PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEBERPIHAKAN BUPATI/WALIKOTA TERHADAP PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM DI JAWA TENGAH TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

koperasi perlu diatur pengelolaannya;

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

- 3 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO. dan BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 3

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 53 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN WALIKOTA BATU

GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KOTA DEPOK

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOM0R 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2016

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN KENDAL

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, USAHA KECIL DAN USAHA MENENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2012 USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN JEPARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 6. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEBERPIHAKAN BUPATI/WALIKOTA TERHADAP PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM DI JAWA TENGAH TAHUN 2015 A. DASAR PELAKSANAAN 1. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 2. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. 3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Koperasi. 4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. 5. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perseroan Terbatas Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Jawa Tengah; 6. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Koperasi. 7. Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 518/23546 Tahun 2011 tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah Perdesaan Melalui Pendekatan One Village One Product(OVOP) Berbasis Koperasi Di Provinsi Jawa Tengah. B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Umum a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan. b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. c. Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan 2. Khusus a. Menyamakan persepsi diantara para pemangku kepentingan, pemerintah, pemda, dunia usaha dan masyarakat dalam bersinergi untuk mengembangkan Koperasi dan UMKM. b. Mendorong optimalisasi pemberdayaan Koperasi dan UMKM diseluruh Kab/Kota di Jawa Tengah. c. Memberikan penghargaan kepada Bupati/ Walikota yang berpihak terhadap Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Jawa Tengah Tahun 2015. C. PENJELASAN 1. Peraturan Daerahtentang Pedoman Pengelolaan Koperasi adalah Peraturan yang diterbitkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Tengah bersama dengan Gubernur Jawa Tengah dimaksudkan agar Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun badan usaha memiliki arti penting, peran dan kedudukan yang strategis dalam menopang ketahanan ekonomi masyarakat dan sebagai wahana penciptaan lapangan kerja di Jawa Tengah serta membangun Koperasi yang profesional, kuat dan mandiri dan berpegang teguh pada asas kekeluargaan dan prinsip Koperasi. 1

2 2. Instruksi Gubernur tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah Perdesaan Melalui Pendekatan One Village One Product (OVOP) Berbasis Koperasi di Provinsi Jawa Tengah adalah Instruksi Gubernur kepada Bupati/Walikota, Kepala Satuan Kepala Perangkat Daerah serta Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah Jawa Tengah, Ketua Dewan Koperasi Indonesia Wilayah Jawa Tengah, Para Ketua Asosiasi Usaha, Para Ketua Asosiasi Profesi se-jawa Tengah agar melakukan koordinasi, sinkronisasi dan komitmen dari pemangku kepentingan guna pengembangan komoditas unggulan daerah perdesaan melalui pendekatan sistem One Village One Product dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis agrobisnis, pertanian, UMKM dan industri padat karya. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah. 4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah. 5. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Jawa Tengah. 6. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut Dinas adalah Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai pelaksana otonomi daerah di bidang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. 7. Koperasi adalah (a) gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi (b)badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. 8. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. 9. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Badan Hukum Koperasi. 10. Koperasi Produsen adalah koperasi yang anggotanya tidak memiliki rumah tangga usaha atau perusahaan sendiri-sendiri tetapi bekerja sama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa, dan kegiatan utamanya menyediakan, mengoperasikan, atau mengelola sarana produksi bersama. 11. Koperasi Konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang atau jasa, dan kegiatan atau jasa utama melakukan pembelian bersama. 12. Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang anggotanya para produsen atau pemilik barang atau penyedia jasa dan kegiatan atau jasa utamanya melakukan pemasaran bersama. 13. Koperasi Jasa adalah koperasi yang anggotanya sebagai pengguna atau konsumen jasa yang disediakan oleh koperasi. 14. Koperasi Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat KJK adalah koperasi yang kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam disebut Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan/atau usaha jasa keuangan syariah disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). 15. Unit Usaha Jasa Keuangan Koperasi yang selanjutnya disingkat UJK Koperasi adalah unit usaha koperasi yang bergerak di bidang simpan pinjam disebut Unit Simpan Pinjam Koperasi (USP Koperasi) dan/atau usaha jasa keuangan syariah disebut Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi (UJKS Koperasi).

