Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

dokumen-dokumen yang mirip
M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya


PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Daya motor dapat diketahui dari persamaan (2.5) Torsi dapat diketahui melalui persamaan (2.6)

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

EVALUASI HASIL ROAD TEST 40 ribu Km KENDARAAN BERBAHAN BAKAR B0 & B20. Jakarta, 17 Februari 2015 Oleh: Rizqon Fajar

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1

BAB 4 PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI UNJUK KERJA MESIN DIAMOND TYPE Di 800 DENGAN SISTEM INJEKSI BERTINGKAT MENGGUNAKAN BIODIESEL B-20

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN ZAT ADITIF-PREMIUM (C1:80, C3:80, C5:80)

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN CETANE PLUS DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMANSI MOTOR DIESEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium.

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

BAB 2 DASAR TEORI. 1. Langkah Hisap (Intake)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED)

I.PENDAHULUAN. Kata kunci: Biodiesel minyak jelantah, Start of Injection dan Durasi Injeksi, Injeksi bertingkat

PEMBAHASAN. 1. Mean Effective Pressure. 2. Torque And Power. 3. Dynamometers. 5. Specific Fuel Consumption. 6. Engine Effeciencies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi Bahan dan alat :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada Bab ini dibahas tentang jenis serta spesifikasi motor bakar dan Pemakaian Motor Bakar Sebagai Bahan Penggerak

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM:

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

BAB II LANDASAN TEORI

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

PENGARUH PERUBAHAN SUDUT PENYALAAN (IGNITION TIME) TERHADAP EMSISI GAS BUANG PADA MESIN SEPEDA MOTOR 4 (EMPAT) LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

BAB IV HASIL DAN ANALISA. 4.1 Perhitungan konsumsi bahan bakar dengan bensin murni

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN

Fahmi Wirawan NRP Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono K, M. Eng. Sc

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly.

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

PENGHEMATAN BAHAN BAKAR SERTA PENINGKATAN KUALITAS EMISI PADA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI PEMANFAATAN AIR DAN ELEKTROLIT KOH DENGAN MENGGUNAKAN METODE

PENGARUH LETAK MAGNET TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION PADA SEPEDA MOTOR ABSTRAK

ABSTRAK. Kata kunci : Mesin diesel, minyak solar, Palm Methyl Ester, simulasi. 1. Pendahuluan

PENGUJIAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL CAMPURAN MINYAK JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS) DENGAN CRUDE PALM OIL (CPO)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN:

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin

PENGARUH VARIASI TIMING INJECTION DAN CAMPURAN BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL

LAPORAN TUGAS AKHIR. PERUBAHAN CO YANG BERAKIBAT TERHADAP BATAS NYALA PADA MESIN AVANZA 1300 cc

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENAMBAHAN ADITIF NABATI PADA MESIN GENERATOR SET BENSIN TYPE EC 2900L

Analisis Perbandingan Emisi Gas Buang Mesin Diesel Menggunakan Bahan Bakar Solar dan CNG Berbasis Pada Simulasi

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Pengaruh Penggunaan Limbah Plastiksebagai Campuran Bahan Bakar Premium terhadap Prestasi Mesin Sepeda Motor Merk-X

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISASI PERFORMA MESIN DIESEL DUAL FUEL SOLAR-CNG TIPE LPIG DENGAN PENGATURAN START OF INJECTION DAN DURASI INJEKSI

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2015

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Eksperimen Unjuk Kerja Mesin Diesel Menggunakan Sistem Dual Fuel Solar-Gas CNG dengan Variasi Tekanan Injeksi Gas dan Derajat Waktu Injeksi

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

KARAKTERISTIK INJEKSI DAN KINERJA MESIN DIESEL SATU SILINDER KETIKA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX

STUDI KOMPARASI KINERJA MESIN BERBAHAN BAKAR SOLAR DAN CPO DENGAN PEMANASAN AWAL SKRIPSI

PENGARUH PROSENTASE ETANOL TERHADAP TORSI DAN EMISI MOTOR INDIRECT INJECTION DENGAN MEMODIFIKASI ENGINE CONTROLE MODULE

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Liquefied Gas for Vehicle (LGV) terhadap Konsumsi Bahan Bakar, SFC dan Emisi Gas Buang Pada Mobil

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN

Studi Eksperimen Unjuk Kerja Mesin Diesel Menggunakan Sistem Dual Fuel Solar-Gas CNG dengan Variasi Tekanan Injeksi Gas dan Derajat Waktu Injeksi

Bab 2 Bahan Bakar dan Prestasi Mesin

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan pengujian, penulis memperoleh data-data hasil pengujian

Transkripsi:

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian Pembahasan terhadap data hasil pengujian didasarkan pada hasil pengujian sifat bahan bakar yang dalam pelaksanaannya dilakukan di PetroLab Service, Rawamangun, oleh staf ahli dari pihak PetroLab Service. Hasil pengujian bahan bakar tersebut antara lain sebagai berikut : Tabel 4.1 Spesifikasi Teknis Bahan Bakar Sifat bahan bakar B Density (kg/m 3 ) 832,5 822,3 828,6 Viskositas (cst) 2,8 2,16 2,46 Bilangan Setana 43,6 48,8 5,8 LHV (MJ/kg) 42,61 4,8 38,36 Gliserin Total -.14.44 Penyampaian analisis dalam laporan ini disusun dengan membandingkan pencapaian dari tiap parameter prestasi dan emisi biodiesel terhadap solar, yang kemudian dilanjutkan dengan membandingkan pencapaian parameter-parameter tersebut antara biodiesel dengan penambahan MAZ 4 terhadap biodiesel tanpa aditif. 4.1 Prestasi Mesin Prestasi mesin adalah indikator unjuk kerja mesin yang terdiri dari berbagai parameter. Dari berbagai parameter prestasi yang ada, penulis memfokuskan pembahasan hanya sebatas parameter yang dapat dipengaruhi oleh jenis bahan bakar yang dipakai, yaitu momen putar, daya, tekanan efektif ratarata, pemakaian bahan bakar spesifik (SFC), dan efisiensi termal. 45

4.1.1 Perbandingan Pencapaian Prestasi Mesin pada Penggunaan Biodiesel terhadap Solar Pada bagian ini ditampilkan data nominal pencapaian masing-masing parameter prestasi dari pemakaian solar dan biodiesel terlebih dahulu, lalu dalam bentuk grafik ditunjukkan prosentase selisih nilai yang diperoleh dari penggunaan biodiesel relatif terhadap pencapaian prestasi pada saat pemakaian sampel bahan bakar solar. 4.1.1.1 Momen putar dan Daya Data pencapaian momen putar dan daya dalam pengujian diperoleh langsung dari sistem akuisisi data. Dalam prosedur pengujian prestasi ini, putaran mesin dijadikan sebagai parameter acuan yang dipertahankan, sementara throttle diatur sedemikian untuk mengejar nilai daya tertinggi yang mampu dicapai pada putaran tersebut dengan menyesuaikan beban momen putar yang diberikan. Berikut ini adalah data pencapaian momen putar dan daya terhadap putaran mesin. Tabel 4.2 Data pencapaian momen putar dan daya B,, dan dalam satuan Nm Momen putar Daya B B 81 1,94 1,59 1,2,17,13,1 144 172,96 169,9 17,39 25,43 24,79 25, 1599 175,62 169,16 169,96 29,41 28,37 28,51 18 174,6 164,33 165,15 32,91 3,97 31,9 1999 17,59 157,36 158,8 35,7 32,95 33,22 223 164,88 153,86 155,32 38,4 35,48 35,88 2397 158,9 153,32 155,29 39,68 38,52 38,97 26 152,6 15,49 152,18 41,4 4,96 41,43 28 146,12 148,4 149,97 42,85 43,42 43,98 3 143,46 147,7 149,48 45,7 46,37 46,92 3198 143,1 143,98 145,7 47,89 48,23 48,81 3396 141,35 142,5 142,63 5,28 5,63 5,69 355 141,25 14,48 139,51 51,85 51,45 51,15 362 14,21 136,6 135,87 52,9 51,43 51,21 46

Nm 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 Grafik Pencapaian Torsi 7 12 17 22 27 32 37 B Gambar 4.1 Grafik pencapaian momen putar solar dan biodiesel 6 Grafik Pencapaian Daya kw 5 4 3 2 1 7 12 17 22 27 32 37 B Gambar 4.2 Grafik pencapaian daya solar dan biodiesel Untuk memudahkan analisis, maka disusun grafik yang menunjukkan selisih pencapaian momen putar maupun daya yang dihasilkan dari pemakaian biodiesel terhadap pencapaian momen putar atau daya yang dihasilkan oleh bahan bakar solar. 47

