TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

BAB I PENDAHULUAN. penambangan. Bahan galian penambangan sebagian besar dilakukan di daerahdaerah

PENAMBANGAN UMUM BATUBARA

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.

PELAKSANAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 24 TAHUN 2009 TLD NO : 23

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 267/PMK.011/2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. AREAL. Terganggu. Reklamasi. Revegetasi. PNBP. Penentuan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 1987

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ESDM. Panas Bumi. Kegiatan Usaha. Penyelenggaraan. Pedoman.

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2 Menteri Kehutanan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2008 tentang Tata Cara Penentuan Luas Areal Terganggu dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.84/Menhut-II/2014 TENTANG

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI DAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 1101 K/702/M.PE/1991 DAN 436/KPTS-II/1991 TENTANG

Tata Cara Pencairan Jaminan Reklamasi

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN POKOK PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Nega

VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN METODE HEA. 8.1 Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, bahkan merusak dan selanjutnya menelantarkan tanah itu sendiri (Kartasapoetra, dkk, 2005). Usaha penambangan merupakan usaha melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan penjualan. Menurut Rahmi (1995), penggolongan bahan-bahan galian adalah sebagai berikut : 1. Golongan a, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk perekonomian negara serta pertahanan dan keamanan negara 2. Golongan b, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajat hidup orang banyak, Contohnya besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain 3. Golongan c, bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, Karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional. Contohnya marmer, batu kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak mengandung unsur mineral. Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuanketentuan Pokok Pertambangan menyebutkan bahawa pertambangan rakyat adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b, dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk pencairan sendiri (As ad, 2005). Pertambangan rakyat dilakukan oleh rakyat, artinya dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di area pertambangan secara kecil-kecilan atau gotong royong

dengan alat-alat sederhana. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari. Dilaksanakan secara sederhana dan dengan alat sederhana, jadi tidak menggunakan teknologi canggih, sebagaimana halnya dengan perusahaan pertambangan yang mempunyai modal besar dan memakai telknologi canggih. Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur pertambangan rakyat, yaitu : 1. Usaha pertambangan 2. Bahan galian meliputi bahan galian strategis, vital dan galian c 3. Dilakukan oleh rakyat 4. Domisili di area tambang rakyat 5. Untuk penghidupan sehari-hari 6. Diusahakan dengan cara sederhana. Kegiatan penambangan rakyat dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia serta biologi tanah melalui pengupasan tanah lapisan atas, penambangan, pencucian serta pembuangan tailing. Penambangan rakyat yang tidak memperhatikan aspek lingkungan akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dengan bahaya erosi dan tanah longsor karena hilangnya vegetasi penutup tanah (As ad, 2005). Lahan yang digunakan untuk pertambangan tidak seluruhnya digunakan untuk operasi pertambangan secara serentak, tetapi secara bertahap. Sebagian besar tanah yang terletak dalam kawasan pertambangan menjadi lahan yang tidak produktif. Sebagian dari lahan yang telah dikerjakan oleh pertambangan tetapi belum direklamasi juga merupakan lahan tidak produktif. Lahan bekas kegiatan pertambangan menunggu pelaksanaan reklamasi pada tahap akhir penutupan tambang. Kalau lahan yang telah selesai digunakan

secara bertahap direklamasi, maka lahan tersebut dapat menjadi lahan produktif (Nurdin, dkk, 2000). Pertambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan/wilayah. Potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan pertambangan dan faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan pertambangan antara lain pada teknik pertambangan, pengolahan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan antara lain faktor geografis dan morfologis, fauna dan flora, hidrologis dan lain-lain (Nurdin, dkk, 2000). Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan, antara lain perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan struktur tanah, perubahan pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan dampak dengan intensitas dan sifat yang bervariasi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, pertambangan juga mengakibatkan perubahan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tidak hanya bersumber dari pembuangan limbah, tetapi juga karena perubahan terhadap komponen lingkungan yang berubah atau meniadakan fungsi-fungsi lingkungan. Semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin besar pula areal dampak yang ditimbulkan (Nurdin, dkk, 2000). Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Perubahan topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran sungai, bentuk danau atau bukit selama masa pertambangan, sulit dikembalikan kepada keadaannya semula. Kegiatan pertambangan juga mengakibatkan perubahan pada kehidupan sosial,

ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan tata guna tanah, perubahan kepemilikan tanah, masuknya pekerja, dan lain-lain. Pengelolaan dampak pertambangan terhadap lingkungan bukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri tetapi juga untuk kepentingan manusia (Nurdin, dkk, 2000). 2.2 Performance Bond Performance dan Bond system merupakan sejumlah uang yang diserahkan di muka kepada pemerintah oleh pelaku ekonomi apabila aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA. 4 Uang tersebut dapat diambil kembali setelah dinyatakan oleh pihak yang berwenang bahwa aktivitas ekonomi tersebut tidak menimbulkan dampak negatif. Obyek dari performance bond adalah barang serta jasa lingkungan hidup (hutan, udara, air) yang dapat terkena dampak polutif atau ekstraktif dari suatu kegiatan ekonomi. Contohnya: reklamasi tanah, manajemen hutan (biasanya hutan produksi), kecelakaan lingkungan hidup (tumpahnya minyak di laut). Mekanisme yang terdapat pada performance bond yaitu: 1. Memperhitungkan biaya sosial dari kerusakan lingkungan hidup yang mungkin terjadi 2. Meminta pelaku ekonomi untuk mendepositokan sejumlah uang sesuai dengan biaya tersebut kepada pemerintah atau pihak lain yang ditunjuk pemerintah 4 Laporan interim: Draft rencana aksi strategis. ESP-Environmental Support Programme Danida

3. Apabila terjadi kerusakan, telah tersedia dana untuk merestorasi lingkungan hidup dan SDA sehingga instrumen ini tidak sangat bergantung kepada kegiatan monitoring Pemerintah sebagai lembaga yang memimpin negara memiliki peran terhadap berbagai bidang, termasuk dalam Performance Bond. Peran Pemerintah dalam penerapan Performance Bond adalah: 1. Melakukan sosialisasi pengimplementasian sistem bond 2. Menentukan standar baku lingkungan hidup yang diharapkan 3. Meregulasikan pengimplementasian sistem bond Performance bond diterapkan di sektor pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan beberapa bahan galian lain. Pada pertambangan Migas bahkan telah diatur kapan pemilik pertambangan harus menyerahkan dana jaminan pelaksanaan, yaitu dalam Peraturan Menteri ESDM No 35 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi. Bab VI pasal 41 ayat 2 menyebutkan, jaminan pelaksanaan wajib diserahkan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) paling lambat pada saat penandatanganan kontrak kerja sama. Pada ayat 5 dinyatakan bahwa peserta lelang wilayah kerja atau penawaran langsung wilayah kerja yang telah menandatangani kontrak kerja sama yang tidak dapat memenuhi kewajibannya melaksanakan komitmen tiga tahun pertama masa eksplorasi (firm commitment), atau komitmen dua tahun pertama masa eksploitasi dan kewajiban keuangan lainnya berdasarkan kontrak kerja sama. Berdasarkan pemberitahuan dari Badan Pelaksana, Dirjen akan mencairkan Jaminan Pelak-

sanaan dan wajib disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jaminan reklamasi diawali dengan perencanaan reklamasi tambang yang dibuat oleh perusahaan tambang terkait. Perusahaan memperkirakan rencana persentase reklamasi yang dapat dilakukan setelah memperhitungkan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Besarnya dana jaminan reklamasi tersebut tergantung pada besarnya biaya reklamasi langsung dan tidak langsung. Biaya langsung jaminan reklamasi terdiri dari: 1. Biaya pembongkaran bangunan dan sarana penunjang yang sudah tidak digunakan 2. Reklamasi tapak bekas tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas penunjang 3. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3 4. Pemeliharaan dan perawatan 5. Pemantauan 6. Aspek sosial, budaya, dan ekonomi Sedangkan biaya tidak langsung dilihat dari: 1. Mobilisasi dan demobilisasi 2. Perencanaan kegiatan 3. Administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana penutupan tambang 4. Supervisi Penyusunan rencana reklamasi tersebut diajukan setiap lima tahun sekali, kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota untuk dinilai. Penilaian

