itu. e. Pasal 100 ayat 4 dihapuskan. f. Pasal 101 diubah dan ditambah sehingga berbunyi: (1) Jika dalam waktu-waktu yang ditentukan dalam pasal 100 ayat 2 Panitia Pemilihan Indonesia belum menerima pernyataan dari seorang terpilih termaksud dalam pasal dan ayat tersebut, maka terpilih itu dianggap tidak menerima penetapannya, (2) Waktu-waktu yang ditentukan dalam pasal 100 ayat 2 masing-masing diperpanjang dengan jangka waktu yang sama bagi terpilih yang dapat menunjukkan kepada Panitia Pemilihan Indonesia, bahwa kelambatan pengiriman pernyataan tidak disebabkan karena kelalaian terpilih itu, dalam hal mana anggapan dalam ayat 1 dibatalkan (3) Dalam hal Ketua Panitia Pemilihan Indonesia meminta terpilih untuk mendatangi Panitia Pemilihan Indonesia sebagaimana termaksud dalam pasal 100 ayat 1 kalimat ke-2, maka, jika dalam waktu lima-belas hari sesudah hari pengiriman panggilan terpilih belum mendatangi Panitia Pemilihan Indonesia, terpilih itu dianggap tidak menerima penetapannya, kecuali apabila ia dalam waktu itu membuktikan, bahwa ia tidak dapat datang karena hal-hal di luar kekuasaannya. (4) Jika dalam lima belas hari sesudah waktu tersebut dalam ayat 3 terpilih datang pada Panitia Pemilihan Indonesia, atau Panitia Pemilihan Indonesia menerima surat dari padanya, dengan bukti-bukti yang dapat menunjukkan kepada Panitia tersebut, bahwa kelambatan kedatangan terpilih tidak disebabkan oleh kelalaian terpilih itu, maka anggapan tersebut dalam ayat 3 dibatalkan. g. Pasal 104 kalimat ke-2 diubah sehingga berbunyi: Panitia tersebut terdiri dari sekurang-kurangnya lima orang anggota, di antaranya seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, dan dinamakan Panitia Pemeriksaan. h. Pasal 104 ditambah kalimat ketiga yang berbunyi: Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat merangkap Sekreriat Panitia Pemeriksaan. i. Pasal 105 diubah sehingga berbunyi: Ketua Panitia Pemilihan Indonesia menyampaikan kepada Panitia

Pemeriksaan salinan surat-surat pemberitahuan penetapan termaksud dalam pasal 100 ayat 1 dan memberitahukan kepada panitia tersebut penerimaan pernyataan dari terpilih yang menerima penetapannya dengan mengutip pernyataan itu. j. Pasal 106 diubah sehingga berbunyi: Terpilih yang menerima penetapannya harus secepat-cepatnya menyampaikan kepada Panitia Pemeriksaan: a. surat pemberitahuan penetapan yang termaksud dalam pasal 100 ayat 1; b. salinan dari surat pernyataan penerimaan penetapan kepada Panitia Pemilihan Indonesia yang termaksud dalam pasal 100 ayat 2; c. kutipan dari daftar-kelahiran, atau jika ini tidak ada, surat-kenal, yang menyatakan umur terpilih; d. surat keterangan yang ditanda-tangani oleh terpilih, yang menjalankan jabatan yang menurut ketentuan dalam pasal 61 Undang-undang Dasar Sementara dalam pasal 110 Undang-undang ini atau dalam undang-undang lain tidak boleh dirangkap, tentang kesediaannya untuk melepaskan jabatan itu. Surat pemberitahuan tersebut dalam a dan surat pemberitahuan penerimaan pernyataan termaksud dalam pasal 105 bersama-sama merupakan surat-kepercayaan. k. Pasal 107 ayat 1 diubah sehingga berbunyi: (1). Jika tujuh hari setelah menerima pemberitahuan penerimaan pernyataan dari Ketua Panitia Pemilihan Indonesia termaksud dalam pasal 105 Panitia Pemeriksaan dari terpilih yang bersangkutan belum menerima surat-surat tersebut dalam pasal 106, maka keesokan harinya tempat terpilih itu dianggap menjadi lowong. Ketentuan dalam pasal 101 ayat 2 berlaku terhadap terpilih termaksud. l. Pasal 107 ditambah dengan ayat 4 yang berbunyi: (4) Dalam tempo tujuh hari sesudah Panitia Pemeriksaan menerima surat-surat tersebut dalam ayat 1 Panitia tersebut harus sudah selesai dengan pekerjaannya dan melaporkan hasil-hasilnya kepada Pemerintah. Jika menurut laporan itu, jumlah terpilih yang diterima sebagai anggota surat berjumlah dua ratus, maka Dewan Perwakilan Rakyat dapat dilantik oleh Presiden. Pasal II Undang-undang ini berlaku mulai hari diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal 6 Pebruari 1956. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Pebruari 1956. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO.

