TINJAUAN TENTANG HAMBATAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Anwar Sulaiman Nasution 1.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

Upik Hamidah. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERANAN CAMAT SELAKU PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN TERTIB HUKUM PERTANAHAN DI WILAYAH KECAMATAN

PROBLEMA DALAM PELAKSANAAN HUKUM PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. peruntukkan dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

I. PENDAHULUAN. kedudukan akan tanah dalam kehidupan manusia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

BAB I. Kepastian Hukum Pengaturan Tata Cara Pengisian Blanko Akta Pejabat. Pembuat Akta Tanah di Indonesia

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. Akta Tanah. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa Pejabat Pembuat

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

PENDAHULUAN. 1 Ulfia Hasanah, Status Kepemilikan Hat Atas Tanah Hasil Konversi hak barat berdasarkan Undang-Undang No. 5

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga

PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PEGAMAT TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II.B KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Marwan Busyro 1

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan memiliki kaitan yang mendasar dalam hubungannya dengan hukum,

JUAL BELI HAK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT YANG TIDAK DILAKUKAN DI HADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Tengah)

milik adat yang diperoleh secara turun-temurun (pewarisan).

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KEPAHIANG.

BAB IV. mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf merupakan bagian yang sangat penting dalam hukum Islam. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Sebagai warga negara Indonesia di dalam sebuah negara hukum,

KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUAT BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM HAL TRANSAKSI JUAL BELI

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG BELUM LUNAS DI KABUPATEN BADUNG

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai tinggi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

MODEL PENATAAN YURIDIS TANAH TERLANTAR (STUDI KASUS TANAH-TANAH TERLANTAR DI KABUPATEN MALANG)

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA S I L A B I

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

MITHA SEPTIANI KHAIR Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Haris Retno Susmiyati, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan peraturan dasar bagi pembentukan

Dewi Hasmawaty Simanjuntak

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembangunan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

Transkripsi:

TINJAUAN TENTANG HAMBATAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KOTA PADANGSIDIMPUAN Oleh: Anwar Sulaiman Nasution 1 Abstrak Tulisan ini merupakan suatu hasil penelitian dengan pokok permasalahan, pertama, Apakah Notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah berfungsi di Kota Padangsidimpuan? Kedua, Apa hambatan yang dihadapi Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Padangsidimpuan? Metode yang digunakan adalah metode penelitian pustaka dan lapangan, dengan pengumpulan data dilakukan dengan interview (wawancara) dan studi dokumentasi. Setelah data dianalisa dengan menggunakan teknik pengujian hipotesa berdasarkan metode induksi dan deduksi. Maka dapat diperoleh hasil bahwa Notaris yang ada kurang berfungsi dalam melaksanakan fungsinya sebagai pejabat pembuat akta tanah, apalagi semakin meningkatnya jumlah Notaris. Sedangkan hambatan yang dihadapi oleh Notaris adalah bahwa Notaris sebagai pejabat pembuat akta tanah, oleh masyarakat masih dianggap sebagai suatu lembaga yang besifat bisnis maupun institusi elite, yang hanya diperuntukkan untuk kalangan tertentu. Kata Kunci: Notaris, dan Hambatan pelaksanaan Tugas Notaris A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Dalam lalu lintas hukum khususnya dilapangan hukum perdata atau hukum privat, sejak zaman dahulu telah timbul suatu kebutuhan terhadap adanya seseorang atau Pejabat Fungsionaris yang pada saat ini disebut Notaris, pejabat tersebut dapat memberikan pengesahan terhadap perbuatanperbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat dan juga dapat meletakkan atau menuangkan hal-hal tersebut dalam kata-kata yang baik dan benar dalam suatu akta yang merupakan bukti adanya suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh para pihak hingga perbuatan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Bahwa pembinaan hukum Nasional telah dituangkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan Nasional yang merata disegala bidang dalam pelaksanaan pembangunan tersebut sampai pada saat sekarang ini hak atas 1 Penulis adalah dosen dan KTU pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Padangsidimpuan 110

tanah tetap memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab kedudukan hak atas tanah serta peranannya dalam kehidupan manusia selalu berkembang dalam kehidupan manusia itu sendiri, dalam arti semakin maju masyarakat dan semakin meningkat pertambahan penduduk anak akan bertambah kebutuhan atas tanah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta tanah yang dibuat dihadapan dan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah, sedangkan mengenai penunjukan PPAT serta hak dan kewajibannya diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kekuatan Pelaksanaan PP Nomor 17 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah. Sejak zaman Belanda, memang ada pejabat-pejabat tertentu yang ditugaskan untuk membuat pencatatan-pencatatan serta menerbitkan aktaakta tertentu mengenai keperdataan seseorang, seperti misalnya kelahiran, perkawinan, kematian, wasiat dan perjanjian-perjanjian diantara para pihak, dimana hasil atau kutipan dari catatan-catatan tersebut dianggap sebagai akta yang otentik. Arti sesungguhnya dari akta otentik adalah: akta-akta tersebut harus selalu dianggap benar, kecuali jika dibuktikan sebaliknya di muka pengadilan. Pejabat yang berhak untuk membuat akta otentik tidak hanya Notaris, karena yang dimaksud dengan pejabat umum yang berwenang itu sendiri adalah pejabat yang memang diberi wewenang oleh Undang-undang. Misalnya: Pejabat KUA atau pejabat catatan sipil yang bertugas untuk mencatat perkawinan, kelahiran dan kematian, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan lain sebagainya. Dewasa ini disetiap kota banyak dijumpai Notaris yang juga merupakan Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk di Kota Padangsidimpuan. Jabatan tersebut merupakan pemberian kepastian hukum dan kekuatan hukum atas peralihan atas benda, jabatan tersebut berbeda 111

akan tetapi dapat dipegang dan dijalankan oleh Notaris misalnya pada saat pembuatan akta perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas benda selain tanah maka pejabat tersebut akan berfungsi sebagai pejabat Notaris, sedangkan pada saat selain dalam pembuatan akta dari perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah maka pejabat tersebut akan berfungsi sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 2. Perumusan Masalah Menurut Sumadi Suryabrata menjelaskan bahwa : Masalah adalah kalau ada kesenjangan (gap) antara das sollen dan das sain, ada perbedaan antara apa yang diperlukan dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan, dan sejenis dengan itu 2. Berdasarkan pengertian permasalahan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah berfungsi di Kota Padangsidimpuan? 2. Apa hambatan yang dihadapi Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Padangsidimpuan? 3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui berfungsi atau tidaknya Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta tanah di Kota Padangsidimpuan. 2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Padangsidimpuan. 1.1 Manfaat Penelitian praktis yaitu: Penelitian diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun secara 2 Sumadi Suryabrata, Methodologi Penelitian, Rajawali, Jakarta, 1983, hal. 66 112

1. Secara Teoritis yaitu sebagai memperluas pengetahuan bagi penulis maupun masyarakat luas menyangkut fungsi dan tugas Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Secara Praktis yaitu diharapkan sebagai bahan pemikiran dan kajian bagi Notaris dalam melaksanakan fungsinya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. B. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang ditetapkan sebagai objek penelitian adalah pada kantor Notaris Padangsidimpuan Nur Oloan SH, MKn selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berkantor di Padangsidimpuan, dengan pertimbangan bahwa kantor Notaris tersebut sangat relevan sebagai tempat memperoleh data untuk menjawab permasalahan yang penulis teliti, yaitu hambatan yang dihadapi Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan pertimbangan lain secara materiil sangat membantu bagi penulis karena lokasinya tidak jauh dari domisili penulis. 2. Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris. Pendekatan yuridis berarti bahwa penelitian ini meliputi lingkup penelitian inventarisasi hukum positif yang merupakan kegiatan pendahuluan dari seluruh rangkaian proses dalam penelitian hukum. Sebelum norma hukum in concreto atau seblum ditemukan teori tentang proses kehidupan hukum, perlu diketahui lebih dahulu apa saja yang termasuk di dalam hukum positif yang sedang berlaku. Mengingat penelitian ini ditujukan untuk menemukan law in action dari suatu peraturan, maka selain menggunakan pendekatan yuridis, dilakukan pula pendekatan empiris. Pendekatan secara empiris diselenggarakan guna memperoleh keterangan yang lebih mendalam tentang 113

hal-hal yang berkenaan dengan berbagai faktor pendorong pelaksanaan suatu peraturan yang berkaitan dengan permasalahan. 3. Jenis Penelitian Untuk mendapat data yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti maka penulis mengadakan penelitian studi dengan menguraikan secara deskriptif analisis yaitu menggambarkan apa yang ada di lapangan dengan cara menganalisa data-data yang ada di lapangan. Jenis penelitian yang digunakan adalah: a. Penelitian Kepustakaan (library research) Yaitu dengan mempelajari buku-buku kepustakaan yang terkait dengan masalah yang diteliti. b. Penelitian Lapangan (field research) Yaitu penelitian langsung ke lapangan yaitu pada Kantor Notaris yang telah ditentukan sebelumnya di Kota Padangsidimpuan. 4. Populasi dan sampel a. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yaitu Notaris yang ada di kota Padangsidimpuan. b. Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara non random, purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek yang didasarkan pada tujuan tertentu, artinya dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai sampel adalah 1 (satu) orang notaris 114

yaitu Nur Oloan SH, MKn selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berkantor di Kota Padangsidimpuan. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara (interview), yaitu dengan mengadakan wawancara langsung dengan Notaris Nur Oloan SH, MKn di Padangsidimpuan. b. Dokumentasi yaitu dengan mempelajari mengumpulkan data yang berhubungan dengan fungsi dan tugas Notaris di Kota Padangsidimpuan. 6. Teknik Analisa Data Menganalisa data yang diperoleh penulis menggunakan analisa data dengan metode induksi dan deduksi yaitu: a. Induksi yaitu penganalisa terhadap data yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. b. Deduksi yaitu penganalisaan terhadap data yang bersifat umum kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus. C. Pembahasan 1. Analisa keberadaan Notaris sebagai pejabat akta tanah Bahwa keberadaan Notaris ditengah-tengah masyarakat sudah jelas sangat dibutuhkan apabila pada saat sekarang ini masyarakat disibukkan dengan persoalan-persoalan hubungan hukum, apakah hubungan hukum berbentuk jual beli, pengalihan hak-hak atas tanah dan lain sebagainya. Dengan memperhatikan data penelitian dimana keberadaan Notaris sebagai suatu lembaga hukum yang berstatus sebagai pejabat umum, khususnya di daerah Kota Padangsidimpuan sudah cukup dikenal masyarakat baik sebagai suatu lembaga maupun sebagai kewenangannya dalam bidang hukum. Selain dari pada itu pandangan masyarakat terhadap Notaris khususnya yang berhubungan dengan masalah pertanahan telah memahami 115

bagaimana posisinya selain dari Camat sebagai pejabat pembuat akta tanah. Dan telah mengetahui pula bahwa akta tanah yang dikeluarkan seorang Notaris sama kekuatannya dengan akta yang dikeluarkan oleh Camat sebagai pejabat pembuat akta tanah. Akan tetapi sekalipun demikian dalam kenyataannya Notaris belum sebagaimana mestinya yang diharapkan, akan tetapi masih jauh di bawah Camat sebagai pejabat pembuat akta tanah sebab masyarakat sampai dengan saat ini masih lebih banyak kepada camat untuk membuatkan akta. Adapun terjadinya kendala tersebut di atas, hal ini dikarenakan keberadaan Notaris ini belum dengan sebaik-baiknya tersosialisasikan kepada masyarakat, artinya masih ada gap antara masyarakat dengan Notaris. Dimana gap ini menurut hemat penulis disebabkan pandangan masyarakat bahwa Notaris khusus diperuntukkan terhadap golongan masyarakat atas, sedangkan golongan masyarakat bawah yang kebetulan banyak berdomisili di wilayah kecamatan maka masyarakat lebih dekat dengan camat sebagai pejabat pembuat akta tanah. Maka dalam hubungan tersebut menurut penulis untuk lebih mendayagunakan Notaris sebagai pejabat pembuat akta tanah masih diperlukan upaya untuk terus mensosialisasikan diri kepada masyarakat bawah. Jika ini dilakukan dapat dipastikan bahwa masyarakat akan lebih jauh memahami keberadaan Notaris sebagai pejabat pembuat akta tanah. Selain dari itu, menurut analisa penulis oleh karena pembuat suatu akta tanah merupakan satu kemasukan uang khususnya kepada Kantor Kecamatan tidak jarang menjadikannya sebagai suatu persaingan. Bahwa anggota masyarakat yang di kecamatan yang akan membuatkan akta tanah bukan tidak mungkin dipengaruhi untuk tidak ke Notaris, dan ini jelas merupakan suatu kesalahan mengingat bahwa Camat masih banyak pekerjaan lain yang juga tidak kalah pentingnya. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah hal yang berkaitan dengan persoalan sikap masyarakat terhadap keberadan Notaris yang menganggap bahwa Notaris sebagai suatu lembaga bisnis. Karena jika ini 116

terus berlangsung jelas masyarakat tidak punya mental untuk berhadapan dengan Notaris dikarenakan masyarakat akan menganggap soal pembayaran uang yang besar. Maka sehubungan dengan itulah ciri elite yang disandang Notaris sebagai suatu lembaga hukum perlu ditinjau kembali sekaligus dirubah. Berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas yang terpenting menurut penulis bahwa Notaris harus punya kemampuan untuk membentuk suatu opini masyarakat bahwa keberadaan Notaris sebagai pejabat pembuat akta tanah milik semua orang. Dan sekaligus Notaris harus berbuat bahwa untuk mengaktekan tanah kepada Notaris secara keseluruhan mengacu kepada aturan Undang-undang yang berlaku, termasuk persoalan penentuan dana jika membuat akta sudah diatur, atau dengan kata lain bukan ditentukan atas kehendak Notaris sendiri. Sejalan dengan itu keberadaan Notaris ini menurut penulis tidak semata-mata untuk kepentingan bisnis, melainkan satu lembaga struktural yang sama keberadaannya dengan institusi hukum lainnya. Sehubungan dengan proses pengangkatan Notaris diatur dengan Undang-undang dan diposisikan sebagai suatu jabatan dalam masalah pertanahan, seperti diketahui persoalan tanah merupakan suatu masalah yang dekat kaitannya dengan hajat hidup orang banyak baik sebagai tempat tinggal, perkebunan serta usaha-usaha lainnya. Maka sehubungan dengan itu diharapkan penempatan Notaris hendaknya disebar luaskan dengan menyesuaikan kepada kepentingan masyarakat, serta menyesuaikan dengan kepadatan penduduk dan wilayah suatu daerah. Dalam kaitan tersebut khususnya wilayah Kota Padangsidimpuan, kiranya keberadaan Notaris ini sudah dapat dianggap cukup untuk menguasai lima kecamatan, oleh sebab itu diharapkan Notaris dapat berbuat lebih banyak untuk membantu masyarakat dalam pengaktean tanah-tanah yang ada dilima kecamatan tersebut. Adapun kendala soal pengangkatan pejabat Notaris sampai saat ini menurut hemat penulis adalah persoalan pengangkatan kurang memperhatikan keadaan masyarakat, artinya dalam pengangkatan Notaris 117

ini hendaknya disesuaikan dengan kondisi adat dan budaya masyarakat ditempat dimana Notaris tersebut akan ditempatkan. Adapun perlunya hal tersebut diperhatikan suapaya Notaris mengenalnya dan mengetahui kondisi daerahnya, sehingga dengan kondisi demikian akan mudah untuk beradaftasi dengan masyarakat dan sekaligus beradaftasi dengan budaya maupun adat setempat, hal ini menurut penulis kurang diperhatikan dalam pengangkatan Notaris, banyak para Notaris diangkat kesuatu daerah tetapi Notaris teersebut sama sekali tidak mengenal budaya adat daerah tersebut. Sehingga dengan keadaan ini menyebabkan Notaris tidak mengetahui apa dan bagaimana persoalan pertanahan untuk daerah tersebut. Jadi menurut hemat penulis hal inilah yang menyebabkan Notaris kurang membudaya ditempat dimana dia ditempatkan, sehingga dengan kondisi ini menyebabkan Notaris sulit beradaftasi dengan masyarakat dan sebaliknya masyarakat itu sendiri merasa kurang membutuhkan peranan Notaris. Berdasarkan seluruh uraian-uraian tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa pengangkatan Notaris belum dilakukan dengan melihat kondisi suatu daerah, melainkan pengangkatan Notaris masih melihat kepada tempat-tempat basah yang memungkinkan mendapat uang yang banyak. Karena itu untuk lebih mengangkat peranan Notaris sebagai suatu institusi yang benar-benar membantu masyarakat di dalam pengaktean tanah untuk suatu wilayah harus mengetahui persoalan bagaimana kedudukan tanah menurut hukum adatnya serta mengetahui bagaimana budaya masyarakatnya jika berbicara dengan persoalan pertanahan. Kemudian Notaris juga memerlukan suatu acuan persoalan tanah disuatu daerah dan hendaknya ditentukan oleh pemerintah daerah. Atau dengan kata lain daerah harus mempersoalkan ini jika Notaris yang akan ditempatkan di daerah. 118

2. Analisa hambatan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Padangsidimpuan Dalam penyajian data penelitian ditemukan adanya permasalahan yang menyebabkan Notaris kurang dapat difungsikan sebagai pejabat pembuat akta tanah. Dimana hal ini terlihat dari adanya kecendrungan bahwa anggota masyarakat lebih memilih Camat sebagai pejabat pembuat akta tanah dari pada Notaris. Permasalahan yang berhubungan dengan soal pembiayaan jelas sangat riskan jika dilihat dari kemampuan ekonomi masyarakat untuk membiayai segala kepentingannya. Oleh sebab itu menurut penulis persoalan biaya harus benar-benar menjadi pertimbangan untuk dapat disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat. Artinya jika persoalan biaya tetap mengikuti standar aturan Undang-undang dengan melihat kepada persentase harga tanah, menurut penulis sampai kapanpun Notaris tidak akan diminati masyarakat dalam soal-soal untuk mengaktekan tanahtanahnya. Selain dari itu prosedur yang dilakukan Notaris terhadap masyarakat yang akan mengaktekan tanah-tanahnya hendaknya tidak dibuat terlalu rumit, hal ini penting dilakukan karena selama ini persoalan inilah yang merupakan faktor yang menimbulkan keseganan masyarakat untuk memakai jasa Notaris dalam mengaktekan tanah. Maka sehubungan dengan itulah untuk tidak menimbulkan kesan bahwa kantor Notaris adalah sebagai institusi elite prosedur untuk menghadapi Notaris perlu disederhakan, sehingga masyarakat berani menemui Notaris sebagaimana layaknya menemui lembaga-lembaga hukum lainnya. Berdasarkan uraian di atas jelas menurut analisa penulis bahwa faktor ketidak beranian masyarakat untuk memanfaatkan jasa Notaris dalam hal pembuatan akta khsusunya tanah, adalah persoalan kurang memasyarakatnya Notaris di kalangan masyarakat. Artinya Notaris bagi sebagian besar masyarakat hanya diperuntukkan terhadap orang tertentu atau untuk kelas orang tertentu. Maka sehubungan dengan itu jelas 119

permasalahan Notaris justru muncul dari intren Notaris itu sendiri. Maka oleh karena itu penyesuaian diri terhadap kebiasaan dan budaya masyarakat sangat diperlukan. Kemudian selain dari yang ditegaskan di atas, persoalan persyaratan untuk pengaktean suatu tanah, yaitu adanya keharusan untuk didaftarkan terlebih dahulu kepada badan Pertanahan baru dapat diaktekan oleh Notaris. Menurut penulis hal ini perlu adanya peran serta Notaris untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikannya kepada kantor Badan Pertanahan. Adapun alasan penulis menyatakan demikian adalah termasuk penyeder hanaan proses yang akan dilalui seseorang yang akan mengaktekan tanah. Artinya jika ia harus pulang balik mendaftarkan tanahnya baru ia berhadapan dengan Notaris. Jelas persoalan inilah yang menjadi masalah bagi masyarakat didalam mengaktekan tanah. Toleransi sebagaimana dijelaskan di atas maksud penulis perlu dilakukan oleh Notaris, tidak lain adalah mengingat masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hukum, apalagi menyangkut notaris. Dalam melaksanakan fungsi dan tugas Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik dan kewenangan lainnya ditengah-tengah masyarakat Kota Padangsidimpuan belum sepenuhnya dapat berbuat secara maksimal. Hal ini jika dilihat dari kenyataan di lapangan adalah disebabkan adanya beberapa masalah yang dihadapi. Adapun permasalahan yang sering dihadapi, menurut Notaris Nur Oloan SH, M.Kn disebabkan tanah-tanah yang ada di Kota Padangsidimpuan umumnya cukup terbatas jika dibandingkan dengan tanah-tanah yang ada di kota-kota lain, apalagi di daerah kabupaten., karena itu masyarakat lebih melihat Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dari pada Notaris. Disamping itu secara administrasi masalah biaya lebih terjangkau masyarakat melalui Camat. Selain dari permasalahan tersebut di atas juga dikarenakan Notaris apabila dibandingkan dengan camat sebagai pejabat pembuat akta tanah 120

sudah lebih dahulu dikenal keberadaannya ditengah-tengah masyarakat khususnya masyarakat kalangan bawah, sehingga sangat diperlukan adanya perubahan pola pikir atau pandangan masyarakat terhadap keberadaan Notaris, namun hal ini tentunya bukan suatu pekerjaan yang mudah dan cepat, akan tetapi sangat memerlukan waktu cukup panjang. Menurut Notaris Nur Oloan SH, M.Kn, 3 bahwa salah satu permasalah lain yang dihadapi Notaris di lapangan adalah faktor keseganan masyarakat itu sendiri untuk berhadapan atau berhubungan dengan Notaris, artinya khususnya masyarakat bawah, hal ini dikarenakan masih adanya anggapan bahwa Notaris adalah miliknya orang-orang pengusaha atau yang punya tanah luas, seperti tanah perkebunan. Kemudian selain dari itu permasalahan lain adalah kurangnya minat masyarakat untuk mensertifikatkan tanah-tanahnya, karena untuk golongan masyarakat bawah khususnya yang berdomisili di wilayah pedesaan masih rendah kesadarannya untuk mensertifikatkan tanah, bagi mereka tanah dimiliki cukup dengan bukti surat di bawah tangan dan saksi. Hal ini biasanya terhadap tanah-tanah yang diperoleh secara turun temurun atau tanah warisan. Dari seluruh penjelasan di atas kiranya permasalahan yang yang dihadapi di lapangan menyebabkan fungsi Notaris itu masih jauh sebagaimana yang diharapkan, padahal diharapkan dengan keberadaan Notaris ini masyarakat akan terbantu sehingga tanah-tanah yang ada akan dapat ditata sedemikian rupa secara administrasi pertanahan. Adapun masalah lainnya yang dihadapi para Notaris adalah karena terlalu memfokuskan kepada hal-hal yang sifatnya bisnis dari pada sebagai suatu pelayanan masyarakat. Akibatnya masyarakat menganggap berhadapan dengan Notaris tidak sama dengan berhadapan dengan Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Berdasarkan seluruh penjelasan di atas kiranya jelas bahwa hambatan dan permasalahan Notaris sebagai pejabat pembuat akta tanah masih kompleks, dikatakan demikian karena permasalahan sebagaimana dijelaskan 121

di atas selain datangnya dari Notaris sendiri juga dari masyarakat, bahkan juga dari persoalan tanah yang masih banyak berstatus tanah ulayat. Selain dari permasalahan-permasalahan tersebut dalam bidang kepemilikan hak-hak atas tanah juga Notaris menghadapi persoalanpersoalan yang menghambat tugas-tugas Notaris sebagai pejabat pembuat akta tanah. Secara hukum keberadaan pemilikan tanah khususnya di Kota Padangsidimpuan merupakan tanah-tanah perkotaan dan tanah-tanah keturunan, sehingga dalam kondisi ini menyebabkan tanah-tanah ini dihaki oleh pemilik tanah tidak atau belum terdaftar pada Kantor Badan Pertanahan. Sehubungan dengan itulah menurut Notaris Nur Oloan SH, M.Kn, 4 persoalan di atas menyebabkan adanya keharusan untuk mendaftarkan terlebih dahulu. Karena jika dibuat dengan dasar surat dari kepala desa secara hukum hal ini kurang kuat. Dengan masalah tersebut di atas jika seseorang datang menghadap Notaris jelas langsung ditolak dan oleh masyarakat penolakan ini, dianggap sebagai sesuatu yang dapat diterima atau dianggap Notaris mempersulit pengurusan administrasi. D. Kesimpulan Dari uraian tersebut diatas dapatlah ditarik disimpulkan sebagai berikut: 1. Bahwa Notaris sebagai pejabat umum memang secara syah mempunyai kewenangan untuk membuat maupun mengeluarkan akta tanah. Dan akta tanah tersebut adalah akta yang bersifat otentik sebagai bukti kepemilikan atas hak-hak seseorang terhadap tanahnya. Di Kota Padangsidimpuan Notaris yang ada kurang berfungsi dalam melaksanakan fungsinya sebagai pejabat pembuat akta tanah, apalagi semakin meningkatnya jumlah Notaris. 2. Sebagai hambatan yang dihadapi oleh Notaris adalah bahwa Notaris sebagai pejabat pembuat akta tanah, oleh masyarakat masih dianggap sebagai suatu lembaga yang besifat bisnis maupun institusi elite, yang 122

hanya diperuntukkan untuk kalangan tertentu. Bahwa untuk mengaktekan tanah ternyata masyarakat lebih cenderung untuk memakai jasa Camat sebagai pejabat pembuat akta tanah dari pada Notaris. Hal ini disebabkan posisi Notaris dimata masyarakat memerlukan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan mengaktekan tanah kepada Camat. Daftar Pustaka Buku A.P Perlindungan, Aneka Hukum Agraria, Alumni Bandung, 1983., Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990., Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara PPAT, Mandar Maju, Bandung, 1991. Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan,, Alumni, Bandung, 1984. Boedi Harsono, Beberapa Analisis tentang Hukum Agraria II, Penerbit Esa Studi Klub, Jakarta, 1998., Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2000., Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaannya, 2000., Praktek Jual Beli Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994. Endang Sukendar, Tanah sebagai Komoditas, 1996 Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat, Jakarta. Maria SW Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Sosial dan Budaya, Raja Grafinda, Surabaya, 2003. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990. Soetomo, Pedoman. Jual Beli Tanah Peralihan Hak dan Sertifikat, Universitas Brawijaya Malang, 1987. 123

Syahdani, Remi, Hak Tanggungan (Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi PPAT), Alumni, Bandung, 1999. Soebekti, Kamus Hukum, Pradya Paramita, Jakarta, 1969. Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1997 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3/1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 124