dilakukan paling lambat 30 hari sejak diserahkannya rencana reklamasi. Luaran dari penilaian tersebut berupa disetujui atau tidaknya rencana kegiatan pertambangan tersebut. Jika rencana belum disetujui, perusahaan tambang dapat memperbaiki rencana reklamasi tersebut. Apabila dalam jangka waktu 30 hari pihak penilai tidak memberikan informasi tentang hasil penilaian, maka pengusaha tambang diasumsikan disetujui usahanya dan dapat menjalankan usahanya. Setelah kegiatan pertambangan berjalan, perusahaan wajib menyusun rencana reklamasi setiap lima tahun dan menyerahkannya kepada pihak penilai. Pada umur proyek yang kurang dari lima tahun, rencana reklamasi disusun sesuai umur proyek tambang. Setelah seluruh kegiatan penambangan berakhir, perusahaan diwajibkan untuk menutup proyek paling lambat setelah satu bulan proyek pertambangan berakhir. Setelah penutupan proyek, laporan penutupan pertambangan harus dibuat oleh perusahaan. Jaminan reklamasi dapat dicairkan dan dikembalikan apabila reklamasi telah dilaksanakan. Pengembalian Jaminan Reklamasi dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengembalian 60 % (enam puluh perseratus) dari besaran Jaminan Reklamasi apabila telah selesai melaksanakan penatagunaan lahan yang dilakukan sesuai dengan peruntukannya sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Reklamasi yang telah disetujui. b. Pengembalian 80 % (delapan puluh perseratus) dari besaran Jaminan Reklamasi apabila telah selesai melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada poin a dan telah selesai melaksanakan pekerjaan:

a. revegetasi b. pencegahan dan penanggulangan air asam tambang; c. pekerjaan sipil; dan/atau d. kegiatan reklamasi lainnya, sebagairnana ditetapkan dalam Rencana Reklamasi yang disetujui. Pengembalian 100 % (seratus persen) dari besaran Jaminan Reklamasi setelah kegiatan reklamasi memenuhi kriteria keberhasilan reklamasi sebagaimana tercantum pada Lampiran V Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 18 tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Setiap penerapan jaminan lingkungan hidup (performance bond) telah memiliki mekanisme yang diatur dalam beberapa aturan pemerintah, yaitu:

Perusahaan menyusun rencana reklamasi dan rencana penutupan tambang Penilaian oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota (paling lambat selesai pada 30 hari). Disetujui Tidak disetujui Mengajukan perubahan rencana reklamasi. Disetujui oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota. Pelaksanaan reklamasi. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi (sampai tahap ini dilakukan berulang hingga ditutup). Penutupan tambang (paling lambat satu bulan setelah semua kegiatan penambangan berakhir. Perusahaan menyampaikan laporan penutupan tambang. Perusahaan membuat permohonan pencairan dana jaminan reklamasi. Evaluasi Jaminan reklamasi mencukupi semua biaya reklamasi. Jaminan reklamasi tidak mencukupi biaya reklamasi. Pencairan jaminan reklamasi (persentase pengembalian sesuai Permen. ESDM pasal 31). Perusahaan harus menutupi sisa biaya reklamasi. Sumber: Peraturan Menteri ESDM No.18 Tahun 2008, Diolah Peneliti (2012) Gambar 2. Mekanisme Penerapan Jaminan Reklamasi Pertambangan

2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang performance bond belum saya temukan. Tetapi penelitian tentang bahan galian C terdapat pada tulisan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berjudul Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Bahan Galian C dengan Metode Damage Assesment Analysis Di Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Bogor, Jawa Barat yang ditulis oleh (Larastiti R. et al, 2010). kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: 1. Terjadi perubahan sosial di Desa Cipinang, masyarakat desa Cipinang awalnya bermata pencaharian sebagai petani. Tingkat kesejahteraan masyarakat perlahan meningkat walaupun tidak cukup signifikan. Dampak positifnya adalah terjadinya peningkatan perekonomian warga, terbukanya lapangan kerja baru. 2. Manfaat ekonomi dari adannya pertambangan pasir diestimasi menggunakan pendekatan pendapatan. Rata-rata pendapatan pertahun masyarakat yang memiliki pekerjaan terkait pertambangan adalah sebesar Rp 6 000 000. Kerugian ekonomi akibat adannya pertambangan diestimasi menggunakan pendekatan Cost of Illness atau biaya kesehatan adalah sebesar Rp 584 700 setahun. Dengan menggunakan Replacement Cost diestimasi kerugiannya adalah sebesar Rp 437 250 per tahun. Dengan menggunakan Replacement Cost juga, dapat diestimasi kerusakan jalan secara ekonomi, yaitu sebesar Rp 600 000 000. 3. Besarnya biaya kompensasi yang seharusnnya diberikan perusahaan kepada masyarakat desa dan pemerintah desa adalah sebesar Rp 13 886 503 650 per tahun.