Menteri Kehakiman, LOEKMAN WIRIANIDATA, Menteri Dalam Negeri a.i. SUROSO Diundangkan pada tanggal 22 Pebruari 1956. Menteri Kehakiman LOEKMAN WIRIADINATA PENJELASAN. Dalam peraturan pemilihan umum ada beberapa pasal tentang administrasi pemilihan yang menyebabkan suatu tindakan administrasi baru dapat dimulai beberapa bulan sesudah tindakan administrasi yang mendahuluinya selesai. Panitia Pemeriksaan baru dapat mulai bekerja lebih kurang 2 bulan setelah Panitia Pemilihan Indonesia menetapkan calon-calon yang terpilih dan memberitahukan penetapan itu kepada terpilih masing-masing. Demikian ini ialah karena menurut aturan Undang-undang Pemilihan Umum Panitia Pemilihan Indonesia harus menunggu jawaban dari terpilih (pasal 100 ayat 2), kemudian Ketua Panitia Pemilihan Indonesia memberitahukan kepada terpilih yang menyatakan menerima penetapannya, bahwa Panitia Pemilihan Indonesia telah menerima pernyataan itu (pasal 100 ayat 4), dan baru setelah menerima pemberitahuan dari Ketua Panitia Pemilihan Indonesia ini terpilih menyampaikan kepada Panitia Pemeriksaan surat-surat yang diperlukan antara lain surat pemberitahuan dari Ketua Panitia Pemilihan Indonesia tentang penetapan dan surat pemberitahuan dari Ketua tersebut tentang penerimaan pernyataan, yang bersamasama bagi terpilih merupakan surat kepercayaan (pasal 106). Jalan administrasi demikian itu memerlukan waktu yang diperkirakan dua bulan lamanya mengingat jauhnya jarak dan keadaan penghubungan. Pengiriman surat-surat kepada Panitia Pemeriksaan sebetulnya tidak perlu menunggu sampai terpilih menerima surat pemberitahuan penerimaan pernyataan itu sebetulnya juga tidak perlu. Yang perlu ialah bahwa Panitia Pemeriksaan diberitahu tentang pernyataan penerimaan terpilih. Pemberitahuan ini dapat dipercepat apabila Ketua Panitia Pemilihan Indonesia yang memberitahukannya. Selain dari itu penetapan hasil pemilihan yang pasti dapat dipercepat, apabila caloncalon sebelum Panitia Pemilihan Indonesia menetapkan calon-calon yang terpilih (pasal 94) dapat diminta untuk menyatakan dengan mengikat dari daftar yang mana mereka tidak bersedia untuk ditetapkan terpilih. Selanjutnya jalan administrasi pemilihan dapat dipercepat lagi apabila calon-calon dapat mendatangi Panitia Pemilihan Indonesia sehingga pemberian dan penerimaan suratsurat dapat dilakukan setempat. Akhirnya perlu diadakan ketentuan bila Panitia Pemeriksaan harus selesai dengan pekerjaannya, dan bila Dewan Perwakilan Rakyat dapat dilantik oleh Presiden.

