Permasalahan Dalam Pengembangan Pertanian Organik. Amaliah, SP

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

BAB I PENDAHULUAN. biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman (Budiasa, 2014). Pertanian

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Mengenal Sistem Pangan Organik Indonesia

ANALISIS PERBANDINGAN KANDUNGAN KARBOHIDRAT, PROTEIN, ZAT BESI DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA BERAS ORGANIK DAN BERAS NON ORGANIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

I. PENDAHULUAN. nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Eksploitasi ditandai dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PADI ORGANIK KELOMPOK TANI SISANDI, DESA BARUARA, KABUPATEN TOBA SAMOSIR, SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

PENGARUH JARAK TANAM PADA BUDIDAYA TERUNG UNGU (Solanum melongena L.) SECARA ORGANIK (MAKALAH) Oleh : Fuji Astuti NPM

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. revolusi hijau. Hasilnya pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk pertanian yang dibutuhkan masyarakat untuk mencukupi

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Pertanian (SIPP) yaitu: terwujudnya sistem pertanianbioindustri

SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Uraian Jumlah penduduk (juta jiwa) Konsumsi beras (juta ton) (Sumber: BPS, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Tataniaga Kubis (Brasica Olereacea) Organik Bersertifikat Di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RISET STRATEGI UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA*) Syekhfani**)

II. TINJAUAN PUSTAKA. produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara sacara hayati. Daur ulang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan upaya sadar dan terancang untuk melaksanakan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

KENDALA DAN PELUANG DALAM PRODUKSI PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA *)

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. potensi besar untuk dikembangkan. Potensi tersebut meliputi nilai ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

PELUANG PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PETANI DI KOTA PONTIANAK DAN KABUPATEN KUBURAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONSEP DAN STRATEGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PESTISIDA NABATI PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

I PENDAHULUAN. Masyarakat mulai menyadari bahaya memakan makanan yang. mengandung bahan-bahan kimia sintetis terutama sayur-sayuran yang dapat

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan sayur organik menjadi satu di antara pilihan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Ekologi Pertanian ~ 1

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

I. PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi suatu wilayah. Karena memiliki nilai ekonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Organik

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. potensi yang tinggi untuk menghasilkan produk pertanian. Pendapatan negara

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI MELALUI PENGEMBANGAN USAHA TANI ORGANIK DI DESA WISATA BERJO KABUPATEN KARANGANYAR

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian

MTH Sri Budiastutik, Pengembangan Sistem Insentif Teknologi Industri Produksi Benih dan Bibit. JKB. Nomor 6 Th. IV Januari

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor penentu produksi. Selama ini untuk mendukung

Transkripsi:

Permasalahan Dalam Pengembangan Pertanian Organik Amaliah, SP

A. Latar Belakang Memasuki abad 21, gaya hidup sehat dengan slogan Back to Nature telah menjadi tren baru masyarakat dunia. Masyarakat dunia semakin menyadari bahwa penggunaan bahan kimia anorganik seperti: pupuk anorganik, pestisida anorganik, dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian berdampak negative terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Akibatnya, masyarakat semakin selektif dalam memilih pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan teknologi pertanian organik. Menurut IFOAM (International Federation of Organic AgriculturalMovement), Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha (0,09 persen) lahan pertaniannya untuk pertanian organik, sehingga masih diperlukan berbagai program yang saling sinergis untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara produsen organik di dunia. Berdasarkan luas penggunaan lahan, Indonesia merupakan negara ketiga di Asia dalam pengembangan pertanian organik setelah China dan India (Purbo Winarno, 2008). Lahan yang digunakan untuk pertanian organik mencapai 40.000 ha dengan jumlah persil sebanyak 45.000. Sebagian besar lahan organik ini tesebar di Pulau Jawa. Lahan ini digunakan untuk mengusahakan tanaman pangan seperti: sayuran, kopi, dan padi organik. Dilihat dari sumberdaya alam yang dimiliki, Indonesia berpeluang besar menjadi produsen pangan organik dunia. Indonesia memiliki lahan pertanian tropik dengan plasma nutfah yang sangat beragam, dan ketersediaan bahan organik yang berlimpah. Pertanian organik telah disosialisasikan kembali di Indonesia sejak tahun 2001, dengan adanya program

pemerintah Go Organic 2010. Namun, teknologi ini belum tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Program Go Organic 2010 memiliki visi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia tahun 2010. Dalam pencapaian visi tersebut, pemerintah sangat mendukung pengembangan pertanian organik dengan adanya kebijakan peningkatan produksi pertanian organik. Menurut Kementerian Pertanian, padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang prospektif untuk dikembangkan secara organik. Selain itu, tanaman hortikultura, perkebunan, rempah dan obat, serta peternakan juga prospektif untuk dikembangkan yang didukung oleh sumberdaya alam yang melimpah di Indonesia. Dewasa ini pertanian padi organik telah menjadi kebijakan pertanian unggulan di beberapa kabupaten seperti: Sragen, Klaten, Magelang, Sleman, dan Bogor. Kebijakan ini didasarkan oleh (1) padi organik hanya memakai pupuk dan pestisida organik sehingga mampu melestarikan lingkungan hidup, (2) beras organik lebih sehat karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida anorganik sehingga aman dan sehat untuk dikonsumsi, (3) segmen pasar beras organik umumnya merupakan masyarakat kelas menengah ke atas sehingga harga jualnya lebih mahal daripada beras. B. Pertanian Organik Pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan. Pertanian ini berusaha meminimalkan dampak negatif terhadap alam sekitar dengan menggunakan pupuk dan pestisida organik serta menggunakan verietas lokal (Andoko, 2006).

Para pakar pertanian barat mendefenisikan bahwa pertanian organik merupakan hukum pengembalian (law of return) yang berarti suatu sistem yang mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofinya adalah memberi makanan pada tanah selanjutnya tanah akan menyediakan makanan untuk tanaman (Sutanto, 2002). Departemen Pertanian (2007), mendefenisikan pertanian organik sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu yang mengoptimalkan kesehatan dan produtivitas agroekosistem secara alami sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Deptan menilai bahwa pertanian organik dapat dilakukan dengan empat cara yaitu: a. Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (genetically modified organisms). b. Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman. c. Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis. Kesuburan tanah ditingkatkan dengan menambahkan residu tanaman, pupuk kandang, dan penanaman legume. d. Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam makanan ternak. Sedangkan menurut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movement), pertanian organik merupakan suatu pendekatan sistem yang utuh berdasarkan satu

perangkat proses yang menghasilkan ekosistem yang berkelanjutan (sustainable), pangan yang aman, gizi yang baik, kesejahteraan hewan dan keadilan sosial. Dengan demikian, pertanian organik lebih dari sekedar sistem produksi yang memasukkan atau mengeluarkan input tertentu, namun juga merupakan satu filosofi yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling berhubungan dari kehidupan tanah, tanaman, hewan, dan manusia (Apriantono, 2008). Namun pertanian organik belum dapat diterapkan secara murni karena kendala yang dihadapi cukup banyak. Tahap awal penerapan pertanian organik masih diperlukan pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar jumlah pupuk organik yang dibutuhkan tidak terlalu banyak sehingga mempermudah dalam pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah dengan menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar hara tinggi dapat dikurangi (Sutanto, 2002). C. Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia Menurut Andoko (2006) Indonesia mengenal pertanian organik pada tahun 1990-an. Padahal sebenarnya pertanian organik bukanlah sesuatu hal yang baru. Para leluhur kita sudah sejak lama bercocok tanam tanpa menggunakan pupuk dan pestisida anorganik. Program operasional pengembangan pertanian organik di Indonesia telah dimulai sejak dicanangkannya program Go Organic 2010 Departemen Pertanian tahun 2001. Program ini merupakan salah satu program untuk mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (eco-agribisnis) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Misi dari program Go Organic 2010 adalah meningkatkan kualitas hidup

masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. Visi dari program nasional ini adalah mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan pengekspor pangan organik utama di dunia pada tahun 2010 (Deptan, 2005). Perkembangan pertanian organik di Indonesia ditandai dengan munculnya perkumpulan petani organik di beberapa daerah seperti Ngudi Mulyo dan Kelompok Peduli Lingkungan di Klaten (Jawa Tengah), Yayasan Bina Sarana Bakti di Bogor (Jawa Barat), Kelompok Tani Usaha Bersama di Padang (Sumatera Barat) dan Surya Antab mandiri di Magetan (Jawa Timur). Selain dalam bentuk wadah kelompok petani, banyak juga petani organik yang berusaha sendiri yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia seperti Sleman, Karanganyar, Sragen, Grobogan, dan Boyolali. Kegiatan pertanian organik di Indonesia juga didukung oleh banyak pihak, diantaranya ialah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang peduli lingkungan serta pemerintah daerah seperti di Sragen yang turut berpartisipasi dengan memasarkan beras organik produksi petani kepada pegawai di lingkungan pemerintah daerah. Tahapan proses pengembangan pertanian organik di Indonesia merupakan proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan program Go Organic 2010. Tahapan ini terdiri dari enam tahap dimana tahap pertama atau langkah awal dimulai pada tahun 2001 yang diawali dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat hingga industrialisasi dan perdagangan. Tahapan pengembangan pertanian organik merupakan suatu sistem yang saling berkaitan antara satu sama lain sehingga keberhasilan suatu tahap akan mempengaruhi keberhasilan tahap berikutnya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Tahapan Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia Sumber : Deptan (2007) D. Permasalahan Dalam Pengembangan Pertanian Organik Berdasarkan perkembangan pertanian organik pada periode 2001-2007, tahapan yang telah direncanakan tidak sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan timbulnya permasalahan dalam budidaya, sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumberdaya manusia, kelembagaan, dan regulasi (Deptan, 2007). Permasalahan tersebut menjadi kendala dalam pengembangan pertanian organik di Indonesia. Permasalahan tersebut akan dijelaskan lebih rinci dalam uraian berikut. 1. Budidaya Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan budidaya organik meliputi luas dan lokasi lahan kurang mendukung, sumber air yang tercemar kimia sintetik, akses transportasi yang sulit, benih organik belum cukup tersedia, varietas kurang adaptif terhadap budidaya organik, dan serangan hama dan penyakit.

a. Luas dan lokasi lahan kurang mendukung Lahan yang digunakan untuk budidaya pertanian organik secara umum relatif kecil jika dibandingkan dengan lahan pertanian anorganik. Selain luas lahan yang sempit, budidaya organik juga terbentur pada lokasi lahan yang berada di sekitar lokasi budidaya anorganik. Posisi ini menimbulkan lahan yang diusahakan secara organik terkena pencemaran pestisida anorganik, pupuk anorganik, dan cemaran bahan anorganik lainnya dari pertanian konvensional melalui air dan udara. b. Sumber air yang tercemar bahan anorganik Sumberdaya air sangat berperan dalam menunjang keberhasilan usaha pertanian, termasuk budidaya pertanian organik. Pada saat ini kondisi sumber air di sentra pertanian telah tercemar bahan anorganik. Kondisi ini menjadi masalah bagi petani organik, karena untuk mendapatkan air yang bebas bahan pencemar harus dilakukan dengan cara (1) mencari sumber air alternatif seperti sumur bor, (2) membuat saluran air dari bagian hulu sungai, (3) mengolah air terlebih dahulu dengan cara mengendapkan atau memberi perlakukan agar dihasilkan air yang sudah tidak tercemar. c. Akses transportasi yang sulit Lokasi yang sesuai untuk budidaya organik adalah daerah yang masih minim pencemaran lingkungannya. Umumnya lokasi ini berada jauh dari akses transportasi. Padahal transportasi merupakan salah satu sarana pertanian untuk mendistribusikan dan membawa hasil pertanian organik. Hal ini menimbulkan masalah dalam hal (1) sulitnya mendistribusikan bahan input atau sarana produksi pertanian, (2) sulitnya

membawa hasil pertanian organik dari lahan ke pasar, (3) mahalnya biaya transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian organik. d. Benih organik belum cukup tersedia Benih merupakan salah satu input yang penting dalam pertanian organik. Minimnya benih organik disebabkan karena institusi penghasil benih baik kelompok tani ataupun perusahaan benih belum memproduksi benih organik dalam jumlah yang mencukupi. Oleh karena itu benih yang digunakan oleh petani organik umumnya masih berupa benih anorganik. e. Varietas kurang adaptif terhadap budidaya organik Pola budidaya organik lebih mengutamakan daya adaptif tanaman/varietas terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Beberapa varietas kurang adaptif terhadap budidaya organik karena varietas tersebut telah dikondisikan untuk adaptif pada pupuk anorganik, pestisida anorganik, dan perlakuan budidaya lainnya secara anorganik. f. Serangan hama dan penyakit tanaman Keberhasilan budidaya organik tidak terlepas dari pencegahan serangan hama dan penyakit. Berdasarkan fakta di lapangan serangan hama dan penyakit tanaman pada produk organik cukup tinggi dan belum bisa diatasi oleh pelakupertanian organik. 2. Sarana Produksi Permasalahan pada sarana produksi budidaya organik berkaitan dengan teknologi penyediaan sarana produksi seperti pupuk organik dan pestisida organik. Sebaran usaha budidaya organik tidak didukung oleh produksi dan distribusi pupuk organik. Akibatnya

pupuk organik tidak tersedia secara merata sehingga menimbulkan permasalahan bagi petani organik. 3. Pengolahan Peralatan yang digunakan untuk mengolah produk organik juga digunakan untuk mengolah produk anorganik. Petani organik tidak mampu menyediakan peralatan yang khusus digunakan untuk pengolahan pangan organik. Pengolahan pangan organik memerlukan bahan tambahan pangan berupa pemanis, pewarna, dan pengawet yang boleh digunakan untuk pengolahan pangan organik. Namun ketersediaan bahan tambahan pangan tersebut sangat terbatas begitu juga halnya dengan ketersediaan kemasan yang diijinkan untuk produk organik. 4. Pemasaran Permasalahan yang berkaitan dengan pemasaran pangan organik terdiri dari: a. Belum ada kepastian pasar, sehingga petani ragu memproduksi komoditas tersebut. b. Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk organik. c. Minimnya pengetahuan teknis dan jalur-jalur pemasaran yang dikuasai oleh pelaku pengusaha organik. d. Jalur-jalur pemasaran organik masih sedikit dan menganut pemasaran konvensional, sehingga beresiko untuk tercampur dengan pangan anorganik. e. Mahalnya biaya transportasi pangan organik. f. Minimnya tempat yang khusus dan memenuhi syarat untuk menjual pangan organik. g. Pemasaran pangan organik masih terkonsentrasi di kawasan tertentu, belum menyebar secara merata di setiap wilayah konsumen.

h. Pangan organik yang dipasarkan belum dikemas secara baik dan menarik. i. Produk impor berupa pangan organik olahan banyak diperdagangkan di Indonesia sehingga menjadi kompetitor. 5. Kelembagaan Permasalahan dalam kelembagaan budidaya organik terjadi dalam kelembagaan di tingkat petani, kelembagaan di tingkat daerah, kelembagaan sertifikasi, dan kelembagaan di tingkat pusat. Lembaga sertifikasi pangan organik yang sudah terakreditasi pada tahun 2007 sangat terbatas, hanya ada satu perusahaan yaitu PT Sucofindo. Minimnya lembaga sertifikasi ini menyebabkan mahalnya biaya sertifikasi. Sementara itu kelembagaan di tingkat petani masih rendah. Di tingkat daerah, kelembagaan yang menangani pangan organik baik milik swasta maupun pemerintah belum banyak terbentuk, sehingga menyebabkan pengembangan pangan organik berjalan secara parsial. Pertanian organik akan lebih baik jika dikelola secara berkelompok untuk meningkatkan luasan area pertanian organik dan memudahkan dalam penyediaan sarana produksi, pemasaran, dan menghemat biaya sertifikasi. 6. Regulasi dan Pedoman Regulasi pangan organik masih bersifat umum berupa SNI Sistem Pertanian Organik dan masih sedikit regulasi yang bersifat khusus yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pertanian organik. Bahkan regulasi tersebut belum tersosialisasi secara luas dan merata sehingga banyak petani organik yang tidak memahami manfaat regulasi tersebut.

E. Keuntungan Pertanian Organik Perkembangan pertanian organik memiliki permasalahan pada aspek budidaya, sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumber daya manusia, kelembagaan, dan regulasi. Namun, penerapan pertanian organik juga memiliki keuntungan terutama bagi petani yaitu: 1. Penerapan pertanian organik memungkinkan keseimbangan tanah terjaga karena tidak adanya penggunaan pupuk anorganik, pestisida anorganik, dan hormon pengatur tumbuh. Input anorganik diganti dengan menggunakan pupuk organik seperti: pupuk kandang, pupuk hijau, dan sisa tanaman. 2. Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik dapat menghemat biaya operasional karena petani mampu mengolahnya sendiri. Selain itu, pengolahan tanah secara organik melalui pengolahan tanah secara minimum (minimum tillage)juga dapat mengurangi biaya operasional. 3. Penggunaan pupuk dan pestisida organik dapat mengurangi resiko keracunan akibat penggunaan bahan anorganik. Sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi makanan yang lebih sehat. 4. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan jaminan kesehatan produk pertanian akan menaikkan jumlah yang ingin dibayar terhadap komoditi tersebut. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Selain menguntungkan petani, pertanian organik juga menguntungkan konsumen karena menghasilkan produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi. Pangan organik sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena mampu mencegah penyakit, membersihkan

tubuh, mengistirahatkan organ tubuh, mengurangi berat badan, menjadikan kulit lebih cerah, memperlambat proses penuaan, dan membantu proses detoksifikasi. Menurut Budiharsana (2005) yang diacu dalam Armidin (2007) terdapat beberapa alasan yang menjadikan pangan organik sangat bermanfaat yaitu: 1. Hasil survei membuktikan bahwa makanan organik jauh lebih bermanfaat untuk kesehatan. 2. Hasil riset Universitas Copenhagen menyimpulkan bahwa makanan organik kaya akan antioksidan, melindungi dari resiko kanker, mencegah penuaan dini, dan mencegah penumpukan toksin dalam tubuh. 3. Terbukti bahwa residu pestisida anorganik tidak akan pernah dapat dicuci bersih sehingga mampu menimbulkan berbagai macam penyakit dalam tubuh. 4. Hasil riset WHO menyatakan sebanyak 3 juta orang per tahun menderita keracunan pestisida aktif. F. Daftar Pustaka Andoko A. 2006. Budidaya Padi Secara Organik cetakan 4. Penebar Swadaya. Jakarta. Apriantono A. 2008. Pertanian Organik dan Revitalisasi Pertanian. http://goorganik.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=9 Armidin RP. 2007. Strategi pengembangan usaha gerai pangan organic vegetables, Kemang Timur, Jakarta Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sutanto R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Go Organic 2010 Solusi Alternatif dalam Eco Agribisnis. Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Penyusunan Standar Operasi (SPO) Padi Organik. Jakarta.