BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan teratur pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur mengalami perubahan, maka sebutan semula ajeg menjadi sebutan Pa-ajeg. Pa-ajeg memiliki arti sebagai pungutan yang dibebankan kepada rakyat secara teratur, terhadap hasil bumi. Pungutan tersebut sebesar 40 % dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja dan pengurus desa. Namun berdasarkan perkembangannya Pa-ajeg berubah menjadi pajak, dan pajak ini dijadikan sebagai penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai jalannya pemerintahan.(siti Kurnia Rahayu: 2010:21) 2.1.2 Pengertian Pajak Menurut S.I. Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2007:1) mengemukakan bahwa : Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. 14
15 Kemudian menurut Rochmat Soemitro, (2007:1) mengemukakan bahwa definisi pajak adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjuk. Dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Kemudian Rochmat Soemitro, menyempurnakannya lagi menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplus -nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri atau unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak yaitu: 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya terdapat surplus, diperuntukan untuk membiayai public investment. 5. Pajak pula mempunyai fungsi sebagai budgeter dan regulerend.
16 2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Dalam melakukan pemungutan pajak Indonesia menganut tiga sistem dalam pemungutan pajak, yaitu official assesment system. self assessment system, with holding system. Menurut Waluyo ( 2007:17 ) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi : 1. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. With Holding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Berdasarkan pada ketiga sistem pemungutan pajak tersebut, wajib pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada wajib pajak itu sendiri.
17 2.1.4 Pemeriksaan Pajak Untuk menguji tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur Jendral Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Menurut Siti Resmi ( 2007:52 ) menyatakan bahwa pemeriksaan adalah : Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Direktorat Jendral Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh direktur jendral pajak yang diberi tugas atau wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedangkan pengertian pemeriksaan menurut Peraturan Jendral Pajak Nomor PER-16/ PJ / 2009 mengenai Pelaksanaan Analisis Resiko dalam Rangka Pemeriksaan atas Pemberitahuan Surat Masa Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar, menyatakan bahwa : Pemeriksaan adalah sebagian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundangundangan perpajakan. Dari kedua definisi tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pemeriksaan adalah serangkaian dari kegiatan yang dilaksanakan oleh para petugas perpajakan (sipil) guna mencari, mengumpulkan data atau semua keterangan tentang adanya wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
18 2.1.5 Kepatuhan Wajib Pajak Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu Negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis yang telah dijelaskan diatas disamping itu tergantung pada kemauan wajib pajak juga, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Siti Kurnia Rahayu ( 2010:138 ) bahwa terdapat dua macam kepatuhan yaitu : - Kepatuhan formal adalah suatu keadan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. - Kapatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material juga meliputi kepatuhan formal. Dari pengertian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.
19 2.1.6 Penagihan Pajak Penagihan pajak timbul sebagai akibat dari keinginan beberapa golongan dalam masyarakat yang berusaha untuk menghindari diri dari pengenaan pajak yang dapat menimbulkan tunggakan pajak. oleh karena itu untuk mencairkan tunggakan pajak tersebut maka dilakukan tindakan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Adapun pengertian penagihan menurut Rochmat Soemitro yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati ( 2010:68 ) menyatakan bahwa : Penagihan yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Direktur Jendral pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undangundang, khususnya mengenai pembayaran pajak. Sedangkan definisi penagihan menurut Undang-undang perpajakan No. 19 tahun 2000 disebutkan bahwa pengertian penagihan pajak adalah sebagai berikut : Penagihan adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan dari Kantor Pelayanan pajak dalam rangka mengurangi kecurangan dari wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya maka proses penagihan pajak harus dilakukan dengan pengawasan yang baik agar tujuan dari proses penagihan dapat tercapai.
20 2.1.6.1 Dasar Penagihan Pajak Dasar penagihan pajak berdasarkan pasal 18 ayat 1 Undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, penagihan pajak akan dilakukan bila terdapat utang pajak yang ditagih dengan : 1. Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau denda. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat keketapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Direktur Jendral Pajak berwenang menetapkan untuk menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru dan/ atau data yang semula belum
21 terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang. 4. Surat Keputusan Pembetulan Adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/ atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. 5. Surat Putusan Keberatan Adalah surat keputusan keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak/ terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak. 6. Putusan Banding Adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. 7. Putusan Peninjauan Kembali Adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan kembali yang diajukan oleh wajib pajak atas oleh Direktorat Jendral Pajak terhadap putusan banding atau putusan gugatan dari badan peradilan pajak.
22 2.1.6.2 Penetapan Wajib Pajak yang Mempunyai Hutang Pajak Hutang pajak dapat timbul karena beberapa faktor diantaranya karena adanya pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam SKP atau surat sejenisnya. Adapun proses penetapan wajib pajak yang mempunyai hutang pajak adalah melalui proses pemeriksaan terhadap SPT (Surat Pemberitahuan) yang disampaikan oleh wajib pajak. Menurut Mardiasmo ( 2006:41 ) menyatakan bahwa : Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan merupakan dasar dari penetapan bagi wajib pajak yang mempunyai utang pajak, karena dalam pemeriksaan tersebut data yang diberikan oleh wajib pajak akan diolah sehingga akan diketahui kebenaran atau tidaknya. 2.1.6.3 Pelaksanaan Penagihan Proses penagihan pajak akan dilakukan bila terdapat utang pajak yang belum lunas sampai dengan tanggal jatuh tempo, seperti adanya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, dan lainnya maka akan dilakukan tindakan penagihan sebagai berikut :
23 1. Menegur dan Memperingatkan Pengertian Surat Teguran yang dikemukakan oleh Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas ( 2006:61 )menyatakan bahwa : Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) untuk memberikan peringatan kepada wajib pajak. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/ PMK.03/2008 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, menyatakan bahwa : Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Berdasarkan beberapa pengertian diatas mengenai surat teguran, bahwa surat teguran yang diterbitkan yang digunakan untuk menegur (memperingatkan) wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya 2. Penagihan Seketika Sekaligus Penagihan seketika dan sekaligus yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu ( 2010:202 ) mengemukakan bahwa : Pengertian seketika yaitu ditagih sebelum jatuh tempo, sedangkan pengertian sekaligus adalah semua utang pajak yang ada, baik yang tercantum pada STP, SKPKB, SKPKBT, ataupun SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menambah pajak terutang.
24 Adapaun alasan-alasan dari penagihan seketika sekaligus yaitu apabila: a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya atau berniat untuk itu. b. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka mengecilkan atau menghentikan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau melakukan perubahan bentuk lainnya. d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara. e. Terjadi penyitaan terhadap barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Dapat disimpulkan bahwa penagihan seketika sekaligus dilakukan dalam hal mendesak, karena suatu peristiwa atau keadaan tertentu dalam rangka pengamanan penerimaan sektor pajak.
25 3. Surat Paksa Surat paksa akan diterbitkan bila wajib pajak tidak melakukan kewajiban perpajakannya dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. Pengertian Surat Paksa menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/ PMK.03/2008 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, menyatakan bahwa : Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Berdasarkan pengertian diatas bahwa Surat Paksa diterbitkan karena penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dimana telah dikeluarkan Surat Teguran kepada wajib pajak. 4. Pencegahan Pengertian pencegahan dikemukakan oleh Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas ( 2006:163 ) menyatakan bahwa : Pencegahan adalah larangan bersifat sementara terhadap orangorang tertentu, untuk keluar wilayah Indonesia berdasarkan alasan-alasan tertentu, orang-orang tertentu bukan hanya warga Negara Indonesia tetapi juga orang asing yang berada diwilayah Indonesia. Dari pengertian tersebut bahwa pencegahan merupakan larangan terhadap wajib pajak untuk keluar dari Indonesia dengan tujuan tidak menimbulkan kesewenangan dalam pelaksanaannya.