Prosentase perubahan torsi yang dicapai dengan pemakaian biodiesel 1-1 -2-3 B sebagai referensi -4 81 1599 1999 2397 28 3198 355 Gambar 4.3 Prosentase perubahan momen putar yang dicapai dengan pemakaian biodiesel Prosentase perubahan daya yang dicapai oleh pemakaian biodiesel 1-1 -2-3 -4 B -5 81 1999 28 355 Gambar 4.4 Prosentase perubahan daya yang dicapai oleh pemakaian biodiesel Dari data hasil pengujian prestasi mesin, terlihat bahwa pencapaian momen putar dan daya dari pemakaian biodiesel, dengan komposisi dan, memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan pemakaian bahan bakar solar. Pada dasarnya, nilai daya dipengaruhi terutama oleh nilai kalori bahan bakar dan proses pembakaran yang terjadi. Nilai LHV solar memang paling tinggi, sehingga wajar jika nilai momen putar dan daya dengan pemakaian solar lebih tinggi dari dan pada hampir semua putaran. Namun jika melihat nilai momen putar dan daya 48

biodiesel pada putaran 28 sampai 34 yang mampu mengungguli solar, maka dapat dikatakan bahwa nilai LHV bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan. Bilangan cetana biodiesel yang lebih tinggi dibandingkan solar menjadikan delay period dalam proses pembakaran menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menggeser posisi tekanan puncak pada grafik proses pembakaran mendekati TMA. Hal ini dapat berpengaruh pada membesarnya momen putar yang dihasilkan per siklus pembakaran dari biodiesel. 4.1.1.2 Tekanan Efektif Rata-Rata Dalam suatu siklus pembakaran dalam, seperti pada mesin diesel, tekanan dan temperatur akan selalu berubah-ubah terhadap waktu. Namun demikian, terdapat suatu parameter, yang dapat mewakili harga tekanan konstan yang apabila mendorong torak sepanjang langkahnya akan dapat menghasilkan kerja per siklus yang sama dengan kondisi siklus sebenarnya yang dianalisis. Parameter tersebut adalah tekanan efektif rata-rata (Pe). Makin besar nilai Pe dari suatu siklus, untuk volum silinder yang sama, maka makin besar kerja per siklus yang dihasilkan. Parameter ini bahkan dapat menjadi variabel yang komparatif antar hasil pengujian, bahkan dengan pengujian yang memiliki ukuran silinder berbeda. Berikut ini adalah tabel dan grafik data hasil perhitungan tekanan efektif rata-rata serta grafik selisih nilai yang dicapai oleh biodiesel terhadap solar. Tabel 4.3 Nilai tekanan efektif rata-rata B,, dan dalam satuan bar B 81,1,8,6 144 8,69 8,48 8,55 1599 8,83 8,52 8,56 18 8,78 8,26 8,29 1999 8,57 7,91 7,98 223 8,29 7,73 7,82 2397 7,95 7,71 7,8 26 7,64 7,56 7,65 28 7,35 7,44 7,54 3 7,21 7,42 7,51 3198 7,19 7,24 7,33 3396 7,11 7,16 7,16 355 7,1 7,5 7, 362 7,5 6,85 6,82 49

1 Tekanan efektif rata-rata bar 8 6 4 2 7 11 15 19 23 27 31 35 B Gambar 4.5 Tekanan efektif rata-rata solar dan biodiesel 1 Perubahan tekanan efektif rata-rata biodiesel terhadap solar -1-2 -3-4 B -5 81 1999 28 355 Gambar 4.6 Perubahan tekanan efektif rata-rata biodiesel terhadap solar Berdasarkan nilai hasil perhitungan tekanan efektif rata-rata, kerja yang dihasilkan per siklus pada putaran di bawah 28 pada pemakaian biodiesel relatif lebih rendah sekitar 1 terhadap pemakaian solar. Pada putaran antara 28 sampai 34 pemakaian biodiesel menunjukkan performa yang lebih baik, dimana tekanan efektif rata-rata dari biodiesel dapat melampaui nilai yang didapat dari penggunaan solar meski tidak lebih dari 5. 5

4.1.1.3 Pemakaian Bahan Bakar Spesifik Dalam pengujian prestasi, data yang diperoleh adalah laju aliran bahan bakar dengan satuan liter/jam. Dengan nilai densitas dari bahan bakar, maka dapat diketahui laju massa bahan bakar, untuk kemudian digunakan dalam perhitungan pemakaian bahan bakar spesifik (SFC). Tabel 4.4 Pemakaian bahan bakar spesifik B,, dan dalam satuan gram/kwh B 81 688,2 887,65 1 144 211,47 211,7 219,2 1599 21,99 27,62 211,49 18 212,28 29,41 214,33 1999 215,3 212,28 216,35 223 22,42 217,42 22,54 2397 227,24 223,32 226,62 26 234,56 228,52 233,4 28 24,67 234,6 238,12 3 244,79 235,32 239,1 3198 25,14 238,8 237,44 3396 255,86 244,82 245,5 355 257,4 247,47 25,22 362 259,99 252,69 255,86 48 43 Spesific Fuel Consumption gram/kwh 38 33 28 23 B 18 8 13 18 23 28 33 Gambar 4.7 Grafik SFC solar dan biodiesel 51

5 Prosentase perubahan SFC biodiesel terhadap solar 4 3 2 1 B -1 81 18 2397 3 355 Gambar 4.8 Prosentase perubahan SFC biodiesel terhadap SFC solar Dari grafik SFC dapat diketahui bahwa pada putaran rendah di bawah 1, terutama dalam kondisi idle, pemakaian bahan bakar spesifik sangat tinggi dan kemudian menurun saat beban makin tinggi. Penurunan SFC ini terjadi hingga suatu titik optimum di sekitar putaran 14 dan kemudian meningkat lagi seiring kenaikan pembebanan. Pola ini berlaku pada semua jenis sampel bahan bakar. Sementara itu, berdasarkan data pemakaian bahan bakar spesifik dimana dalam perhitungannya melibatkan faktor massa jenis bahan bakar, dapat dihitung bahwa pemakaian biodiesel lebih efisien dibanding dengan penggunaan solar, menurunkan SFC sebanyak rata-rata 2,5 terhadap solar sedangkan hanya menurunkan SFC rata-rata 1. Namun, pada putaran 32-34, SFC biodiesel mampu lebih rendah hingga kisaran 5. Karena SFC menunjukkan seberapa besar pemakaian satuan massa bahan bakar dalam menghasilkan daya, maka dapat disimpulkan secara umum bahwa dari perhitungan pemakaian spesifik bahan bakar penggunaan sampel biodiesel lebih efisien daripada solar. 52

4.1.1.4 Efisiensi Termal Parameter prestasi yang secara umum menjadi acuan untuk menentukan seberapa baiknya kerja mesin adalah efisiensi termal. Perhitungan nilai efisiensi termal menggambarkan besarnya daya yang dapat dihasilkan oleh mesin uji untuk setiap laju energi yang disuplai, dalam hal ini adalah laju energi dari bahan bakar. Analisis komparatif terhadap efisiensi termal akan menunjukkan komposisi bahan bakar yang paling menguntungkan, secara termodinamika, untuk digunakan dalam operasi mesin uji. Tabel 4.5 Nilai efisiensi termal B,, dan dalam satuan persen () B 81 12,28 2,15 9,38 144 39,95 41,68 42,85 1599 4,4 42,49 44,37 18 39,8 42,13 43,78 1999 39,29 41,56 43,37 223 38,33 4,58 42,55 2397 37,18 39,51 41,41 26 36,2 38,61 4,21 28 35,1 37,69 39,41 3 34,51 37,49 39,25 3198 33,78 36,95 39,52 3396 33,2 36,4 38,3 355 32,82 35,65 37,5 362 32,5 34,92 36,68 Efisiensi termal solar dan biodiesel 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 7 12 17 22 27 32 37 B Gambar 4.9 Grafik nilai efisiensi termal solar dan biodiesel 53

Perubahan efisiensi termal biodiesel terhadap nilai efisiensi termal solar 2 1-1 -2-3 7 12 17 22 27 32 37 B sebagai acuan Gambar 4.1 Perubahan efisiensi termal biodiesel terhadap nilai efisiensi solar Grafik efisiensi termal pada gambar 4.9 dan 4.1 menunjukkan penggunaan biodiesel memiliki efisiensi termal yang lebih baik dari pemakaian bahan bakar solar. Peningkatan efisiensi termal sejak putaran 1 pada pemakaian biodiesel dipicu oleh pemakaian SFC yang lebih rendah sekitar 2 sampai 5 dibanding solar, dan dengan lebih rendahnya nilai LHV biodiesel dibanding solar mengakibatkan peningkatan efisiensi termal pada mencapai kisaran 5-1. Sedangkan pada peningkatan yang terjadi berkisar 1 hingga mencapai 17 pada putaran di atas 3. 4.1.2. Perbandingan Pencapaian Prestasi Biodiesel dengan penambahan MAZ 4 terhadap Biodiesel Tanpa Penambahan Aditif Pembahasan parameter-parameter prestasi mesin disusun dengan menampilkan data pencapaian masing-masing parameter dari pemakaian, + MAZ 4,, dan + MAZ 4. Kemudian efek penambahan MAZ 4 terhadap perubahan nilai dari parameter tersebut ditampilkan dalam grafik yang menunjukkan kenaikan atau penurunan relatif terhadap pencapaian dari masing-masing komposisi biodiesel tanpa aditif. + MAZ 4 dibandingkan hanya terhadap, sementara + MAZ 4 terhadap saja. 54

4.1.2.1 Momen putar dan Daya Hasil pengukuran momen putar dan daya tercantum pada tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Momen putar dan daya dari pemakaian biodiesel dan biodiesel + aditif Momen putar (Nm) Daya (kw) + + + + MAZ 4 MAZ 4 MAZ 4 MAZ 4 81 1,59 1,64 1,2 1,18,13,13,1,9 144 169,9 173,73 17,39 167,42 24,79 25,48 25, 24,58 1599 169,16 174,42 169,96 166,66 28,37 29,2 28,51 27,93 18 164,33 169,52 165,15 162,74 3,97 31,95 31,9 3,62 1999 157,36 161,59 158,8 153,91 32,95 33,84 33,22 32,22 223 153,86 157,2 155,32 152,66 35,48 36,31 35,88 35,19 2397 153,32 154,99 155,29 153,22 38,52 38,91 38,97 38,54 26 15,49 152,44 152,18 15,75 4,96 41,55 41,43 41,7 28 148,4 15,56 149,97 149,22 43,42 44,16 43,98 43,71 3 147,7 15,47 149,48 148,72 46,37 47,27 46,92 46,68 3198 143,98 146,36 145,7 145,51 48,23 49,19 48,81 48,8 3396 142,5 144,4 142,63 142,79 5,63 51,46 5,69 5,85 355 14,48 14,94 139,51 137,55 51,45 51,58 51,15 5,39 362 136,6 137,7 135,87 134,49 51,43 51,86 51,21 5,69 Nm 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 Torsi biodiesel dan biodiesel + aditif 7 12 17 22 27 32 37 +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.11 Pencapaian momen putar biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 55

6 Grafik pencapaian daya biodiesel dan biodiesel + aditif kw 5 4 3 2 1 7 12 17 22 27 32 37 +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.12 Grafik pencapaian daya biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 Pengaruh penambahan 12 ppm MAZ 4 pada terhadap pencapaian torsi 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5, 81 18 2397 3 355 Gambar 4.13 Pengaruh penambahan 12 ppm MAZ 4 pada terhadap pencapaian momen putar +MAZ4 2-2 -4-6 -8 Pengaruh penambahan 12 ppm MAZ 4 pada terhadap pencapaian torsi -1-12 81 18 2397 3 355 Gambar 4.14 Pengaruh penambahan 12 ppm MAZ 4 pada terhadap pencapaian momen putar +MAZ 4 56

Prosentase perubahan daya akibat penambahan MAZ 4 pada 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5, 81 18 2397 3 355 +MAZ4 Gambar 4.15 Pengaruh penambahan 12 ppm MAZ 4 pada terhadap pencapaian daya Prosentase perubahan daya akibat penambahan MAZ 4 pada 2,, -2, -4, -6, -8, -1, -12, 81 18 2397 3 355 +MAZ4 Gambar 4.16 Pengaruh penambahan 12 ppm MAZ 4 pada terhadap pencapaian daya Penambahan aditif MAZ 4 mencapai nilai keluaran momen putar maupun daya yang lebih baik dengan rata-rata peningkatan 2 untuk pemakaian bahan bakar. Pada putaran di bawah 24 penambahan MAZ 4 mampu bekerja secara optimal dengan menaikkan pencapaian momen putar serta daya hingga kisaran 3. Sementara pada putaran tinggi, diatas 24, penambahan MAZ 4 hanya memberikan kenaikan momen putar serta daya sekitar 1. Sedangkan pada, penambahan MAZ 4 memberikan dampak yang sebaliknya, yaitu mengurangi pencapaian momen putar dan daya. Pada putaran di bawah 24, nilai daya ataupun momen putar turun sekitar 2 sementara 57

pada putaran di atas 24 nilai momen putar dan daya yang dihasilkan hanya turun sekitar 1 dari nilai yang dicapai pada pemakaian tanpa aditif. 4.1.2.2 Tekanan Efektif Rata-Rata Tekanan efektif rata-rata dari pemakaian biodiesel dan biodiesel dengan penambahan 12 ppm MAZ 4 ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 4.7 Tekanan efektif rata-rata (bar) biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 + MAZ 4 + MAZ 4 81,8,8,6,5 144 8,48 8,71 8,55 8,4 1599 8,52 8,77 8,56 8,38 18 8,26 8,52 8,29 8,17 1999 7,91 8,13 7,98 7,74 223 7,73 7,91 7,82 7,67 2397 7,71 7,79 7,8 7,72 26 7,56 7,67 7,65 7,58 28 7,44 7,57 7,54 7,49 3 7,42 7,56 7,51 7,47 3198 7,24 7,38 7,33 7,32 3396 7,16 7,27 7,16 7,19 355 7,5 7,6 7, 6,9 362 6,85 6,91 6,82 6,75 bar 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Tekanan efektif rata-rata biodiesel dan biodiesel + aditif 7 11 15 19 23 27 31 35 +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.17 Tekanan efektif rata-rata biodiesel dan biodiesel + aditif 58

3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5, Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata setelah penambahan MAZ 4 pada 81 18 2397 3 355 +MAZ4 Gambar 4.18 Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata + MAZ 4 terhadap nilai pencapaian Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata setelah penambahan MAZ 4 pada 2-2 -4-6 -8-1 -12 81 18 2397 3 355 +MAZ4 Gambar 4.19 Perubahan nilai tekanan efektif rata-rata + MAZ 4 terhadap nilai pencapaian Dari grafik pada gambar 4.18 dan 4.19, tampak bahwa penambahan MAZ 4 sebagai aditif memiliki efek yang berbeda pada dan. Kenaikan tekanan efektif rata-rata pada mencapai puncaknya pada putaran 18 yaitu hingga 3,16. Sementara efek penurunan tekanan efektif rata-rata yang terjadi pada mencapai nilai terbesar pada putaran 2 yaitu sebesar 3 terhadap nilai tekanan rata-rata tanpa aditif. 59

4.1.2.3 Pemakaian bahan bakar spesifik Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan SFC dari pemakaian biodiesel dengan dan tanpa penambahan aditif. Tabel 4.8 SFC biodiesel dan biodiesel + aditif dalam satuan gram/kwh + MAZ 4 + MAZ 4 81 887,65 863,94 1 1111,11 144 211,7 29,25 219,2 21,79 1599 27,62 26,67 211,49 22,16 18 29,41 27,3 214,33 227,53 1999 212,28 211,58 216,35 221,5 223 217,42 214,76 22,54 228,83 2397 223,32 221,22 226,62 28,99 26 228,52 225,6 233,4 226,79 28 234,6 229,5 238,12 233,41 3 235,32 232,55 239,1 238,19 3198 238,8 237,5 237,44 238,3 3396 244,82 242,73 245,5 244,84 355 247,47 244,91 25,22 25,78 362 252,69 248,82 255,86 258,37 48 Spesific Fuel Consumption biodiesel dan biodiesel + aditif gram/kwh 43 38 33 28 +MAZ4 +MAZ4 23 18 8 13 18 23 28 33 Gambar 4.2 Grafik SFC biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 6