3 16. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan/atau anggotanya. 17. Koperasi Jasa Keuangan Syariah adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola syariah. 18. Pengurus Koperasi yang selanjutnya disebut Pengurus adalah perlengkapan organisasi koperasi yang diberi kuasa oleh anggota atau rapat anggota koperasi untuk melaksanakan kegiatan koperasi sehari-hari. 19. Pengawas Koperasi yang selanjutnya disebut Pengawas adalah kelengkapan organisasi koperasi, yang diberi kuasa oleh anggota atau rapat anggota untuk melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi. 20. Pejabat Pengawas Koperasi Daerah yang selanjutnya disebut Pejabat Pengawas adalah Pegawai Negeri Sipil pada SKPD yang diangkat oleh Gubernur sesuai kewenangannya atas usul Kepala SKPD. 21. Pengelola Koperasi selanjutnya disebut Pengelola adalah pengelola kegiatan usaha koperasi yang diberi wewenang dan kuasa oleh pengurus. 22. Anggota koperasi selanjutnya disebut anggota adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. 23. Pemberdayaan Koperasi adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Lembaga Non Pemerintah dalam bentuk penumbuhan iklim yang kondusif bagi koperasi baik kelembagaan maupun usahanya yang mampu memperkuat dirinya menjadi lembaga ekonomi yang kuat, tangguh, mandiri serta mampu bersaing dengan pelaku usaha lain. 24. Pengawasan adalah kegiatan monitoring yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan untuk memastikan bahwa rencana yang ditetapkan telah dilaksanakan oleh koperasi. 25. Anggaran Dasar Koperasi adalah aturan dasar tertulis yang memuat keterangan yang memuat : daftar nama pendiri, nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta tujuan, ketentuan mengenai keanggotaan, ketentuan rapat anggota, ketentuan mengenai pengelolaan, ketentuan mengenai permodalan, ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya, ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha dan ketentuan mengenai sanksi. 26. Anggaran Rumah Tangga Koperasi adalah aturan penyelenggaraan rumah tangga koperasi yang menjabarkan Anggaran Dasar. 27. Standar Operasional Manajemen yang selanjutnya disingkat SOM adalah pedoman pengelolaan yang berisikan kebijakan dan strategi pengelolaan koperasi dibidang organisasi, kelembagaan, usaha dan pengelolaan keuangan. 28. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP adalah pedoman operasional yang merupakan penjabaran lebih teknis dari Standar Operasional Manajemen yang berisikan peraturan dan kebijakan serta tata kerja dan/atau sistem prosedur kerja koperasi. 29. Modal penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diinvestasikan oleh pemilik modal untuk meningkatkan kegiatan usaha. 30. Penguatan adalah fasilitasi kepada Koperasi berupa modal, penjaminan kredit, sarana dan sumberdaya manusia. 31. Lembaga Penjamin Kredit Daerah adalah lembaga yang bergerak dalam pemberian jasa penjaminan kredit dan dukungan permodalan perkoperasian baik yang dikelola pemerintah maupun swasta yang ditunjuk Pemerintah Daerah.

4 32. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 33. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dan usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria adalah sebagai berikut a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 34. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 35. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. 36. Dalam hal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyelenggarakan usaha dengan modal patungan dengan pihak asing, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 37. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia. 38. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. 39. Iklim Usaha adalah (a) kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya. (b) kondisi yang memungkinkan pelaku usaha mendapatkan kepastian dalam kesempatan berusaha. 40. Perlindungan Usaha adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada usaha untuk menghindari praktik monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi oleh pelaku usaha.

5 41. Jaringan Usaha adalah kumpulan usaha yang berada dalam industri kegiatan usaha yang sama atau berbeda yang memiliki keterkaitan satu sama lain dan kepentingan yang sama. 42. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 43. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 44. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya. 45. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, balk langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. 46. Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma, Usaha Besar sebagai inti membina dan pengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi plasmanya dalam: a. Penyediaan dan penyiapan lahan; b. Penyediaan sarana produksi; c. Pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha; d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan; e. Pembiayaan; f. Pemasaran; g. Penjaminan; h. Pemberian informasi; dan b. Pemberia bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha. 47. Pelaksanaan kemitraan usaha dengan polasubkontrak, untuk memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa: a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya; b. Kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan; c. Dengan jumlah dan harga yang wajar; d. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen; e. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan; f. Pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; dan g. Upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak. 48. Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan carawaralaba, memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memiliki kemampuan. a. Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba. b. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.

49. Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum, dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka. a. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan. b. Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak. 50. Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan sebagaimana, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil. 51. Monitoring dan Evaluasi adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan dalam rangka memantau dan menilai hasil pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan Koperasi. D. UNSUR UNSUR TIM EVALUASI : 1. Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah. 2. Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Tengah. 3. Bappeda Provinsi Jawa Tengah. 4. BPMD Provinsi Jawa Tengah. 5. Biro Perekonomian Provinsi Jawa Tengah. 6. Perbankan (Bank Indonesia dan Bank Jateng). 7. Dekopinwil Jateng. 8. KADIN Jawa Tengah. 9. Perguruan Tinggi (UNDIP dan UKSW). 10. ABDSI Korwil Jateng dan BDS CEMSED FEB UKSW. E. JADWAL KEGIATAN No Tanggal URAIAN KEGIATAN 1 2 April 2015 Rapat Penyusunan Draft Juknis 2 - Pengesahan Keputusan Gubernur tentang Pembentukan Tim 3 8 April 2015 Pemantapan Penyelarasan Materi Penilaian Tim Evaluasi 4 16 April 2015 Sosialisasi Kabupaten/Kota 5 17 April 8 Mei 2015 Pengumpulan Borang 6 18 Mei 2015 Desk Evaluation / Verifikasi 7 28 Mei 2015 Rapat Koordinasi Pra Visitasi 8 1 11 Juni 2015 Visitasi (15 Kabupaten/Kota) 9 16 Juni 2015 Penentuan Nominator (7 Kabupaten/Kota) 10 - Paparan Bupati/Walikota (7 Kabupaten/Kota Nominator) 11 - Penetapan Penghargaan melalui Keputusan Gubernur 12 - Pemberian Penghargaan Peringatan Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah / Peringatan Hari Koperasi Tingkat Provinsi Jawa Tengah di Kota Magelang 6

F. SUBSTANSI PENILAIAN Penilaian keberpihakan kabupaten/kota terhadap pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengahmeliputi beberapa aspeksebagai berikut : 1. Aspek Produk hukum penumbuhan iklim usaha. Penumbuhan iklim usaha adalah tingkat keberpihakan atau peranan kabupaten/kota secara aktif membantu menumbuhkan iklim usaha melalui penerbitan produk hukum, yang dinilai meliputi : a. Produk Hukum terkait Aspek Peranggaran dan Pendanaan. b. Produk Hukum terkait Aspek Organisasi. c. Produk Hukum terkait Aspek Kemitraan Stakeholder. d. Produk Hukum Pengelolaan KUMKM. e. Produk Hukum yang mendukung KUMKM. 2. Aspek implementasi pengembangan usaha. Pengembangan usaha adalah tingkat keberpihakan atau peranan kabupaten/kota secara aktif dalam memfasilitasi pengembangan usaha, yang dinilai meliputi : a. Aspek Produksi dan Pengolahan b. Aspek Pemasaran c. Aspek Sumberdaya Manusia 3. Aspek implementasi pembiayaan dan penjaminan. Pembiayaan dan penjaminan adalah seberapa besar kabupaten/kota menyediakan pembiayaan bagikoperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang dinilai meliputi : a. Aspek Prosentase APBD untuk KUMKM b. Aspek Fasilitas Pembiayaan c. Aspek Penjaminan 4. Aspek implementasi kemitraan. Kemitraan adalah tingkat keberpihakan atau peranan kabupaten/kota secara aktif memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan, yang dinilai meliputi : a. Aspek Persiapan (Fasilitasi). b. Aspek Implementasi (Pelaksanaan). 5. Aspek implementasi koordinasi. Koordinasi adalah tingkat keberpihakan atau peranan kabupaten/kota secara horizontal, vertikal dan aktif dalam penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pemantauan, evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan KUMKM termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan KUMKM, yang dinilai meliputi : a. Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan KUMKM di Kabupaten/Kota b. Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan KUMKM dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. c. Koordinasi dan Pengendalian Pemberdayaan KUMKM dengan Pemerintah Pusat. G. PROSES PENILAIAN 1. Tahap Pertama : Penilaian Borang a. Borang dinilai berdasarkan pengisian borang dilampiri dengan dokumen pendukung (formulir isian kertas kerja dan penilaian terlampir). 7

b. Nilai ditentukan dari nilai pada masing-masing aspek dikalikan bobot yang sudah ditentukan. Aspek Penumbuhan Iklim usaha : 25 % Aspek Implementasi Pengembangan Usaha : 35 % Aspek Pembiayaan & Penjaminan : 20 % Aspek Kemitraan : 10 % Aspek Koordinasi dan Pengendalian : 10 % Total Nilai Borang : 100 % c. Dari hasil penilaian borang ini ditentukan 15 Kabupaten/Kota yang akan divisitasi. d. Penentuan dilakukan berdasarkan ranking nilai tertinggi sampai dengan yang terendah. 2. Tahap 2 : Penilaian Visitasi a. Penilaian dilakukan terhadap Visitasi Ke Kabupaten / Kota b. Aspek yang dinilai dan Bobot : Penerimaan Bupati/Walikota : 10 % Kehadiran SKPD. : 10 % Paparan : 25 % Kunjungan (Koperasi, UMKM, OVOP) : 30 % Tambahan Borang : 10 % Kearifan lokal : 15 % Total Nilai Visitasi : 100% c. Sesuai dengan instrumen penilaian yang sudah disusun, ditentukan nilai visitasi untuk 15 Kabupaten/Kota yang dikunjungi oleh Tim Penilai. d. Total nilai visitasi akan ditambahkan dengan nilai borang dengan bobot sebagai berikut : Nilai Borang : 80% Nilai Visitasi : 20% Total Nilai Borang dan Visitasi : 100% e. Total nilai borang dan visitasi ini akan menghasilkan rangking yang dijadikan dasar untuk menentukan 7 kabupaten kota dengan nilai tertinggi Sebanyak 3 Kabupaten/Kota dengan nilai tertinggi diberikan PIN EMAS Sebanyak 4 Kabupaten/Kota dengan nilai tertinggi berikutnya diberikan PIN PERAK Sebanyak 8 Kabupaten/Kota berikutnya diberikan PIN PERUNGGU 3. Hasil penilaian Keberpihakan Bupati/Walikota Terhadap KUMKM ini akan dibuatkan berita acara yang akan ditandatangani oleh seluruh Tim Penilai dan akan dilaporkan langsung kepada Gubernur Jawa Tengah untuk mendapatkan pengesahan. 8

H. ISIAN KERTAS KERJA DAN PENILAIAN Isian kertas kerja dan penilaian yang berisi indikator penilaian, tata cara penilaian dan hasil penilaian masing masing sub indikator berikut pembobotannya sebagaimana terlampir. email Sekretariatdan Tim Penilai Keberpihakan pankop47@yahoo.com anggoro_pilar@yahoo.com hardjum@gmail.com hari.sunarto@staff.uksw.edu hasunarto@gmail.com 9