26 5. Penyitaan Pengertian penyitaan dikemukakan oleh Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas ( 2006:75 ) menyatakan bahwa : Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pengertian diatas bahwa penyitaan merupakan tindakan untuk menguasai barang penanggung pajak yang digunakan sebagai jaminan untuk melunasi utang pajaknya. 6. Penyanderaan (Gezelling) Pengertian penyanderaan (Gezelling) dikemukakan oleh Siti Kurnia Rahayu ( 2010:200 ) menyatakan bahwa : Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak ditempat tertentu yaitu : - Tempat tertutup dan terasing dari masyarakat, - Mempunyai fasilitas terbatas - Mempunyai sistem pengamanan dan pengawasan yang memadai Sebelum tempat seperti ini tersedia penanggung pajak yang disanderakan dititipkan dirumah tahanan Negara terpisah dari tahanan lain. Berdasarkan pengertian tersebut bahwa penyanderaan merupakan pengekangan sementara waktu kebebasan bagi penanggung pajak di tempat tertentu.
27 7. Lelang Pengertian lelang dikemukakan oleh Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas ( 2006:125 ) menyatakan bahwa : Lelang atau menjual barang yang disita adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan/ atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Berdasarkan pengertian diatas bahwa lelang merupakan usaha untuk melakukan penjualan baranag hasil penyitaan dengan cara penawaran harga secara lisan/ tulisan melalui pengumpulan calon pembeli. 2.1.7 Pelaksanaan Penagihan Pajak Sebagai Salah Satu Alat Penegakan Hukum ( Law Enforcement ) Pelaksanaan penagihan pajak merupakan proses penagihan pajak yang terutang dan mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipaksakan, artinya tidak ada upaya hukum lainnya yang dapat digunakan untuk menolak penagihan pajak tersebut. Pemerintah sendiri dalam rangka mendukung law enforcement terhadap wajib pajak atau penanggung pajak, telah membuat aturan hukum yaitu berupa Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 mengenai Penagihan dengan Surat Paksa. Namun seiring dengan perkembangan keadaaan yang ada di masyarakat maka pemerintah melakukan pembaharuan yaitu menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000. Pelaksanaan penagihan pajak sebagai salah satu bentuk law enforcement diharapkan dapat memberikan dampak yaitu berupa penerimaan pajak yang optimal, dan juga diharapkan bahwa pelaksanaan hukum yang sama bagi wajib
28 pajak akan efektif meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya. Petra (2005:3) menyebutkan bahwa dengan terdapatnya peraturanperaturan tentang tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa di dalam Undangundang, sudah barang tentu hal demikian itu mempunyai akibat untuk mencegah adanya kehendak kepada pihak pembayar pajak untuk tidak memenuhi kewajibannya, Agar dapat terjamin penerimaan pajak ke kas Negara. Untuk itu hasil penerimaan pajak dapat digunakan untuk membiayai pembangunan yang bersifat umum, artinya pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak agar seluruh masyarakat dapat menikmati dimasa yang akan datang. Jadi semakin optimalnya peranan pelaksanaan penagihan pajak kepada wajib pajak yang menunggak maka akan meningkat pula penerimaan pajak. 2.2 Kerangka Pemikiran Realisasi penerimaan pajak khususnya dikantor pelayanan pajak diharapkan dapat tercapai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga dapat menjadi salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk pembiayaan pembangunan. Dalam rangka merealisasikan rencana atau target penerimaan tersebut pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak secara terus menerus dan berkesinambungan melaksanakan upaya-upaya konkrit dan tetap berpegang pada prinsip keadilan.
29 Pemerataan beban pajak, serta penegakan hukum (Law enforcement) merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Tetapi dalam prakteknya sering kita jumpai adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya, sebagai wajib pajak banyak sekali pihak yang merasa dirugikan dengan membayar pajak karena tidak dapat merasakan langsung hasil dari pembayaran pajak yang mereka setorkan. Oleh karena itu banyak wajib pajak yang berusaha mencoba dengan berbagai cara agar dapat meminimalkan pembayaran pajaknya. Indonesia sendiri menganut Self assesment System terutama untuk pajak langsung seperti pajak penghasilan, yang dimana sistem ini menuntut kesadaran wajib pajak dalam hal pelaporan perpajakannya. Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu ( 2006:81 ) mengemukakan pengertian self assesment system sebagai berikut: Self assesment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. Jadi dalam Self assesment System tersebut wajib pajak diberi wewenang untuk menghitung, menetapkan, membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Hal ini tentu saja memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam mengurus masalah perpajakannya, yang dimana landasan hukumnya telah diatur dalam Undang-undang perpajakan.