Prosentase perubahan SFC setelah penambahan MAZ 4 pada,5, -,5-1, -1,5-2, -2,5-3, 81 18 2397 3 355 +MAZ4 Gambar 4.21 Prosentase perubahan SFC + MAZ 4 terhadap SFC Prosentase perubahan SFC setelah penambahan MAZ 4 pada 12, 8, 4,, -4, +MAZ4-8, 81 18 2397 3 355 Gambar 4.22 Prosentase perubahan SFC + MAZ 4 terhadap SFC Dari grafik Perubahan SFC pada gambar 4.2 dapat diketahui bahwa penambahan MAZ 4 sebagai aditif untuk fuel economizer dalam pengunaan bahan bakar biodiesel bekerja efektif pada semua putaran operasi mesin uji dengan penurunan terbesar pada kondisi idle sebesar 2,67 dibandingkan nilai SFC tanpa aditif. Sementara pada, penurunan SFC hanya terjadi pada putaran 14 dan diantara 23 hingga 3. Selebihnya penambahan MAZ 4 pada tidak memberikan hasil yang positif. 61

4.1.2.4 Efisiensi Termal Parameter prestasi yang dihitung dengan pencapaian daya, besarnya aliran bahan bakar, dan nilai kalor bahan bakar akan memberikan penilaian yang lebih komprehensif terhadap efek penambahan MAZ 4 dalam pemakaian biodiesel. Berikut ini adalah data hasil perhitungan efisiensi termal dari pemakaian biodiesel dan biodiesel + aditif. Tabel 4.9 Nilai efisiensi termal biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 + MAZ 4 + MAZ 4 81 2,15 2,15 9,38 8,45 144 41,68 42,16 42,85 44,52 1599 42,49 42,69 44,37 42,62 18 42,13 42,61 43,78 41,24 1999 41,56 41,7 43,37 42,37 223 4,58 41,8 42,55 41,1 2397 39,51 39,88 41,41 44,9 26 38,61 39,11 4,21 41,38 28 37,69 38,44 39,41 4,2 3 37,49 37,94 39,25 39,4 3198 36,95 37,15 39,52 39,42 3396 36,4 36,35 38,3 38,33 355 35,65 36,2 37,5 37,42 362 34,92 35,46 36,68 36,32 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Efisiensi termal biodiesel dan biodiesel + aditif 7 12 17 22 27 32 37 +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.23 Efisiensi termal biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 62

3, 2,5 2, 1,5 1,,5, Prosentase perubahan efisiensi termal akibat penambahan MAZ 4 pada 81 18 2397 3 355 +MAZ4 Gambar 4.24 Prosentase perubahan nilai efisiensi termal akibat penambahan 12 ppm MAZ 4 pada 1 Prosentase perubahan efisiensi termal akibat penambahan MAZ 4 pada 5-5 -1 +MAZ4-15 81 18 2397 3 355 Gambar 4.25 Prosentase perubahan nilai efisiensi termal akibat penambahan 12 ppm MAZ 4 pada Dari kedua grafik di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan MAZ 4 pada memberikan peningkatan efisiensi termal pada seluruh kecepatan putar mesin uji. Dan pada kondisi idle, kenaikan efisiensi termal yang terjadi hingga 2,7 dari nilai efisiensi termal tanpa aditif. Sedangkan penambahan dengan 12 ppm MAZ 4 hanya memberikan kenaikan nilai efisiensi pada kisaran putaran mesin 23 hingga 3 dengan puncak kenaikan sebesar 8,5 terhadap nilai efisiensi termal yaitu pada putaran 24. 63

4.1.3 Resume Hasil Uji Prestasi Mesin Berikut ini adalah tabel komparasi berbagai parameter prestasi yang diperoleh dari penggunaan sampel bahan bakar dalam pengujian ini : Tabel 4.1 Resume Perubahan hasil uji prestasi biodiesel terhadap solar Kenaikan atau penurunan () nilai pencapaian parameter prestasi dari biodiesel terhadap nilai yang dicapai oleh penggunaan bahan bakar solar Momen putar Daya Pe SFC Efisiensi termal 81-17,8-37,9-22,5-4,4-22,5-4,4 29, 45,3-18,1-23,6 144-2,2-1,5-2,5-1,7-2,5-1,7,1 3,6 4,3 7,3 1599-3,7-3,2-3,5-3,1-3,5-3,1-1,6,2 6,1 1,8 18-5,9-5,4-5,9-5,5-5,9-5,5-1,4 1, 5,9 1, 1999-7,8-6,9-7,7-7, -7,7-7, -1,3,6 5,8 1,4 223-6,7-5,8-6,7-5,7-6,7-5,7-1,4,1 5,9 11, 2397-3, -1,8-3, -1,8-2,9-1,8-1,7 -,3 6,3 11,4 26-1,,1-1,1,1-1,1,1-2,6 -,5 7,2 11,6 28 1,3 2,6 1,3 2,6 1,3 2,6-2,8-1,1 7,4 12,3 3 3, 4,2 2,9 4,1 2,9 4,1-3,9-2,3 8,6 13,7 3198,7 1,9,7 1,9,7 1,9-4,5-5,1 9,4 17, 3396,5,9,7,8,7,8-4,3-4,2 9,1 16, 355 -,6-1,2 -,8-1,3 -,8-1,3-3,9-2,8 8,6 14,3 362-2,6-3,1-2,8-3,2-2,8-3,1-2,8-1,6 7,4 12,9 Tabel 4.11 Resume perubahan hasil uji prestasi + MAZ 4 terhadap pencapaian prestasi Selisih () pencapaian prestasi dari + MAZ 4 terhadap Momen putar Daya Pe SFC Efisiensi termal 81 2,74 2,74 2,74-2,67 2,74 144 2,74 2,78 2,78-1,15 1,17 1599 3,11 2,93 2,93 -,46,46 18 3,16 3,16 3,16-1,14 1,15 1999 2,69 2,7 2,7 -,33,33 223 2,17 2,34 2,34-1,22 1,24 2397 1,9 1,1 1,1 -,94,94 26 1,3 1,44 1,44-1,28 1,3 28 1,7 1,7 1,7-1,95 1,98 3 1,88 1,94 1,94-1,18 1,19 3198 1,65 1,99 1,99 -,54,55 3396 1,65 1,64 1,64 -,86,86 355,33,25,25-1,4 1,5 362,81,84,84-1,53 1,56 64

Tabel 4.12 Resume pengaruh rata-rata hasil uji prestasi akibat penambahan MAZ 4 pada Selisih () pencapaian prestasi dari + MAZ 4 terhadap Momen putar Daya Pe SFC Efisiensi termal 81-1, -1, -1, 11,11-1, 144-1,68-1,68-1,68-3,76 3,9 1599-2,3-2,3-2,3 4,1-3,94 18-1,51-1,51-1,51 6,16-5,8 1999-3,1-3,1-3,1 2,38-2,32 223-1,92-1,92-1,92 3,75-3,62 2397-1,1-1,1-1,1-7,77 8,43 26 -,87 -,87 -,87-2,83 2,91 28 -,61 -,61 -,61-1,98 2,2 3 -,51 -,51 -,51 -,38,38 3198 -,2 -,2 -,2,25 -,25 3396,32,32,32 -,8,8 355-1,49-1,49-1,49,23 -,23 362-1,2-1,2-1,2,98 -,97 Dari tabel 4.1 disimpulkan bahwa pemakaian sampel bahan bakar biodiesel mengakibatkan penurunan momen putar, daya, dan tekanan efektif ratarata disertai peningkatan pemakaian bahan bakar spesifik. Hal ini lebih banyak dikarenakan nilai LHV biodiesel yang lebih rendah dibandingkan nilai LHV solar. Dari tabel 4.11 dan 4.12 disimpulkan bahwa penambahan MAZ 4 pada memberikan efek yang positif bagi pencapaian seluruh parameter prestasi. Namun hal yang sama tidak mampu dicapai pada penambahan MAZ 4 sebagai aditif bagi. 4.2 Emisi Data emisi NO x, CO, dan O 2 diperoleh secara otomatis dari sistem exhaust gas analyser, sementara data partikulat (soot) diperoleh dari smoke meter. Semua data emisi hidrokarbon (HC) diperoleh dengan menguji sampel gas buang menggunakan metode Gas Chromatography. Pembahasan terhadap data emisi yang diperoleh dari masing-masing pengujian mengacu kepada hasil uji sifat bahan bakar. 65

4.2.1 Perbandingan Emisi Biodiesel terhadap Solar Dalam bagian ini dibahas perbandingan emsisi yang dihasilkan dari pemakaian biodiesel terhadap emisi yang dihasilkan saat pemakaian solar. Emisi yang dibandingkan meliputi NO x, CO, partikulat, dan HC. 4.2.1.1 Emisi NO x Periode kritis pembentukan NO x terjadi saat temperatur gas pembakaran pada keadaan maksimum, contohnya pada periode antara mulainya pembakaran sampai sesaat setelah tekanan puncak pada silinder tercapai. Kondisi seperti ini dapat meningkatkan laju pembentukan NO x. Sehingga dapat dikatakan bahwa jika temperatur pembakaran yang tercapai makin tinggi, maka laju pembentukan NO x akan ikut meningkat. Korelasi antara temperatur yang tinggi dengan pembentukan NO x disebabkan oleh sifat N 2 yang terkandung pada udara masuk sebagai gas inert, dimana oksidasi sulit terjadi kecuali pada kondisi tertentu misalnya temperatur yang sangat tinggi. Gambar 4.26 menampilkan temperatur gas buang dan gambar 4.27 menampilkan besarnya emisi NO x dari masing-masing pemakaian sampel bahan bakar. 55 Temperatur gas buang pada solar dan biodiesel 5 deg C 45 4 35 B 3 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.26 Grafik temperatur gas buang dari pemakaian biodiesel dan solar 66

Emisi NO x pada solar dan biodiesel 14 12 ppm 1 8 6 B 4 13 18 23 28 33 38 Gambar 4.27 Grafik emisi NO x dari pemakaian biodiesel dan solar Prosentase perubahan emisi NOx dari pemakaian biodiesel terhadap solar 4 3 2 1 B -1 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.28 Prosentase perubahan nilai emisi NO x dan terhadap emisi NO x B Pada gambar 4.28, emisi NO x dari biodiesel lebih besar dibandingkan dengan pemakaian sampel bahan bakar solar, begitu pula dengan temperatur gas buang yang dihasilkan oleh pemakaian biodiesel memiliki nilai yang lebih tinggi. Emisi NO x pada pemakaian naik hingga 3 pada putaran 14 dan kemudian memiliki selisih yang lebih kecil dengan emisi NO x solar pada putaran 67

yang lebih tinggi. Sementara dari pemakaian emisi NO x naik sekitar 2 pada putaran mesin 14 dan makin meningkat hingga lebih besar 3 dari nilai emisi NO x solar pada putaran tinggi di atas 25. 4.2.1.2 Emisi CO Pembentukan emisi CO dapat dipengaruhi terutama oleh kualitas proses pembakaran bahan bakar yang terjadi. Pada proses pembakaran yang sempurna akan terbentuk CO 2, namun apabila oksidasi yang terjadi tidak cukup sempurna akibat kurangnya pasokan oksigen saat komposisi bahan campuran bahan bakar dengan udara yang terlalu kaya, atau komposisi kimiawi dari bahan bakar mengakibatkan sulitnya oksidasi, maka CO yang akan terbentuk. Gambar 4.29 menampilkan grafik emisi CO dari penggunaan sampel bahan bakar solar dan biodiesel. 3 Emisi CO solar dan biodiesel 25 ppm 2 15 1 B 5 13 18 23 28 33 Gambar 4.29 Grafik emisi CO solar dan biodiesel 68

Prosentase perubahan emisi CO dari pemakaian biodiesel terhadap solar 15 1 5-5 B -1 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.3 Prosentase perubahan emisi CO dari pemakaian biodiesel terhadap nilai emisi CO solar Dari gambar 4.3 diketahui bahwa emisi CO dari biodiesel lebih tinggi dari penggunaan solar. Hal ini dapat terjadi oleh karena viskositas yang lebih tinggi dari biodiesel, sehingga ukuran droplet yang lebih besar akan memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk sempurnanya proses oksidasi. Oleh sebab itu, penggunaan yang memiliki viskositas paling tinggi, menghasilkan emisi CO yang mencapai dua kali lipat dari emisi CO pada pemakaian solar. Dan pada pemakaian, emisi CO yang terjadi makin bertambah tinggi bila dibandingkan dengan emisi solar seiring pertambahan putaran mesin. 4.2.1.3 Emisi partikulat Smoke terdiri dari partikulat yang terbentuk dari adsorbsi karbon (soot) saat fase pembakaran terkontrol. Proses pembentukan soot sendiri terjadi dari bahan bakar yang telah terurai dan kemudian saling berikatan kembali memnbentuk struktur ikatan yang lebih besar dan kemudian berkoagulasi menjadi partikulat. Kandungan partikulat dalam gas buang kemudian diukur dalam satuan Bosch Index yang berdasar pada kepekatan gas buang. Gambar 4.31 menunjukkan grafik emisi partikulat. 69

Emisi partikulat solar dan biodiesel Bosch Index 3 2,5 2 1,5 1,5 13 18 23 28 33 B Gambar 4.31 Grafik emisi partikulat solar dan biodiesel Prosentase perubahan emisi partikulat pemakaian biodiesel terhadap solar 25 2 15 1 5 B 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.32 Prosentase perubahan emisi partikulat biodiesel relatif terhadap emisi partikulat solar Dari grafik 4.31 dan 4.32, dapat diketahui bahwa emisi partikulat dari pemakaian biodiesel lebih tinggi dari pemakaian solar. Pada pemakaian, emisi partikulat mencapai selisih yang paling tinggi, dengan kenaikan 2 relatif terhadap emisi partikulat solar pada puataran 26 sampai 3. 7

Sedangkan pada pemakaian kenaikan emisi partikulat naik hingga tiga kali lipat lebih besar atau naik 2 pada putaran 2 kemudian berangsurangsur turun pada putaran yang lebih tinggi. 4.2.1.4 Emisi HC Emisi HC terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak teroksidasi dengan sempurna. Kandungan hidrokarbon pada bahan bakar kemudian ikut terbuang bersama gas buang dan terdeteksi dalam berbagai komposisi ikatan kimia, seperti metana, etana, propana, dan butana. Perhitungan total emisi HC dilakukan dengan mengakumulasi jumlah karbon dari semua jenis ikatan tersebut. Gambar 4.33 menunjukkan tingkat emisi HC dari pemakaian solar dan biodiesel. Emisi HC solar dan biodiesel ppm 8 7 6 5 4 3 2 1 14 19 24 29 34 B Gambar 4.33 Grafik emisi HC solar dan biodiesel 71

Prosentase perubahan emisi HC dari pemakaian biodiesel terhadap solar 25 2 15 1 5-5 144 18 2397 3 3396 362 B Gambar 4.34 Prosentase perubahan emisi HC biodiesel relatif terhadap solar Dari grafik emisi HC dapat disimpulkan bahwa viskositas yang lebih tinggi dari dan solar mengakibatkan ukuran droplet yang lebih besar, sehingga proses atomisasi yang terjadi selama proses pembakaran tidak cukup baik dan dampak akhirnya adalah kenaikan emisi HC hingga 2 lebih tinggi pada pemakaian di putaran 18. Sementara pada pemakaian diperoleh kenaikan emisi HC sebesar rata-rata 35. 4.2.1.5 Emisi CO 2 Nilai emisi CO 2 dapat digunakan sebagai gambaran baik buruknya proses pembakaran. Emisi CO 2 dapat bertambah apabila jumlah kandungan oksigen yang masuk ke ruang bakar untuk proses oksidasi lebih banyak atau dapat juga sebagai indikasi oksidasi bahan bakar yang labih baik. Gambar 4.35 menunjukkan kadar emisi CO 2 dari masing-masing penggunaan solar dan biodiesel. 72

Emisi CO2 pada solar dan biodiesel 1 9,5 9 8,5 8 7,5 B 7 6,5 14 18 22 26 3 34 Gambar 4.35 Grafik emisi CO 2 solar dan biodiesel 5 Prosentase perubahan emisi CO 2 pemakaian biodiesel terhadap solar -5-1 -15 B -2 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.36 Prosentase perubahan emisi CO 2 biodiesel relatif terhadap emisi CO 2 solar Dari grafik 4.35 dan 4.36 terlihat bahwa emisi CO 2 yang dimiliki oleh solar lebih tinggi dibandingkan emisi CO 2 pada pemakaian biodiesel dan. Hal ini mendukung hasil emisi partikulat (smoke), CO, serta emisi HC pada pembahasan sebelumnya dimana viskositas yang lebih kecil dari suatu sampel bahan bakar menjadikan pembakaran yang terjadi lebih sempurna karena proses atomisasi yang lebih baik. 73

4.2.2 Perbandingan Emisi Biodiesel dengan penambahan MAZ 4 terhadap Biodiesel Tanpa Penambahan Aditif Pada bagian ini dibandingkan emisi dari pemakaian biodiesel dengan aditif relatif terhadap emisi biodiesel tanpa aditif. Hal ini ditujukan untuk melihat efek penambahan MAZ 4 terhadap emisi gas buang dari biodiesel. 4.2.2.1 Emisi NO x Gambar 4.38 menunjukkan grafik emisi NO x pada pemakaian biodiesel dengan dan tanpa penambahan aditif MAZ 4. 54 52 Temperatur gas buang biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 deg C 5 48 46 44 42 4 14 18 22 26 3 34 +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.37 Temperatur gas buang biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 14 Emisi NOx biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 12 ppm 1 8 6 +MAZ4 +MAZ4 4 13 18 23 28 33 38 Gambar 4.38 Emisi NO x biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 74

Prosentase perubahan emisi NOx akibat penambahan MAZ 4 pada 9 8 7 6 5 4 3 2 1 144 1999 26 3198 362 +MAZ4 Gambar 4.39 Prosentase perubahan emisi NO x akibat penambahan MAZ 4 pada 15 1 Prosentase perubahan emisi NOx akibat penambahan MAZ 4 pada 5-5 -1 +MAZ4-15 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.4 Prosentase perubahan emisi NO x akibat penambahan MAZ 4 pada Penambahan MAZ 4 pada menghasilkan tingkat emisi NO x yang lebih tinggi pada semua putaran. Kenaikan emisi NO x pada dengan penambahan aditif terbesar senilai 8,5 terjadi pada putaran 26. Sedangkan pada + MAZ 4, emisi NO x dapat dikurangi pada putaran kurang dari 24, dengan selisih penurunan terbesar senilai 12 pada 14. 75

4.2.2.2 Emisi CO Penambahan aditif pada bahan bakar memungkinkan terjadinya perubahan karaterisktik proses pembakaran yang terjadi. Berikut ini ditunjukkan kadar emisi CO pada gas buang dari penggunaan biodiesel dengan dan tanpa penambahan MAZ 4. 3 Emisi CO pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 25 ppm 2 15 +MAZ4 +MAZ4 1 5 13 18 23 28 33 Gambar 4.41 Emisi CO pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 8 7 6 5 4 3 2 1-1 Prosentase perubahan emisi CO +MAZ 4 relatif terhadap emisi CO 144 1999 26 3198 362 +MAZ4 Gambar 4.42 Prosentase perubahan emisi CO + MAZ 4 relatif terhadap emisi CO 76

1 Prosentase perubahan emisi CO +MAZ 4 relatif terhadap emisi CO -1-2 +MAZ4-3 -4 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.43 Prosentase perubahan emisi CO + MAZ 4 relatif terhadap emisi CO Penambahan MAZ 4 pada menghasilkan emisi CO yang lebih tinggi yang berangsur-angsur mendekati nilai emisi CO tanpa aditif seiring naiknya putaran mesin. Selisih kenaikan emisi CO tertinggi sebesar 73 terjadi pada putaran 14. Sedangkan pada penambahan dengan MAZ 4, emisi CO yang terjadi dapat dikurangi setelah putaran mesin mencapai 22. Pengurangan emisi CO ini relaitf stabil meski putaran mesin bertambah tinggi. Selisih tertinggi pengurangan emisi CO saat pemakaian + MAZ 4 sebesar 37 terjadi pada putaran 3. 4.2.2.3 Emisi Partikulat Pengukuran emisi partikulat menggunakan smoke meter merupakan pengukuran yang berbasis pada tingkat kepekatan kertas sampel yang dilalui oleh gas buang. Emisi partikulat mengindikasikan seberapa besar dan banyak partikel karbon (soot) pada gas buang yang bisa jadi berasal dari komposisi organik bahan bakar atau pelumas. Data emisi pertikulat dari pemakaian biodiesel baik dengan atau tanpa penambahan MAZ 4 sebagai aditif ditampilkan pada gambar 4.44. 77

Emisi partikulat pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 3 Bosch Index 2,5 2 1,5 1,5 13 18 23 28 33 +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.44 Emisi partikulat pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 Prosentase perubahan emisi partikulat pada + MAZ 4 terhadap emisi 25 2 15 1 5-5 -1 144 1999 26 3198 362 +MAZ4 Gambar 4.45 Prosentase perubahan emisi partikulat pada + MAZ 4 terhadap emisi 78

Prosentase perubahan emisi partikulat pada + MAZ 4 terhadap emisi 25 2 15 1 5-5 -1-15 -2-25 144 1999 26 3198 362 +MAZ4 Gambar 4.46 Prosentase perubahan emisi partikulat pada + MAZ 4 terhadap emisi Penambahan MAZ 4 pada cenderung untuk menaikkan emisi partikulat meski tidak secara konsisten pada semua putaran mesin. Kenaikan emisi partikulat terbesar dari pemakaian + MAZ 4 jika dibandingkan terhadap emisi adalah sebesar 22 dan terjadi pada putaran 18. Sedangkan pada penambahan MAZ 4 pada, penurunan emisi partikulat dapat terjadi sejak putaran 26 hingga putaran tinggi. Penuruna terbesar yaitu sebanyak 18 yang terjadi pada putaran 32. Sementara pada putaran di bawah 26 emisi partikulat pada + MAZ 4 justru lebih tinggi dari tanpa penambahan MAZ 4. Kenaikan emisi partikulat terbesar pada + MAZ 4 yaitu sebesar 22 yang terjadi pada putaran 16. 4.2.2.4 Emisi HC Emisi HC menunjukkan adanya proses oksidasi dan penguraian bahan bakar yang tidak sempurna. Penghitungan total karbon dari berbagai ikatan HC yang ada pada gas buang, baik pada pemakaian biodiesel tanpa aditif maupun dengan penambahan aditif, ditampilkan dalam bentuk grafik pada gambar 4.47. 79

7 Emisi HC pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 ppm 6 5 4 3 2 1 14 19 24 29 34 +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.47 Emisi HC pada biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 45 3 15 Prosentase perubahan emisi HC + MAZ 4 terhadap emisi HC -15-3 +MAZ4-45 144 18 2397 3 3396 362 Gambar 4.48 Prosentase perubahan emisi HC + MAZ 4 terhadap emisi HC 8

1-1 -2-3 -4-5 -6-7 Prosentase perubahan emisi HC + MAZ 4 terhadap emisi HC 144 18 2397 3 3396 362 +MAZ4 Gambar 4.49 Prosentase perubahan emisi HC + MAZ 4 terhadap emisi HC Penambahan MAZ 4 pada biodiesel secara umum mengurangi emisi HC yang pada gas buang. Pada, penambahan aditif menurunkan emisi HC hingga 3 pada putaran 36. Sementara pada, penambahan MAZ 4 menurunkan emisi HC hingga 66 pada putaran 18 dan berangsur-angsur mendekati nilai emisi HC tanpa aditif seiring bertambahnya putaran mesin. 4.2.2.5 Emisi CO 2 Nilai emisi CO 2 dari pemakaian sampel bahan bakar biodiesel dengan dan tanpa aditif ditunjukkan pada gambar 4.5. 9,5 Emisi karbon dioksida biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 9 8,5 8 7,5 7 6,5 14 18 22 26 3 34 +additive +additive Gambar 4.5 Emisi CO 2 biodiesel dan biodiesel + MAZ 4 81

1 Prosentase perubahan emisi CO 2 +MAZ 4 terhadap emisi CO 2-1 -2-3 -4-5 144 1999 26 3198 362 +MAZ4 Gambar 4.51 Prosentase perubahan emisi CO 2 + MAZ 4 terhadap emisi CO 2 Prosentase perubahan emisi CO 2 akibat penambahan MAZ 4 pada 4 3 2 1 +MAZ4 144 1999 26 3198 362 Gambar 4.52 Prosentase perubahan emisi CO 2 + MAZ 4 terhadap emisi CO 2 Hasil emisi CO 2 memberikan kesimpulan bahwa penambahan MAZ 4 pada dan memberikan hasil yang bertolak belakang. Emisi CO 2 pada + MAZ 4 lebih rendah sekitar 4 dari emisi pada tanpa aditif pada semua putaran, sementara emisi CO 2 pada + MAZ 4 lebih tinggi sekitar 2 sampai 4 daripada nilai emisi CO 2 pada. 82

4.2.6 Resume Emisi Dari data dan perhitungan berbagai emisi yang dihasilkan pada pengujian dengan masing-masing sampel bahan bakar yang berbeda, berikut ini ditampilkan tabel yang berisi resume hasil perbandingan emisi antara pemakaian solar dengan biodiesel, dan perubahan emisi pada pemakaian biodiesel saat ditambahkan aditif. Tabel 4.13 Resume perbandingan emisi biodiesel terhadap solar Kenaikan atau penurunan () nilai emisi dari biodiesel terhadap nilai emisi dari penggunaan bahan bakar solar NOx CO Partikulat HC CO 2 144 3,8 24,1-36, 33,3 66, 58,8-22,4 121,8-5,9-9,9 1599 31,5 18,3-52,7 9,6 52,5 8,6-11,5-17,3 18 19,2 8,3-5,5 132,7 3,5 78, 22,1 23,4-5,4-11,4 1999 9, 2,1 2,6 139,7 129,6 195,4-3,5-9,6 223 3,8 -,9 1,3 13,3 152,4 158,8 -,9-6,9 2397 1,6 11,3 23,2 12,1 176,7 171,7 39,1 17,4-3,3-8,8 26 4,6 27,5 3,3 17,6 197,6 166,6-3,7-1,1 28 5,8 34,8 41,9 12,3 168,4 12,1-3,5-1,6 3 9,1 33,3 56,8 11,2 24,5 143,6 36,7 99,2-2,1-8,9 3198 9,6 35,6 64,5 12,5 152,6 91,2-2, -8,5 3396 12,7 35,8 57,4 117,5 16,8 58,4 35,3 11,7-1,4-8,6 355 1,9 24,3 69,4 121,9 127,6 72,6 -,1-6,6 362 9, 1,7 67, 12, 126,6 81,9 55,3 26,4-1,1-7,8 Tabel 4.14 Resume prosentase perubahan emisi akibat penambahan MAZ 4 pada Selisih () emisi dari + MAZ 4 terhadap nilai emisi NOx CO Partikulat HC CO 2 144 3,8 73,3 3,9 42, -3,2 1599 4,2 61,8-6,7-3,4 18 5, 53,8 22,1-3,3-3,7 1999 6, 5, 12,5-3,9 223 7,1 37,4-2,5-4, 2397 8,1 34, -1,2-15,6-3,9 26 8,4 26,5, -3,9 28 8,1 24,6 14, -3,8 3 7,1 11,6,6-18,6-3,7 3198 6,1 7,8-3,5-3,7 3396 5,5 8,3 11,3-19,4-3,7 355 5,2 1,3-6,9-3,7 362 5, -3, -7,9-29,6-3,6 83

Tabel 4.15 Resume prosentase perubahan emisi akibat penambahan MAZ 4 pada Selisih () emisi dari + MAZ 4 terhadap nilai emisi NOx CO Partikulat HC CO 2 144-11,8 -,7 15,9-55,3 4,1 1599-6,7 3,9 21,7 3,3 18-4,9 4,7 18,3-65,4 2,9 1999-8,3 4,8 19,4 3,7 223-3,3-28,9 3,1 3,2 2397 1,9-29,3,6-35, 3,6 26 3,5-35, -4,8 3,2 28 2,9-31,6-6,5 2,5 3 9,2-37,3-13,3-4,9 2,7 3198 1,6-34,4-18,3 2,7 3396 7,4-28,6-5,6-41,6 1,7 355-2,3-3, 2,7 2,7 362 -,4-27,3-1,6-3,9 2,2 Dari data emisi dapat diketahui bahwa secara umum emisi HC, partikulat, dan CO saat pemakaian biodiesel lebih tinggi. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor viskositas yang menurunkan kualitas penguraian dan oksidasi bahan bakar selam prose pembakaran. Sementara penambahan MAZ 4 sebagai aditif untuk biodiesel memberikan peningkatan kualitas emisi dimana nilai CO, HC, dan partikulat relatif turun pada pemakaian. Namun tidak demikian dengan penambahan aditif pada, dimana secara umum dapat dikatakan bahwa emisi yang terjadi justru sedikit lebih buruk relatif terhadap nilai emisi tanpa aditif. 4.3 Deposit Analisis pembentukan deposit dilakukan dengan tujuan menemukan komposisi bahan bakar yang paling sedikit meninggalkan timbunan deposit di ruang bakar. Pengukuran deposit dilakukan pada beberapa komponen dengan beberapa prosedur. Untuk piston crown dan daerah cylinder head dilakukan pengangkatan deposit dan kemudian ditimbang, untuk deposit pada katup isap dan buang dilakukan rating terhadap kondisi katup sesuai standar CRC manual no.16. 84

4.3.1 Deposit pada puncak piston dan kepala silinder Hasil dokumentasi kondisi awal dan setelah rangkaian pengujian berakhir ditampilkan per silinder pada saat sebelum dan sesudah uji ketahanan dari pemakaian masing-masing sampel bahan bakar. B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.53 Puncak piston silinder 1 Meskipun dari gambar terlihat deposit lebih pekat, namun saat dibersihkan deposit pada pemakaian +MAZ4 lebih mudah dibandingkan deposit dari. Hal yang sama juga terjadi pada piston dari silinder yang lain. B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.54 Puncak piston silinder 2 85

B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.55 Puncak piston silinder 3 B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.56 Puncak piston silinder 4 86

B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.57 Kepala silinder dari silinder 1 Seperti pada puncak piston, pada kepala silinder pun juga terjadi hal yang sama, dimana meskipun pada gambar tampak deposit yang lebih tebal, namun pada saat pengangkatan deposit, dari +MAZ4, lebih mudah. B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.58 Kepala silinder dari silinder 2 87

B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.59 Kepala silinder dari silinder 3 Kemudahan pengangkatan deposit meski dari gambar tampak lebih tebal, juga terjadi pada kepala silinder yang lain. Oleh karena itu, penilaian visual dirasa tidak tepat sebagai parameter. B +MAZ 4 +MAZ 4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.6 Kepala silinder dari silinder 4 Untuk mengetahui dengan lebih tepat jumlah timbunan deposit dari masing-masing pemakaian sampel bahan bakar dan untuk melakukan analisis 88

berdasarkan sifat bahan bakar, maka penulis menampilkan grafik massa deposit yang diangkat dari kepala silinder dan daerah puncak piston pada gambar 4.61. Combustion chamber deposite gram 1,8 1,6 1,4 1,2 1,8,6,4,2 Fuel sample usage B +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.61 Massa deposit pada ruang bakar Apabila kita perhatikan grafik yang terdapat pada gambar 4.61, maka jumlah deposit yang terjadi dengan pemakaian biodiesel lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian solar. Sementara dari pemakaian dan, terlihat jelas peningkatan jumlah deposit yang terjadi. Dan jika kita melihat hasil dokumentasi pada rangkaian gambar ruang bakar yang ditampilkan, jelas bahwa pada ruang bakar deposit yang terbentuk adalah sisa karbon dari bahan bakar yang masuk selama proses uji ketahanan berlangsung. Perlu diketahui bahwa panjang rantai karbon serta komposisi gliserin sangat mempengaruhi produksi deposit di ruang bakar. Dan apabila hasil pengambilan deposit ini dihubungkan dengan sifat bahan bakar dan, maka terlihat bahwa nilai total glycerin lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang dimiliki oleh. Analisis ini juga didukung oleh data hasil uji bahan bakar dimana nilai CCR (Conradson Carbon Residu) terhadap 1 residu destilasi lebih tinggi dibandingkan nilai CCR 1 residu destilasi. Sedangkan dari data pengukuran massa deposit pada ruang bakar ini dapat diamati bahwa penambahan aditif MAZ 4 memberikan dampak positif dengan 89

mengurangi jumlah penumpukan deposit pada ruang bakar, baik bagi penggunaan maupun penggunaan. 4.3.2 Deposit pada katup isap dan katup buang Berikut ini adalah dokumentasi kondisi katup isap dan katup buang yang disusun berdasarkan nomor silinder. Dalam penyajian dokumentasi tersebut juga disertakan ukuran kebaikan (rating) yang mengacu pada standar CRC manual no.16 section 4. Rating hanya dilakukan pada kondisi katup setelah pengujian ketahanan. Hal ini disebabkan adanya rekondisi katup sebelum pengujian untuk masing-masing pemakaian sampel bahan bakar sehingga setiap katup pada awal sebelum pengujian ketahanan memiliki rating 1 yang berarti katup bebas dari timbunan deposit. B +MAZ4 +MAZ4 Merit rating After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 8,5 8,3 8,3 8,5 8,5 Gambar 4.62 Katup isap silinder 1 Rating diberikan melalui pengamatan visual dan kemudian katup ditimbang untuk mengetahui besarnya kandungan deposit pada masing-masing katup. 9

