DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN KESELAMATAN DEKOMISIONG REAKTOR NUKLIR 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Ketenaganukliran

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN PERSYARATAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR KARTINI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS IBN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

FORMAT DAN ISI LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEKOMISIONING. A. Kerangka Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekomisioning URAIAN INSTALASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

INSPEKSI IN DAN PENGEMBANGANNYA. Dedi Sunaryadi Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir (DI2BN).

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG DEKOMISIONING REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMAT DAN ISI PROGRAM DEKOMISIONING INNR


PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

Transkripsi:

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus.. 06 BAB II OBJEK PENGAWASAN 07 1. Instalasi Nuklir 07 2. Instalasi Nuklir Non Reaktor.. 07 3. Bahan Nuklir 07 4. Sertifikasi.. 08 BAB III PERIZINAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR.. 09 BAB IV PROSEDUR, PERYARATAN PENERBITAN DAN JENIS IZIN.. 11 A. Persyaratan Izin.. 11 1. Syarat syarat untuk mendapatkan izin tapak 12 2. Syarat Syarat untuk mendapatkan izin kontruksi 13 3. Syarat-Syarat untuk mendapat Izin Operasi 14 4. Syarat-Syarat untuk Izin Dekomisioning 16 B. Laporan Analisis Keselamatan. 17. 1. Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan 18 2. Laporan Analisis Keselamatan Akhir... 20 3. Laporan Analisis Keselamatan Dampak Lingkungan.. 22 BAB V SURAT IZIN BEKERJA 24 BAB VI KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN OPERASI. 26 BAB VII PENGAWASAN BAHAN BAKAR NUKLIR. 29 BAB VIII BIAYA IZIN INNR. 30

DASAR DASAR PERIZINAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir, BAPETEN antara lain bertugas menyelenggarakan perizinan di bidang instalasi nuklir, bahan nuklir dan petugas yang bekerja sebagai operator reaktor/supervisor reaktor. Yang dimaksud dengan perizinan (PP No. 64/2000) adalah seluruh proses yang meliputi persyaratan dan tatacara memperoleh izin, penerbitan, perubahan, perpanjangan, pembekuan, pencabutan dan kegiatan lain yang terkait dengan izin pemanfaatan tenaga nuklir. Tujuan penyelenggaraan Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir yang dilaksanakan oleh BAPETEN adalah untuk : a) Terjaminnya kesejahteraan, keamanan dan ketentraman masyarakat; b) Menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup; c) Memelihara tertib hukum dalam pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir; d) Meningkatkan kesadaran hukum pengguna tenaga nuklir untuk menimbulkan budaya keselamatan di bidang nuklir; e) Mencegah terjadinya perubahan tujuan pemanfaatan bahan nuklir; dan f) Menjamin terpeliharanya dan ditingkatkannya disiplin petugas dalam pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir. Pengaturan perizinan instalasi nuklir sebagaimana tercantum dalam pasal 17 UU No. 10/97, adalah : 1

Ayat (1) : Setiap pemanfaatan tenaga nuklir wajib memiliki izin, kecuali dalam hal-hal tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ayat (2) : Pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir dan instalasi nuklir lainnya serta dekomisioning reaktor nuklir wajib memiliki izin. Ayat (3) : Syarat-syarat dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan instalasi nuklir adalah : a. Reaktor nuklir b. Fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan atau c. Fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas. (kelompok dalam butir (b) dan (c) disebut instalasi nuklir non rektor) Selain instalasi nuklir baik rektor nuklir maupun instalasi nuklir non rektor, Bapeten mengatur pula kualifikasi petugas yang bekerja sebagai operator reaktor/supervisor reaktor dan petugas proteksi radiasi. Persyaratan dimaksud adalah untuk meminimalkan risiko yang dihadapi oleh pengguna tenaga nuklir maupun masyarakat. Disamping itu terdapat pula pengawasan khusus terhadap bahan bakar nuklir yang digunakan yang harus memenuhi ketentuan : 1. Bahan bakar nuklir dikuasai oleh negara dan pemanfaatannya diatur dan diawasi oleh BAPETEN. 2

2. Pemegang izin konstruksi/operasi wajib mentaati ketentuan yang dikeluarkan oleh BAPETEN mengenai tanggung jawab yang dipikulnya selama bahan bakar nuklir dalam penguasaannya. 3. BAPETEN akan mengadakan pemeriksaan pertanggung-jawaban maupun pemeriksaan fisik bahan bakar nuklir. Untuk izin pemanfaatan bahan nuklir diberlakukan persyaratan khusus berikut : 1. Mempunyai sistem pengawasan dan pertanggungjawaban bahan nuklir (safeguards), memberikan DIQ (Design Information Questionaire). 2. Mempunyai sistem proteksi fisik. B. Dasar Hukum. 1. UU No.10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran 2. PP No. 63 Tahun 2000 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion 3. PP No. 64 Tahun 2000 Tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir 4. PP No. 26 Tahun 2002 Tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif 5. PP No. 27 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif 6. PP No. 134 Tahun 2000 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir 7. PP No. 48 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 134 Tahun 2000 8. Kep. Ka. BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi 9. Kep. Ka. BAPETEN No. 02-P/Ka-BAPETEN/VI-99 tentang Proteksi Fisik Bahan Nuklir 10. Kep. Ka. BAPETEN No. 03/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif 3

11. Kep. Ka. BAPETEN No. 04/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif 12. Kep. Ka. BAPETEN No. 05/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Desain Reaktor Penelitian 13. Kep. Ka. BAPETEN No. 06/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Pembangunan dan Pengoperasian reaktor nuklir 14. Kep. Ka. BAPETEN No. 07/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Jaminan Kualitas Instalasi Nuklir 15. Kep. Ka. BAPETEN No. 10/Ka-BAPETEN/VI-99 tentang Ketentuan Keselamatan Operasi Reaktor Penelitian 16. Kep. Ka. BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 tentang Pedoman Penentuan Tapak reaktor Nuklir 17. Kep. Ka. BAPETEN No. 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 tentang Pedoman Persyaratan Untuk Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif 18. Kep. Ka. BAPETEN No. 06-P/Ka-BAPETEN/XI-00 tentang Pedoman Pembuatan Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Penelitian 19. Kep. Ka. BAPETEN No. 19/Ka-BAPETEN/IV-00 tentang Pengecualian Dari Kewajiban Memiliki Izin Pemanfaatan Tenaga Nuklir C. Definisi 1. Reaktor nuklir adalah alat atau instalasi yang dijalankan dengan bahan bakar nuklir yang dapat menghasilkan reaksi inti berantai yang terkendali dan digunakan untuk pembangkitan daya, atau penelitian, dan/atau produksi radioisotop. (UU 10/1997) 2. Instalasi nuklir non-reaktor adalah fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan/atau untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas. 3. Perizinan adalah seluruh proses yang meliputi persyaratan dan tata cara memperoleh izin, penerbitan, perubahan, perpanjangan, pembekuan, 4

pencabutan dan kegiatan lain yang terkait dengan izin pemanfaatan tenaga nuklir. (PP 64/2000) 4. Modifikasi (Modifikasi Reaktor) adalah perubahan di dalam atau penambahan terhadap konfigurasi reaktor yang ada dengan pelaksanaan keselamatan potensial yang dimaksudkan untuk kesinambungan operasi reaktor. Modifikasi ini dapat menyangkut sistem keselamatan atau sistem komponen yang terkait dengan keselamatan, prosedur, dokumentasi atau kondisi operasi yang berkaitan dengan keselamatan. (SK Ka-BAPETEN No 06-P) 5. Laporan Analisis Keselamatan adalah dokumen yang disampaikan pemohon kepada Badan Pengawas dan berisi informasi tentang fasilitas reaktor penelitian nuklir, desain, analisis keselamatan dan peralatan untuk mengurangi resiko terhadap masyarakat, personilpengoperasi dan lingkungan. (SK Ka-BAPETEN No 06-P) 6. Perawatan adalah kegiatan yang terorganisasi baik secara administratif maupun teknis untuk menjaga agar struktur, sistem dan komponen selalu dalam kondisi dapat beroperasi dengan baik, termasuk aspek preventif (pencegahan) dan korektif (perbaikan). (SK Ka-BAPETEN No. 05) 7. Dekomisioning : a. Adalah suatu kegiatan untuk menghentikan beroperasinya reaktor nuklir secara tetap, antara lain, dilakukan pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir. (UU 10/1997) b. Adalah suatu kegiatan untuk menghentikan secara tetap beroperasinya fasilitas/instalasi yang memanfaatkan radiasi, zat radioaktif, atau bahan nuklir, antara lain pemindahan dan pengelolaan sumber radiasi dan limbah radioaktif dari fasilitas/instalasi, pembongkaran struktur dan komponen proses, dekontaminasi dan pengamanan akhir. (SK Ka- BAPETEN No. 07-P) c. Adalah proses dimana suatu reaktor diberhentikan operasinya secara permanen. (SK Ka-BAPETEN No. 05) 5

8. Pembongkaran (dismantling) adalah kegiatan pencopotan komponen dan sistem dari fasilitas terpasang yang dilakukan selama kegiatan dekomisioning fasilitas. (SK Ka-BAPETEN No. 07-P) 9. Batasan dan Kondisi Operasi adalah seperangkat aturan yang menetapkan batasan parameter, kemampuan fungsi dan tingkat unjuk kerja peralatan dan personil yang disetujui oleh BAPETEN untuk mengoperasikan fasilitas reaktor penelitian secara aman. (SK Ka- BAPETEN No. 05) 10. Sistem yang Berkaitan dengan Keselamatan adalah sistem yang penting untuk keselamatan tapi bukan merupakan sistem keselamatan (SK Ka- BAPETEN No. 05) 11. Sistem Keselamatan adalah sistem yang penting untuk keselamatan, yang diperlukan untuk menjamin pemadaman reaktor dengan aman, atau untuk memindahkan panas dari teras reaktor, atau untuk membatasi akibat peristiwa operasi yang diperkirakan dan kondisi kecelakaan (SK Ka- BAPETEN No. 05) Tujuan Instruksional Umum Peserta setelah mengikuti diklat diharapkan peserta dapat mengerti tentang sistem perizinan, obyek perizinan, permohonan izin, evaluasi perizinan, jenisjenis izin dan mengerti tentang fungsi fasilitas instalasi dan bahan nuklir secara garis besar Tujuan Instruksional Khusus Peserta setelah mengikuti diklat diharapkan dapat mengerti prinsip dasar evaluasi dan verifikasi perizinan instalasi nuklir, bahan nuklir, perizinan instalasi nuklir, dan sertifikasi personil dan bungkusan 6

BAB II. OBJEK PENGAWASAN Sebagai obyek perizinan yang dilaksanakan oleh Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir. 1. Instalasi Nuklir: a. Reaktor Kartini, b. RSG GA. Siwabessy, c. Reaktor Triga 2000. 2. Instalasi Nuklir non Reaktor: a. Divisi Elemen Bakar Nuklir PT Batan Teknologi b. Instalasi Elemen Bakar Eksperimental - P2TBDU, c. Instalasi Radio Metalurgi - P2TBDU d. Instalasi Recovery Uranium - P2RR e. Intern Spent Fuel Storage Facility - P2TRR f. Pabrik Pemurnian Asam Fosfat PT PKG (status Dekomisioning) 3. Bahan Nuklir a. Bahan Nuklir untuk Reaktor Kartini (antara lain: SS-204), b. Bahan Nuklir untuk Reaktor RSG GA. Siwabessy (Uranium Oksida, Uranium Silisida), c. Bahan Nuklir untuk Reaktor Triga 2000 (SS-204, SS-304, rod follower). d. Bahan Nuklir untuk produksi Molibdenum e. Bahan Nuklir untuk produksi Elemen Bakar RSG-GAS f. Bahan Nuklir hasil tambang timah (P. Bangka) g. Bahan Nuklir di pertambangan daerah Kalan Kalimantan h. Penyimpanan Bahan Nuklir di P. Batam) 7

i. Bahan Nuklir hasil permurnian PT Petrokimia Gresik yang disimpan di fasilitas pengelolaan limbah P2PLR Serpong 4. Sertifikasi Sertifikasi personil Operator reaktor dan Supervisor reaktor, validasi bungkusan. 8

BAB III PERIZINAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR Perizinan dalam instalasi nuklir dikaitkan dengan perizinan pengoperasian reaktor nuklir adalah dimulai dengan pelaksanaan perizinan tapak sampai dengan perizinan dekomisioning. Keselamatan reaktor nuklir mensyaratkan pemilihan tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning yang memadai yang diatur dalam ketentuan keselamatan operasi reaktor nuklir. Ketentuan keselamatan operasi reaktor nuklir mencakup persyaratan jaminan kualitas yang berkaitan dengan terjaminnya operasi reaktor nuklir yang aman dan pernyataan dan persyaratan dasar tentang pengawasan dari BAPETEN. Ketentuan keselamatan merupakan salah satu dari dua Ketentuan Keselamatan (desain dan operasi) yang diterbitkan dalam rangka menetapkan tujuan, prinsip dan persyaratan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keselamatan yang memadai pada semua tahap selama umur reaktor nuklir. Tujuan Keselamatan keseluruhan suatu reaktor nuklir adalah melindungi orang/ seseorang, masyarakat dan lingkungan dengan membentuk dan memelihara pertahanan yang efektif terhadap bahaya radiologi. Berdasarkan tujuan ini, terdapat pula tujuan proteksi radiasi yang lebih rinci yang digunakan untuk : 1. menjamin agar pengoperasian dan pemanfaatan reaktor nuklir dibenarkan melalui pertimbangan proteksi radiasi (prinsip kebenaran); 2. menjamin agar selama operasinya, penyinaran radiasi terhadap pekerja dan masyarakat tetap berada dalam dibawah nilai batas yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dan diusahakan serendah mungkin sesuai prinsip optimasi (ALARA) dan dosis perorangan serta prinsip batas resiko; dan 3. menjamin pengurangan penyinaran radiasi akibat kecelakaan. 9

Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan, maka pengoperasian reaktor nuklir harus : 1. menjamin pencegahan terjadinya kecelakaan; 2. menjamin agar semua rentetan kejadian yang dipertimbangkan dalam desain fasilitas (termasuk rentetan kejadian yang mempunyai kementakan rendah) konsekuensi radiologinya adalah kecil; dan 3. menjamin baik melalui upaya pencegahan maupun upaya penanggulangan agar kecelakaan dengan akibat besar kemungkinannya sangat kecil (tujuan keselamatan teknik). 10

BAB IV PROSEDUR, PERSYARATAN PENERBITAN DAN JENIS IZIN BAPETEN adalah satu-satunya badan pengawas yang melakukan pengawasan terhadap seluruh pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia sesuai dengan UU No. 10 tahun 1997. A. Persyaratan Izin Persyaratan umum yang dipakai sebagai dasar penilaian agar diperolehnya izin pemanfaatan tenaga nuklir dari Bapeten adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai fasilitas yang memenuhi persyaratan keselamatan untuk bekerja dengan tenaga nuklir. Fasilitas nuklir harus didesain, dikonstruksi, dioperasikan yang memberikan dampak aman/selamatnya operasi. 2. Mempunyai tenaga-tenaga yang cakap dan terlatih baik, untuk bekerja dengan instalasi nuklir. Yang dimaksud dengan tenaga yang cakap dan terlatih baik adalah tenaga yang mempunyai pengetahuan dalam bidang keselamatan kerja terhadap radiasi. 3. Mempunyai peralatan teknis yang diperlukan untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi seperti: surveymeter, detektor kontaminasi, film badge/ dosimeter saku, dll, dan alat-alat pelindung lainnya bila diperlukan. 4. Mempunyai prosedur kerja (juklak) yang memenuhi syarat. Juklak tersebut harus disampaikan kepada BAPETEN untuk mendapat persetujuan. Tahapan perizinan pengoperasian reaktor nuklir maupun instalasi nuklir non reakor sebelum fasilitas dibangun dan dioperasikan harus memenuhi perizinan yang dimuat dalam pasal 17 ayat 1, UU No. 10 tahun 1997 sesuai dengan jenis izin yang terkait. Jenis Izin yang dimaksud adalah : 11

1. izin tapak 2. izin konstruksi 3. izin operasi: a. izin operasi sementara (tahap komisioning) b. izin operasi jangka panjang 4. izin dekomisioning Izin tapak, izin konstruksi, izin operasi, atau izin dekomisioning diberikan setelah permohonan beserta seluruh lampirannya memenuhi ketentuan dalam keputusan ini dan ketentuan lain yang dikeluarkan oleh BAPETEN. Izin tapak diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun, yang dapat diperpanjang sampai dengan 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun. 1. Syarat-syarat untuk mendapatkan izin tapak adalah: a. Pemohon mengajukan permohonan izin tapak kepada BAPETEN dengan mencantumkan calon atau calon-calon tapak; b. Aplikasi pada butir 1) harus dilengkapi dengan keterangan, antara lain tentang: 1) ciri-ciri disain konseptual reaktor beserta instalasinya dan operasi reaktor yang direncanakan; 2) data terakhir tentang kepadatan penduduk dan yang diperkirakan pada waktu yang akan datang serta sifat-sifat khusus di sekitar lokasi; 3) keadaan fisik calon tapak, ditinjau dari segi seismologi, meteorologi, geologi, hidrologi dan radioekologi, dll.; 4) keadaan lingkungan (nilai-nilai ekologi dan budaya), adanya cagar alam, pangkalan militer, lapangan terbang, industri pangan dan tempat/bangunan lain yang berdasarkan ketentuan Pemerintah harus dijaga keutuhannya. 12

Setiap permohonan izin konstruksi reaktor nuklir diajukan kepada BAPETEN dengan melampirkan antara lain laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan, Laporan Analisis Dampak Lingkungan dan persyaratan tentang jadwal konstruksi. Permohonan izin konstruksi diajukan dengan mengikuti Keputusan ini dan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh IAEA. 2. Syarat-syarat untuk mendapatkan izin konstruksi adalah: a. Pemohon mengajukan permohonan izin konstruksi kepada BAPETEN; b. Aplikasi pada butir 1) harus dilengkapi dengan: 1) Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan (LAKP) 2) Laporan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) termasuk Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) yang telah disetujui oleh Komisi Pusat AMDAL 3) Jadwal Konstruksi 4) Program Jaminan Kualitas 5) Kecuali hal-hal tersebut di atas, sesuai dengan petunjuk BAPETEN, pemohon harus juga menyampaikan : a) Uraian tentang disain pendahuluan dari sistem pengendalian zat radioaktif dalam efluen dalam bentuk gas dan cairan yang dihasilkan selama operasi normal reaktor nuklir termasuk penyimpangan yang diperkirakan yang mungkin terjadi selama operasi; b) Uraian tentang perkiraan jumlah zat radioaktif utama yang mungkin terlepas ke lingkungan dalam bentuk cairan setiap tahun selama operasi normal; c) Uraian tentang perkiraan jumlah zat radioaktif utama yang mungkin terlepas ke lingkungan dalam bentuk gas, senyawa halogen dan partikel; 13

d) Uraian umum mengenai pembungkusan, penyimpanan, dan pengangkutan limbah padat radioaktif hasil pengolahan efluen dalam bentuk gas dan cairan dan dari sumber lainnya ke luar instalasi. Kecuali hal-hal tersebut di atas, sesuai dengan petunjuk BAPETEN, pemohon harus juga menyampaikan : 1. Uraian tentang disain pendahuluan dari sistem pengendalian zat radioaktif dalam efluen dalam bentuk gas dan cairan yang dihasilkan selama operasi normal reaktor nuklir termasuk penyimpangan yang diperkirakan mungkin terjadi selama operasi; 2. Uraian tentang perkiraan jumlah zat radioaktif utama yang mungkin terlepas ke lingkungan dalam bentuk cairan setiap tahun selama operasi normal; 3. Uraian tentang perkiraan jumlah zat radioaktif utama yang mungkin terlepas ke lingkungan dalam bentuk gas, senyawa halogen dan partikel; 4. Uraian umum mengenai pembungkusan, penyimpanan, dan pengangkutan limbah padat radioaktif hasil pengolahan efluen dalam bentuk gas dan cairan dan dari sumber lainnya ke luar instalasi; 5. Persyaratan tentang perkiraan jangka waktu penyelesaian konstruksi. Pada waktu pembangunan instalasi reaktor nuklir mendekati penyelesaian dan selambat-lambatnya sebelum pengisian bahan bakar, pemegang izin konstruksi harus mengajukan permohonan untuk memperoleh izin operasi. Permohonan izin operasi harus dilengkapi dengan : 1. Laporan Analisis Keselamatan Akhir; 2. Rencana tentang pengamanan fisik baik terhadap peralatan, tempat dan daerah bebas pemukiman. 14

Permohonan izin operasi harus diajukan dengan mematuhi ketentuan dalam keputusan ini dan petunjuk-petunjuk yang dikeluarkan oleh BAPETEN. 3. Syarat-syarat untuk mendapatkan izin operasi adalah: a. Pemohon mengajukan permohonan izin operasi kepada BAPETEN harus dilengkapi dengan: 1) Laporan Analisis Keselamatan Akhir (LAK) 2) Rencana tentang pengamanan fisik terhadap instalasi 3) Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat (OPKD) b. Izin operasi diberikan dalam 2 (dua) tahap : 1) Izin operasi sementara dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, termasuk tahap pra-operasi dan awal operasi; 2) Apabila dalam jangka waktu 24 bulan operasi sementara tidak memenuhi syarat, izin operasi sementara dapat diperpanjang selama 12 bulan; 3) Apabila tahap operasi sementara berjalan baik, izin operasi jangka panjang dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 40 tahun. c. Izin operasi diberikan apabila : 1) Pembangunan instalasi telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin konstruksi serta ketentuan dari BAPETEN; 2) Instalasi akan dioperasikan sesuai dengan permohonan yang disetujui dan sesuai dengan permohonan yang disetujui dan sesuai dengan ketentuan dari BAPETEN dan peraturan lain yang berlaku; 3) Terdapat jaminan bahwa operasi reaktor nuklir dapat dilaksanakan tanpa membahayakan keselamatan dan kesehatan penduduk; d. Izin operasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut : 15

1) izin operasi yang diberikan tidak meliputi izin pemakaian bahan bakar nuklir. 2) izin yang diperoleh tidak dapat dipindahkan tanpa persetujuan BAPETEN. 3) izin dapat dicabut, dibekukan, diubah atas dasar asalan yang ditentukan dalam peraturan atau atas dasar pertimbangan keselamatan. 4) izin dapat dibekukan apabila negara dalam keadaan darurat perang atau keadaan darurat. 5) izin operasi diberikan dengan kondisi yang dicantumkan dalam surat izin dari BAPETEN. 4. Syarat- Syarat untuk izin dekomisioning: a. Pemohon mengajukan permohonan izin dekomisioning kepada BAPETEN; b. Aplikasi pada butir a. harus dilengkapi dengan: 1) Laporan Analisis Keselamatan untuk Dekomisioning 2) Rencana Dekomisioning Izin tapak, izin konstruksi, izin operasi, atau izin dekomisioning diberikan setelah permohonan beserta seluruh lampirannya memenuhi ketentuan dalam keputusan ini dan ketentuan lain yang dikeluarkan oleh BAPETEN. Izin tapak diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun, yang dapat diperpanjang sampai dengan 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun. Izin konstruksi diberikan untuk jangka waktu 5(lima) tahun, dengan memuat semua persyaratan yang dikenakan terhadap pemohon mengenai perubahan disain serta segala modifikasi yang bertujuan untuk membuat dampak negatif seminimal mungkin. Apabila dalam jangka waktu 18 bulan sesudah izin konstruksi diberikan, pelaksanaan konstruksi belum dimulai 16

maka pemegang izin wajib melaporkannya kepada BAPETEN dengan mengemukakan alasannya. Apabila alasan yang dikemukakan oleh pemegang izin seperti tersebut pada ayat 2 tidak diterima, maka izin konstruksi dapat dicabut. Jika pemegang izin telah memperkirakan bahwa konstruksi tidak dapat diselesaikan pada waktu yang ditentukan, maka paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya izin konstruksi pemegang izin harus mengajukan permohonan perpanjangan izin dengan mengemukakan alasan-alasan yang kuat. B. Laporan Keselamatan Laporan Analisis Keselamatan (LAK) disusun menurut format sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 06-P/Ka- BAPETEN/XI-00 tentang pembuatan Laporan Analisis Keselamatan Reactor Penelitian. Format LAK untuk fasilitas instalasi nuklir non reactor sedang dalam tahap penyusunan sedangkan format LAK PLTN masih dalam tahap pengembangan. Jumlah bab pedoman LAK sebanyak 20 bab; dalam hal ini merupakan ketentuan dasar pembuatan LAK bagi reactor, instalasi nuklir non reactor dan PLTN. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Bab VII Bab VIII Bab IX Bab X Pendahuluan Dan Uraian Singkat Fasilitas Tujuan Keselamatan Dan Persyaratan Desain Teknis Karakteristik Tapak Gedung Dan Struktur Bangunan Reaktor Sistem Pendingin Reaktor Dan Sistem Yang Berkaitan Sistem Keselamatan Teknis Instrumentasi Dan Kendali Daya Listrik Sistem Bantu 17

Bab XI Bab XII Bab XIII Bab XIV Bab XV Bab XVI Bab XVII Bab XVIII Bab XIX Bab XX Pemanfaatan Reaktor Keselamatan Radiologi Operasional Pelaksanaan Operasi Pengkajian Lingkungan Komisioning Analisis Keselamatan Batasan Dan Kondisi Operasi Jaminan Kualitas Dekomisioning Kesiapsiagan Dan Rencana Kedaruratan Dari segi proses pelaporan, LAK terdiri dari Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan dan Laporan Analisis Keselamatan Akhir. 1. Laporan Analisa Keselamatan Pendahuluan. Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut: a. Uraian dan penilaian keselamatan mengenai tapak reaktor nuklir; b. Ikhtisar pembahasan reaktor nuklir yang dititik-beratkan pada karakteristik disain dan operasi, hal-hal baru dan luar biasa dari disain dan pertimbangan keselamatan yang utama; c. Uraian dan pembahasan mengenai disain yang meliputi : 1) kriteria utama disain; 2) dasar disain dan kaitannya dengan kriteria utama disain; dan 3) keterangan mengenai bahan yang digunakan untuk konstruksi, tata letak pada umumnya, ukuran-ukuran dalam garis besar yang cukup memberi jaminan bahwa disain akhir akan sesuai dengan dasar disain dengan batas yang cukup untuk keselamatan; 18

d. Uraian singkat mengenai program penelitian/eksperimen yang menggunakan reaktor, dan uraian singkat mengenai dampak dari eksperimen tersebut terhadap perilaku reaktor; e. Analisis pendahuluan tentang evaluasi disain mengenai kemampuan struktur, sistem dan komponen reaktor nuklir, dan keandalan penyediaan listrik, dengan tujuan untuk membuat perkiraan risiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan penduduk sebagai akibat dioperasikannya reaktor nuklir, termasuk penentuan tentang : 1) batas keselamatan selama operasi serta keadaan yang bersifat sementara yang diperkirakan selama instalasi bekerja; 2) cukup kuatnya struktur, sistem dan komponen yang dipakai untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau memperkecil bahaya radiasi akibat kecelakaan; f. Identifikasi dan pembenaran dari berbagai kemungkinan variabel yang secara teknis harus dispesifikasikan menurut hasil laporan analisis keselamatan pendahuluan; g. Rencana awal mengenai organisasi, pelatihan personil dan pengoperasian; h. Uraian mengenai program pemonitoran lingkungan dan keadaan meteorologi; i. Uraian mengenai program jaminan kualitas yang akan dilakukan dalam disain, fabrikasi, konstruksi dan pengujian struktur, sistem dan komponen instalasi; j. Identifikasi mengenai struktur, sistem dan komponen instalasi jika ada yang memerlukan penelitian dan pengembangan untuk meyakinkan bahwa disain memenuhi persyaratan; suatu identifikasi dan uraian dari program penelitian dan pengembangan yang diarahkan untuk penyelesaian persoalan-persoalan keselamatan yang berkaitan dengan struktur, sistem atau komponen tersebut; dan suatu jadwal mengenai program penelitian dan pengembangan yang 19

memperlihatkan bahwa tiap persoalan keselamatan akan diselesaikan pada atau sebelum tanggal yang dicantumkan pada permohonan mengenai penyelesaian pembangunan fasilitas; k. Kualifikasi teknis pemohon beserta kontraktor utama dan konsultannya yang berminat untuk melaksanakan kegiatan seperti yang diusulkan sesuai dengan peraturan yang ada dan uraian mengenai partisipasi nasional dalam tahap konstruksi; dan l. Pembahasan mengenai rencana awal pemohon untuk mengatasi keadaan darurat. 2. Laporan Analisa Keselamatan Akhir (LAK AKHIR) Laporan Analisis Keselamatan Akhir harus memuat : a. Uraian mengenai pelaksanaan program sejak izin konstruksi dikeluarkan yang meliputi program: 1) pemonitoran radioaktivitas lingkungan dan meteorologi; 2) jaminan kualitas; 3) pelatihan personil; 4) penanggulangan keadaan darurat. b. Uraian dan analisis yang menitik-beratkan pada persyaratan kemampuannya serta dasar persyaratan tersebut, pembenaran teknis dan evaluasi yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa fungsi keselamatan akan dicapai; c. Hal-hal tersebut meliputi teras reaktor, sistem pendingin reaktor, sistem instrumentasi dan kendali, sistem listrik, sistem pengungkungan, sistem keselamatan lain, sistem penunjang dan sistem keadaan darurat, dan sistem pengelolaan limbah radioaktif dan sistem pengelolaan bahan bakar; d. Jenis dan jumlah zat radioaktif yang diperkirakan akan dihasilkan selama operasi reaktor serta cara mengendalikan dan membatasi zat 20

radioaktif dalam efluen dan paparan radiasi dalam batas-batas yang ditentukan oleh BAPETEN; e. Analisis dan evaluasi terakhir mengenai disain kemampuan struktur, sistem dan komponen harus memperhatikan perkembangan baru yang terjadi sejak diserahkannya Laporan Analisis Keselamatan Pendahuluan; f. Uraian dan evaluasi hasil pelaksanaan program pemohon, termasuk penelitian dan pengembangan, apabila ada, untuk membuktikan bahwa setiap masalah yang telah diidentifikasikan pada tahap konstruksi telah diselesaikan; g. Keterangan dalam rangka operasi reaktor nuklir mengenai : 1) struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab; 2) persyaratan kualifikasi personil; 3) pengendalian secara administrasi dan manajemen yang akan dilaksanakan untuk menjamin operasi reaktor nuklir dengan aman; 4) rencana percobaan pra-operasi serta awal operasi; 5) rencana pelaksanaan operasi, termasuk perawatan, pengawasan dan pengujian berkala terhadap struktur, sistem dan komponen serta penghentian operasi (shutdown); 6) rencana penanggulangan keadaan darurat; 7) spesifikasi teknik yang diusulkan, yang menguraikan hal-hal berikut : a) Nilai batas keselamatan reaktor nuklir dan penetapan batas sistem keselamatan : (1) nilai batas keselamatan reaktor nuklir adalah pembatasan terhadap nilai parameter untuk menjaga keutuhan penahan fisik yang berfungsi mencegah pelepasan zat radioaktif secara tidak terkendali yang apabila dilampaui, reaktor harus dihentikan; 21

(2) penetapan batas sistem keselamatan adalah penetapan batas bagi peralatan proteksi yang akan berfungsi secara otomatis apabila parameter yang berhubungan langsung dengan reaktor melampaui batas yang ditetapkan tersebut. Penetapan batas ini ditentukan agar peralatan proteksi otomatis dapat mengatasi situasi abnormal sebelum nilai batas keselamatan dilampaui. b) Persyaratan minimal untuk operasi reaktor. Persyaratan minimal untuk operasi reaktor adalah kemampuan fungsional terendah atau tingkat unjuk kerja terendah dari peralatan yang diperlukan agas instalasi beroperasi dengan aman. Apabila persyaratan minimal tidak terpenuhi, pemegang izin harus menghentikan beroperasinya reaktor. c) Persyaratan pengawasan. Persyaratan pengawasan adalah persyaratan yang berhubungan dengan pengujian, kalibrasi atau pemeriksaan untuk menjamin agar : (1) Kualitas komponen dan sistem dipertahankan; (2) Instalasi beroperasi dalam nilai batas keselamatan;dan (3) Persyaratan minimal dipenuhi; d) Bagian-bagian penting dari disain. Bagian-bagian penting dari disain, misalnya bahan konstruksi pengaturan denah yang apabila diubah atau diganti akan membawa pengaruh yang berarti terhadap keselamatan; e) Ketentuan administrasi. Ketentuan administrasi adalah ketentuan mengenai organisasi dan pengelolaan, prosedur, dokumentasi, penilaian dan pemeriksaan serta 22

pelaporan yang diperlukan untuk menjamin keselamatan operasi reaktor. f) kualifikasi teknis personil yang dimiliki pemohon untuk mengoperasikan reaktor nuklir; g) uraian dan rencana untuk melaksanakan program kualifikasi ulang kecakapan operator. 3. Laporan Analisa Keselamatan Dampak Lingkungan a. Laporan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Disain reaktor nuklir selengkapnya, berikut instalasi sistem pendingin teras darurat, sistem penghentian operasi yang aman dan sistem pengungkungan zat radioaktif; 2) Perkiraan dampak lingkungan selama konstruksi dan operasi reaktor, berikut analisis dampak terhadap dan melalui udara, air dan tanah serta dampak biologi dan sosial ekonomi terhadap masyarakat sekeliling tapak reaktor. b. Laporan AMDAL disusun berdasarkan masukan data dari instansi yang bergerak di bidang geologi, seismologi, hidrologi, oseanologi, vulkanologi, pertanian, kehutanan, pengairan, ilmu ekonomi, pekerjaan umum/konstruksi, demografi, lingkungan hidup dan sebagainya. c. Laporan AMDAL disusun berdasarkan Keputusan Kepala BAPETEN No. 04-P/Ka-BAPETEN/VI-99. 23

BAB V SURAT IZIN BEKERJA (SIB) Dalam pasal 19 UU No. 10/1997 disebutkan bahwa: Ayat (1) : Setiap petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu di dalam instalasi nuklir lainnya dan di dalam instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion wajib memiliki izin. Ayat (2) : Persyarata untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Badan Pengawas Dalam pasal 5 SK Ka BAPETEN No. 17/Ka-BAPETEN/IX-99 disebutkan bahwa: Setiap pengoperasian reaktor nuklir harus dilakukan oleh tenaga-tenaga yang cakap dan terlatih, dan sekurang-kurangnya terdiri dari : a. satu orang Operator Reaktor; b. satu orang Supervisor Reaktor; c. satu orang Petugas Proteksi Radiasi; dan d. satu orang Petugas Perawatan dan Perbaikan. Petugas yang bekerja di instalasi nuklir atau yang memanfaatkan tenaga nuklir harus memiliki izin dari instansi yang berwenang. Persyaratan dimaksud adalah digunakan untuk meminimalkan risiko yang dihadapi oleh pengguna tenaga nuklir maupun masyarakat. Pasal 18, menyebutkan bahwa 1. Setiap perubahan dan penambahan dalam instalasi yang berhubungan dengan struktur, sistem, komponen, spesifikasi teknis dan lain-lain yang menyangkut keselamatan dalam operasi hanya dapat dilakukan setelah persetujuan dari BAPETEN. 2. BAPETEN dapat mewajibkan pemegang izin mengadakan perubahan instalasi demi kesehatan dan keselamatan. 24

Dalam Pasal 19 menyebutkan bahwa Izin operasi berakhir dengan : a. lewatnya jangka waktu izin yang diberikan; b. bubarnya pemegang izin; c. dicabut oleh BAPETEN karena alasan sebagai berikut : 1) terbukti adanya keterangan palsu yang disampaikan kepada BAPETEN dalam permohonan atau laporan dalam hubungannya dengan reaktor dan operasi reaktor; 2) pemegang izin tidak mentaati spesifikasi teknis dan/atau kondisi izin yang disetujui oleh BAPETEN; 3) pemegang izin melanggar ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundangan yang berlaku. Dalam Pasal 20 menyebutkan bahwa a. Para ahli dan para petugas yang akan bertindak sebagai operator untuk reaktor nuklir harus memiliki izin kerja dari BAPETEN. b. Izin kerja bagi operator tersebut diberikan oleh BAPETEN setelah diadakan pengujian. c. Izin kerja diberikan untuk jangka waktu tertentu dan ditinjau kembali secara berkala. 25

BAB VI KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN OPERASI Pasal 21 Pemegang izin operasi mempunyai kewajiban sebagai berikut : a. mentaati dan melaksanakan peraturan, ketentuan dan pedoman kerja yang berlaku; b. membuat suatu prosedur kerja dan jadwal jam kerja, agar selama operasi reaktor, petugas yang memiliki izin kerja menjalankan reaktor selalu hadir dan siaga; c. membuat suatu petunjuk kerja yang jelas bagi karyawan; d. memiliki prosedur pengamanan dalam hal terjadi keadaan darurat; e. membentuk Panitia Keselamatan yang bertugas menilai setiap segi keselamatan operasi rutin dan menilai segala usul kegiatan penelitian baik penelitian baru maupun perubahan disain yang sifatnya bukan rutin; f. mempunyai organisasi Proteksi Radiasi; g. setiap saat wajib memberikan kesempatan inspeksi atau pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas BAPETEN; h. melaksanakan pengamanan fisik terhadap Instalasi, bahan bakar nuklir dan pengangkutan bahan bakar nuklir; i. melaksanakan pembukuan semua bahan bakar nuklir yang ada di fasilitas itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku; j. 3 (tiga) bulan sebelum izin operasi berakhir wajib mengajukan pernyataan tertulis kepada BAPETEN tentang rencana pengelolaan instalasi tersebut lebih lanjut. Pasal 23 1) BAPETEN akan melakukan inspeksi pada setiap tahap proses perizinan : 26