Pasal 1. a. Penambahan pasal 95 dengan ayat 4 ini memungkinkan Panitia Pemilihan Indonesia mempercepat pekerjaannya. Menurut aturan Undang-undang Pemilihan Umum lama seorang calon baru harus (dan boleh diminta) menyatakan dengan mengikat apakah ia menerima penetapannya dan untuk daerah-pemilihan (daftar) mana ia menerima penetapannya itu, sesudah ia oleh Panitia Pemilihan Indonesia ditetapkan terpilih menjadi anggota. Jawaban dari calon yang ditetapkan terpilih itu ditunggu sampai satu bulan. Apabila terpilih itu menyatakan tidak menerima. Ketua Panitia Pemilihan Indonesia memberitahukan kepada penggantinya bahwa ia ditetapkan terpilih. Jawaban dari pengganti itu ditunggu lagi sampai satu bulan. Kejadian ini dapat berulang beberapa kali, sehingga penetapan calon-calon yang terpilih yang pasti memerlukan waktu bulanan. Panitia Pemilihan Indonesia boleh minta kepada calon-calon untuk menyatakan terlebih dahulu apakah mereka bersedia ditetapkan sebagai terpilih dan untuk daftar mana mereka bersedia, akan tetapi pernyataan calon itu tidak mengikat karena tidak berdasarkan suatu ketentuan aturan Undang-undang. Oleh karena itu penambahan pasal 95 dengan ayat 4 ini berfaedah sekali untuk mempercepat selesainya pemilihan. b. Pasal 100 ayat 1 lama mengharuskan Ketua Panitia Pemilihan Indonesia memberitahukan penetapan terpilih kepada masing-masing terpilih dengan surat terdaftar yang dialamatkan kepada alamat yang ditulis dalam surat pencalonannya. Cara pemberitahuan lain tidak diperbolehkan. Perubahan pasal ini, dihubungkan dengan penambahan pasal 95 dengan ayat 4, memungkinkan Panitia Pemilihan Indonesia mengatur pekerjaan sedemikian sehingga jumlah surat menyurat diperkecil dan waktu saling menunggu surat diperpendek. Terpilih yang mendatangi Panitia Pemilihan Indonesia hendaknya membawa suratsurat yang tersebut dalam pasal 106 sub c dan d, berhubung dengan waktu yang diberikan kepadanya untuk menyampaikan surat-surat kepada Panitia Pemeriksaan (pasal 100 ayat 2 baru jo. pasal 105 baru jo. pasal 106 baru jo. pasal 107 baru). c. Perubahan pasal 100 ayat 2 adalah berhubungan dengan kemungkinan menyampaikan surat pemberitahuan penetapan dalam tangan. d. Perubahan pasal 100 ayat 3 hanya menegaskan bahwa pernyataan dari terpilih untuk daerah-pemilihan mana (- tentunya hanya satu -) ia menerima penetapannya harus dilakukan bersama-sama dengan pernyataannya bahwa ia menerima penetapannya sebagai terpilih. e. Pemberitahuan dari Ketua Panitia Pemilihan Indonesia kepada terpilih, bahwa Panitia Pemilihan Indonesia telah menerima pernyataannya, tidak perlu lagi, karena apabila Panitia tersebut tidak menerima permintaan itu atau lalai memberitahukan penerimaan itu kepada Panitia Pemeriksaan, hal itu tentu akan diperingatkan oleh Ketua Panitia Pemeriksaan, yang menerima salinan dari terpilih. f. Pasal 101 ayat 1 dan 2 diubah berhubung dengan perubahan pasal 100 ayat 2. Ayat 3 menentukan kewajiban datang bagi terpilih, yang diminta datang oleh Ketua Panitia Pemilihan Indonesia sebagaimana termaksud dalam pasal 100 ayat I kalimat

