PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN MATERI PEDAGOGIK

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

PENDIDIKAN DAN PENILAIAN KARAKTER DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

PENDIDIKAN KARAKTER DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI STRATEGI PENGUATAN WAWASAN KEBANGSAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

PENDIDIKAN DAN PENILAIAN KARAKTER DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yaitu: sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur utama tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan karakter mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah, tetapi juga

SOSIALISASI KENAKALAN REMAJA SMP N 2 NGAGLIK, SLEMAN, YOGYAKARTA.

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

PANDUAN MODEL PENGEMBANGAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia. Saat ini Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kepribadian dan perilaku mereka sehari-hari. Krisis karakter yang

BAB I PENDAHULUAN. Adapun berkarakter diartikan sebagai berkepribadian, berperilaku,

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berkembangnya zaman memberikan dampak yang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

IMPLEMENTASI KTSP DALAM INOVASI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA DALAM PEMBELAJARAN

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkit pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lutma Ranta Allolinggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, oleh karena itu setiap individu yang terlibat dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENGOPTIMALKAN LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DAN SARANA PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

Oleh: Dr. Marzuki Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Dari ketiga hal tersebut terlihat jelas bahwa untuk mewujudkan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

PENDIDIKAN DAN PENILAIAN KARAKTER DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. dampak bagi gaya hidup manusia baik positif maupun negatif. Di sisi lain kita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penurunan moral dalam diri masyarakat terlihat semakin nyata akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAHAN AJAR. : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309. Materi : Hakikat Ekstrakurikuler

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PERAN GURU DI SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik. Oleh Karena itu, pendidikan secara terus-menerus. dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA BAGIAN I UMUM

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Venty Fatimah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM)

PERAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBENTUKAN SDM BERKUALITAS DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Transkripsi:

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Oleh: Edy Supriyadi ABSTRAK Sistem pendidikan di Indonesia belum secara efektif membangun peserta didik memiliki karakter atau akhlak mulia sesuai tujuan pendidikan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan masih cukup banyaknya peserta didik yang berperilaku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, antara lain penyalahgunaan narkoba, tawuran, pornografi dan pornoaksi, plagiarisme, serta menurunnya nilai kebanggaan berbangsa dan bernegara. Karakter merupakan perilaku seseorang yang didasarkan pada nilai-nilai sesuai normanorma yang berlaku. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai tujuan pendidikan nasional. Pembentukan karakter peserta didik dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan memfasilitasi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkah-langkah: Perancangan, Implementasi, Evaluasi, dan Tindak lanjut. A. Pendahuluan Kemajuan suatu bangsa dan negara sangat ditentukan oleh mutu sumber daya manusia (SDM). Mutu SDM tidak hanya dilihat dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, melainkan juga karakter atau perilakunya. Untuk memenuhi SDM yang memiliki kompetensi dan karakter diperlukan sistem pendidikan yang baik. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan nasional di setiap jenjang, termasuk di SD, SMP, dan SMA/SMK harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik agar beretika, bermoral, sopan santun dan mampu berinteraksi dengan masyarakat. Kompilasi berbagai hasil penelitian (Suyanto, 2009) 1

menunjukkan pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, dan sebagainya. Sistem pendidikan telah memberikan kontribusi yang berarti dalam pembangunan bangsa, namun saat ini dipandang belum secara efektif membangun peserta didik memiliki akhlak mulia dan karakter bangsa. Hal ini ditunjukkan dengan masih terjadinya degradasi moral seperti penyalahgunaan narkoba, radikalisme pelajar, pornografi dan pornoaksi, plagiarisme, dan menurunnya nilai kebanggaan berbangsa dan bernegara. B. Pembahasan 1. Pendidikan Karakter Menurut Ryan & Bohlin (1999), karakter merupakan suatu pola perilaku seseorang. Orang yang berkarakter baik memiliki pemahaman tentang kebaikan, menyukai kebaikan, dan mengerjakan kebaikan tersebut. Orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2008) adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Beberapa ciri orang yang memiliki karakter menurut Howard Kirschenbaum (1995) antara lain: hormat, tanggungjawab, peduli, disiplin, loyal, berani, dan toleran. Seseorang yang berkarakter mulia memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, dan tabah. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan bertindak sesuai potensi 2

dan kesadarannya. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). David Elkind & Freddy Sweet Ph.D (2004) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya untuk membantu peserta didik memahami, peduli, dan berperilaku sesuai nilainilai etika yang berlaku. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2001), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriterianya adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. 2. Tahapan Pengembangan Karakter Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit) (Direktorat Pembinaan SMP, 2010). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang 3

moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral). Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit). Pengembangan karakter di sekolah sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Menurut Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Pendidikan karakter mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantoro menterjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa. 3. Langkah Penyelenggaraan Pendidikan Karakter di Sekolah Pada dasarnya penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara terpadu pada setiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan memfasilitasi peserta didik 4

berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat dua jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan Pembelajaran, dan (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Dalam struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah, pada dasarnya setiap mata pelajaran memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter. Integrasi pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran di sekolah mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Pendidikan karakter melalui kegiatan ekstra kurikuler dipandang sangat relevan dan efektif. Nilai-nilai karakter seperti kemandirian, kerjasama, sabar, empati, cermat dan lainya dapat diinternalisasikan dan direalisasikan dalam setiap kegiatan ekstra kurikuler. Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam sekolah dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilainilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang paripurna. Dengan kata lain, ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditujukan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler meliputi: (a) Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka; (b) Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik; (c) Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan 5

menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan; (d) Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik. Langkah-langkah implemenrasi pendidikan karakter di sekolah meliputi: (a) Perancangan, (b) Implementasi, (c) Monitoring dan Evaluasi, (d) Tindak Lanjut. a. Perancangan Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap penyusunan rancangan pendidikan karakter antara lain: 1) Mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan karakter yang perlu dikuasai, dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan karakter peserta didik direalisasikan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu (a) terpadu dengan pembelajaran pada mata pelajaran; dan (b) terpadu melalui kegiatan ekstra kurikuler. 2) Mengembangkan materi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan di sekolah 3) Mengembangkan rancangan pelaksanaan setiap kegiatan ekstrakurikuler di sekolah (tujuan, materi, fasilitas, jadwal, pengajar/fasilitator, pendekatan pelaksanaan, evaluasi) 4) Menyiapkan fasilitas pendukung pelaksanaan program pembentukan karakter di sekolah Perencanaan kegiatan program pendidikan karakter di sekolah mengacu pada jenis-jenis kegiatan, yang setidaknya memuat unsur-unsur: Tujuan, Sasaran kegiatan, Substansi kegiatan, Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, Mekanisme Pelaksanaan, Keorganisasian, Waktu dan Tempat, serta fasilitas pendukung. b. Implementasi Pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan dalam dua kelompok kegiatan, yaitu terpadu dengan kegiatan pembelajaran, dan terpadu dengan kegiatan ekstrakurikuler. Berbagai hal yang terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma, iman dan ketaqwaan, dll) dirancang dan diimplementasikan dalam pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait, baik dalam kelompok mata pelajaran normatif, adaptif, dan kejuruan. Hal ini dimulai dengan pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang memuat pembentukan karakter antara lain: Olah raga (sepak bola, bola voli, bulu tangkis, tenis meja, dll), Keagamaan (baca tulis Al Qur an, kajian 6

hadis, ibadah, dll), Seni Budaya (menari, menyanyi, melukis, teater), KIR, Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA), Pameran, Lokakarya, Kesehatan, dan lain-lainnya. c. Monitoring dan Evaluasi Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter. Fokus kegiatan monitoring adalah pada kesesuaian proses pelaksanaan program pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan karakter. Monitoring dan Evaluasi secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas program pembinaan pendidikan karakter sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut secara rinci tujuan monitoring dan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung keterlaksanaan program pendidikan karakter di sekolah. 2. Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum. 3. Melihat kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang komprehensif agar program pendidikan karakter dapat tercapai. 4. Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan. 5. Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan kualitas program pembentukan karakter. 6. Mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan pendidikan karakter di sekolah. d. Tindak Lanjut Hasil monitoring dan evaluasi dari implementasi program pembinaan pendidikan karakter digunakan sebagai acuan untuk menyempurnakan program, mencakup penyempurnaan rancangan, mekanisme pelaksanaan, dukungan fasilitas, sumber daya manusia, dan manajemen sekolah yang terkait dengan implementasi program. 7

C. Penutup Peserta didik cenderung akan belajar dan meniru perilaku orang-orang yang ada di sekitarnya. Faktor terpenting dari keberhasilan pendidikan karakter di sekolah adalah guru dan/atau warga sekolah secara keseluruhan yang selalu berperilaku sebagai model pribadi yang pantas ditiru setiap saat. Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari pimpinan, guru, karyawan dan komite sekolah. Di samping itu, kesamaan persepsi dan tekad serta dukungan dari seluruh warga sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan karakter sangat diperlukan agar dapat mencapai tujuan secara optimal. Daftar Pustaka David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. 2004. How to do character education. (http://www.goodcharacter.com/article_4.html) (Diunduh 20 November 2010) Direktorat Pembinaan SMP. 2010. Panduan Pendidikan Karakter. (Depdiknas: Jakarta). Edy Supriyadi. 2009. Pengembangan Pendidikan Karakter di SMP (Makalah sebagai bahan diskusi pengembangan panduan pendidikan karakter Direktorat Pembinaan SMP Depdiknas). Kirschenbaum Howard. 1995. 100 ways to enhance values and morality in schools dan youth settings. (Massachusetts: Allys & Bacon) Mochtar Buchori, 2007. Character building dan pendidikan kita. (http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0607/26/opini/2836169.htm). (Diunduh 27 November 2010) Ryan Kevin and Bohlin Karen. 1999. Building character in schools. (San Fransisco: John Willey & Sons) Suyanto, Prof. 2009. Urgensi Pendidikan karakter. (file:///d:/artikel/urgensi.html) (Diunduh 28 November 2010) Teuku Ramli Zakaria. 2001. Pendekatan-Pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. (http://www.pdk.go.id/balitbang/publikasi/jurnal/no_026). (Diunduh 27 November 2010) Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Biodata Ringkas Nama: Dr. Edy Supriyadi Dosen Pendidikan Teknik Elektro FT UNY No HP 087829000210 edy_via@yahoo.com 8