BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB V PENUTUP. Implementasi kebijakan sertifikasi keamanan pangan pada Industri Rumah

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III (tiga) Kesehatan Program Studi Gizi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (IRT)

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. mikroba patogen. Pangan juga dapat menimbulkan masalah serius jika

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini membahas tentang implementasi kebijakan sertifikasi keamanan

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ). Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. serta dilindungi dari ancaman yang merugikannya (Depkes RI, 1999). Memenuhi kebutuhan makhluk hidup membutuhkan bermacam-macam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Menimbang : Mengingat :

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

BAB I PENDAHULUAN. kimia fisika dan radio aktif (Menteri Kesehatan RI, 2010). Air di dalam tubuh

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengawasan agar produk pangan yang dihasilkan sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PERIZINAN PIRT (PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA)

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh serta kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber daya manusia yang memperhatikan beberapa faktor seperti faktor

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Hygiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikanfaktor

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN, TEMPAT-TEMPAT UMUM DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SUKOHARJO. Oleh : Kesehatan Bidang J NIM FAKULTAS

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

BAB 1 PENDAHULUAN. mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. harus memenuhi kebutuhan zat gizi, makanan juga harus aman dari

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikomsumsi karena

BAB I PENDAHULUAN. bersih. 4 Penyakit yang menonjol terkait dengan penyediaan makanan yang tidak

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut dapat memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya yang terkandung dalam makanan yang akan dikonsumsi dan menyebarluaskan bahaya secara global pula. Oleh karena itu, tuntutan akan jaminan keamanan pangan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan pangan yang akan dikonsumsi. Seluruh masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pangan yang aman dan bermutu. Namun kenyataannya, belum semua masyarakat dapat mengakses makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat food borne illness. Food borne illness atau penyakit bawaan makanan (PBM) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dijumpai. Penyakit ini pada umumnya menunjukkan gejala gangguan saluran pencernaan dengan rasa sakit perut, diare, dan kadang disertai muntah. Penyebabnya bersifat toksik maupun infeksius dan disebabkan oleh agenagen penyakit seperti bakteri E coli, salmonella, hepatitis dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini menyerang bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2006).

Di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia harus mampu bersaing dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan dalam sistem mutunya sehingga bahan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat banyak mengalami perubahan baik dari jenis maupun jumlah pangan yang dikonsumsi. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, jumlah produksi pangan juga mengalami peningkatan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Disamping itu, perubahan jenis dan jumlah pangan juga disebabkan oleh kemajuan teknologi, ekonomi dan pendidikan. Masyarakat dengan pendidikan yang baik akan mengupayakan pangan yang dikonsumsinya berkualitas baik (Cahyono, 2002). Masyarakat telah menyadari bahwa industri yang bergerak di bidang pangan harus memberikan jaminan bahwa suatu produk yang akan dikonsumsi aman dari potensi bahaya yang berasal dari cemaran fisik, kimia, dan biologi sehingga industri pangan perlu menerapkan sistem quality control pada proses pengolahan makanan. Salah satu tempat penyelenggaraan atau pengelolaan makanan adalah Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2012, IRTP adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Untuk mendukung upaya penerapan sistem quality control di IRTP, pemerintah memberlakukan sertifikasi terhadap IRTP dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi dan kesadaran produsen serta karyawan tentang pentingnya standar higiene sanitasi dalam pengolahan makanan. Produsen juga diharapkan bertanggung jawab

terhadap keselamatan konsumen sehingga implikasinya adalah meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang dihasilkan serta meningkatkan daya saing IRTP. Menindaklanjuti hal tersebut maka ditetapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk IRTP sebagai panduan bagi pihak yang berkecimpung di bidang keamanan pangan. CPPB IRTP diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK. 03.1.23.04.12.2206 tanggal 5 April 2012 tentang CPPB untuk IRTP. CPPB IRTP merupakan salah satu faktor yang harus dipenuhi sebagai syarat terpenuhinya standar mutu atau persyaratan keamanan pangan dan dengan menerapkan CPPB-IRTP ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, aman dan layak dikonsumsi sehingga masyarakat yang mengkonsumsinya terlindung dari bahaya kesehatan akibat pangan. Di Indonesia, belum tersedia data yang lengkap mengenai jumlah IRTP namun dari hasil pengawasan ditemukan bahwa belum semua IRTP memiliki izin produksi bagi produknya. Temuan lain berupa penggunaan bahan makanan berbahaya, konstruksi bangunan yang tidak sesuai maupun higiene sanitasinya yang tidak memadai. Tindak lanjut yang dilakukan oleh Badan POM dan Balai Besar POM adalah berupa pembinaan sampai dengan penegakan hukum (BPOM RI, 2013a). BPOM melaporkan jumlah sarana IRTP di Provinsi Bali sampai dengan tahun 2014 adalah 765 sarana. Selama tahun 2014, BPOM telah melakukan pemeriksaan terhadap penerapan higiene sanitasi pada 128 IRTP dan hasilnya adalah 116 (90,63%) IRTP tidak memenuhi ketentuan (BPOM RI, 2014). Tindak lanjut yang

sudah dilakukan oleh BPOM adalah pembinaan pada IRTP yang belum memenuhi ketentuan dan peringatan bagi IRTP yang menggunakan bahan berbahaya. Data mengenai penerapan quality control pada IRTP belum tersedia baik di Indonesia maupun di Bali, namun beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pangan di Bali dalam upaya promosinya mengklaim telah menerapkan sistem ini. Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, jumlah IRTP mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah IRTP yang terdata pada tahun 2012 adalah sebanyak 179, tahun 2013 meningkat menjadi 231 dan sampai dengan bulan Juni 2014 terdata sebanyak 270 IRTP. Peran Dinas Kesehatan adalah menerbitkan rekomendasi pada penerbitan izin, pembinaan, pemantauan ulang dan pemeriksaan sarana IRTP. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Registrasi,Akreditasi, Sertifikasi dan Perizinan di Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, diketahui bahwa sampai dengan bulan Juni 2014, IRTP yang telah memiliki izin sebanyak 10 sarana dan telah dilakukan pemantauan ulang sebanyak satu kali ke masing-masing sarana tersebut. Hasil yang diperoleh adalah hanya satu IRTP yang telah menerapkan CPPB IRTP sedangkan sembilan dari sarana tersebut tidak lagi menerapkan beberapa aspek dalam CPPB IRTP. Keberadaan IRTP memberi lapangan pekerjaan bagi tenaga penjamah makanan. Tenaga penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan dan terlibat langsung dalam menyiapkan, mengolah, maupun menyajikan makanan (BPOM RI, 2013b). Tenaga penjamah makanan memiliki risiko menularkan penyakit melalui perilakunya dalam pengolahan makanan (Fatima dkk, 2002). Oleh karena itu, peningkatan pengetahuan dan sikap sangat

dibutuhkan untuk mendorong penjamah makanan berperilaku baik khususnya dalam penerapan higiene dan sanitasi pengolahan pangan (Azira dkk, 2012). Penelitian mengenai IRTP dan penjamah makanannya di Kabupaten Karangasem belum pernah dilakukan sebelumnya, oleh karena itu pengkajian lebih mendalam diperlukan untuk mengetahui sejauh mana IRTP dan penjamah makanannya sudah menerapkan CPPB dan permasalahan yang dihadapi IRTP dalam menerapkan CPPB tersebut. Perhatian besar penelitian ini adalah pelaksanaan CPPB IRTP oleh penjamah makanan di IRTP yang ada di Kabupaten Karangasem terutama untuk IRTP yang produknya telah mendapatkan izin produksi sebab apabila penjamah makanan tidak melaksanakan aspek higiene dan sanitasi dalam CPPB IRTP, dikhawatirkan pangan yang diedarkan ke masyarakat melalui pasar tradisional dan toko modern adalah pangan yang tidak aman mengingat IRTP yang telah memiliki izin produksi memiliki akses masuk ke pasar tradisional dan toko modern lebih mudah dibandingkan IRTP tanpa izin produksi. Perlu juga diketahui apakah setelah mendapat izin tersebut penjamah makanan di IRTP Kabupaten Karangasem masih melaksanakan CPPB-IRTP dengan baik secara berkesinambungan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaanya di sarana IRTP tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian yaitu, apakah: 1. umur mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 2. jenis kelamin mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 3. tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 4. masa kerja mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 5. pengetahuan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 6. sikap mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 7. penyuluhan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 8. ketersediaan fasilitas mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem? 9. dukungan pengelola IRTP mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Karangasem. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh: 1. umur terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 2. jenis kelamin terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 3. tingkat pendidikan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 4. masa kerja terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 5. pengetahuan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 6. sikap terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 7. Penyuluhan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

8. ketersediaan fasilitas terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 9. dukungan pengelola IRTP terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis/Akademik Untuk menambah wawasan keilmuan khususnya dalam hal CPPB dan sebagai dokumen ilmiah yang dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi tempat penelitian: sebagai masukan kepada IRTP dalam mengembangkan dan menyempurnakan proses produksi di IRTP berkaitan dengan CPPB IRTP. 2. Bagi masyarakat: sebagai informasi serta pertimbangan dalam memilih makanan yang aman dan sesuai dengan syarat higiene sanitasi. 3. Bagi peneliti: menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pengolahan pangan yang baik di khususnya IRTP. 4. Bagi pengambil kebijakan: untuk membantu dalam perencanaan program intervensi pendidikan kesehatan bagi penjamah makanan agar memiliki peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku penerapan CPPB.