BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan mempunyai arti penting dalam. kehidupan nasional, khususnya didalam memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan wahana pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB 1 PENDAHULUAN. mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes, 2011).

DATA POSYANDU DESA Jumlah seluruh balita di wilayah Jumlah seluruh balita di posyandu. Jumlah balita yang ditimbang bulan ini di wilayah kerja

BAB I PENDAHULUAN. gizi anak balitanya. Salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 4,9 persen tahun Tidak terjadi penurunan pada prevalensi. gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen. 2

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

BETTY YULIANA WAHYU WIJAYANTI J.

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. perlu dilakukan karena kesehatan bukan tanggung jawab pemerintah saja, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu bentuk upaya

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, tergantung pada keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kesejahteraan manusia. Setiap kegiatan dan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ismawati tahun 2010 (dalam Ariyani dkk, 2012), posyandu

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan. Guna. mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita, orang tua perlu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat atau kader posyandu (Depkes, 2007). Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, AKB

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006). kesehatan ditingkat desa. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009, p.98).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Millennium Development Goals (MDGs) yaitu menanggulangi kemiskinan dan

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

BAB I PENDAHULUAN. Visi Kementrian Kesehatan adalah mencapai masyarakat yang mandiri

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal. masyarakat dan swasta (Depkes RI, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

Serambi Saintia, Vol. II, No. 2, Oktober 2014 ISSN :

HUBUNGAN FREKUENSI KEHADIRAN ANAK USIA 1-3 TAHUN (BATITA) DALAM PENIMBANGAN DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Ocbrianto, 2012). Tiga pilar yang mempengaruhi kualitas hidup sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah mengembangkan banyak program yang melibatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu ukuran fisik. penduduk (Depkes, 2004). Guna menyukseskan hal tersebut maka

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: DELIFIANI HIDAYATI J

SISTEM STUDI TENTANG. Disusun Oleh SRI III GIZI FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Teti Herawati* *Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. diupayakan, diperjuangkan dan tingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

S. Hindu Mathi 1, Heru Santosa 2, Maya Fitria 2. Abstract

Oleh : VINELLA ISAURA No. BP

Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 14, Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini. Sebagai pusat kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk terciptanya kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

WAHIDIN Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Tangerang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI IBU BALITA KE POSYANDU DI DESA NGAMPEL KECAMATAN KAPAS KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang. mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem Kesehatan Nasional merupakan suatu tatanan yang mencerminkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah ke atas di perkotaan. Dengan kata lain, saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda. Hal ini sangat merisaukan karena mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007). Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Ukuran kualitas SDM dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Upaya pengembangan kualitas SDM dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata apabila sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006). Kekurangan gizi pada umumnya terjadi pada balita karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk kelompok yang rentan gizi di suatu kelompok masyarakat di mana masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa (Adisasmito, 2007).

Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya tersebar di pelosok-pelosok Indonesia. Jumlah balita di Indonesia menurut data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tahun 2007 mencapai 17,2% dengan laju pertumbuhan penduduk 2,7% per tahun. United Nations Children s Fund (UNICEF) melaporkan Indonesia berada di peringkat kelima dunia untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita (Depkes RI, 2007). Di beberapa provinsi seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama Bulan Januari hingga Oktober 2009 tercatat lebih dari 600 kasus gizi buruk yang pada umumnya menimpa balita dan 31 kasus di antaranya mengakibatkan kematian (Rio, 2009). Pemerintah terus berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya menangani masalah gizi balita karena hal itu berpengaruh terhadap pencapaian salah satu tujuan Millennium Development Goals (MDGs) pada Tahun 2015 yaitu mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah lima tahun. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita menurun dari 25,8 % pada Tahun 2004 menjadi 18,4 % pada Tahun 2007, sedangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 menargetkan penurunan prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak balita adalah <15,0% pada Tahun 2014 (Sarjunani, 2009). Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan tujuan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) Tahun 2006-2010 antara lain meningkatkan pemahaman peran pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi untuk SDM berkualitas, meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi

pangan dan gizi, dan meningkatkan koordinasi penanganan masalah secara terpadu (Depkes RI, 2007). Upaya pemerintah tersebut harus didukung oleh berbagai komponen masyarakat karena masalah gizi di Indonesia bukan hanya masalah kesehatan masyarakat tetapi menyangkut pembangunan bangsa. Berdasarkan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2009, pembangunan kesehatan perlu digerakkan oleh masyarakat di mana masyarakat mempunyai peluang dan peran yang penting dalam pembangunan kesehatan, oleh karena itu pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting atas dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuannya sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Tinuk dalam Iskandar (2006) menyatakan pemberdayaan masyarakat adalah upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif, berperan aktif, bernegosiasi, memengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung gugat demi perbaikan kehidupannya. Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, masyarakat berperan serta baik secara per orangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan berbasis masyarakat secara optimal oleh masyarakat seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu pendekatan untuk menemukan dan mengatasi persoalan gizi pada balita. Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2006).

