muda>yanah dan tada>yun. 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK ARISAN KARANG TARUNA BUNGA REMAJA DI DUSUN GIANTI DESA MUNGGUGIANTI KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB II TINJAUAN TEORI TENTANG UTANG PIUTANG. Utang piutang dalam istilah Arab sering disebut dengan ad-dain (jamaknya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah saw. diberi amanat oleh Allah swt. untuk menyampaikan kepada. tercapainya kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG URF

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB II UTANG PIUTANG DAN RIBA. Istilah Arab yang sering digunakan untuk utang piutang adalah aldayn

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB II LANDASAN TEORI A. HUTANG PIUTANG MENURUT HUKUM ISLAM. Secara bahasa qard{ berarti al-qat{ yang artinya potongan

BAB IV DENGAN UANG DI DESA LAJU KIDUL KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

tabarru dengan tujuan tolong menolong yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG ARISAN BERSYARAT DI PERUMAHAN GATOEL MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

UNTUK KALANGAN SENDIRI

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

MUZA>RA AH BAB II. A. Pengertian Muza>ra ah. Secara etimologis muza>ra ah adalah kerjasama dibidang pertanian

dalam ibadah maupun muamalah. Namun nas-nas syarak tidak secara rinci memberikan solusi terhadap berbagai macam problematika kehidupan manusia.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB IV ANALISIS ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB II UTANG-PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM. menurut istilah fiqh, terdapat beberapa definisi yang dikedepankan oleh

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PRIMBON JAWA TENTANG KEHARMONISAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

qard} dikategorikan dalam aqd tat}awwu i atau akad saling tolong

BAB IV ANALISIS PRAKTIK PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. piutang dapat terjadi di dunia. Demikian juga dalam hal motivasi, tidak sedikit. piutang karena keterpaksaan dan himpitan hidup.

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN TARIF JUAL BELI AIR PDAM DI PONDOK BENOWO INDAH KECAMATAN PAKAL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

BAB I PENDAHULUAN. Desa Padang Manih termasuk ke dalam Nagari Campago. Campago

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PANDANGAN TOKOH AGAMA TERHADAP UTANG-PIUTANG BERSYARAT

Qawaid Fiqhiyyah. Niat Lebih Utama Daripada Amalan. Publication : 1436 H_2015 M

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Transkripsi:

BAB II UTANG PIUTANG DAN URF DALAM HUKUM ISLAM A. Utang Piutang 1. Pengertian Utang Piutang (Qard}) Istilah Arab yang sering digunakan untuk utang piutang adalah aldayn (jamaknya al-duyu>n) dan qard}. Dalam pengertian yang umum, utang piutang mencakup transaksi jual-beli dan sewa-menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Transaksi seperti ini dalam fikih dinamanakan muda>yanah dan tada>yun. 1 Sebagai sebuah transaksi yang bersifat khusus, istilah yang lazim dalam fikih untuk transaksi utang piutang khusus ini adalah qard}. Secara bahasa, qard} berarti al-qat}. Harta yang diberikan kepada orang yang meminjam (debitur) disebut qard}, karena merupakan potongan dari harta yang memberikan pinjaman (kreditur). 2 Secara istilah, menurut Hanafiyah qard} adalah harta yang memiliki kesepadanan yang Anda berikan untuk Anda tagih kembali. Atau dengan kata lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu. 3 1 Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) 169. 2 Wahbah az-zuhaili>, Fiqh Isla>m wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-kattani, Jilid 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 373. 3 Ibid, 374. 22