ke-2. Sangsi atas tidak datang sama dengan sangsi atas tidak menyatakan menerima atau tidak menerima penetapan terpilih. Ayat 4 memberi kesempatan kepada terpilih yang tidak datang dalam waktu yang ditentukan dalam ayat 3 atau dalam waktu itu tidak membuktikan bahwa ia tidak dapat datang karena hal-hal diluar kekuasaannya, untuk membuktikan bahwa kelambatan kedatangannya tidak disebabkan oleh kelalaiannya. g. Pembatasan jumlah anggota Panitia Pemeriksaan dapat menyebabkan pekerjaannya tidak bisa berjalan lancar, oleh karena mana pembatasan itu dihapuskan. h, Kalimat yang ditambahkan pada pasal 104 ini ialah kalimat kedua dari pasal 105 lama yang lebih pada tempatnya dipasal 104. i. Ketentuan pasal 105 lama bahwa Ketua Panitia Pemilihan Indonesia menyampaikan salinan surat-surat pemberitahuan penerimaan pernyataan kepada Panitia Pemeriksaan diganti dengan memberitahukan kepada panitia tersebut penerimaan pernyataan dari terpilih yang menerima penetapannya dengan mengutip pernyataan itu. j. "Dalam waktu tiga puluh hari sesudah hari pengiriman pemberitahuan pernyataan termaksud dalam pasal 100 ayat 4 Panitia Pemeriksaan harus sudah menerima dari terpilih yang menerima penetapannya" sebagaimana bunyi pasal 106 lama diganti dengan "Terpilih yang menerima penetapannya harus secepat-cepatnya menyampaikan kepada Panitia Pemeriksaan". Dalam pasal 106 baru ini tidak ditetapkan waktu, karena menurut jalan administrasi dalam aturan-aturan baru yang menentukan waktu itu pemberitahuan Ketua Panitia Pemilihan Indonesia kepada Panitia Pemeriksaan tentang pernyataan terpilih. Terpilih pada prinsipnya harus menyampaikan surat-surat kepada Panitia Pemeriksaan dengan secepat-cepatnya. Sub b, dari pasal 106 lama yang diantara surat-surat yang oleh terpilih harus disampaikan kepada Panitia Pemeriksaan menyebut: "surat pemberitahuan penerimaan pernyataan yang termaksud dalam pasal 100 ayat 4" diganti dengan "salinan dari surat pernyataan penerimaan penetapan kepada Panitia Pemilihan Indonesia yang termaksud dalam pasal 100 ayat 2". Sub d, diganti demikian sehingga tidak semua terpilih diharuskan menerangkan semua jabatannya melainkan hanya terpilih yang menjalankan jabatan yang tidak boleh dirangkap dengan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat harus menerangkan jabatan itu dan menerangkan kesediaannya untuk melepaskan jabatan itu. k. Ketentuan pasal 107 lama "Jika sesudah waktu yang ditentukan dalam pasal 106 berakhir, Panitia Pemeriksaan dari seorang terpilih belum menerima surat-surat tersebut dalam pasal itu", diganti dengan "Jika tujuh hari setelah menerima pemberitahuan penerimaan pernyataan dari Ketua Panitia Pemeriksaan dari terpilih yang bersangkutan belum menerima surat-surat tersebut dalam pasal 106". Sebagaimana diterangkan dalam sub j, maka waktu yang diberikan kepada terpilih untuk menyampaikan surat-surat kepada Panitia Pemeriksaan tidak lagi ditentukan oleh sesuatu pemberitahuan dari Ketua Panitia Pemilihan Indonesia kepada terpilih melainkan oleh pemberitahuan Ketua Panitia tersebut kepada Panitia Pemeriksaan tentang penerimaan pernyataan dari terpilih. Meskipun sesungguhnya surat-surat dari terpilih seharusnya sampai pada Panitia Pemeriksaan lebih dahulu dari pemberitahuan Ketua Panitia Pemilihan Indonesia itu, dan terpilih sudah mendapat wkatu yang cukup untuk menyediakan surat-surat yang lainnya, untuk menjalankan sangsi yaitu menganggap tempat terpilih menjadi lowong, baiklah kiranya apabila Panitia Pemeriksaan menunggu 7 hari.

1. Pasal 107 ayat 4 menentukan waktu bagi Panitia Pemeriksaan untuk menyelesaikan pekerjaannya, dan menentukan pula bila Dewan Perwakilan Rakyat dapat dilantik oleh Presiden. Termasuk Lembaran-Negara No. 4 tahun 1956. -------------------------------- CATATAN *) Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-16 pada hari Sabtu tanggal 11 Pebruari 1956, P. 138/1955 Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1956 YANG TELAH DICETAK ULANG