ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG DALAM PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISA PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG PERANTARA

ANALISIS TATANIAGA GABAH/BERAS DARI KENAGARIAN CUPAK KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK SKRIPSI. Oleh : Prima Sari Esti Eysa

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA TERUNG ( Solanum melongena) DI KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

PEMASARAN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) DI KENAGARIAN MANGGILANG KEC. KOTO BARU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang

Nurida Arafah 1, T. Fauzi 1, Elvira Iskandar 1* 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

WAHANA INOVASI VOLUME 6 No.2 JULI-DES 2017 ISSN :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN USAHATANI ANTARA KENTANG KONSUMSI DENGAN KENTANG BIBIT DI KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Kakao di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Diany Faila Sophia Hartatri 1)

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah

Analisis Pendapatan Usaha Pengrajin Gula Aren Di Desa Tulo a Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

Key words: marketing margins, egg, layer, small scale feed mill

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik, Batu Bara dalam Angka. Batu Bara.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian dimasa mendatang masih memegang peran strategis

ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN

ANALISIS DISTRIBUSI NILAI TAMBAH PENGOLAHAN KOPI PADA INDUSTRI KECIL KOPI BUBUK SAHATI (STUDI KASUS KECAMATAN GUGUK PANJANG, KOTA BUKITTINGGI)

MARJIN TATANIAGA AYAM BROILER DARI HULU KE HILIR DI PASAR IBUH KOTA PAYAKUMBUH JURNAL. Oleh : SAPTA BAYU PUTRA NPM

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

Jurnal Ekonomi 2012 PERANAN TANAMAN PADI SAWAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU. Fitra Yani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A A N L A ISI S S S P E P ND N A D P A A P T A AN A US U A S H A AT A ANI N K ELAP A A P A S A S W

Rendahnya share harga yang diterima distribusi marjin pemasaran, lembaga. petani ini disebabkan karena harga pemasaran yang memperoleh keuntungan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA PERBANDINGAN PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN USAHATANI KENTANG

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

ANALISIS SALURAN PEMASARAN GULA AREN (Suatu Kasus di Desa Cikuya Kecamatan Culamega Kabupaten Tasikmalaya)

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

KAJIAN MARJIN PEMASARAN KOPRA DI KECAMATAN OBA DI KOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. Iklim yang bervariasi serta lahan yang subur menjadikan Indonesia kaya akan

Transkripsi:

ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG DALAM PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK OLEH YEL SEPTRIA 06114034 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

ANALISA PERBANDINGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PETANI DENGAN TINGKAT KEUNTUNGAN PEDAGANG DALAM PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK ABSTRAK Penelitian tentang analisa perbandingan tingkat keuntungan petani dengan tingkat keuntungan pedagang dalam pemasaran kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok telah dilaksanakan di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok, mulai Oktober sampai dengan November 2010. Penelitian ini dilatar belakangi karena tanaman kakao merupakan tanaman yang berpeluang dan berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Solok. Selain itu, adanya rantai tataniaga yang panjang yang harus dilalui mulai dari pedagang pengumpul, pedagang besar, sampai eksportir, sehingga menyebabkan perbedaan harga yang cukup tinggi di tingkat petani produsen dengan pedagang perantara yang terlibat dalam pemasaran kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok juga menjadi latar belakang dan perumusan masalah dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mengidentifikasi saluran tataniaga kakao yang terdapat di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok dan 2) menganalisa perbandingan tingkat keuntungan yang diterima petani kakao dan keuntungan yang diterima masing-masing pedagang yang terlibat untuk masing-masing saluran tataniaga dalam pemasaran kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Data hasil penelitian ini dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat dua saluran tataniaga kakao di Kecamatan Kubung, yaitu 1) petani menjual kepada pedagang pengumpul, pedagang pengumpul menjual kakao kepada pedagang besar, dan terakhir pedagang besar menjual kakao kepada eksportir, dan 2) petani menjual kakaonya kepada pedagang besar, kemudian pedagang besar menjual kembali kepada eksportir. Diantara 2 saluran ini saluran II merupakan saluran tataniaga kakao yang efisien karena saluran yang dilalui lebih pendek sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani lebih tinggi dibandingkan dengan saluran I. Petani memperoleh keuntungan yang paling besar dibandingkan dengan pedagang perantara baik pada saluran tataniaga kakao I (saluran I) maupun saluran tataniaga kakao II (saluran II). Pada saluran tataniaga kakao I (saluran I), tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir berturut turut adalah sebesar 41,10%, 6,36%, 4,48%, dan 6,43% terhadap harga ekspor dengan total keuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 16.926,66/Kg. Saluran tataniaga kakao II (saluran II) tingkat keuntungan petani, pedagang besar, dan eksportir berturut turut sebesar 41,77%, 9,29%, dan 8,15% terhadap harga ekspor dengan total keuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 17.171,59/Kg.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tulang punggung pembangunan nasional dan implementasinya harus sinergis dengan pembangunan sektor lainnya. Pelaku pembangunan pertanian meliputi departemen teknis terkait, pemerintah daerah, petani, pihak swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Koordinasi diantara pelaku pembangunan dan pelaku pertanian merupakan kerangka mendasar yang harus diwujudkan guna mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Tujuan pembangunan pertanian adalah: (1) membangun sumber daya manusia aparatur professional, petani mandiri, dan kelembagaan pertanian yang kokoh, (2) meningkatkan pemanfaatan sumber daya pertanian secara berkelanjutan, (3) memantapkan ketahanan dan keamanan pangan, (4) meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian, (5) menumbuh kembangkan usaha pertanian yang dapat memacu aktivitas ekonomi pedesaan, dan (6) membangun sistem ketatalaksanaan pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. Sementara itu, sasaran pembangunan pertanian yaitu: (1) terwujudnya sistem pertanian industrial yang memiliki daya saing, (2) mantapnya ketahanan pangan secara mandiri, (3) terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat pertanian, dan (4) terhapusnya kemiskinan di sektor pertanian serta meningkatnya pendapatan petani (Departemen Pertanian, cit Iqbal 2007). Sektor pertanian masih memiliki kontribusi paling besar terhadap Product Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Solok yakni 45,27% (Bappeda Kab. Solok, 2008). Kakao merupakan salah satu komoditi yang berkembang baik di Kabupaten Solok, dimana tahun 2007 luas tanam dan produksinya hanya 896 Ha dan 454 Ton meningkat menjadi 1.216 Ha dan 871 Ton pada tahun 2008 (Lampiran 1). Oleh karena itu, pemerintah daerah khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok membuat program atau kebijakan dalam pengembangan kakao diantaranya seperti: (1) pemberian bantuan bibit kakao oleh pemerintah daerah Kabupaten Solok kepada beberapa kelompok tani selama 4 tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2006-2009, sedangkan untuk tahun 2010 bibit diusahakan secara swadaya oleh masing-masing petani, (2) kegiatan penyuluhan tentang pemangkasan, pemberian tanaman pelindung, penggunaan bibit unggul, dan fermentasi kakao yang semuanya terealisasi dalam kegiatan sekolah lapang bagi petani kakao 1. Ini menunjukkan bahwa tanaman kakao 1 Wawancara dengan Bapak Mahruddin (Kabag. Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Solok) pada tanggal 12 Juli 2010

merupakan tanaman yang berpeluang dan berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Solok. 1.2. Perumusan Masalah Kecamatan Kubung merupakan penghasil kakao nomor dua terluas sesudah Kecamatan Payung Sekaki di Kabupaten Solok (Lampiran 2). Dari hasil prasurvei 2 di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok, diketahui bahwa adanya rantai tataniaga yang panjang yang harus dilalui mulai dari pedagang pengumpul, pedagang besar, sampai eksportir, sehingga menyebabkan perbedaan harga yang cukup tinggi di tingkat petani produsen dengan pedagang yang terlibat dalam pemasaran kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Tingkat harga jual kakao ini ditingkat petani adalah Rp 19.000/Kg, sedangkan harga jual ratarata ditingkat eksportir adalah US.$ 2,89/Kg atau setara dengan Rp 25.824/Kg (Lampiran 3). Dalam suatu usaha, fungsi pemasaran atau tataniaga tampak sangat jelas manfaatnya bagi penyampaian barang hasil pertanian dari produsen ke konsumen. Pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan merupakan tiga fungsi utama dari tataniaga hasil pertanian. Tanpa adanya tataniaga hasil pertanian, maka pertanian tidak akan bergerak (statis) dan tidak akan pernah maju, selain hanya dapat memenuhi kebutuhan keluarga petani saja (Daniel, 2004). Margin tataniaga menunjukkan selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen (petani). Margin ini akan diterima oleh lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut, makin panjang rantai tataniaga (semakin banyak lembaga niaga yang terlibat), maka semakin besar margin tataniaga. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa semakin pendek rantai tataniga suatu barang hasil pertanian, maka: (1) biaya tataniaga semakin rendah, (2) margin tataniaga juga semakin rendah, (3) harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah, dan (4) harga yang diterima produsen semakin tinggi (Daniel, 2004). Dalam menganalisis margin tataniaga perlu dilihat tingkat keuntungan di tiap lembaga niaga yang terkait. Menurut Azzaino (1982) mempelajari margin tataniaga menyangkut penentuan bagian yang diterima oleh produsen/petani dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir, ongkos distribusi temasuk ongkos transpor dan ongkos bongkar muat (handling) dan lain-lain, serta margin dari berbagai pedagang yang melakukan kegiatan tataniaga komoditi 2 Wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul di Pasar Solok pada tanggal 27 Mei 2010

pertanian tersebut dari waktu komoditi keluar dari pintu gerbang petani sampai pada saat komoditi tersebut dibeli oleh konsumen akhir. Berdasarkan konsepsi yang dikemukakan oleh Azzaino (1982) di atas maka studi tentang analisa margin tataniaga hanya diarahkan pada: 1. Bagian (%) harga yang diterima petani dari harga harga ekspor 2. Porsi biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga 3. Porsi keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga tataniaga Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilaksanakan, seperti oleh Agustia (1997) dengan komoditi gambir di dapatkan bahwa bagian dari harga akhir petani produsen dalam lembaga niaga adalah 72,73%, pedagang pengumpul I 7,60%, pedagang pengumpul II 1,72%, eksportir 2,33%, sisanya adalah profit margin dari harga Free on Board (FOB). Kemudian, Kurniawati (1997), dengan komoditi sayur-sayuran. Di sini bagian dari harga akhir yang diterima oleh petani 72,72%, sedangkan bagian pedagang 24,36%. Kemudian Nasrul (2003) dengan komoditi bawang daun (Allium fistulosum L) didapatkan bahwa bagian dari harga akhir yang diterima oleh petani 23,33%, pedagang pengumpul 3,33%, keuntungan pedagang antar daerah 12,11%, pedagang besar 10%, pedagang pengecer 7,56%. Terakhir Tinambunan (2007), dengan komoditi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. Di sini bagian yang diterima petani yang menjual dalam bentuk getah basah sekitar 90,75% dari harga di tingkat pedagang pengumpul dan bagi petani yang menjual getah gambir kering sebesar 75% dari harga di tingkat pedagang besar. Dari beberapa hasil penelitan tersebut di atas dapat kita lihat bahwa bagian harga yang diterima petani adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan bagian yang diterima oleh pedagang pengumpul, pedagang, besar, eksportir, dan pedagang pengecer. Tetapi perlu diingat bahwa bagian yang diterima pedagang adalah keuntungan, tetapi yang diterima petani adalah gabungan antara biaya produksi dan keuntungan. Oleh karena itu, untuk dapat membandingkan tingkat keuntungan yang diterima petani dengan yang diterima pedagang perlu dilakukan penggabungan analisa usahatani dengan analisa tataniaga dalam suatu kesatuan analisa. Berdasarkan hal diatas, maka peneliti perlu melakukan suatu penelitian dangan judul Analisa Perbandingan Tingkat Keuntungan Petani dengan Tingkat Keuntungan Pedagang dalam Pemasaran Kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok.

1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi saluran tataniaga kakao yang terdapat di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. 2. Menganalisa perbandingan tingkat keuntungan yang diterima petani kakao dan keuntungan yang diterima masing-masing pedagang yang terlibat untuk masing-masing saluran tataniaga dalam pemasaran kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai usahatani kakao dan tataniaganya yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan pembangunan yang lebih baik. 2. Memberikan masukan dan informasi bagi petani kakao, sehingga dapat membantu dalam memasarkan hasil usahataninya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga niaga pada pemasaran kakao di Kecamatan Kubung terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir. Pemasaran kakao di Kecamatan Kubung ini memiliki dua saluran tataniaga, yaitu: (1) Saluran tataniaga kakao I (saluran I). Petani sebagai produsen menjual kakao kepada pedagang pengumpul di Pasar Solok, kemudian pedagang pengumpul menjual kepada besar dengan membawa langsung ke gudang pedagang besar di Kota Padang dan pedagang besar menjual ke gudang eksportir di Kota Padang. (2) Saluran tataniaga kakao II (saluran II). Petani sebagai produsen menjual kakao ke gudang pedagang besar di Simpang Rumbio Kota Solok, kemudian pedagang besar menjual kakao kepada eksportir dengan membawa langsung ke gudang eksportir di Kota Padang. Berdasarkan hasil analisa tataniaga diketahui bahwa pada saluran tataniaga kakao I (saluran I), tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir berturut turut adalah sebesar 41,10%, 6,36%, 4,48%, dan 6,43% terhadap harga ekspor dengan total keuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 16.926,66/Kg. Saluran tataniaga kakao II (saluran II) tingkat keuntungan petani, pedagang besar, dan eksportir berturut turut sebesar 41,77%, 9,29%, dan 8,15% terhadap harga ekspor dengan total keuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 17.171,59/Kg. Ini menunjukkan bahwa petani memperoleh keuntungan yang paling besar dibandingkan dengan pedagang baik pada saluran tataniaga kakao I (saluran I) maupun saluran tataniaga kakao II (saluran II). 5.2 Saran Agar petani memperoleh tingkat keuntungan yang lebih besar, sebaiknya petani membentuk sebuah lembaga yang mampu mewadahi petani dalam penyaluran hasil produksi kakaonya seperti membentuk sebuah koperasi. Melalui koperasi inilah biji kakao yang dihasilkan petani dijual langsung kepada pedagang besar. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat keuntungan petani lebih besar jika menjual melalui pedagang besar dibandingkan dengan menjual melalui pedagang pengumpul. Agar pembentukan koperasi tersebut dapat direalisasikan sangat diperlukan dukungan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA Agustia, Pratiwi. 1997. Analisis Tataniaga Gambir dan Permasalahannya dari Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Ke Teluk Bayur Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas: Padang. Azzaino, Zulkifli. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bappeda Kabupaten Solok. 2008. RPJM Kabupaten Solok tahun 2006-2010: Kabupaten Solok. Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.. 2005. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta. Dinas Perkebunan Sumatera Barat. 2009. Statistika 2008. Padang. Hanafiah, A.M. dan A.M. Saefudin. 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. UI-Press. Jakarta. Iqbal, Muhammad. 2007. Analisis Peranan Pemangku Kepentingan Dan Implementasinya dalam Pembangunan Pertanian. http://web.pustaka-deptan.go.id [5 April 2010 pukul 14.37 WIB]. Kottler, Philip. 1997. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Erlangga. Jakarta. Kurniawanti, Reny. 1997. Analisis Tataniaga Sayur-Sayuran untuk Komsumsi Restoran di Kodya Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas: Padang. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Aditya Media. Yogyakarta. 360 hal. Nasrul, Oryza. 2009. Analisis Pemasaran Bawang Daun (Allium fistulosum L) di Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok ke Pulau Batam. Fakultas Pertanian Universitas Andalas: Padang. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Rahim dan Hastuti. 2007. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi. 1991. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.

. 1995. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo. Jakarta.. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil - Hasil Pertanian. Raja Grafindo. Jakarta.. 2003. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo. Jakarta. Suwasono, Heddy. 1990. Budidaya Tanaman Coklat. Angkasa. Bandung. Wahyudi, T. 2008. Panduan Lengkap Kakao cetakan 1. Penebar Swadaya. Jakarta. Tinambunan, Aryanto. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2007 (Studi pada Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kerajaan dan Tinada) [Tesis]. Yogkarta. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.