23 Sayyid Sabiq memberikan definisi sebagai berikut : ا ل ق ر ض ه و ال م ال ال ذ ى ي ع ط ي ه ال م ق ر ض ل ل م ق ت ض ل ي ر د م ث ل ه إ ل ي ه ع ن د ق د ر ت ه ع ل ي ه Qirad} ialah harta yang diberikan seseorang pemberi qirad} kepada orang yang diqirad}kan untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu. 4 Menurut Ismail Nawawi, utang (qard}u) ialah menyerahkan uang kepada orang yang bisa memanfaatkannya, kemudian ia meminta pengembaliannya sebesar uang tersebut. Contohnya, orang yang membutuhkan uang berkata kepada orang yang layak dimintai bantuan, Pinjaman untuk ku uang sebesar sekian, atau perabotan, atau hewan hingga waktu tertentu, kemudian aku kembalikan kepadamu pada waktunya. Orang yang dimintai pinjaman pun memberikan qard}u (pinjaman) uang kepada orang tersebut. 5 Menurut Hassan Saleh, utang piutang adalah penyerahan harta berupa uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama. 6 Syafi i Antonio mendefinisikan, qard} adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literature fiqih klasik, qard} dikategorikan dalam aqd tat}awwu i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. 7 4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 13, terj. Kamaludin A. Marzuki, (Bandung: Al-ma arif, 1997), 129. 5 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Cet.1, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 178-179. 6 Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Kontemporer, Ed.1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 389. 7 Muhammad Syafi I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Cet.1, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 131.

24 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa utangpiutang (qard}) adalah suatu akad antara kedua belah pihak, di mana pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus dikembalikan persis seperti yang ia terima dari pihak pertama. Dalam hal utang piutang, harus ada satu pihak yang memberikan haknya kepada orang lain, dan ada pihak lain yang menerima haknya untuk ditasharufkan. Sedangkan pengembaliannya ditanggungkan pada waktu yang akan datang dengan nilai yang sama. 2. Dasar Hukum Utang Piutang (Qard}) Adapun dasar penentuan hukum utang piutang (qard}) terdapat dalam al-quran, as-sunnah maupun ijma, yaitu sebagai berikut : a. Landasan al-quran 1) Allah berfirman dalam surat al-baqarah ayat 25 Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. 8 2) QS. al-hadi>d ayat 11 Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak. 9 8 Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2010), 39. 9 Ibid, 538.

25 3) QS. at-tagha>bun ayat 17 Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. dan Allah Maha pembalas Jasa lagi Maha Penyantun. 10 Ayat-ayat di atas menjelaskan tentang anjuran untuk melakukan utang piutang (qard}) kepada orang lain dan imbalannya akan dilipatgandakan oleh Allah. Dari sisi muqrid} (orang yang berpiutang), Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memberikan bantuan kepada orang lain dengan cara memberikan utang. Dari sisi muqtarid} (orang yang berutang), utang bukan perbuatan yang dilarang melainkan dibolehkan dengan tujuan untuk memanfaatkan barang maupun uang yang diutangnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan akan mengembalikan sama seperti yang telah diterimanya. 11 b. Landasan as-sunnah 1) Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw bersabda: ع ن م س ل ع ن أ ب ه ر ي ر ة ع ن الن ب ص ل ى الل ع ل ي ه س ل ل ق ال م م ن ف الل ع ن ه ك ر ب ة م ن ك ر ب ي و م ال ق يا م ة, س م ن ي س ر ك ر ب ة م ن ك ر ب الد ف ي ا ف ع ل ى م س ل ف الد ف ي ا ل ت ر الل ع ل ي ه ف الد ف ي ا س ا ل خ رة. Artinya: Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw beliau bersabda: Barangsiapa yang melepaskan dari seorang muslim kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat; dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memberikan 10 Ibid, 557. 11 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Azzam, 2010), 275.

26 kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat; dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim di dunia dan akhirat. 12 2) Diriwayatkan oleh Ibnu Mas ud, bahwa Nabi Saw bersabda: ع ن اب ن م س ع و د أ ن الن ب ص ل ى الل ع ل ي ه س ل ل ق ال م م ا م ن م س ل ي ق ر ض م س ل م ا ق ر ض ا م ر ت ي إا ل ك ان ك ص د ق ت ه ا م ر ة. Artinya: Artinya: Dari Ibnu Mas ud bahwa sesungguhnya Nabi Saw bersabda: Tidak ada seorang muslim yang memberi pinjaman kepada muslim yang lain dua kali kecuali seperti sedekah satu kali. (HR. Ibnu Majah) 13 Dari hadith-hadith di atas dapat dipahami bahwa qard} merupakan perbuatan yang dianjurkan, dimana seseorang yang melakukannya akan diberi imbalan oleh Allah. Hadith pertama menjelaskan bahwa apabila seseorang memberikan bantuan maupun pertolongan kepada orang lain, maka Allah akan memberikan pertolongan kepadanya di dunia dan akhirat. Sedangkan hadith kedua menjelaskan bahwa memberikan utang atau pinjaman dua kali nilainya sama dengan memberikan sedekah satu kali. Dengan ini sudah jelas bahwa qard} merupakan perbuatan yang terpuji karena bisa meringankan beban orang lain. c. Ijma Ulama Ijma ulama menyepakati bahwa utang piutang (qard}) boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh 12 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Vol. III, (terj) H. Abdullah Son Haji (Semarang: As-Syifa, 1993), 629-630. 13 Ibid, 236-237.

27 karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini dan Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya. 14 3. Rukun dan Syarat Utang Piutang (qard}). Dalam suatu transaksi utang piutang (qard}) akan menjadi sah apabila rukun dan syaratnya terpenuhi, menurut Hanafiyah, rukun qard} hanya satu yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut jumhur fuqaha>, rukun qard} adalah: a. A>qid, yaitu muqrid} (Pemilik uang maupun barang) dan muqtarid} (yang mendapat uang maupun barang). b. Mauqud alaih, yaitu uang atau barang yang dipinjam. c. Sighat, yaitu ijab dan qabul. Adapun syarat akad qard} sebagaimana yang ditulis Ahmad Wardi Muslich sebagai berikut: 1) A>qid Untuk a>qid, baik muqrid} maupun muqtarid} disyaratkan harus orang yang dibolehkan melakukan tasarruf atau memiliki ahliyatul ada>. Oleh karena itu qard} tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur atau orang gila. Syafi iyah memberikan persyaratan untuk muqtarid}, antara lain: a) Ahliyah atau kecakapan untuk melakukan tabarru. b) Mukhtar (memiliki pilihan). 14 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, 178.

28 Sedangkan untuk muqtarid} disyaratkan harus memiliki ahliyah atau kecakapan untuk melakukan mua>ma>lah, seperti baligh, berakal dan tidak mahjur alaih. 15 2) Mauqud alaih Menurut Hanafiyah yang menjadi objek akad dalam qard} haruslah ma>l mithli seperti barang-barang yang ditakar (maki>la>t) dan ditimbang (mauzu>nat), barang-barang yang di hitung (ma du>da>t). Sedangkan dalam pandangan jumhur ulama dibolehkan dengan harta apa saja yang bisa dijadikan tanggungan, seperti uang, biji-bijian, dan harta qimiyat seperti hewan, barang tak bergerak dan lainnya. 16 Menurut Ahmad Azhar Basyir, agar utang piutang menjadi sah, maka barang yang dijadikan objek dalam hutang piutang harus memenuhi beberapa syarat : a) Merupakan benda yang bernilai yang mempunyai persamaan dan penggunaannya mengakibatkan musnahnya benda tersebut. b) Dapat dimiliki. c) Dapat diserahkan pada pihak yang berhutang. d) Telah ada pada waktu perjanjian dilakukan. 17 Dalam perjanjian utang piutang juga perlu dicatat atau ditulis terkait besar harta yang dijadikan obyek utang piutang. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-quran surat al-baqarah ayat 282 : 15 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, 278. 16 Wahbah az-zuhaili>, Fiqh Isla>m wa Adillatuhu, 379. 17 Ahmad Azhar Basyir, Azaz-Azaz Hukum Muamalah, (Jogjakarta : Pn. Fakultas Hukum Univertas Islam, 1990), 44.

29... Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu a>mala>h tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisknnya dengan benar janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya. 18 Pencatatan ini disyaratkan demi kebaikan bersama, bagi pemberi hutang dapat menuntut pihak yang berhutang untuk melunasi hutangnya, dan bagi orang yang berhutang diberi kepastian dan jumlah harta yang masih dia tanggung untuk dilunasi. Sehingga yang diharapkan adalah timbulnya sebuah kepastian akan hutang piutang tersebut. 3) Sighat (ijab dan qabul) Sighat adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan pertama yang dinyatakan oleh salah satu dari seseorang yang berakad yang mencerminkan kesungguhan kehendak untuk mengadakan akad, sedangkan qabul adalah keadaan dimana pihak yang lain menerima akan pernyataan pihak pertama. 19 Ijab bisa menggunakan lafal qard} (utang atau pinjam) dan salaf (utang), atau dengan lafal yang mengandung arti kepemilikan. Contohnya: "saya milikkan kepadamu barang ini, dengan ketentuan 18 Departemen Agama RI, al-qur an dan Terjemahannya..., 482. 19 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Perdana Kencana Medis, 2005), 63.