a. sebelum dikeluarkan izin tapak, pemeriksaan atas tapak untuk mempermudah evaluasi data yang diberikan oleh pemohon; b. selama tahap konstruksi, pemeriksaan apakah persyaratan yang dicantumkan dalam izin konstruksi dipenuhi dan dilaksanakan; c. selama tahap konstruksi dan sesudah konstruksi selesai, pemeriksaan apakah program jaminan kualitas dan program-program lainnya telah dilaksanakan seperti yang disyaratkan baik di tapak reaktor maupun di tempat pembuatan komponen peralatan; d. pada tahap pra-operasi; mengadakan inspeksi untuk memeriksa apakah semua persyaratan dan persiapan untuk operasi telah memenuhi syarat. 2) Secara berkala dan sewaktu-waktu, bila dianggap perlu selama tahap operasi BAPETEN mengadakan pemeriksaan apakah semua persyaratan dan ketentuan kerja ditaati. Pasal 24 1. Pemegang izin konstruksi dan operasi harus menyelenggarakan catatan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan konstruksi dan operasi reaktor. 2. Secara berkala pemegang izin wajib membuat laporan tentang kegiatan tersebut pada ayat 1 kepada BAPETEN khususnya mengenai program: a. pemonitoran terhadap lingkungan dan meteorologi; b. jaminan kualitas konstruksi; c. pelatihan personil; d. penanggulangan keadaan darurat. Pasal 25 1. Apabila terjadi suatu kelainan, penyimpangan atau kecelakaan dalam operasi reaktor yang diperkirakan dapat menimbulkan bahaya radiasi, pemegang izin 27

wajib mengambil tindakan penanggulangan, sehingga bahaya radiasi menjadi sekecil mungkin. 2. Operator reaktor wajib melaporkan hal ini kepada pemegang izin operasi yang selanjutnya melaporkan hal tersebut kepada BAPETEN. 3. Petugas pengawasan dari BAPETEN akan segera melaksanakan pemeriksaan. 28

BAB VII PENGAWASAN BAHAN BAKAR NUKLIR Pasal 26 1. Bahan bakar nuklir dikuasai oleh negara dan pemanfaatannya diatur dan diawasi oleh BAPETEN. 2. Pemegang izin konstruksi/operasi wajib mentaati ketentuan yang dikeluarkan oleh BAPETEN mengenai tanggung jawab yang dipikulnya selama bahan bakar nuklir dalam penguasaannya. 3. BAPETEN akan mengadakan pemeriksaan pertanggung-jawaban maupun pemeriksaan fisik bahan bakar nuklir. {ps.1] a. PPR adalah petugas yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi nuklir atau instalasi lainnya yang memanfaatkan radiasi pengion yang dinyatakan mampu oleh Bapeten untuk melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan persoalan proteksi radiasi. b. Petugas reaktor nuklir adalah petugas yang bekerja diinstalasi nuklir, baik yang berkualifikasi sebagai Operator reaktor, Supervisor Reaktor, atau Petugas Perawatan dan Perbaikan Reaktor. c. Supervisor Reaktor adalah ahli yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pengawasan dan bimbingan terhadap operator reaktor yang sudah diberi izin. d. Operator Reaktor adalah orang yang bertugas untuk mengendalikan reaktor. [ps.5] Setiap pengoperasian reaktor nuklir harus dilakukan oleh tenaga-tenaga yang cakap dan terlatih, dan sekurang-kurangnya terdiri dari: satu Operator reaktor, satu 29

Supervisor Reaktor, satu Petugas Proteksi Radiasi dan satu Petugas Perawatan dan Perbaikan. 30

BAB VII BIAYA IZIN INNR (Berdasarkan PP No. 134/2000) Biaya izin ini merupakan biaya untuk izin baru maupun perpanjangan. No. Jenis Izin Masa Berlaku Biaya (thn) (Rupiah) 1. Izin Tapak - Pemerintah 2 (dua) 1.250.000,- - Swasta 2.750.000,- 2. Izin Konstruksi - Pemerintah 5 (lima) (fas. Fab., 2.500.000,- - Swasta pemurnian) 8 (delapan) (inst. pengkayaan) 5.500.000,- 3. Izin Operasi Sementara 2(dua) 1.250.000,- 2.750.000,- - Pemerintah - Swasta 4. Izin Operasi Tetap - Pemerintah 20 (dua puluh) 3.750.000,- - Swasta 8.250.000,- 5. Izin Dekomisioning - Pemerintah - Swasta 3.750.000,- 8.250.000,- 6. Fasilitas Penyimpanan 31

Lestari a. Izin Tapak b. Izin Konstruksi c. Izin Operasi 2 (dua) 8(delapan) 33.000.000,- 110.000.000,- 550.000.000,- Tetap Catatan : o Denda keterlambatan perpanjangan izin (paling lama 30 hari sejak izin berakhir) : 25% dari total biaya izin (Ps. 3). 32