1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

Dosen pengasuh: Ir. Martono Anggusti.,S.H.,M.M,.M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di kota-kota besar dan juga daerah padat industri yang menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah alat transportasi. Akibat dari kebutuhan masyarakat akan alat

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN.

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pembangunan yang dilakukan manusia semakin meningkat yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only.

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam dan pembangunan industri. Salah satu dampak penting pembangunan industri adalah perubahan kualitas lingkungan, baik lingkungan alam, lingkungan buatan maupun lingkungan sosialnya. Perubahan kualitas lingkungan tersebut antara lain terjadinya pencemaran lingkungan. Perhatian tentang lingkungan hidup di Indonesia sudah lama muncul di media massa. Berita-berita itu terutama berasal dari media massa barat, oleh karena itu masalah lingkungan hidup yang diliput terutama adalah masalah pencemaran yang sudah menjadi masalah serius. Pencemaran tersebut dapat berupa pencemaran air, tanah maupun udara. Ketiga unsur lingkungan tersebut adalah media terpenting dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Apabila dibandingkan dengan air dan tanah, maka pencemaran udara mempunyai sepesifikasi tersendiri yang berkaitan dengan sifat-sifat udara yang mudah sekali menyebar ke semua arah. Oleh karena itu proses pengendalian pencemaran udara juga mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada pengendalian pencemaran air dan tanah. Udara adalah faktor yang penting dalam keihidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota, pusat-pusat kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat berlangsung secara alamiah mapun akibat aktivitas manusia. Dalam perkembangannya masalah pencemaran udara sering diangkat ke 18

permukaan, baik pada tahap emisi kegiatan pabrik maupun dari kendaraan bermotor yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dilihat dari keberadaan sumber-sumbernya, maka masalah pencemaran udara lebih dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bemotor sebagai sumber pencemar udara mencapai 60% - 70%, sedangkan industri berkisar antara 10% - 15%. Sisanya berasal dari kegiatan rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan/lading, dan lain-lain (Kusnoputranto, 2000). Pencemaran udara dapat terjadi di luar ruang/ambien (outdoor air pollution) maupun pada udara dalam ruang (indoor air pollution). Pencemaran udara ambien terjadi terutama disebabkan oleh aktivitas industri, polusi kendaraan bermotor, pembakaran hutan, letusan gunung berapi, dan pembangkit tenaga listrik. Sedangkan pencemaran udara dalam ruang meliputi pencemaran udara dalam ruangan rumah dan gedung-gedung yang dapat terjadi akibat hasil asap rokok, gangguan sirkuliasi udara (ventilasi), asap dari dapur ketika memasak, pemanas ruangan maupun pencemar-pencemaran udara di luar ruang yang masuk ke dalam ruang. Adanya berbagai sumber emisi gas buang dari berbagai macam kegiatan dan ditunjang oleh faktor-faktor meteorologis seperti suhu, kelembaban dan kecepatan angin sangat berpengaruh pada kualitas udara ambien. Perubahan faktor-faktor tersebut juga akan menyebabkan kualitas udara ambien berubah dari waktu ke waktu. Wilayah perkotaan adalah salah satu sumber pencemaran udara utama, yang sangat besar peranannya dalam masalah pencemaran udara. Beberapa jenis sumber yang berbeda dapat ditemui pada daerah perkotaan. Misalnya transportasi (kendaraan bermotor), industri, sumber pencemaran domestik, sumber pencemaran tidak bergerak, dan sumber pencemaran bergerak lainnya. Menurut Tamin (2006), Asisten Deputi II Menteri Lingkungan Hidup Urusan 19

Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak, Kementerian Lingkungan Hidup, pencemaran udara di Indonesia saat ini sudah semakin dirasakan sehingga memperburuk kualitas udara terutama di kota-kota besar. Kualitas udara untuk Jakarta, tahun 2005 masyarakat hanya menikmati 37 hari kualitas udara dalam kategori sehat. Kondisi kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Semarang, dan Surabaya juga tidak begitu berbeda yaitu kurang dari 20% dari jumlah hari dalam setahun dimana udaranya masuk dalam kategori sehat. Kementerian Lingkungan Hidup RI telah menetapkan baku mutu udara ambien melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara untuk berbagai parameter kunci seperti CO, HC, NO x, SO 2, partikulat debu dan partikulat PM10 (ukuran debu kecil dari 10 µm diameter) dan timbal. Salah satu kota di Indonesia yang mengalami permasalahan pencemaran udara adalah Kota Bandung. Kota Bandung terletak di wilayah provinsi Jawa Barat dan menjadi ibukota provinsi. Lokasi Bandung cukup strategis, bila ditinjau dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan. Kota Bandung sebelumnya menjadi kota serba muka (multi fungsi) karena lima fungsi yang disandang: pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan regional Jawa Barat, pendidikan, kebudayaan dan pariwisata, serta sebagai lokasi berbagai industri. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian provinsi Jawa Barat, Bandung menjadi sentral kegiatan perdagangan regional Jawa Barat karena keberadaan 2.123 perusahaan perdagangan di kota ini. Kota ini memiliki lebih kurang 15.000 jenis industri, sebagian besar industri kecil dan usaha rumah tangga yang mampu menyerap sekitar 230.000 tenaga kerja. Wilayah kota bandung dengan kondisi geografisnya yang khas, adalah daerah yang memerlukan studi lebih mendalam, termasuk dalam masalah pencemaran udaranya. Selain kondisi geografisnya, kondisi topografis kota Bandung yang sangat khusus dengan ditandai dengan cekungan dan lembah, juga memberikan suatu karakteristik meteorologi regional yang tersendiri. Inversi temperatur dan aliran udara bolak-balik akan sangat mungkin terjadi, baik secara periodik maupun terus menerus. Akhirnya akumulasi pencemar udara, termasuk pencemar 20

sekunder, mungkin akan terjadi (Soedomo, 1993). Pada wilayah udara yang tidak berventilasi baik, seperti lembah, pegunungan, daerah pantai, fenomena ini lebih sering terjadi yang ditandai dengan fenomenafenomena aliran balik, inversi, subsidensi, radiasi dan sebagainya. Wilayah udara kota Bandung, bila dilihat dari keadaan topografinya yang berupa cekungan yang dikelilingi pegunungan, adalah sebuah wilayah udara yang tidak berventilasi baik. Aliran balik dan lapisan-lapisan inversi temperatur akan sering terjadi. Hal tersebut menjadi suatu potensi untuk terjadinya akumulasi zat pencemar. Selain itu banyaknya fungsi kota yang disandang, membuat Bandung menanggung beban lingkungan yang sangat berat. Pengaturan tata ruang kota yang tidak disiplin, menimbulkan banyak masalah. Kawasan permukiman yang harus dipertahankan misalnya, karena berumur lebih dari lima puluh tahun seperti Jalan RE Martadinata hingga Jalan Supratman, Jalan Dipatiukur hingga Jalan Ir H Juanda, akhirnya berubah menjadi kawasan perdagangan, pelayanan jasa, dan hotel. Begitu juga kawasan di sekitar Bandung Utara yang seharusnya merupakan daerah resapan air, kini berubah menjadi hotel dan perumahan mewah. Kondisi jalan raya di kota Bandung pun tidak mendukung. Di kota seluas 167,45 km persegi ini, panjang jalan keseluruhan mencapai 932,7 km, dengan lebar jalan bervariasi dari 2,5 meter sampai 30 meter. Data dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalam Raya (DLLAJR) Kota Bandung menunjukkan bahwa panjang jalan hanya 4,9 persen dari luas kota. Padahal, bagi sebuah kota jasa, panjang jalan yang ideal 15-20 persen dari luas kota. Jalan yang relatif pendek itu juga harus menampung sekitar 604.000 kendaraan roda empat dan dua. Jumlah ini hanya kendaraan yang berdomisili di Kota Bandung, belum termasuk yang datang dari Jakarta dan sekitarnya. Pada hari dan jam kerja, padatnya lalu lintas mengakibatkan kendaraan roda empat yang melalui jalan-jalan utama seperti Jalan Merdeka, Jalan R.E. Martadinata, Jalan Cihampelas dan lain-lain lamban bergerak. Kecepatan rata-rata 21

kurang dari 20 km per jam, di bawah kecepatan ideal 30 km per jam. Laju kendaraan menjadi lebih lambat atau justru sulit bergerak setiap hari Sabtu dan Minggu, saat Bandung kedatangan tamu yang ingin membelanjakan uangnya di sini. Gambaran kondisi kota Bandung dengan segala aktivitasnya tersebut menunjukkan bahwa Kota Bandung telah mengalami permasalahan lingkungan dan salah satu masalah yang cukup serius adalah pecemaran udara. Aktivitas transportasi sangat berperan dalam pencemaran udara di kota Bandung. Jenis kendaraan, kapasitas mesin, umur kendaraan, jenis bahan bakar dan pemeliharaan kendaraan menjadi faktor yang penting dalam kandungan emisi gas buang yang dikeluarkannya. Pemantauan kualitas udara secara kontinyu di kota Bandung menunjukkan kecenderungan memburuknya kualitas udara. Alat pemantau memantau pencemar debu dengan diameter 10 mikron (PM 10 ), dan gas-gas pencemar berupa oksida nitrogen (NO x ), sulfur dioksida (SO 2 ), karbon monoksida (CO) dan ozon (O 3 ). Hasil pemantauan kualitas udara di Kota Bandung selanjutnya dinyatakan dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berupa angka 1-500 yang mengkategorikan hari dengan kualitas udara Baik (0-50), Sedang (51-100), Tidak Sehat (101-199), Sangat Tidak Sehat (200-299) dan Berbahaya (>300). Data ISPU di kota Bandung sejak akhir tahun 2000 menunjukkan kecenderungan kualitas udara yang semakin memburuk ditandai dengan meningkatnya jumlah hari yang dikategorikan sebagai Tidak Sehat dan Sangat Tidak Sehat. Bila dilihat dari sumber pencemaran udara, dapat dikatakan kendaraan bermotor menjadi sumber polutan terbesar dibanding sumber kegiatan lainnya baik industri maupun rumah tangga. Apabila ditinjau lebih lanjut dapat dikatakan, di antara berbagai jenis kendaraan yang ada seperti kendaraan penumpang bis, truk maupun sepeda motor, maka dapat dikatakan jenis kendaraan penumpang roda 4 dan sepeda motor jadi sumber utama pencemaran udara tersebut. 22

Pada saat ini sesuai dengan perkembangan pengetahuan mengenai kesehatan, WHO juga telah menetapkan panduan baku mutu ambien yang lebih ketat dibanding waktu lalu dengan lebih memperhatikan segmen masyarakat yang mengidap penyakit kronis terkait dengan ISPA maupun penyakit dalam lainnya. Pencemar udara dapat menyebabkan dampak buruk pada kesehatan, terutama penyakit yang berkaitan dengan saluran pernafasan. Selain itu pencemar debu yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor dan industri dapat mengandung logam-logam berbahaya seperti timah hitam (timbal). Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus yang dapat terhisap ke dalam saluran pernafasan dan akhirnya terakumulasi di dalam jaringan tubuh seperti tulang, lemak, dan darah. Konsentrasi Pb di dalam darah sebesar 10 g/dl pada wanita hamil dapat menyebabkan kerusakan janin, aborsi, dan kematian neonatal. Pada anak-anak menyebabkan penurunan IQ, hambatan pertumbuhan dan gangguan pendengaran. Pada orang dewasa konsentrasi di atas 40 g/dl menyebabkan peningkatan hipertensi dan gangguan jantung, kerusakan ginjal, gangguan sistem syaraf, kekebalan tubuh, dan kanker. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djuangsih (1984) yang dikutip oleh Haryanto (2003), 30-46% supir angkutan kota dan polisi lalulintas dan 50% dari pedagang asongan dan kaki lima di kota Bandung mempunyai kadar Pb darah > 40 g/dl. Pengukuran kadar Pb di dalam darah dengan jumlah sampel yang lebih terbatas yang baru-baru saja dilakukan oleh ITB (Lestari, 2004) menunjukan bahwa 7 dari 10 anak sekolah yang diambil contoh darahnya mempunyai kadar Pb lebih besar dari 10 g/dl. Dari berbagai jenis penyakit dan gangguan kesehatan yang dapat disebabkan oleh pecemaran udara, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit yang paling dapat menggambarkan dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia. Di Indonesia, ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting 23

karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi, yaitu 1 dari 4 kematian yang terjadi. Penelitian tentang hubungan kualitas udara ambien dengan faktor meteorologi dan dampak kesehatan di kota Pekanbaru telah membuktikan bahwa ada hubungan antara konsentrasi parameter udara ambien dengan dampaknya pada kesehatan yang menunjukkan bahwa konsentrasi NO 2 di udara ambien mempengaruhi terjadinya kasus penyakit ISPA, kemudian PM 10 dan CO mempengaruhi terjadinya penyakit asma (Sumanti, 2001). Sementara di Jakarta, hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kasus ISPA tidak berhubungan dengan konsentrasi PM 10, CO, dan NO 2, tetapi berhubungan dengan konsentrasi SO 2 dan O 3. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2006, penyakit ISPA penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk yaitu sebesar 36,7%. Pada tahun 2007 penderita penyakit ISPA meningkat menjadi 43%. Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas udara ambien dan faktor meteorologis terhadap kejadian penyakit ISPA di kota Bandung provinsi Jawa Barat. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas diketahui bahwa kondisi kota Bandung saat ini penuh dengan kegiatan yang dapat menjadi sumber pencemaran udara. Kepadatan arus kendaraan bermotor yang tinggi menjadi faktor utama terjadinya pencemaran udara kota Bandung. Kondisi topografis kota Bandung yang berupa daerah cekungan semakin meningkatkan potensi terjadinya pencemaran udara. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah semakin menurunnya kualitas udara ambien di kota Bandung provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah Kecamatan Bandung Wetan. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada kondisi kecamatan tersebut yang menjadi pusat perdagangan, pusat perkantoran dan juga pusat pendidikan, sehingga kepadatan kendaraan sangat tinggi. 24

Selain itu kondisi permukiman yang ada di kecamatan Bandung Wetan sebagian besar merupakan permukiman menengah ke atas sehingga dapat diasumsikan bahwa kejadian penyakit ISPA yang diderita oleh masyarakat diakibatkan karena kualitas udara ambien. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka timbul pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi faktor meteorologi (temperatur udara, kelembaban relatif, arah angin, dan kecepatan angin) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. b. Bagaimana konsentrasi 5 (lima) parameter utama pencemaran udara (PM 10, SO 2, NO 2, CO, dan O 3 ) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung c. Bagaimana kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. d. Apakah ada hubungan antara kondisi faktor meteorologi (temperatur udara, kelembaban udara relatif, dan kecepatan angin) dengan konsentrasi 5 (lima) parameter utama pencemaran udara (PM 10, SO 2, NO 2, CO dan O 3 ) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. e. Apakah ada hubungan antara 5 (lima) parameter utama pencemaran udara (PM 10, SO 2, NO 2, CO dan O 3 ) dengan kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. f. Apakah ada hubungan antara kondisi faktor meteorologi (temperatur udara, kelembaban udara relatif, dan kecepatan angin) dengan kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut: 25

1.3.1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas udara ambien dan faktor meteorologis dan hubungannya dengan kejadian penyakit ISPA di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. 1.3.2. Tujuan khusus Tujuan khusus tersebut di atas kemudian dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus sebagai berikut: a. Menganalisis kondisi faktor meteorologi (temperature udara, kelembaban udara relatif, dan kecepatan angin) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. b. Menganalisis konsentrasi 5 (lima) parameter utama pencemaran udara (PM 10, SO 2, NO 2, CO, dan O 3 ) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung c. Menganalisis kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. d. Menganalisis hubungan antara kondisi faktor meteorologi (temperatur udara, kelembaban udara relatif, dan kecepatan angin) dengan konsentrasi 5 (lima) parameter utama pencemaran udara (PM 10, SO 2, NO 2, CO, dan O 3 ) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. e. Menganalisis hubungan antara 5 (lima) parameter utama pencemaran udara (PM 10, SO 2, NO 2, CO dan O 3 ) dengan kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. f. Menganalisis hubungan antara kondisi faktor meteorologi (temperatur udara, kelembaban udara relatif, dan kecepatan angin) dengan kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kecamatan Bandung Wetan kota Bandung. 1.4. Manfaat Penelitian 26

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik bagi peneliti sendiri maupun bagi pihak-pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Manfaat-manfaat dari penelitian ini adalah: a. Kontribusi pada ilmu lingkungan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembahasan permasalahan pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara yang terjadi pada lingkungan buatan (perkotaan) dan berdampak pada lingkungan sosial (kesehatan masyarakat). b. Manfaat bagi masyarakat Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang berada di wilayah penelitian atau di wilayah lain dengan karakteristik yang sama akan mendapatkan informasi untuk dapat berperan aktif dalam penanggulangan masalah pencemaran udara. c. Manfaat bagi pemerintah daerah setempat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang dapat mendorong pemerintah daerah setempat untuk melakukan upaya pengawasan dan penanggulangan pencemaran udara sehingga tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. 27