30 anda harus mengembalikan kepada saya penggantinya. Penggunaan kata milik bukan berarti diberikan secara cuma-cuma, melainkan pemberian utang yang harus dibayar. 20 Para ulama menetapkan tiga syarat dalam ijab dan qabul, yaitu sebagai berikut: a) Ijab dan qabul harus jelas maksudnya, sehingga dipahami oleh pihak yang melakukan akad. b) Antara ijab dan qabul harus sesuai. c) Antara ijab dan qabul harus bersambung dan berada ditempat yang sama jika kedua belah pihak hadir, atau berada ditempat yang sudah diketahui oleh keduanya. 21 4. Hukum Utang Piutang (Qard}) Dalam ajaran Islam, utang piutang adalah muamalah yang dibolehkan karena bisa membantu meringankan beban orang lain yang kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Akad utang piutang merupakan akad tabarru yang dimaksudkan untuk tolong-menolong dan murni semata-mata karena mengharap ridha dari Allah SWT yang bukanlah merupakan salah satu sarana untuk memperoleh penghasilan dan bukanlah salah satu sumber keuntungan bagi yang berpiutang. Oleh karena itu, semua ulama sepakat bahwa 20 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, 279. 21 Rachmat Syafe i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 52.

31 diharamkan bagi pemberi utang untuk mensyaratkan tambahan dari utang yang dia berikan ketika mengembalikannya. 22 Menurut madhab Hanafi dalam pendapatnya yang kuat (rajih) menyatakan bahwa qard} yang mendatangkan keuntungan hukumnya haram, jika keuntungan tersebut disyaratkan sebelumnya, jika tidak disyaratkan dan bukan kebiasaan atau tradisi yang biasa berlaku, maka diperbolehkan. 23 Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidaklah sah akad qard} yang mendatangkan keuntungan karena ia adalah riba. Dan haram hukumnya mengambil manfaat dari harta peminjam, seperti naik kendaraan atau makan di rumah muqtarid}, jika dimaksudkan untuk membayar utang muqrid} bukan sebagai penghormatan. Begitu pula dilarang memberikan hadiah kepada muqrid} jika dimaksudkan untuk menyicil utang. 24 Ulama Syafi iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa qard} yang mendatangkan keuntungan tidak diperbolehkan, seperti mengutangkan seribu dinar dengan syarat orang itu menjual rumahnya kepadanya, atau dengan syarat dikembalikan seribu dinar dengan mutu koin dinar yang lebih baik atau dikembalikan lebih banyak dari itu. Akan tetapi berbeda bila kelebihan itu adalah kehendak yang ikhlas dari orang yang berhutang sebagai tanda terima kasih dan balas jasa atas utang yang diterimanya, sehingga yang demikian itu bukanlah riba dan dibolehkan serta menjadi 22 Rachmat Syafe i, Fiqih Muamalah, 156. 23 Wahbah az-zuhaili>, Fiqh Isla>m wa Adillatuhu, 380. 24 Rachmat Syafe i, Fiqih Muamalah, 156.