30 Dalam sistem Self assessment, peran serta masyarakat wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sangat penting, artinya masyarakat wajib pajak dituntut sadar dan patuh dalam melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti yang disebutkan oleh Jhon Hutagaol ( 2007:307 ) bahwa : Secara umum, kepatuhan dapat dibedakan atas 2 (dua) yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal merefleksikan pemenuhan kewajiban penyetoran dan pelaporan pajak sesuai jadwal yang ditentukan. Sedangkan kepatuhan material lebih menekankan pada aspek substansinya yaitu jumlah pembayaran pajak telah sesuai ketentuan. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Tetapi pada pelaksanaanya masih banyak wajib pajak yang tidak patuh akan kewajiban perpajakannya. Menurut Siti Kurnia Rahayu ( 2010:149 ) penyebab wajib pajak tidak patuh adalah : Wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh pada peraturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintahan, dan penghamburan keuangan negara yang berasal dari pajak.
31 Tindakan ketidakpatuhan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam hal ini adalah tindakan yang melanggar kepatuhan material yang berupa tunggakan pajak, sehingga memerlukan tindakan penegakan hukum yaitu berupa penagihan pajak. Pengertian penagihan menurut Rahmat Soemitro yang ditulis oleh Sony Devano dan Siti kurnia Rahayu ( 2006:174 ) menyatakan bahwa : Penagihan yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, karena wajib pajak tidak memenuhi ketentuan undangundang, khususnya mengenai pembayaran pajak. Penagihan yang dilakukan oleh kantor pajak, bertujuan untuk melakukan pengujian kepatuhan wajib pajak atas kewajiban perpajakannya. Penagihan sendiri timbul akibat dari adanya tunggakan yang dilakukan oleh wajib pajak, jika dalam proses pemeriksaan ditemukan ketidakpatuhan wajib pajak atas kewajiban perpajakannya atau wajib pajak tersebut ternyata diketahui memiliki utang pajak yang telah jatuh tempo maka akan dilakukan tindakan penagihan, yang dimana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan pada Undang-undang No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Penagihan yang dimaksudkan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam rangka penegakan hukum ( law enforcement ) diharapkan dapat memberikan dampak bagi kepatuhan wajib pajak dimasa yang akan datang, sehingga penerimaan Negara dapat optimal dan pembangunan dapat berjalan dengan lancar.
32 Menurut Sony Devano dan Siti kurnia Rahayu ( 2006:131 ) menyatakan bahwa : Penegakan hukum dalam self assessment system merupakan hal yang penting. Seperti diketahui bahwa dalam sistem perpajakan ini dipentingkan adanya voluntary compliance. Karena tuntutan peran aktif dari wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, maka kepatuhan dari wajib pajak sangatlah penting. Sedangkan, kepatuhan wajib pajak perlu ditegakan salah satu caranya adalah dengan tax enforcement. Dalam konsep yang tergambar diatas tentunya konsep-konsep tersebut dapat dijadikan indikator mengenai analisis atas penagihan pajak sebagai salah satu alat tax law enforcement. Berikut gambar kerangka pemikiran dalam penelitian ini:
33 Self Assesment system Kepatuhan Wajib Pajak Faktor Tidak Patuh Tidak Sadar Tidak Menghargai Hukum Lingkungan Tidak Stabil Tarif Pajak yang Tinggi Penerimaan Pajak Optimal Ketidakpatuhan Formal Material Tunggakan Pajak DJP Melakukan Penagihan Analisis atas Penagihan Pajak Sebagai Salah Satu Alat Tax Law Enforcement Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran