ANALISIS FUNGSI PENGGUNAAN LEMBAGA KEPAILITAN DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PERBANKAN. Oleh : Azis S. Lapadengan 1

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan begitu cepat, dengan berbagai macam jenis

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PREFEREN DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIJAMINKAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bank merupakan salah satu badan usaha yang dibentuk dengan

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

Kata Kunci : Kliring, Operasional dan Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

Transkripsi:

Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. ANALISIS FUNGSI PENGGUNAAN LEMBAGA KEPAILITAN DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PERBANKAN Oleh : Azis S. Lapadengan 1 A. PENDAHULUAN Lembaga perbankan sebagai agent of development memiliki peranan yang sangat penting dalam tatanan kehidupan masyarakat. Peran strategis bank dalam pembangunan ekonomi masyarakat, meliputi peran sebagai media untuk dapat memobilisasi dana masyarakat dalam rangka akselerasi pembangunan, berperan sebagai dinamisator penggerak kegiatan sektor riil untuk semakin terpacu sekaligus juga berperan untuk memenuhi kemudahan kebutuhan masyarakat dalam berbagai transaksi dalam jasa lalu lintas keuangan. Peran perbankan tersebut tampak jelas apabila dilihat dalam ketentuan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan), dimana dinyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2 Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa fungsi bank adalah untuk menarik dana dari anggota masyarakat dalam bentuk simpanan (tabungan, deposito dan giro), dan menyalurkan dana kepada anggota masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit/pembiayaan. Penyaluran kredit yang salah kaprah, sehingga menimbulkan kredit menjadi macet ini, kejadiannya bisa disebabkan oleh berbagai faktor, dapat terjadi karena dipengaruhi oleh keadaan yang bersifat makro ekonomi, seperti terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 atau bersifat force majeur atau dapat saja terjadi karena adanya itikad buruk dari debitor. Namun secara umum, kredit macet atau piutang bermasalah lebih banyak disebabkan oleh manajemen kredit yang tidak kompeten dan tidak kredibel, manajemen yang tidak mentaati tata kelola perkreditan dengan baik, kredit disalurkan dengan tidak tepat sasaran, mengabaikan prasyarat standar yang harus dilakukan dan menyimpang dari ketentuan yang telah ada, baik dari system operation procedure internal, maupun dari ketentuan otoritas moneter. Piutang bermasalah atau kredit macet, dapat terjadi dengan berbagai alasan debitor, yang paling penting bagi bank adalah bagaimana piutang tersebut dapat tertagih kembali, sehingga bank dapat mengembalikan uang masyarakat yang dikelolanya melalui fasilitas kredit. Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan untuk menghindarkan terjadinya piutang bermasalah ini selalu 1 Lulusan Pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado Tahun 2013 2 Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 1

Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus diantisipasi dengan berbagai langkah kehati-hatian yang bersifat prefentif maupun represif. Langkah antisipatif yang dilakukan oleh perbankan sudah mulai dilakukan sejak proses, penentuan persyaratan kredit, analisa kegiatan usaha secara kumulatif maupun kuantitatif, dan penentuan persyaratan jaminan, sampai bentuk pengikatan kredit yang sempurna, tetapi keadaan ini bukan merupakan jaminan bahwa fasilitas kredit yang diberikan kepada debitor pasti aman. Melihat kondisi ini, terhadap permasalahan dengan posisi bank yang lemah akibat nilai jaminan yang tidak memadai ini Lembaga Kepailitan menjadi suatu pilihan yang strategis bagi perlindungan kepentingan bank sebagai kreditor. Lembaga Kepailitan dapat menjadi sarana penagihan utang yang efektif karena secara prosedur lembaga kepailitan ini memiliki time frame yang lebih efisien. Adanya alternatif pilihan dalam penyelesaian permasalahan piutang bank ini sebenarnya merupakan signal positif bagi bank atau kreditor, tetapi kenyataannya masih belum menjadi pilihan sebagai solusi atas permasalahan piutang bank. Ketidakpahaman secara umum terhadap lembaga kepailitan ini, tidak hanya karena dianggap lembaga ini masih sama dengan prosedur hukum lainnya yang lama dan mahal. Kasus-kasus yang diselesaikan melalui Lembaga Kepailitan sebelum berlakunya undang-undang yang baru, nampaknya dalam pemahaman umum masih menjadi kekhawatiran tersendiri, contoh kasus dari Penerapan Peraturan Kepailitan Faillisement Verordening, Stb 1905 Nomor 217, pada perkara pailit PT. Arafat yang putusannya baru jatuh setelah lebih kurang 5 (lima) bulan dan pemberesan mencapai waktu 12 (dua belas) tahun setelah 4 (empat) kali ganti hakim pengawas, masih menghantui masyarakat dan dianggap dalam kasus setiap penyelesaian hukum di Lembaga Kepailitan ini juga sama selalu memakan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal. 3 Pengaturan mengenai ketentuan Lembaga Kepailitan yang sekarang berlaku landasan hukumnya adalah Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disingkat UU Kepailitan dan PKPU ) merupakan lex specialis (ketentuan yang bersifat spesifik dalam hal kepailitan). Adapun dasar hukum penggunaan Lembaga Kepailitan oleh bank didasarkan pada ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata bahwa debitor yang tidak mampu melunasi hutangnya, maka harta kekayaan debitor yang bergerak maupun tidak bergerak dan baik yang telah ada ataupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi jaminan atas hutangnya. Dengan kata lain Pasal 1131 KUH Perdata tersebut tidak hanya menentukan bahwa harta kekayaan seseorang debitor demi hukum menjadi agunan bagi kewajiban yang berupa membayar utangnya kepada kreditor yang mengutangnya, tetapi 3 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 1. 2

Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. juga menjadi agunan bagi semua kewajiban lain yang timbul karena perikatan-perikatan lain, baik perikatan itu timbul karena undang-undang maupun karena perjanjian selain perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang. Sedangkan ketentuan lainnya yang dapat dijadikan dasar hukum oleh bank adalah ketentuan dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang mengisyaratkan bahwa setiap kreditor memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditor lainnya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang sah untuk didahulukan daripada kreditorkreditor lainnya. Kedua pasal yang tersebut di atas merupakan jaminan bagi kreditor untuk mendapatkan pelunasan bagi semua piutangnya. Berdasarkan seluruh uraian di atas jelas bahwa penggunaan Lembaga Kepailitan oleh lembaga perbankan (kreditor) memiliki dasar hukum yang memadai, dan penggunaan aturan Kepailitan ini pada kasus-kasus piutang tertentu dan dalam kedudukan bank cukup lemah dapat menjadi sarana yang baik sekaligus perbankan dapat lebih terdorong dalam meningkatkan peranannya terhadap pembangunan Indonesia. Penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai pemanfaatan aturan kepailitan terhadap piutang bank. B. PERMASALAHAN Bertitik tolak pada latar belakang, maka permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi lembaga kepailitan terhadap kredit macet perbankan? 2. Faktor-faktor apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan fungsi lembaga kepailitan? C. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang tata cara seorang ilmuwan dalam mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan yang dihadapi. 4 Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, mengatakan bahwa metodologi adalah the proces, principles, and procedures, by which we approach problems and seek answers. In the social sciences the terms applies to how one conducts research. 5 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistimatika, dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. 6 4 Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 6. 5 Ibid, hlm. 46. 6 Ibid. 3

Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Sifat dan jenis penelitian tesis ini dirancang dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis. Dalam penelitian ini prosedur atau pemecahan masalah penelitian dilakukan dengan cara memaparkan objek yang diselidiki sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta aktual, langkah yang dilakukan tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan data tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti data tersebut. Mengingat bahwa penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, maka penelitian ini menekankan kepada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teori-teori hukum, di samping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang akan menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalaahn dalam penulisan tesis ini, yiatu mengenai penggunaan lembaga kepailitan dalam penyelesaian piutang bank. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengkaji dan menganalisa literatur atau data-data laporan hasil penelitian, dokumen serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan. Adapun bahan hukum yang dipergunakan adalah : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum mengikat yang digunakan adalah : 2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata 3. Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 4. Peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari : 1. Literatur tentang Hukum Perbankan, Kredit Macet dan Kepailitan 2. Makalah, majalah, surat kabar yang berkaitan dengan kredit perbankan dan kepailitan 3. Hasil karya ilmiah para sarjana 4. Bahan hukum tersier, yaitu suatu bahan penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan sekunder, berupa kamus umum, kamus hukum dan jurnal. 7 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) dari peraturan perundangundangan maupun karya ilmiah, di samping itu untuk mendapatkan konsepsi 7 Ibid, hlm. 50. 4

Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. teori atau doktrin, juga digunakan pendapat atau pemikiran konseptual yang berhubungan dengan kepailitan dan penyelesaian piutang bank. Semua data penelitian yang diperoleh ini dikelompokkan sesuai dengan penelitian dan diteliti serta dievaluasi keabsahannya. Setelah itu diolah dan dianalisa dan dikaitkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku untuk melihat hubungan satu sama lainnya. Selanjutnya bahan-bahan tersebut di analisis secara kualitatif dengan menggunakan kerangka pikir secara deduktif dan induktif untuk menjawab permasalahan. Langkah berikutnya data tersebut dianalisis secara interpretatif menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan bersama hasil wawancara dengan para nara sumber kemudian secara induktif ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada. Analisis dilakukan atas sesuatu yang telah ada, berdasarkan data yang telah masuk dan diolah sedemikian rupa dengan meneliti kembali, sehingga analisis dapat diuji kebenarannya. Analisis data ini dilakukan peneliti secara cermat dengan berpedoman pada tipe dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. 8 D. PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Fungsi Lembaga Kepailitan Terhadap Kredit Macet Perbankan Pada dasarnya lembaga kepailitan merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti membayar atau tidak mampu membayar. Keberadaan lembaga kepailitan saat ini sangat penting, terutama apabila melihat perannya sebagai salah satu alternatif solusi bagi penyelesaian masalah kredit debitor. Kreditor dapat menggunakan lembaga kepailitan terutama untuk memperoleh kepastian terhadap besarnya penggantian kredit, dari hutang-hutang debitor yang akan diterimanya, hasil dari pembagian antara para kreditor atas kekayaan debitor oleh Kurator. Sedangkan bagi debitor, lembaga kepailitan dapat juga menjadi solusi yang terakhir, terutama bagi diperolehnya kepastian terhadap besarnya kewajiban yang harus dibayarkan kepada para kreditor untuk memenuhi kewajibankewajibannya, sehingga debitor dapat terbebas dari tuntutan-tuntutan pihak kreditor karena telah diselesaikannya kewajiban yang harus dibayar. Dilihat dari perspektif ekonomi, penggunaan lembaga kepailitan sebenarnya tidak perlu terjadi, apabila kredit yang diterima oleh debitor sehat dan dikelola dengan baik. debitor memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan kredit, menjaga dan memelihara kredit tersebut agar tetap sehat dan termasuk untuk melaksanakan kewajiban debitor dalam membayar bunga kredit, termasuk pokok kredit apabila telah jatuh tempo sesuai perjanjian kredit antara debitor dengan kreditor yang telah disepakati sebelumnya. 8 Ibid. 5

Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Faktor-faktor Yang Menjadi Kendala Dalam Pelaksanaan Fungsi Lembaga Kepailitan Proses kepailitan sering ditemui hambatan-hambatan yang menghalangi jalannya proses kepailitan sampai dengan pelaksanaan putusan kepailitannya. Hambatan ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena dengan lambatnya pelaksanaan putusan kepailitan maka dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kepailitan tersebut, padahal Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan menganut asas adil (memperhatikan kepentingan secara seimbang antara kreditor dan debitor), cepat (dibatasi jangka waktu penyelesaian perkara baik ditingkat pertama, kasasi maupun peninjauan kembali) dan efektif (tanpa putusan mempunyai kekuatan pasti, utusan sudah dapat dilaksanakan. Hambatan biasanya datang dari pihak debitor yang beritikad buruk atau yang tidak mempunyai keinginan untuk melunasi hutang-hutangnya bisa berupa, penggelapan investasi pada saat kurator akan mencatat harta debitor, dengan serta merta debitor memindahkan harta kekayaannya ke tempat lain sehingga pada saat diadakan pencatatan oleh kurator ternyata debitor telah tidak mempunyai harta apa-apa lagi. Ketidakprofesionalnya kurator dalam mengurus harta-harta debitor yang telah diyatakan pailit merupakan faktor hambatan lainnya. Hal ini mungkin saja terjadi karena para kurator yang rata-rata mempunyai lulusan sarjana hukum yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola perusahaan. Karena di samping penguasaan bidang hukum sudah seharusnya para kurator juga memiliki kemampuan dalam pengelolaan suatu usaha khususnya yang berkaitan dengan audit pembukuan perusahaan. Kendala-kendala yang muncul dalam penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui kepailitan yaitu : a. Belum ada dana untuk biaya pengurusan dan pemberesan harta pailit. Penyelesaian suatu kepailitan membutuhkan dana yang tidak sedikit, begitu Kurator menerima putusan pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga dalam waktu yang relatif pendek harus mempersiapkan dana untuk pengumuman ikhtisar putusan pernyataan pailit dan batas akhir pengajuan tagihan kreditor/penyelenggaraan rapat pencocokan piutang. Pengumuman sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (4) dan Pasal 114 tersebut memerlukan dana lebih dari Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan dalam anggaran rutin Balai Harta Peninggalan tidak ada posnya. UUK sebenarnya sudah mengantisipasi kemungkinan adanya kesulitan/hambatan bagi kurator dalam pembiayaan untuk melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit dengan adanya Pasal 107 ayat (1) tersebut di atas. Pelaksanaan di lapangan menjual harta pailit memerlukan waktu karena dituntut menjual dengan harga maksimal agar tidak merugikan harta pailit, selain itu harus ada izin Hakim Pengawas yang berarti untuk mendapatkan izin tersebut 6

Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. juga memerlukan waktu sedangkan dana tersebut harus segera dipenuhi. b. Debitor Pailit tidak kooperatif. Kurator membutuhkan data tentang aset debitor untuk membuat pencatatan harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 100 ayat (1) UUK yang menyatakan: Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima putusan pengangkatannya sebagai Kurator. Debitor pailit yang tidak kooperatif memberikan data assetnya akan mempersulit kurator dalam pembuatan pencatatan harta pailit. Debitor pailit yang tidak hadir dalam rapat pencocokan piutang yang telah ditetapkan penyelenggaraannya akan berakibat ditundanya rapat pencocokan piutang. Berdasarkan Pasal 121 ayat (1) kehadiran debitor pailit adalah wajib, sehingga jika debitor pailit tidak hadir pada rapat pencocokan piutang, maka rapat tidak dapat diteruskan dan Hakim Pengawas akan menundanya. Tertundanya rapat pencocokan piutang akan menambah lama penyelesaian kepailitan. c. Debitor pailit menjual/menyembunyikan assetnya sebelum dinyatakan pailit. Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, sehingga apabila terdapat asset debitor pailit yang telah dijual sebelum kepailitan, Kurator harus mengurus kapan penjualannya dan kepada siapa asset tersebut dijual. Penelusuran aset debitor yang telah dijual/disembunyikan dan proses pembatalannya memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak, hal ini jelas menjadi hambatan dalam penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui kepailitan. Cara Balai Harta Peninggalan selaku Kurator kepailitan untuk mengatasi belum adanya dana guna membiayai pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah melakukan pinjaman kepada famili debitor, kreditor dan sebagainya. Cara tersebut kiranya merupakan langkah yang bisa dipertanggungjawabkan. Pasal 69 ayat (2) b menyatakan: Dalam melaksanakan tugasnya, kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Kurator melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit untuk kepentingan pihak debitor dan pihak kreditor, sehingga apabila Kurator kesulitan dana kemudian mengambil langkah meminjam kepada famili debitor atau pihak kreditor untuk digunakan mengurus kepentingan debitor/kreditor, sudah barang tentu langkah tersebut dapat dibenarkan. Pinjaman Kurator tersebut tentunya akan dikembalikan setelah harta pailit terjual. 7

Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Cara mengatasi debitor pailit yang tidak kooperatif dalam hal diminta data tentang assetnya oleh Kurator, sebagaimana diuraikan di muka antara lain adalah melakukan koordinasi langsung atau melalui surat dengan bank untuk diperoleh data tentang simpanan sebitor di suatu bank. Pihak bank biasanya keberatan memberi data tentang jumlah simpanan nasabahnya dengan alasan rahasia bank, untuk menembus rahasia bank Kurator harus memberikan dasar hukum yang kuat yaitu penjelasan Pasal 105 UUK yang berbunyi sebagai berikut : Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69, sejak putusan pailit diucapkan semua wewenang debitor untuk menguasai dan mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan debitor dari bank yang bersangkutan beralih kepada Kurator. Debitor pailit yang tidak kooperatif berarti menghambat proses penyelesaian kepailitan, sehingga Kurator dapat mengambil tindakan tegas untuk menghadapi debitor yang tidak kooperatif dengan menggunakan dasar hukum Pasal 93 ayat (1) yaitu minta kepada Pengadilan Niaga untuk menahan debitor Pailit. Cara mengatasi kendala terhadap debitor pailit yang menjual/menyembunyikan assetnya sebelum dinyatakan pailit, sebagaimana diuraikan dalam hasil penelitian tindakan Kurator adalah melakukan gugatan untuk membatalkan penjualan, sedangkan terhadap harta yang disembunyikan maka pihak Kurator akan melaporkannya kepada pihak Kepolisian. Perbuatan hukum debitor pailit yang menjual assetnya 1 (satu) tahun sebelum dinyatakan pailit dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUK. Tindakan Balai Harta Peninggalan mengatasi hambatan terhadap perbuatan debitor pailit yang telah menjual assetnya dengan cara melakukan gugatan merupakan tindakan yang profesional, sebagai Kurator harus berupaya semaksimal mungkin mengembalikan harta yang telah terjual tersebut ke dalam harta pailit sedangkan pembeli biasanya akan mempertahankan agar apa yang dibelinya tidak lepas. Harta/asset debitor yang disembunyikan sebelum pernyataan pailit merupakan harta pailit. Debitor pailit yang menyembunyikan asetnya sebelum dinyatakan pailit berarti telah melakukan penggelapan harta pailit. Cara Balai Harta Peninggalan mengatasi hambatan penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui kepailitan, karena debitor pailit menyembunyikan hartanya sebelum dinyatakan pailit, dengan cara menempuh perdamaian sebelum melakukan tindakan tegas melaporkan ke pihak kepolisian adalah merupakan tindakan yang cukup bijaksana. E. PENUTUP 8

Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. Pelaksanaan fungsi lembaga kepailitan terhadap kredit macet perbankan pada hakekatnya merupakan satu rangkaian proses yang dimulai dari permohonan pernyataan pailit, pengurusan dan pemberesan harta pailit, dan terakhir adalah berakhirnya kepailitan. Kepailitan pada dasarnya memberikan solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar utang-utangnya. Kepailitan mencegah/menghindari tindakan-tindakan yang tidak adil dan dapat merugikan semua pihak, yaitu menghindari eksekusi oleh kreditor dan mencegah terjadinya kecurangan oleh debitor sendiri. Penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui lembaga kepailitan walaupun telah diatur melalui UU Kepailitan namun dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan-hambatan, diantaranya hambatan yang datang dari debitor, terutama yang beritikad buruk atau yang tidak memiliki keinginan untuk melunasi hutang-hutangnya segera dengan berbagai macam cara sehingga pada saat akan dieksekusi banyak persoalan yang muncul. Penyelesaian utang debitor terhadap kreditor melalui lembaga kepailitan akan berakhir cepat dan efektif tergantung pada itikad baik para pihak. Hakim dalam menyelesaikan masalah kepailitan disarankan untuk lebih meningkatkan perannya demi menegakkan keadilan dengan cara memberi perlindungan kepada pihak debitor terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh para kreditor, apabila debitor telah mengajukan permohonan pailit pada lembaga kepailitan. Apabila debitor telah dinyatakan pailit kurator diupayakan untuk segera melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali, sehingga tidak akan ada upaya-upaya debitor nakal untuk memanipulasi asset maupun hartanya sehingga akan merugikan para kreditor. Karena pernyataan pailit, telah mengakibatkan debitor demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan. DAFTAR PUSTAKA Dahlan dan Sanusi Bintang, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000. H. Man. S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006. Iswardono Sp, Uang dan Bank, BPFE Yogyakarta, 1994, hlm.1. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002. 9

Lapadengan A.S: Analisis Fungsi. Vol.I/No.2/April-Juni /2013 Edisi Khusus Mgs. Edy Putra The Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm. 7. Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1983 Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998. Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1989. S. Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Pers, Jakarta, 2004. Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2004. Soekanto, S. dan S. Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. Ke-enam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. Tan Kamelo, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Hukum, Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan, 2006. 10