32 kebaikan bagi pemberi utang yang terhitung sebagai husnu al-qad}a> (membayar utang dengan baik). Sebagaimana yang terdapat dalam hadith: ع ن ج اب ر ع ب د الل ر ض ى الل ع ن ه ق ال ا ت ي ت الن ب ص ل ى الل ع ل ي ه س ل ل ف ق ال ص ل ر ك ع ت ي ك ان ل ر ل و ل الل ص. م ح ق ف ق ض ا ن س ز اد ن. Dari Jabir bin Abdullah r.a., ia berkata : Aku telah datang menghadap Nabi Saw. Sedang beliau sholat dua raka at, lalu beliau bersabda : Sholatlah dua raka at, padahal beliau berhutang kepadaku, kemudian setelah itu beliau membayar kepadaku dan beliau menambahkan bayaranya kepadaku. (HR. Bukhari dan Muslim) 25 Akad utang piutang (qard}) diperbolehkan dengan dua syarat: 26 a. Tidak mendatangkan keuntungan. Jika keuntungan tersebut untuk pemberi pinjaman, maka para ulama bersepakat bahwa itu tidak diperbolehkan. Jika untuk penerima pinjaman, maka diperbolehkan. Dan jika untuk mereka berdua maka tidak boleh, kecuali jika sangat dibutuhkan. Namun ada perbedaan pendapat dalam mengartikan sangat dibutuhkan. Utang piutang (qard}) boleh dilakukan ketika ada kekhawatiran atas harta pemberi pinjaman diperjalanan. Boleh juga akad piutang (qard}) bila si peminjam saja yang diuntungkan seperti adanya kelaparan yang melandanya atau jual beli biji-bijian yang sudah dimakan hewan ngengat lebih murah bagi peminjam karena itu mahal di pasaran. b. Akad utang piutang (qard}) ini tidak dibarengi dengan transaksi lain seperti jual beli dan lainnya. 27 25 Labib MZ, S}ohi>h Bukho>ri>, terj. Labib Mz & Muhtadim, (Surabaya: Tiga Dua, 1993), 227. 26 Wahbah az-zuhaili>, Fiqh Isla>m wa Adillatuhu, 382. 27 Ibid, 382.

33 B. URF 1. Pengertian Urf Secara etimologi (bahasa) Urf berasal dari kata arafa, ya rufu sering diartikan dengan al-ma ruf yang berarti sesuatu yang dikenal. Pengertian ini lebih dekat kepada pengertian diakui oleh orang lain. 28 Kata urf sering disamakan dengan kata adat, yang dalam berasal dari kata Arab ع اد ة ; akar katanya: ع اد, ي ع و د yang mengandung arti perulangan. Oleh karena itu sesuatu yang baru dilakukan satu kali belum dinamakan adat. Kata urf pengertiannya tidak dilihat dari segi perulangan kalinya suatu perbuatan dilakukan, akan tetapi dari segi bahwa perbuatan tersebut sudah sama-sama dikenal dan diakui oleh orang banyak. 29 Menurut Rahman Dahlan, secara terminologi (istilah) urf berarti adalah sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutinya dalam bentuk perbuatan yang populer di antara mereka, ataupun suatu kata yang biasa mereka kenal dengan pengertian tertentu, bukan dalam pengertian etimologi, dan ketika mendengar kata itu, mereka tidak memahaminya dalam pengertian lain. 30 28 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2005), 333. 29 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, jilid III, (Jakarta: Kencana, 2011), 387. 30 Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010), 209.

34 Kata urf berkaitan dengan kata ا ل ع اد ة (kebiasaan) yang pengertian secara terminologinya adalah sesuatu yang telah mantap di dalam jiwa darisegi dapat diterimanya oleh akal yang seha dan watak yang benar. 31 Kata ا ل ع اد ة disebut demikian karena dilakukan secara berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarkat. Al- urf terdiri dari dua bentuk yaitu kebiasaan dalam bentuk perkataan dan kebiasaan dalam bentuk perbuatan. 32 Dalam kajian hukum Islam, urf merupakan satu sumber hukum yang diambil oleh mazhab Hanafi dan Maliki, yang berada di luar lingkup nas}. Urf adalah bentuk mu a>malah (hubungan kepentingan) yang telah menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung konstan. 33 Menurut Mushthafa Zaid yang dikutip oleh Nasrun Rusli urf adalah sesuatu yang telah dibiasakan oleh manusia dan mereka telah menjalaninya dalam berbagai aspek kehidupan. 34 Jadi, urf adalah suatu kebiasaan yang dikenal dan dilakukan oleh mayoritas orang disuatu tempat baik berupa perkataan ataupun perbuatan. 2. Dasar-Dasar Kaidah Urf Urf tergolong salah satu sumber hukum dari us}ul fiqh yang diambil dari intisari al-quran. Di antaranya ayat al-quran yang menguatkan kaidah urf adalah QS. al-a ra>f (7) ayat 199 : 31 Ibid, 209. 32 Ibid, 210. 33 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), 416. 34 Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Syaukani; Relevansinya bagi Pembaharuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Logos, 1999), 34.

