BAB I PENDAHULUAN. Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN 1 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN. Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan merokok sudah dimulai sejak jaman nenek moyang dan

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani.

THEORY OF REASONED ACTION

BAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA-

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam mendapatkan makanan seperti munculnya makanan cepat saji.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. tujuh kematian (tujuh juta per tahun). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbatasan pengetahuan tentang narkoba masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Narkoba golongan I berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. laporan kinerja BNN pada tahun 2015 dimana terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peranan agama yang berkaitan dengan motivasi, nilai etik, dan harapan. Agama

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan


BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiksi lainnya

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan zat adiktif (NAPZA) masih merupakan masalah yang banyak

17. Keputusan Menteri...

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Bab 2. Landasan Teori

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba cukup meningkat 5 tahun belakangan ini. Menurut Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap narkoba di Indonesia semakin meningkat sejak tahun 2003. Dia mengungkapkan, berdasarkan data Mabes Polri tindak pidana narkoba hingga November 2007 tercatat 77.200 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2005 yakni 16.250 dan pada 2006 tercatat 17.365 kasus (http://bisnispolitik.wordpress.com/2008/03/25). Pada umumnya, obat terlarang seperti narkoba tersebut banyak disalahgunakan oleh kalangan muda seperti remaja dan orang dewasa. Namun yang paling banyak menggunakan narkoba adalah orang-orang dewasa awal. Berdasarkan data dari BNN, dari 4 juta pengguna narkoba di seluruh Indonesia, sebanyak 20 persen adalah remaja, sisanya 80 persen adalah orang-orang dewasa di atas 20 tahun (Kapanlagi.com, Rabu, 27 Juni 2007). Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian obat dan zat-zat berbahaya lain dengan maksud bukan untuk tujuan pengobatan dan/atau penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan serta dosis yang benar. Penggunaan terusmenerus dan berlanjut akan mengakibatkan ketergantungan atau dependensi ataupun kecanduan (http://id.wikipedia.org/wiki/narkoba). 1

2 Banyak alasan mengapa seseorang menggunakan bahan terlarang dan berbahaya seperti narkoba. Beberapa alasannya adalah menganggap sebagai suatu gaya hidup, dibujuk orang lain agar merasakan efek menyenangkan dari zat tersebut, dibujuk agar menjadi tergantung dan terus membeli, sebagai pelarian dari suatu masalah, dan mungkin masih banyak alasan lain (http://farhanzen.wordpress.com/2007/12/13/narkoba-dan-disfungsi-seksual-2/). Disamping itu, alasan utama seseorang mencoba obat-obatan adalah karena rasa ingin tahu mereka terhadap efek yang menyenangkan dari narkoba dan keinginan untuk mengikuti bujukan orang lain terutama dari lingkungan pergaulan mereka (McInthosh 2002). Pemakaian dan penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan yang tidak sesuai aturan dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, baik bagi pemakai itu sendiri maupun bagi lingkungan di sekitar pemakai terutama keluarga. Pada dasarnya akibat penyalahgunaan narkoba dapat dibagi menjadi akibat fisik dan psikis. Akibat yang terjadi tentu tergantung kepada jenis narkoba yang digunakan, cara penggunaan, dan lama penggunaan. Beberapa akibat fisik karena lamanya menggunakan narkoba ialah kerusakan otak, gangguan hati, ginjal, paru-paru, dan penularan HIV/AIDS melalui penggunaan jarum suntik bergantian. Akibat lain juga timbul sebagai komplikasi cara penggunaan narkoba melalui suntikan, misalnya infeksi pembuluh darah dan penyumbatan pembuluh darah. Akibat psikis yang mungkin terjadi ialah sikap yang apatis, euforia, emosi labil, depresi, kecurigaan yang tanpa dasar, kehilangan kontrol perilaku, sampai mengalami sakit jiwa (http://rumahrizal.multiply.com). Dampak terhadap lingkungan sekitarnya

3 adalah pecandu menjadi bermasalah dengan orangtua, bermasalah di sekolah, di pekerjaan bahkan berurusan dengan pihak berwenang karena perilaku yang tidak terkontrol akibat penyalahgunaan narkoba. Pecandu menjadi sering terlibat kasus seperti pencurian untuk mendapatkan narkoba. Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba secara bebas dan tidak sesuai aturan, maka diperlukan perhatian khusus untuk menanggulangi masalah ini. Menurut Budiarta (2000), ada dua upaya penanggulangan masalah narkoba yaitu preventif dan represif. Upaya preventif merupakan pencegahan yang dilakukan agar seseorang jangan sampai terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan narkoba. Sedangkan upaya represif adalah usaha penanggulangan dan pemulihan pengguna narkoba yang mengalami ketergantungan. Usaha-usaha represif dapat dilakukan dengan mendirikan panti-panti rehabilitasi maupun Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Di dalam Rumah Sakit Ketergantungan Obat atau panti Rehabilitas itulah nantinya dilaksanakan program-program pemulihan bagi pengguna narkoba. Menurut Wresniwiro (1999), rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong, merawat dan memulihkan korban penyalahgunaan obat terlarang, sehingga diharapkan para korban dapat kembali ke dalam lingkungan masyarakat atau dapat bekerja serta belajar dengan layak. Salah satu tempat rehabilitasi yang dapat membantu pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba adalah Rumah Sakit X Bogor. Tujuan rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor adalah bekerja keras dengan semangat dan motivasi yang tinggi dalam upaya membantu pecandu narkoba untuk dapat keluar

4 dari permasalahannya dan dapat hidup tanpa menggunakan narkoba. Rumah sakit X Bogor tersebut memiliki beberapa program perawatan dan pemulihan bagi pecandu narkoba. Sebelum menjalani program rehabilitasi, seorang pecandu narkoba harus menjalani detoksifikasi terlebih dahulu. Detoksifikasi adalah suatu proses pengeluaran racun dari tubuh yang bertujuan untuk membuat pecandu merasa nyaman ketika mengalami gejala putus zat atau withdrawal (Profil Instalasi Pemulihan Ketergantungan NAPZA). Pecandu narkoba yang sudah menjalani detokfikasi dinyatakan sudah bebas dari narkoba atau berhenti menggunakan narkoba. Supaya pecandu narkoba dapat berhenti menggunakan narkoba secara total atau bertahan untuk tidak menggunakan narkoba lagi, maka pecandu narkoba perlu menjalani rehabilitasi setelah detoksifikasi. Lamanya program rawat inap rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor adalah 6 bulan. Dalam program rehabilitasi tersebut, pecandu narkoba harus mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan setiap harinya dan mentaati aturan-aturan yang telah dibuat oleh Rumah Sakit tersebut. Apabila pecandu narkoba melanggar aturan Golden Rules TC (no sex, no drugs, no violence), maka ia mengikuti relapse center program selama 14-45 hari, tergantung kasusnya. Relapse center program berupa konseling individu/kelompok, meditasi, konfrontasi, behaviour correction dan encounter group (Profil Instalasi Pemulihan Ketergantungan NAPZA). Menurut seorang pengawas pecandu di tempat rehabilitasi tersebut, kebanyakan para pecandu narkoba awalnya kurang dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang telah ditentukan oleh Rumah Sakit, seperti tidak ikut

5 dalam kegiatan bersih-bersih sehingga terkadang menyebabkan pertengkaran di antara para pecandu nakoba. Biasanya mereka yang terlibat pertengkaran dan perkelahian akan dipisahkan dari pecandu lainnya untuk melakukan konseling secara pribadi/kelompok. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit X Bogor, 41 orang (95,4%) dari 43 pecandu yang menjalani rehabilitasi berusia 22-40 tahun. Rata-rata pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi sudah menikah dan memiliki anak. Sebagian dari mereka menikah dengan teman mereka yang juga pecandu narkoba. Mereka awalnya mengenal narkoba dari teman-teman mereka dan bujukan teman-teman mereka. Menurut perawat di tempat rehabilitasi tersebut, kebanyakan dari pecandu narkoba masuk ke tempat rehabilitasi bukan atas keinginan mereka sendiri, meskipun ada juga yang benar-benar atas keinginan sendiri untuk berhenti menggunakan narkoba secara total melalui rehablitasi. Akan tetapi setelah keluar dari tempat rehabilitasi, para pecandu narkoba seringkali menggunakan narkoba lagi dan kembali masuk rehabilitasi. Alasan para pecandu narkoba kembali menggunakan narkoba karena mereka kesulitan untuk menolak ajakan teman dan menjauh dari teman-teman sesama pecandu narkoba. Dimana hampir keseluruhan dari pecandu narkoba atau lebih kurang 80% pecandu narkoba seringkali mengalami relaps dan kembali menjalani rehabilitasi lagi. Fenomena di atas menunjukkan betapa sulitnya pecandu narkoba untuk bisa berhenti menggunakan narkoba secara total. Oleh sebab itu selain menjalani rehabilitasi dan dukungan dari lingkungan sosial, dibutuhkan niat yang kuat dari

6 dalam diri pecandu narkoba sendiri. Dengan memiliki niat yang kuat, maka pecandu narkoba akan terdorong mengerahkan upaya yang lebih dalam mengatasi kesulitan untuk berhenti menggunakan narkoba secara total dibandingkan dengan pecandu narkoba yang memiliki niat yang lemah. Niat dalam teori Planned Behavior (Icek ajzen, 1991) disebut intention yaitu suatu keputusan mengerahkan usaha untuk melakukan suatu perilaku. Terdapat tiga determinan yang mempengaruhi intention yaitu Attitude toward the behavior, Subjective norms, dan Perceived behavioral control. Attitude toward the behavior merupakan sikap baik atau buruk, sikap menyenangkan atau tidak menyenangkan, sikap menarik atau membosankan pecandu narkoba terhadap evaluasi dari konsekuensi berhenti menggunakan narkoba secara total. Subjective norms merupakan persepsi pecandu narkoba mengenai tuntutan dari keluarga (orang tua, suami/istri, kakak/adik), teman, konselor, dan perawat untuk mengharuskan atau tidak mengharuskan, benar atau salah dalam melakukan perilaku berhenti menggunakan narkoba secara total, serta kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut. Perceived behavioral control merupakan persepsi pecandu narkoba mengenai kemampuan mereka untuk berhenti menggunakan narkoba secara total, mudah atau sulitnya, setuju atau tidak setuju untuk berhenti menggunakan narkoba secara total, dan mungkin atau tidaknya untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Berdasarkan hasil survei awal terhadap 10 orang pecandu narkoba dewasa awal yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor, mereka mulai menggunakan narkoba sejak SMA. Sebanyak 8 orang (80%) mengatakan bahwa

7 mereka merasa tertarik untuk berhenti menggunakan narkoba secara total karena dengan berhenti menggunakan narkoba secara total, mereka dapat terhindar dari penyakit HIV/AIDS dan sembuh dari penyakit komplikasi lainnya seperti Hepatitis C (attitude toward the behavior). Mereka juga memilih untuk mengikuti rehabilitasi karena mereka menganggap dengan berhenti menggunakan narkoba dan mengikuti rehabilitasi bisa menyiapkan diri mereka untuk bisa diterima di lingkungan baru di luar rehabilitasi. Mereka juga menganggap konsekuensi dari berhenti menggunakan narkoba akan memperbaiki hubungan dengan keluarga mereka yang kacau akibat narkoba. Mereka dapat lebih memperhatikan keluarga, fokus untuk merawat anak dan juga bisa melanjutkan kuliah mereka yang pernah tertunda karena kecanduan narkoba. Hal ini membuat niat pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan nakoba menjadi kuat (intention kuat). Sebanyak 2 orang (20%) pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor mengatakan bahwa mereka kurang tertarik untuk berhenti menggunakan narkoba dan mengikuti rehabilitasi, karena sebenarnya mereka belum mau berhenti merasakan efek menyenangkan dari narkoba tersebut (attitude toward the behavior). Mereka merasa terpaksa untuk berhenti menggunakan narkoba, dipaksa orangtua mereka untuk masuk rehabilitasi yang sebenarnya mereka tidak inginkan, meskipun sebenarnya mereka tahu akibat dari narkoba telah membuat dirinya sakit. Mereka menganggap bahwa rehabilitasi tidak akan bisa membuat mereka berhenti menggunakan narkoba secara total. Mereka terkadang menjalani program rehabilitasi dengan keterpaksaan untuk menghindari hukuman. Mereka juga merasa tidak nyaman tinggal di rehabilitasi,

8 sehingga terkadang mereka meminta untuk diberikan cuti pulang ke rumah, meskipun tidak pernah diberikan ijin. Hal ini membuat niat pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan nakoba menjadi lemah (intention lemah). Sebanyak 8 orang (80%) pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor mengatakan bahwa bahwa keluarga (orangtua, suami/istri, kakak/adik), teman, konselor dan perawat mendukung mereka untuk berhenti menggunakan narkoba dan menjalani rehabilitasi di rumah sakit tersebut. Hal ini membuat mereka yakin bahwa keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, perawat menuntut dirinya untuk berhenti menggunakan narkoba dan mereka memiliki kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut (subjective norms). Tuntutan tersebut dirasakan dari perilaku keluarga mereka yang sering mengunjungi mereka secara rutin, berkomunikasi melalui telepon dan memberikan perhatian dengan memasukkan mereka ke rehabilitasi. Dukungan dari keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, perawat yang dipersepsi pecandu narkoba membuat niat pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan nakoba menjadi kuat (intention kuat). Sebanyak 2 orang (20%) pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor mengatakan bahwa keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, perawat kurang menuntut mereka untuk berhenti menggunakan narkoba. Mereka merasa keluarga mereka hanya memasukkan mereka ke rehabilitasi untuk melepaskan tanggung jawab. Hal ini dirasakan oleh pecandu narkoba karena keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik) tidak pernah/jarang sekali mengunjungi mereka ke rehabilitasi dan juga jarang

9 menghubungi mereka. Hal ini membuat niat mereka untuk berhenti menggunakan narkoba menjadi lemah (intention lemah). Sebanyak 7 orang (70%) pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor mengaku bahwa mereka merasa sulit dan kurang mampu untuk berhenti menggunakan narkoba secara total (perceived behavioral control). Hal ini disebabkan karena pengalaman mereka sebelumnya yang sudah sering keluar masuk rehabilitasi 3 atau 4 kali, bahkan ada yang 10 kali keluar masuk pesantren dan rehabilitasi. Hal lain yang menyebabkan mereka merasa sulit untuk berhenti menggunakan narkoba secara total karena teman-teman mereka di luar rehabilitasi mempengaruhi mereka untuk mencoba menggunakan narkoba lagi. Disamping itu, ketika menghadapi masalah berat, biasanya mereka berpikir untuk menggunakan narkoba lagi. Oleh karena itu mereka mempersepsikan bahwa mereka tidak akan mampu untuk berhenti menggunakan narkoba secara total setelah keluar dari rehabilitasi. Hal ini membuat niat mereka untuk berhenti menggunakan narkoba menjadi lemah (intention lemah). Sebanyak 3 orang (30%) pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor mengaku bahwa mereka cukup mampu untuk berhenti menggunakan narkoba secara total (perceived behavioral control). Hal ini disebabkan pengalaman sebelumnya, satu orang di antara mereka pernah berhenti menggunakan narkoba selama setahun dengan menjalani detokfikasi di rumah sakit tanpa menjalani rehabilitasi. Tetapi ketika ia melihat temannya sedang menggunakan narkoba ia kembali menggunakan narkoba lagi karena ada keinginan merasakan narkoba lagi. Mereka berharap melalui rehabilitasi di

10 Rumah Sakit X Bogor ini, mereka dapat berhenti menggunakan narkoba secara total dan mereka memiliki keinginan untuk menjaga jarak dengan teman pecandu narkoba terdahulu serta lebih fokus kepada keluarga mereka. Hal ini mendorong mereka tekun menjalani program-program rehabilitasi dan tidak pernah melanggar peraturan karena mereka ingin berhenti narkoba secara total. Hal ini mempengaruhi niat mereka untuk berhenti menggunakan narkoba menjadi kuat (intention kuat). Pecandu narkoba yang memiliki niat yang kuat untuk berhenti menggunakan narkoba secara total cenderung akan memunculkan perilaku tidak menggunakan atau menyentuh narkoba sama sekali baik di rehabilitasi maupun di luar rehabilitasi. Setelah keluar dari rehabilitasi, mereka dapat melanjutkan kuliah/bekerja, dapat mengurus keluarga bagi mereka yang sudah menikah dan dapat memperbaiki hubungan yang sempat kacau karena narkoba. Pada pecandu narkoba yang memiliki niat yang lemah untuk berhenti menggunakan narkoba secara total cenderung akan menghambat munculnya perilaku berhenti menggunakan narkoba secara total seperti sering keluar masuk rehabilitasi. Setelah keluar dari rehabilitasi, mereka menggunakan narkoba lagi. Hal ini akan berdampak terhadap kesehatan, mereka akan rentan terkena penyakit HIV/AIDS, hepatitis C atau penyakit komplikasi lainnya dan hubungan dengan keluarga menjadi tidak harmonis lagi, mengabaikan keluarga karena sibuk dengan pancarian dan penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang kontribusi determinan-determinan terhadap intention untuk berhenti menggunakan

11 narkoba pada pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor. 1.2. Identifikasi Masalah Bagaimana kontribusi determinan determinan terhadap intention untuk berhenti menggunakan narkoba secara total pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kontribusi determinan determinan terhadap intention untuk berhenti menggunakan narkoba secara total pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran lebih rinci dan mendalam mengenai kontribusi determinan-determinan terhadap intention untuk berhenti menggunakan narkoba secara total pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Ilmiah Untuk menambah informasi dalam bidang ilmu psikologi klinis mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan terhadap

12 intention untuk berhenti menggunakan narkoba pada pecandu narkoba berdasarkan teori planned behavior. Memberikan sumbangan informasi mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan terhadap intention berdasarkan teori planned behavior kepada peneliti-peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan terhadap intention pada pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba. 1.4.2. Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada pecandu narkoba mengenai gambaran intention dan determinan-determinan yang dimilikinya sehingga pecandu narkoba termotivasi untuk berhenti menggunakan narkoba secara total untuk kesejahteraan hidup mereka. Memberikan informasi bagi tempat rehabilitasi mengenai intention dan determinan-determinan yang dimiliki pecandu narkoba yang ada di rehabilitasi tersebut, sehingga mereka dapat memotivasi pecandu narkoba agar memiliki intention yang kuat dalam usaha berhenti menggunakan narkoba secara total. Memberikan informasi kepada orang tua dan masyarakat mengenai gambaran Intention dan determinan-determinan yang dimiliki pecandu narkoba sehingga mereka dapat mendukung dan memotivasi pecandu narkoba agar memiliki intention yang kuat untuk berhenti menggunakan narkoba secara total.

13 1.5. Kerangka Pemikiran Menurut E.B. Hurlock (1980), masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami atau isttri, orangtua dan pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Masa ini berarti masa pengaturan dimana seseorang mulai menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa dan meninggalkan kebebasan yang mereka rasakan pada masa remaja. Begitu juga halnya pada pecandu narkoba dewasa awal. Mereka diharapkan untuk dapat menjalankan perannya dan menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Akan tetapi, karena ketergantungan narkoba, mereka tidak dapat menjalankan perannya sebagai suami yang seharusnya menjalankan tugasnya sebagai pencari nafkah ataupun sebagai istri yang merawat keluarganya (anak). Oleh karena itu, diharapkan dengan berhenti menggunakan narkoba secara total melalui rehabilitasi, mereka dapat kembali menjalankan tenggung jawabnya masing-masing. Ketergantungan zat/obat (narkoba) adalah pola tingkah laku maladaptif dalam penggunaan obat (narkoba) yang secara klinis berbahaya atau merusak. Adanya pikiran, perilaku dan simptom fisik yang mengindikasikan bahwa individu secara terus-menerus menggunakan zat/obat (narkoba) dan ada gejala yang berhubungan dengan masalah penggunaan narkoba. Adanya toleransi, withdrawal, dan tingkah laku yang kompulsif dalam memperoleh obat (narkoba).

14 Ketergantungan berkaitan dengan semua jenis obat (narkoba) kecuali kafein (DSM-IV-TR, 2000). Ketergantungan zat (narkoba) akan diikuti dengan perilaku bermasalah penggunaan zat (narkoba) secara kontiniu. Perilaku bermasalah tersebut biasanya dimanifestasikan dalam bentuk pencarian dan penggunaan secara kompulsif zat (narkoba) tersebut. Individu yang ketergantungan narkoba tidak mampu mengontrol jumlah zat (narkoba) yang mereka gunakan. Hal ini berbahaya secara fisik dan menyebabkan masalah yang serius bagi penggunanya (Study Guide DSM IV-TR, 2002). Akibat ketergantungan narkoba adalah menyebabkan kerusakan dan komplikasi yang berat, menyebabkan kemunduran dalam kondisi kesehatan secara umum, rusaknya koordinasi motorik, menyebabkan kematian secara tiba-tiba akibat artimia jantung, myocardial infarction, pendarahan otak atau gangguan pernafasan. Penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi menyebabkan infeksi virus HIV, hepatitis, tetanus, vaskulitis, keracunan darah, subacute bacterical endocarditis, fenomena embolik, dan malaria. Penggunaan narkoba berhubungan dengan kekerasan atau perilaku agresif yang dimanifestasikan dalam bentuk perkelahian atau tindakan kriminal yang dapat melukai individu sendiri maupun orang lain (DSM-IV-TR, 2000). Terdapat juga beberapa akibat psikis dari ketergantungan narkoba yaitu secara signifikan bermasalah dalam kognisi dan mood/emosi, mengalami kecemasan, halusinasi, delusi, dan kejang-kejang ketika putus obat (Abnormal Psychology, 2007). Oleh sebab itu pecandu narkoba diharapkan untuk dapat berhenti menggunakan narkoba secara total, dikarenakan

15 akibat negatif yang ditimbulkan oleh narkoba baik secara fisik, psikis maupun sosial. Merupakan hal yang sulit bagi pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Oleh karena pecandu narkoba harus memilki niat yang kuat untuk dapat berhenti menggunakan narkoba secara total. Disamping itu, dibutuhkan juga dorongan dan motivasi dari orang-orang sekitar pecandu narkoba untuk dapat berhenti menggunakan narkoba secara total.. Pecandu narkoba yang memiliki niat yang kuat untuk berhenti menggunakan narkoba akan lebih besar kemungkinannya untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Menurut Icek Ajzen (2005), individu dalam berperilaku berdasarkan akal sehat dan selalu mempertimbangkan dampak dari perilaku tersebut. Hal ini yang membuat seseorang berniat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Di dalam teori planned behavior, niat seseorang untuk berperilaku tertentu disebut intention. Intention adalah suatu keputusan untuk mengerahkan usaha dalam melakukan suatu perilaku tertentu. Intention dipengaruhi oleh tiga determinan, yaitu attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control. Attitude Toward the Behavior adalah sikap favourable atau unfavourable dalam menampilkan suatu perilaku yang dihasilkan dari evaluasi positif atau negatif terhadap suatu perilaku. Attitude Toward the Behavior didasari oleh behavioral belief dan outcome evaluations yaitu keyakinan mengenai evaluasi dari konsekuensi menampilkan suatu perilaku. Jika pecandu narkoba memiliki

16 keyakinan bahwa berhenti menggunakan narkoba dan mengikuti rehabilitasi akan memberikan konsekuensi yang positif, misalnya dapat sembuh atau berkurangnya penyakit akibat penggunaan narkoba, bisa menyiapkan diri untuk bisa diterima di lingkungan baru di luar rehabilitasi, dapat memperbaiki hubungan dengan keluarga mereka yang sempat kacau, bisa fokus untuk merawat anak dan juga bisa melanjutkan kuliah mereka, maka pecandu narkoba akan memiliki sikap tertarik (favourable) untuk berhenti menggunakan narkoba. Sikap tersebut akan mempengaruhi niat (intention) pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total menjadi kuat. Jika pecandu narkoba memiliki keyakinan terhadap evaluasi bahwa berhenti menggunakan narkoba akan memberikan konsekuensi yang negatif, misalnya dapat membuat mereka mengalami withdrawal syndrome atau sakau yang mereka rasakan sangat sakit akibat berhentinya pemakaian narkoba dan keterpaksaan untuk mengikuti rehabilitasi karena sebenarnya mereka belum ingin berhenti menggunakan narkoba. Hal ini akan membuat pecandu narkoba memiliki sikap tidak tertarik (unfavourable) terhadap usaha berhenti menggunakan narkoba secara total. Sikap tersebut akan mempengaruhi niat (intention) pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba menjadi lemah. Belief yang dimiliki oleh setiap pecandu narkoba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah informasi mengenai dampak penyalahgunaan narkoba. Informasi apa saja yang pecandu narkoba ketahui mengenai dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan dan kehidupan pecandu narkoba akan dapat berpengaruh terhadap sikap favorable yang dimiliki

17 pecandu narkoba untuk berusaha berhenti menggunakan narkoba secara total. Informasi mengenai dampak penyalahgunaan narkoba yang berdampak buruk bagi kesehatan dan kehidupan mereka dapat menjadi dasar keyakinan (beliefs) pecandu narkoba mengenai konsekuensi perilaku berhenti menggunakan narkoba secara total. Faktor keduanya adalah manfaat berhenti menggunakan narkoba secara total. Manfaat seperti dapat kuliah/bekerja kembali, terhindar dari penyakit HIV/AIDS atau hepatitis C, dan dapat mengurus keluarga mereka jika berhenti menggunakan narkoba secara total dapat berpengaruh terhadap sikap favorable yang dimiliki pecandu narkoba untuk berusaha berhenti menggunakan narkoba secara total. Determinan kedua yaitu Subjective Norms adalah persepsi mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku tertentu dan kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut. Subjective Norms didasari oleh normative belief dan motivation to comply, yaitu keyakinan seseorang bahwa individu atau kelompok yang penting baginya akan menyetujui atau tidak menyetujui penampilan dari suatu perilaku dan kesediaan individu untuk mematuhi orang-orang yang signifikan tersebut. Tuntutan yang dipersepsi pecandu narkoba ini dapat berasal dari dukungan dan dorongan keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, dan perawat. Jika pecandu narkoba memiliki keyakinan bahwa keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, dan perawat mendukungnya untuk berhenti menggunakan narkoba secara total seperti kunjungan secara rutin,

18 berkomunikasi melalui telepon, memberikan perhatian dengan memasukkan mereka ke rehabilitasi, saling memotivasi antar teman pecandu narkoba, perawat yang selalu memperhatikan mereka dan dimotivasi oleh konselor yang merupakan mantan pecandu narkoba. Hal ini akan membuat pecandu narkoba memiliki persepsi bahwa keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, dan perawat menuntut mereka untuk berhenti menggunakan narkoba secara total dan adanya kesediaan pecandu narkoba untuk mematuhi orang-orang tersebut. Persepsi tersebut akan mempengaruhi niat (intention) pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba menjadi kuat. Jika pecandu narkoba mempersepsi bahwa keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, dan perawat kurang menuntutnya dan mendukungnya untuk berhenti menggunakan narkoba dan pecandu narkoba bersedia untuk mematuhi orang-orang tersebut, maka persepsi tersebut akan mempengaruhi niat (intention) pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba menjadi lemah. Determinan ketiga yaitu Perceived Behavioral Control adalah persepsi individu mengenai kemampuan mereka untuk menampilkan suatu perilaku. Perceived behavioral control didasari oleh control belief dan power of control factors, yaitu keyakinan mengenai ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mendukung atau menghambat dalam menampilkan suatu perilaku. Jika pecandu narkoba memiliki keyakinan bahwa terdapat faktor-faktor yang mendukung/mempermudah pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total seperti lingkungan yang bebas narkoba dan juga pengalaman mereka yang dapat menjauh dari teman yang masih menggunakan narkoba, maka

19 mereka akan memiliki persepsi bahwa berhenti menggunakan narkoba akan dapat mereka lakukan. Persepsi ini akan mempengaruhi niat (intention) pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total menjadi kuat. Sebaliknya, jika pecandu narkoba memiliki keyakinan bahwa faktor-faktor yang mempersulit seperti lingkungan pecandu narkoba, sugesti untuk menggunakan narkoba lagi, suasana hati yang buruk ketika mengalami masalah, dan ajakan teman lama pecandu narkoba, maka mereka akan memiliki persepsi bahwa berhenti menggunakan narkoba adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Persepsi ini akan mempengaruhi niat (intention) pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total menjadi lemah. Ketiga determinan akan mempengaruhi kuat atau lemahnya intention seseorang dalam menampilkan suatu perilaku. Pengaruh ketiga determinan tersebut terhadap intention dapat berbeda-beda satu sama lain. Ketiga determinan tersebut dapat sama-sama kuat mempengaruhi intention, atau dapat salah satu saja yang kuat dalam mempengaruhi intention, tergantung kepada deteminan apa yang dianggap paling penting dalam mempengaruhi intention. Misalkan individu pecandu narkoba memiliki subjective norms yang positif dan determinan tersebut memiliki pengaruh yang paling kuat, maka intention pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total akan kuat walaupun dua determinan yang lainnya negatif karena subjective norms merupakan determinan paling penting mempengaruhi niat pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba. Sebaliknya, apabila subjective norms yang dimiliki oleh pecandu narkoba negatif dan kedua determinan lainnya positif, maka intention pecandu

20 narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total akan lemah. Hal ini dikarenakan bahwa subjective norms memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap intention. Attitude toward the behaviour, subjective norms dan perceived behavioral control juga saling berhubungan satu sama lain. Apabila ketiga determinan tersebut memiliki hubungan yang erat, maka pecandu narkoba dewasa awal yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor yang memiliki sikap tertarik untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Karena dengan berhenti menggunakan narkoba akan mengurangi dan menyembuhkan penyakit akibat penggunaan narkoba, bisa menyiapkan diri untuk bisa diterima di lingkungan baru di luar rehabilitasi, dapat memperbaiki hubungan dengan keluarga mereka yang sempat kacau, bisa fokus untuk merawat anak dan juga bisa melanjutkan kuliah mereka. Serta memiliki persepsi bahwa dirinya mampu untuk berhenti menggunakan narkoba, terdapat lingkungan yang mendukung untuk berhenti menggunakan narkoba, dan sesuai dengan tuntutan dari orang-orang yang signifikan bagi dirinya seperti keluarga (orangtua istri/suami, kakak/adik), teman, konselor, dan perawat. Hal ini akan mempengaruhi sikap pecandu narkoba dewasa awal yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor menjadi semakin tertarik untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Apabila pecandu narkoba dewasa awal yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor memiliki sikap kurang tertarik untuk berhenti menggunakan narkoba secara total karena keterpaksaan mengikuti rehabilitasi dan merasa rehabilitasi tidak akan bisa membuat mereka berhenti menggunakan

21 narkoba. Serta memiliki persepsi bahwa dirinya sulit dan kurang mampu untuk berhenti menggunakan narkoba, tidak bisa menolak ajakan teman pecandu narkoba terdahulu, sugesti untuk menggunakan narkoba lagi ketika mengalami masalah, dan orang-orang signifikan bagi dirinya tidak menuntut dan mendukung pecandu narkoba untuk untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Hal ini akan mempengaruhi sikap pecandu narkoba dewasa awal yang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor menjadi semakin tidak tertarik untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Interaksi ketiga determinan tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kuat atau lemahnya intention pecandu narkoba dewasa awal untuk berhenti menggunakan narkoba secara total di Rumah Sakit X Bogor. Skema kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut

22 Faktor-faktor yang mempengaruhi: - Informasi mengenai dampak penyalahgunaan narkoba - Manfaat berhenti berhenti menggunakan narkoba. - Dukungan sosial - Suasana hati - Lingkungan Pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit X Bogor Behavioural beleifs Normative Beliefs Attitude toward the behaviour Subjective Norms Intention Perilaku tidak menggunakan narkoba lagi atau sama sekali tidak menyentuh narkoba lagi Control Beleifs Perceived behavioural control 1.5. Skema Kerangka Pikir

23 1.6. Asumsi Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu: Pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah sakit X Bogor memiliki derajat intention dengan kekuatan yang berbeda-beda untuk berhenti menggunakan narkoba secara total. Intention pecandu narkoba untuk berhenti menggunakan narkoba secara total dipengaruhi oleh attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Determinan-determinan pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di Rumah sakit X Bogor untuk berhenti menggunakan narkoba secara total memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Kekuatan dari ketiga determinan intention dipengaruhi oleh informasi mengenai dampak penyalahgunaan narkoba, manfaat berhenti menggunakan narkoba secara total, dukungan sosial, suasana hati dan lingkungan. 1.7. Hipotesis Hipotesis Utama : Terdapat pengaruh signifikan determinan-determinan terhadap intention untuk berhenti menggunakan narkoba secara total pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di rumah sakit X Bogor. Hipotesis Sekunder :

24 Hipotesis 1 Terdapat pengaruh signifikan attitude toward the behavior terhadap intention untuk berhenti menggunakan narkoba secara total pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di rumah sakit X Bogor. Hipotesis 2 Terdapat pengaruh signifikan subjective norms terhadap intention untuk berhenti menggunakan narkoba secara total pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di rumah sakit X Bogor. Hipotesis 3 Terdapat pengaruh signifikan perceived behavioral control terhadap intention untuk berhenti menggunakan narkoba secara total pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di rumah sakit X Bogor.