BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, perkembangan sektor publik dewasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. SPIP. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah atau disingkat menjadi SPIP

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. telah mendorong pemerintah untuk menerapkan akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi rumusan masalah penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi sektor publik merupakan bagian dari sistem perekonomian negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian


BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. dengan prosedur penggajian yang ditetapkan. pemotongan gaji dan pembayaran gaji yang salah. Hal tersebut akan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) berupa Laporan Keuangan. Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

IMPLEMENTASI SPIP BALITBANG KEMENTERIAN KEHUTANAN

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. perorangan, masyarakat dan atau pemerintah oleh karenanya Perguruan Tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini organisasi sektor publik berupaya memberikan kualitas pelayanan

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA BANJAR TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 pasal

Implementasi Manajemen Risiko dalam kerangka SPIP. Tri Wibowo, Msi, CA, CPMA

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

2012, No.51 2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Peme

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

PENERAPAN SAKIP BAGIAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

Kemendagri REPUBLIK INDONESIA

1 Pendahuluan. Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Kab. Pasuruan 1

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daftar Informasi Publik di BPKP Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

13. Untuk pencapaian kinerja program yang terbagi dalam 2 (dua) program, terlihat nilai pencapaian kinerjanya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) sebagai

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. oaching

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, perkembangan sektor publik dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik yang dilaksanakan oleh organisasi sektor publik seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, unit-unit kerja pemerintah, departemen dan lembaga-lembaga negara (Sadjiarto, 2000; Riantiarno dan Azlina, 2011; Santoso dan Pambelum, 2008) Sektor publik mulai mengejar ketertinggalannya melalui reformasi pengelolaan sektor publik, dari administrasi tradisional menuju New Publik Management (NPM) yang menekankan pencapaian kinerja dan akuntabilitas, dengan mengadopsi teknik pengelolaan sektor swasta ke dalam sektor publik. Penerapan NPM merupakan bentuk reformasi manajemen dan desentralisasi wewenang guna mendorong demokrasi (Pecar, 2002). Polidano (1999) dan Wallis dan Dolery (2001) menyatakan, bahwa NPM merupakan fenomena yang terjadi secara global namun tidak secara serentak dan penerapannya berbeda-beda, tergantung pada localized contigencies. Walupun dalam penerapannya berbeda, namun NPM mempunyai persamaan tujuan yaitu memperbaiki akuntabilitas manajerial, meningkatkan efektivitas, efisiensi dan responsivitas. Reformasi perubahan terjadi dalam wujud peran pemerintah, khususnya hubungan pemerintah dengan masyarakat (Mardiasmo, 2009; HO, 2002; Tan dan 2003; 1

2 Mwita, 2000). Perubahan juga dalam hal teoritis, berupa perubahan administrasi publik ke arah manajemen publik serta penyederhanaan birokrasi pemerintah. Hampir di semua negara, lebih menekankan untuk mengarah pada penggunaan anggaran berbasis kinerja, manajemen berbasis outcome (hasil), serta penggunaan akuntansi akrual, walaupun tidak secara serentak. Akuntabilitas dan good governance akan tercapai apabila lembaga pemeriksa tertata dan berfungsi dengan baik. Selanjutnya perlu dilakukan pengembangan audit, salah satunya berupa perluasan cakupan audit, tidak hanya audit keuangan, tetapi juga value for money audit atau sering disebut performance audit/audit kinerja (Bayrakdaroglu et al., 2012). Audit kinerja merupakan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi serta efektivitas pencapaian hasil yang telah ditetapkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, serta menyesuaikan antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada stakeholder (Johnsen et al., 2001; Larcker et al., 2007; Mustikarini dan Fitriasari, 2012). Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban pihak pemegang amanah kepada pemberi amanah, untuk mempertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2009). Tujuan Instansi Pemerintah biasanya ditetapkan dalam Rencana Strategis

3 (Renstra) dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Kementrian Lembaga (K/L) atau Rencana Strategis Daerah (Renstrada) dan Rencana Kerja Daerah di Pemda (LAN, 2000). Mengingat bahwa Renstra dan RKT tersebut hanya teroperasionalisasi melalui Unit Organisasi K/L dan Pemda sehingga pelaksanaannya konsisten dengan tujuan dalam Renstra dan RKT instansi pemerintah pusat dan daerah, maka tujuan dan sasaran instansi pemerintah dibagi menjadi tiga tingkatan sesuai dengan konteksnya yaitu konteks strategis, konteks organisasional, dan konteks operasional (BPKP, 2012). Suatu organisasi/instansi harus mempunyai pandangan dan sikap yang professional untuk memajukan dan meningkatkan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Pandangan dan sikap tersebut diatas dinyatakan dalam kegiatan manajemen untuk selalu melihat, meneliti, menganalisa dan mengambil keputusan atas laporan-laporan yang telah sampai ke atas meja mereka, digunakan sebagai dasar keputusan, baik untuk mengendalikan atau mengarahkan, biasanya berbentuk ringkasan kejadian yang paling terakhir terjadi dan kondisi organisasi. Unit/satuan pengukurannya tidak hanya menggunakan rupiah saja tetapi juga satuan jam kerja, satuan berat, penggunaan karyawan atau ukuran yang lain yang diperlyang ukannya (Tresnawati, 2012). Tresnawati juga meyampaikan bahwa acuan atau tolok ukur yang digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya adalah kinerja, yang ditunjukkan dalam suatu periode tertentu. Selain sebagai tolok ukur keberhasilan, kinerja juga dapat digunakan pihak manajemen untuk mengevaluasi organisasi pada periode yang lalu. Pengukuran kinerja juga dapat

4 digunakan sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak (Wahyu dalam Artiningtyas, 2012; Anjarwati, 2012). Sistem kinerja yang baik dan sesuai dengan organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi dapat terus berkembang dan bersaing di dunia yang semakin kompetitif. Manajemen kinerja sektor publik (pemerintahan) telah dimulai sejak dicanangkan penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sistem AKIP) melalui Instruksi Presiden nomor 7 tahun 1999. Sistem AKIP mewajibkan setiap instansi pemerintah menyusun rencana stratejik (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan dan sasaran serta strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Hasil dari pelaksanaan rencana stratejik, berupa keluaran (output) dan hasil (outcome) selanjutnya dilakukan pengukuran kinerja dan evaluasi kinerja, sehingga diperoleh informasi umpan balik sebagai perbaikan kinerja pada periode mendatang. Pelaksanaan sistem AKIP, selanjutnya disempurnakan dengan dukungan sistem lainnya yaitu Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU Nomor 25 Tahun 2004) dan Sistem penyusunan anggaran berbasis kinerja UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Secara umum pemerintahan bertujuan memberikan pelayanan publik yang optimal kepada masyarakat. Namun upaya tersebut bukanlah hal yang mudah. Dalam kenyataannya banyak ketidakpastian yang menyelimuti praktik pelayanan publik, baik ketidakpastian yang berasal dari lingkungan di luar pemerintahan

5 maupun di dalam pemerintahan. Ketidakpastian ini dapat memberi pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif dari ketidakpastian biasanya disebut peluang dan pengaruh negatif disebut risiko. Risiko, meskipun berkonotasi negatif, bukan merupakan sesuatu yang harus dihindari tetapi harus dikelola melalui suatu mekanisme yang dinamakan manajemen risiko. Manajemen risiko yang baik akan menjadi kekuatan vital bagi corporate governance (BPKP, 2008; Kusumawati dan Riyanto, 2005). Pemerintahan yang mampu mengelola risiko dengan baik biasanya memiliki kemampuan sensitif untuk mendeteksi risiko, memiliki fleksibilitas untuk merespon risiko dan menjamin kapabilitas sumberdaya untuk melakukan tindakan guna mengurangi tingkat risiko. Proses manajemen risiko merupakan aplikasi yang sistematis atas kebijakan manajemen, prosedur dan praktik-praktik dalam menetapkan konteks, mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, memantau dan mengkomunikasikan peristiwa risiko (BPKP, 2012). Penilaian risiko merupakan salah satu unsur dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Pemerintah telah menetapkan aturan yang jelas mengenai pentingnya SPIP bagi instansi pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008. Berdasarkan peraturan tersebut, SPIP didefinisikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang

6 diselenggarakan secara menyeluruh pada lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berdasarkan definisi SPIP di atas, terdapat empat tujuan yang hendak dicapai oleh SPIP yaitu, (i) efisiensi dan keefektifan pencapaian tujuan negara, (ii) keandalan pelaporan keuangan, (iii) pengamanan aset negara dan (iv) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan memperhatikan unsur-unsur pembentuk SPIP, yaitu (i) lingkungan pengendalian yang kondusif, (ii) penilaian risiko, (iii) aktivitas pengendalian, (iv) informasi dan komunikasi, dan (v) pemantauan. Penilaian Risiko pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi (D arcy, 2001). Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara manajemen risiko dan kinerja perusahaan, (Jafari et al., 2011; Andersen, 2008). Pendapat lain terkait manajemen risiko yaitu, peningkatan kinerja perusahaan dapat tercapai melalui keunggulan bersaing perusahaan yang merupakan salah satu mediator dalam efektivitas manajemen risiko (Nachailit et al., 2011). Manajemen risiko dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi atau perusahaan dalam hal ini dana pensiun dimana kesadaran akan risiko akan mempengaruhi profil risiko pasar modal yang rendah, serta menunjukkan kerangka kerja dari manajemen risiko (Collier, 2006; Stewart, 2010). Penelitian terkait risiko pada sektor publik juga disampaikan, bahwa penilaian risiko akan memberikan informasi kepada pimpinan untuk meminimalisir dampak dari risiko (Istiningrum, 2011).

7 Konsepsi ini menuntut adanya pra kondisi agar proses identifikasi dan analisis risiko dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai karakteristik Penilaian Risiko menurut PP 60 Tahun 2008. Sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) PP 60/2008, Penilaian Risiko meliputi dua kegiatan pokok yaitu (1) identifikasi dan (2) analisis risiko. Proses penilaian risiko, sesuai ayat (3), didahului dengan penetapan tujuan baik tujuan di tingkat Instansi Pemerintah maupun tujuan di tingkat kegiatan. Pemisahan penetapan tujuan ini akan menjadi acuan atau kriteria dalam menilai risiko karena Penilaian Risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran pemerintah. Instansi pemerintah perlu melaksanakan metode penilaian risiko (risk assessment) yang memadai sesuai dengan tujuan tingkat organisasi maupun tujuan tingkat kegiatan, serta penilaian risiko (risk assessment) yang memadai untuk menilai efektivitas kegiatan pengendalian. Banyaknya perubahan serta tuntutan yang tinggi akan kualitas pelayanan, instansi khususnya yang berada di bawah naungan pemerintah, maka perlu dilakukan penilaian risiko. Hal ini penting untuk dilakukan dengan segera karena penilaian risiko akan membantu instansi pemerintah untuk mengelola risiko tersebut dan meminimalisir dampak yang dapat menghambat pencapaian tujuan instansi pemerintah. Dengan adanya penilaian risiko, efisiensi dan efektivitas dalam memberikan pelayanan akan meningkat sehingga instansi pemerintah dapat memberikan pelayanan yang berkesinambungan kepada stakeholders. Penilaian risiko juga menjadi dasar bagi instansi pemerintah dalam menyusun rencana strategis dan membantu menghindari pemborosan APBN/ APBD karena seluruh

8 risiko yang mungkin terjadi telah diantisipasi dan dikendalikan oleh instansi tersebut (BPKP, 2008). Dinas kesehatan Kabupaten Gianyar merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah, selanjutnya disingkat SKPD, yang telah melakukan penilaian risiko atas tujuan strategis yang dilaksanakan di masing-masing bidang, yang bermuara pada peta risiko yang akan dihadapi oleh SKPD. Dinas kesehatan Kabupaten Gianyar, merupakan Piloting percepatan Implementasi SPIP yang difasilitasi oleh BPKP selaku pembina. Dengan dipetakannya risiko tersebut akan menuntun para pengambil kebijakan untuk dapat melaksanakan pengendalian guna tercapainya tujuan masing-masing bidan khususnya maupun tujuan organisasi secara umum. Kedepannya para pimpinan harus selalu memperhatikan perkembangan dan ketercapaian kinerja yang telah direncanakan, baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, apakah terdapat perbedaan kinerja pada dinas kesehatan Kabupaten Gianyar sebelum dan sesudah melakukan penilaian risiko? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar sebelum dan sesudah melakukan penilaian risiko.

9 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis Memberikan tambahan pengetahuan mengenai kinerja SKPD yang telah melakukan penilaian risiko. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung teori regulasi yang berkaitan dengan kewajiban bagi SKPD melakukan penilaian risiko. b. Manfaat Praktis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dinas kesehatan kabupaten lain, khususnya dan bagi SKPD atau organisasi sektor publik pada umumnya. c. Manfaat Regulasi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada regulator atas efektivitas pengukuran kinerja dan implementasi SPIP, khususnya pada dinas kesehatan serta di seluruh SKPD dan pemerintah daerah pada umumnya.