35 Artinya Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. 35 Al-amru bi al-ma ru>f pada ayat di atas adalah menyuruh kepada yang ma ru>f. Kata al-ma ru>f artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati. Ayat di atas tidak diragukan lagi bahwa seruan ini didasarkan pertimbangan kabiasaan yang baik pada umat, dan hal yang menurut kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Kata al-ma ru>f ialah kata umum yang mencakup setiap hal yang diakui. Oleh karena itu, kata al ma ru>f hanya disebutkan untuk hal yang sudah merupakan perjanjian umum sesama manusia, baik dalam hal mu a>malah maupun adat istiadat. 36 Kaidah fiqih yang berkaitan dengan urf adalah : Artinya: Adat hukum itu dapat menjadi dasar hukum. 37 3. Macam-Macam Urf Para ulama us}ul fiqh membagi urf menjadi tiga macam: a. Berdasarkan objeknya, urf meliputi: 1) Al- urf al-lafz}i ال ع اد ة ال م ح اك م ة Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal atau ungkapan yang dipahami dan terlintas dalam pikiran 35 Departemen Agama RI, Al-qur an dan..., 176. 36 Ahmad Mustafa al-maraghi, Tafsi>r al-maraghi, (Mesir: Mus}t}afa al-babi al-halabi, 1974), 281-283. 37 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Sinar Jaya, 1998), 78.

36 masyarakat, misalnya daging, yang berarti daging sapi, meskipun sesungguhnya kata daging mencakup untuk semua daging yang ada seperti daging ayam, kambing, termasuk daging sapi. 2) Al- urf al- amali Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan atau mu a>mala>h keperdataan. Perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan memakai seragam kerja di hari-hari tertentu, kebiasaan memakai pakaian adat dalam acara-acara tertentu. Adapun yang berkaitan dengan mu a>ma>lah perdata adalah kebiasaan masyarakat dalam melakukan akad atau transaksi dengan cara tertentu, misalnya kebiasaan masyarakat dalam berjual beli dengan cara mengambil barang dan membayar uang, tanpa adanya akad secara jelas, seperti yang berlaku di pasar-pasar swalayan. 38 b. Berdasarkan jangkauannya, terdiri dari: 1) Al- urf al- a>m Adalah kebiasaan yang bersifat umum dan berlaku bagi mayoritas dari berbagai negeri di satu masa, seperti kebiasaan menyewa kamar mandi umum dengan sewa tertentu tanpa menentukan secara pasti berapa lamanya mandi dan berapa kadar air yang digunakan. 38 Nasrun Haroen, Us}ul Fiqh, (Ciputat: Logos Publishing House, 1996), 139-140.

37 2) Al- urf al-kha>s} Adalah kebiasaan yang bersifat khusus dan berlaku pada masyarakat atau negeri tertentu. Misalnya di kalangan para pedagang apabila terdapat kecacatan tertentu pada barang yang dibeli, dapat dikembalikan dan untuk cacar lainnya dalam barang itu, tidak dapat dikembalikan. 39 c. Berdasarkan keabsahannya, terdiri dari: 1) Al- urf al-s}ah}i>h> ( urf yang absah) Adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nas} (ayat atau hadith), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mad}arat kepada mereka. Misalnya, dalam masa pertunangan pihak laki-laki memberikan hadiah kepada pihak wanita dan hadiah ini tidak dianggap sebagai mas kawin. 2) Al- urf al-fasi>d ( urf yang rusak) Adalah kebiasaan yang kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil syara dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara, misalnya dalam penyuapan untuk memenangkan perkaranya, seseorang menyerahkan sejumlah uang kepada orang yang menangani urusannya. 40 39 Satria Effendi, Usul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2009), 154. 40 Nasrun Haroen, Us}ul Fiqh..., 141.