Posyandu meliputi lima program prioritas yaitu Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, imunisasi, dan penanggulangan diare terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita (Adisasmito, 2007). Posyandu erat sekali kaitannya dengan peran serta aktif masyarakat. Sejak diperkenalkan Tahun 1980-an, posyandu diakui memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan dan gizi. Balita merupakan salah satu sasaran posyandu yang cukup penting oleh karena balita merupakan proporsi yang cukup besar dari komposisi penduduk Indonesia (Depkes RI, 2006). Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat yang dimanfaatkan oleh ibu untuk memperoleh pelayanan dan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuannya dalam hal gizi dan kesehatan. Pemantauan status gizi dan kesehatan anak dapat dilakukan dengan baik melalui kegiatan di posyandu (Madanidjah, 2007). Menurut Depkes RI, 2006, perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Anak balita sehat, gizi kurang atau gizi lebih (obesitas) khususnya di daerah perkotaan dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan. Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui kegiatan penimbangan balita di posyandu secara rutin tiap bulannya yang hasilnya dicatat dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Ibu yang tidak menimbang balitanya ke posyandu dapat menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan balita dan berturut-turut berisiko keadaan gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan (Depkes RI, 2006). Penelitian Ariana dalam Nasution (2007) menyatakan bahwa balita yang rutin setiap

bulan datang dan ditimbang di posyandu sebagian besar mempunyai status gizi baik dan yang tidak rutin datang dan ditimbang mempunyai status gizi kurang. Strauss et al. yang dikutip oleh Trias (2007) menyatakan bahwa bentuk peran serta (partisipasi) masyarakat di posyandu diukur melalui cakupan penimbangan balita yaitu jumlah anak bawah lima tahun (balita) yang ditimbang dalam suatu wilayah posyandu dibandingkan dengan jumlah anak balita yang ada dalam suatu wilayah posyandu tersebut (D/S). Partisipasi masyarakat dalam masalah kesehatan sangat diperlukan sebagaimana masyarakat tersebut ikut menjadi peserta yang efektif. Kegiatan penimbangan di posyandu dimaksudkan untuk memantau status gizi balita dan melihat tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat ke posyandu dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Secara nasional tingkat partisipasi masyarakat ke posyandu hanya mencapai 50,5%. Data yang paling kuat diperoleh dari temuan Indonesian Family Life Survey (IFLS) di mana terjadi penurunan sebesar 12% terhadap penggunaan posyandu baik oleh balita laki-laki maupun perempuan dalam rentang Tahun 1997 hingga Tahun 2000. Strauss et al. selanjutnya menyatakan dari data IFLS diketahui bahwa pada saat terjadi penurunan cakupan posyandu, pemanfaatan terhadap layanan kesehatan pribadi atau swasta meningkat dengan cukup signifikan. Penggunaan bidan praktek meningkat sebesar 10% antara Tahun 1997-2000 yang mengindikasikan kecenderungan preference masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan hanya saat mereka merasa membutuhkan utamanya saat mereka sakit, bukan untuk mendapatkan layanan monitoring kesehatan dan gizi seperti yang diberikan di posyandu (Trias, 2007).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007 menunjukkan bahwa status gizi kurang balita di Sumatera Utara pada Tahun 2007 mencapai 22,7%. Sebagian besar balita ditimbang di posyandu yaitu sebesar 63%, sedangkan ditimbang di puskesmas sebesar 15%. Secara umum 32% balita tidak mempunyai KMS, 51% mempunyai KMS tetapi tidak dapat menunjukkan. Persentase anak yang ibunya dapat menunjukan KMS turun seiring naiknya umur anak (40% anak umur 6-11 bulan, dan 8% anak umur 48-59 bulan). Hal ini dapat disebabkan KMS yang dimiliki anak yang lebih tua sudah banyak yang hilang atau dibuang. Cakupan penimbangan balita (D/S) di Kota Medan dalam Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2007 masih tergolong sangat rendah yaitu dari 137.396 balita yang ada hanya 34.470 balita yang ditimbang (25,09%). Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan (2008), Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kota Medan Tahun 2008 berjumlah 1.572 orang, sedangkan Tahun 2007 berjumlah 625 orang yang berarti terjadi peningkatan kasus. Hal ini disebabkan pada Bulan Mei Tahun 2008 dilaksanakan operasi timbang yang wajib dilaksanakan oleh seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu sehingga balita yang selama ini tidak pernah datang ke posyandu dapat terjaring pada saat operasi ini. Tabel 1.1. Cakupan Penimbangan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2008 No. Puskesmas Balita Balita BB % Cakupan % BB Naik yang Ada Ditimbang Naik (N/D) Penimbangan Balita (D/S) 1 Desa Binjai 5.105 1.454 976 28,48 67,13 2 Tegal Sari 5.288 3.942 3.047 74,54 77,30 3 Medan Denai 3.585 2.101 1.836 58,61 87,39 4 Bromo 2.713 1.781 1.302 65,65 73,10 Sumber : Profil Kesehatan Kota Medan, 2008