B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Merit rating Before Endurance Test 5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 Gambar 4.63 Katup buang silinder 1 Secara visual tidak ada perbedaan dari katup buang pada silinder 1. B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 8,5 8,5 8,3 8,3 8,5 Gambar 4.64 Katup isap silinder 2 91

B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Merit rating Before Endurance Test 5 8,5 8,3 8,5 8,5 8,5 Gambar 4.65 Katup buang silinder 2 tebal. Secara visual, pada katup dari pemakaian terdapat deposit yang paling B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,3 Gambar 4.66 Katup isap silinder 3 92

B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Merit rating Before Endurance Test 5 8,5 8 8,5 8,5 8,5 Gambar 4.67 Katup buang silinder 3 Seperti pada katup buang silinder 2, pemakaian memberikan timbunan deposit yang paling tebal di antara pemakaian bahan bakar yang lain. B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5 Gambar 4.68 Katup isap silinder 4 93

B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Merit rating 8,3 8 8,5 8,5 8,5 Gambar 4.69 Katup buang silinder 4 Rating dilakukan hanya dengan melihat secara visual kondisi katup, namun untuk memastikan hasil rating, terkait dengan ketepatan pembahasan, maka berikut ini ditampilkan grafik deposit yang diukur dengan mencari selisih nilai massa katup sebelum dan sesudah pengujian ketahanan. Intake valve deposite gram,16,14,12,1,8,6,4,2 1 2 3 4 Number of cylinder B +add +add Gambar 4.7 Massa deposit pada katup isap 94

Exhaust valve deposite,25 gram,2,15,1,5 B +additive +additive 1 2 3 4 Number of cylinder Gambar 4.71 Massa deposit pada katup buang Dari massa deposit katup, baik pada katup isap maupun pada katup buang, terlihat bahwa rata-rata timbunan deposit yang terjadi pada pemakaian biodiesel lebih berat dibandingkan dengan pemakaian solar. Analisis penulis terhadap hal tersebut sama seperti analisis terhadap deposit pada ruang bakar, dimana penimbunan deposit diakibatkan oleh kandungan total free glycerin yang dikandung pada suatu bahan bakar akan mempersulit pemutusan rantai karbon dan menimbulkan timbunan deposit dengan massa yang lebih berat. 4.4 Uji injektor Kualitas pembakaran bergantung pada beberapa hal, termasuk diantaranya adalah kinerja injektor dalam memasukkan bahan bakar ke ruang bakar. Dalam pengujian ini, parameter yang diukur untuk mengetahui perubahan kinerja injektor adalah volume penyemprotan yang dihasilkan dari jumlah stroke dan putaran yang ditentukan serta bentuk semprotan bahan bakar yang keuar dari injektor. Jumlah stroke sendiri telah ditentukan yaitu sebanyak 5 kali stroke pada 2 pada kondisi full throttling. Berikut ini adalah dokumentasi bentuk semprotan yang diinjeksikan dan disertakan juga setelahnya grafik perubahan volume injeksi yang terukur. 95

B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.72 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 1 B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.73 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 2 Jika diperhatikan, pada pemakaian tanpa MAZ 4, garis semprotan tampak paling tegas. Dan hal ini dapat menandakan ukuran droplet yang dihasilkan dari semprotan nosel paling besar. 96

B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.74 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 3 B +MAZ4 +MAZ4 After Endurance Test 5 Before Endurance Test 5 Gambar 4.75 Bentuk semprotan bahan bakar dari injektor pada silinder 4 Dari semua silinder, tampak bahwa garis semprotan injektor pada pemakaian selalu paling tegas dibandingkan dengan hasil semprotan pada pemakaian jenis bahan bakar yang lainnya. 97

Kerugian aliran semprotan 8 4-4 -8 1 2 3 4 B +additive +additive -12-16 Cylinder number Gambar 4.76 Selisih volume injeksi sesudah uji ketahanan Pada gambar 4.76 tampak bahwa terjadi peningkatan volume flow loss saat pemakaian bahan bakar jika dibandingkan dengan pemakaian solar, hal ini dapat diakibatkan oleh lebih tingginya viskositas dari. Namun demikian, dengan penambahan MAZ 4 pada, rata-rata volume flow loss yang terjadi pada pemakaian dapat ditekan. Sementara itu, pada pemakaian, dapat dilihat bahwa dari grafik volume injeksi terdapat peningkatan nilai volume yang diinjeksikan. Analisa terhadap hal ini adalah bahwa hal tersebut dimungkinkan, jika melihat pada dokumentasi bentuk semprotan, akibat viskositas yang terlalu tinggi sehingga terjadi keausan pada injektor. Volume yang dikeluarkan setelah terjadi keausan dapat lebih banyak, namun kuailtas pengabutan yang terjadi lebih rendah, dimana hal tersebut tampak dari bentuk semprotan yang sangat kontras dan tegas pada hasil dokumentasi yang menandakan bahwa droplet yang terbentuk lebih besar dibandingkan droplet yang terbentuk pada pemakaian sampel bahan bakar yang lainnya. 98

4.5 Analisis Pelumas Pada akhir pengujian, dilakukan sampling pelumas yang telah digunakan untuk masing-masing pemakaian sampel bahan bakar. Sampel pelumas ini kemudian dikirim ke PetroLab Service untuk dianalisis. Bersama dengan sampelsampel pelumas tersebut, juga dikirimkan pelumas sejenis yang masih baru sebagai pembanding. Hasil analisis ini digunakan sebagai data pendukung dalam mengevaluasi pengaruh pemakaian MAZ 4 pada biodiesel. Parameter dari pelumas yang dianalisis meliputi viskositas, bilangan basa total ( Total Base Number ), kadar oksidasi, dan kandungan logam pada pelumas. 4.5.1 Viskositas Pelumas Viskositas dari pelumas menunjukkan besarnya tahanan dari pelumas untuk mengalir. Viskositas ini bergantung pada struktur molekul yang dimilki oleh pelumas. Struktur molekul suatu pelumas dapat terpecah oleh gaya geser mekanik yang dialaminya, sehingga apabila hal tersebut terjadi, maka viskositas pelumas akan menurun. Namun demikian, viskositas pelumas juga dapat dipengaruhi oleh partikulat terlarut dimana dengan kehadiran partikulat terlarut dalam pelumas akan menambah viskositasnya. Hal lain yang secara kimiawi mempengaruhi kekentalan pelumas pada temperatur tinggi adalah efek dari kandungan viscousity index improver pada pelumas. Viskositas @1 deg C 13,5 13,45 cst 13,4 13,35 13,3 13,25 13,2 13,15 13,1 Fuel sample usage B +MAZ4 +MAZ4 Gambar 4.77 Nilai viskositas pelumas pasca pengujian 99

Penurunan Viskositas @1 deg C 7, 6, 5, 4, 3, 2, B +MAZ4 +MAZ4 1,, Fuel sample usage Gambar 4.78 Penurunan viskositas pelumas terhadap spesifikasi awal Dari gambar 4.77 dan 4.78 dapat disimpulkan bahwa penurunan viskositas pada 1 o C paling besar terjadi pada pemakaian bahan bakar solar, yaitu sampai 6,5 dari spesifikasi awal pelumas. Hal ini dapat berarti geseran (shearing) yang terjadi pada saat pemakaian solar lebih besar dari pada pemakaian biodiesel atau dapat juga berarti berkurangnya efek kandungan viscousity improver additive pada pelumas saat pemakaian solar lebih besar dibandingkan saat pemakaian biodiesel. Berkurangnya efek ketahanan viskositas atas kenaikan temperatur ini dapat diakibatkan oleh proses kimiawi antara pelumas dengan bahan bakar. Sementara penambahan MAZ 4 pada kedua jenis sampel biodiesel memberikan efek yang lebih baik terhadap ketahanan viskositas pelumas. Pada pemakaian dengan aditif MAZ 4, penurunan viskositas pelumas lebih rendah 3 dari pemakaian tanpa aditif. Sedangkan pada, penambahan MAZ 4 mengurangi penurunan kekentalan pelumas sebanyak 4. 4.5.2 Oksidasi dan Total Base Number ( TBN ) Oksidasi merupakan bentuk perusakan pelumas secara kimiawi. Zat kimia yang dikandung oleh pelumas bereaksi dengan oksigen pada temperatur tinggi, secara terus menerus sehingga memudahkan terjadinya oksidasi. Efek dari adanya 1