38 4. Kedudukan Urf dalam Menetapkan Hukum Islam Secara umum urf diamalkan oleh semua ulama fiqh, terutama dikalangan ulama mazhab Hanafiyah dan Malikiyah. Ulama Hanafiyah menggunkan istihsa>n dalam berijtihad, dan salah satu bentuk istihsa>n itu adalah istihsa>n al- urf yaitu, pengecualian hukum dari prinsip syari ah yang umum, berdasarkan kebiasaan yang berlaku. 41 Ulama Hanafiyah, urf didahulukan atas qiya>s kha>fi yaitu qiya>s yang illah-nya tidak disebutkan dalam nas} secara nyata, sehingga untuk menemukan illah hukumnya membutuhkan ijtihad. 42 Contohnya, boleh mengadakan kontrak borongan di mana urf sudah terbisa dalam hal ini, sekalipun tidak sah menurut qiyas, karena kontrak tersebut adalah kontrak atas perkara yang ma dum (tiada). 43 Ulama Malikiyah menjadikan urf atau tradisi yang hidup di kalangan ahli Madinah sebagai dasar dalam menetapkan hukum dan mendahulukan dari hadith ahad. Ulama Syafi iyah menggunakan urf dalam hal-hal yang tidak menemukan ketentuan batasannya dalam syara maupun dalam penggunaan bahasa. Mereka mengemukakan kaidah sebagai berikut: 44 ك ل م اس ر د ب ه الش ر ع م ط ل ق ا س ل ض اب ط ل ه ف ي ه س ل ف الل غ ة ي ر ج ع ف ي ه إ ل الع ر ف Artinya: setiap yang datang dengannya syara secara mutlak dan tidak ada ukurannya dalam syara maupun dalam bahasa, maka dikembalikan kepada urf. 45 41 Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 202. 42 Ibid, 17. 43 Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, terj. Noer Iskandar al-barsani dan Moh. Tolchah Mansoer, cet. III (Jakarta: Rajawali Pers), 137. 44 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh..., 399.

39 Beberapa ulama terutama ulama Hanafiyah dan Malikiyah merumuskan kaidah hukum yang berkaitan dengan urf, Antara lain: Artinya: Adat kebiasaan dapat menjadi hukum. 46 ا ل ع اد ة م ك م ة الث اب ت ب الع ر ف ث اب ت ب د ل ي ل ش ر ع ي Artinya: Yang berlaku berlandaskan urf seperti berlaku berdasarkan dalil syara. الث اب ت ب الع ر ف ك الث اب ت ب الن ص Artinya: Yang berlaku berdasarkan urf seperti berlaku berdasarkan nas}. ك ل م اس ر د ب ه الش ر ع م ط ل ق ا س ل ض اب ط ل ه ف ي ه س ل ف الل غ ة ي ر ج ع ف ي ه إ ل الع ر ف Artinya: semua ketentuan syara yang bersifat mutlak dan tidak ada pembatasan di dalamnya, bahkan juga tidak ada pembatasan dari segi kebebasan, maka pemberlakuannya dirujukkan kepada urf. 47 Aplikasi dari kaidah urf yang terakhir di atas misalnya, syara tidak memberi batasan pengertian yang disebut (barang yang terpelihara), berkaitan dengan situasi barang yang dicuri, sehingga hukuman potong tangan dapat dijatuhkan terhadap pencuri. Oleh karena itu, untuk menentukan batasan pengertiannya diserahkan kepada ketentuan urf. Demikian juga tentang tenggang waktu dalam pengembalian barang yang telah di beli karena cacat, tentang bolehnya memungut buah-buahan milik orang lain yang jatuh, dan tentang ukuran berat, dan sukatan, yang 45 Mukhlish Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah & Fiqhiyah, cet. 2, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), 142. 46 Ibid, 140. 47 Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 213

40 semuanya belum dikenal pada masa Rasulullah saw. Semua itu menurut pendapat yang kuat berpedoman kepada adat yang berlaku pada suatu tempat. 48 Para ulama yang mengamalkan urf dalam memahami dan mengistimbat-kan hukum, menetapkan beberapa syarat, yaitu: 49 1. Adat atau urf bernilai maslahah dan dapat diterima akal sehat. Syarat ini merupakan kelaziman bagi urf yang sahi>h, sebagai persyaratan untuk diterima secara umum. 2. Adat atau urf itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang berada dalam lingkungan adat, atau dikalangan sebagian besar warganya. 3. Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada saat itu, bukan urf yang muncul kemudian. Hal ini berarti urf harus telah ada sebelum penetapan hukum. Kalau urf itu datang kemudian, maka tidak diperhitungkan. 4. Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara yang ada atau bertentangan dengan prinsip yang pasti. 48 Ibid, 214. 49 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 400-402.