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 Tentang Standard Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan Kabupaten/Kota, cakupan pelayanan anak balita yaitu 90% pada Tahun 2010. Puskesmas Desa Binjai menargetkan cakupan penimbangan balita mencapai 75%. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2008, diketahui bahwa dari 5.105 balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai terdapat 51 balita BGM (3,51%) dan balita gizi buruk sebanyak 14 balita (0,96%). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara kepada salah seorang petugas gizi puskesmas yang juga bertugas di posyandu diketahui bahwa kesadaran masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai dalam kegiatan posyandu khususnya membawa balitanya untuk ditimbang masih kurang sehingga puskesmas mengalami kesulitan dalam mendata balita. Sebagian besar ibu bayi/balita hanya membawa anaknya untuk imunisasi dan menimbang anaknya hingga usia tiga tahun, kemudian mereka tidak datang lagi membawa anaknya ke posyandu. Laporan cakupan penimbangan di posyandu adalah cakupan penimbangan bayi hingga usia bawah tiga tahun (batita) dan keadaan ini menunjukkan pertumbuhan anak balita tidak terpantau, oleh karena itu petugas puskesmas terus mengingatkan ibu bayi/balita pada saat pelaksanaan posyandu untuk rutin memantau pertumbuhan anaknya ke posyandu hingga usia lima tahun. Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour) karena berdasarkan pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian Hanafiah dalam Sari (2009) di Desa Matang Tepah Kabupaten Aceh Tamiang dapat dilihat tingginya frekuensi pemanfaatan posyandu (12 kali dalam satu tahun) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor karakteristik ibu bayi/balita yang meliputi pengetahuan dan pendidikan ibu bayi/balita dan faktor persepsi yang meliputi persepsi tentang penampilan kader dan jarak posyandu. Razali (2004) menyatakan bahwa faktor penyebab cakupan penimbangan balita di Kabupaten Bengkalis pada Tahun 2002 berada pada posisi paling bawah di tingkat provinsi yaitu sebesar 33,1% antara lain menurunnya kinerja posyandu dan kurang mendukungnya perilaku masyarakat. Widiastuti (2006) menyatakan ibu balita yang tidak mau datang ke posyandu karena tidak mengetahui manfaat posyandu dan tujuan ibu balita berkunjung ke posyandu untuk memantau perkembangan balitanya dan mendapatkan makanan tambahan serta dapat berkumpul dengan ibu balita yang lain. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik ibu balita (paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan sikap) terhadap partisipasi dalam penimbangan balita (D/S) di Posyandu Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2010.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah penelitian adalah apakah ada pengaruh karakteristik ibu balita (paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan sikap) terhadap partisipasi dalam penimbangan balita (D/S) di Kelurahan Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh karakteristik ibu balita (paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan sikap) terhadap partisipasi dalam penimbangan balita (D/S) di Posyandu Kelurahan Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2010. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan kepada kantor Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka pembinaan Posyandu. 2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan dan Tim Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu Kecamatan dalam rangka menyusun strategi pembinaan yang efektif dan efisien terhadap posyandu, inovatif dan menarik perhatian masyarakat di wilayah kerjanya. 3. Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan peneliti dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat.