PERBEDAAN TINGKAT INSOMNIA LANSIA SEBELUM DAN SESUDAH SENAM YOGA DI POSYANDU LANSIA DESA BLULUKAN, KECAMATAN COLOMADU, KABUPATEN KARANGANYAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

I. PENDAHULUAN. hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Indonesia menurut survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006

Adalah mahasiswa S-1 Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas. Muhammadiyah Surakarta, akan melakukan penelitian dengan judul Perbedaan

HUBUNGAN TERAPI MANDI AIR HANGAT SEBELUM TIDUR DENGAN PENURUNAN KEJADIAN INSOMNIA PADA USIA LANJUT DI DESA TANJUNGAN WEDI KLATEN

PENGARUH YOGA TERHADAP TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

HUBUNGAN KEBIASAAN MANDI AIR HANGAT DENGAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA USIA LANJUT DI DESA CANDEN KRAJAN KALIKOTES KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pada bayi merupakan suatu proses yang hakiki, unik, dinamik,

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH POSISI TIDUR MIRING TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA PERMADI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

GAMBARAN KUALITAS TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: RITA SUNDARI

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia)

BAB I PENDAHULUAN. pada wanita paruh baya. Kadar FSH dan LH yang sangat tinggi dan kadar

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. wajar akan dialami semua orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR II TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kepekaan, ketelitian, serta ketekunan. Pada pelaksanaan PBP


PENGARUH TERAPI MUSIK JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA MAGETAN SKRIPSI

BAB I. Pendahuluan. melakukan pekerjaan tanpa memperdulikan kesehatan. Pekerjaan. hari dan berulang ulang akan mengakibatkan insomnia yang

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (UMY). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak bayi,

PENGARUH SENAM HIPERTENSI LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PANTI WREDA DARMA BHAKTI KELURAHAN PAJANG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PERBEDAAN EFEKTIFITAS MANDI AIR HANGAT DAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA LANSIA. Istiana Nurhidayati* ABSTRACT

Oleh Sherli Mariance Sari Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan

The 7 th University Research Colloqium 2018 STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

SENAM TAI CHI TERHADAP FLEKSIBILITAS PUNGGUNG LANSIA

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian pra-eksperiment dengan desain penelitian one group

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

ABSTRAK PENGARUH PELAKSANAAN SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PUSKESMAS KALUKU BODOA MAKASSAR TAHUN 2015

PENGARUH LATIHAN HATHA YOGA TERHADAP TINGKAT STRES PADA WANITA DI DUSUN KARANG TENGAH SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menuju masyarakat Indonesia sehat, tindakan yang harus dilakukan yaitu

PENDIDIKAN KESEHATAN JIWA MENINGKATKAN KEKEBALAN IMUN DARI STRES PADA LANSIA

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI POST OPERASI DI RUMAH SAKIT Dr.OEN SURAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA

EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP BERKURANGNYA KELUHAN GANGGUAN TIDUR PADA REMAJA DI PANTI AL-MUDAKKIR DAN DI PANTI AL-AMIN BANJARMASIN

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN GEJALA INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WERDA RINDANG ASIH II BONGSARI SEMARANG

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Pengaruh Pendidikan Kesehatan 1

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI PADUKUHAN BONOSORO BUMIREJO LENDAH KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. konsep diri, pola koping dan perilaku sosial (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan istilah bagi individu yang telah memasuki umur di atas 60 tahun (>60

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

PENGARUH PEMBERIAN DARK CHOCOLATE TERHADAP DISMENORHEA PRIMER PADA MAHASISWI KEPERAWATAN.

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO pada tahun 1995, penderita non psikotis di Indonesia seperti stres

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &

BAB I PENDAHULUAN. Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Depkes,2003). Indonesia termasuk salah satu negara Asia yang pertumbuhan penduduk

PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

BAB I PANDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KUALITAS TIDUR LANJUT USIA DI PANTI JOMPO AISIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

Disusun Oleh : MIA JIANDITA

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH TINGKAT KELELAHAN AKIBAT AKTIVITAS FISIK MALAM DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA OLAHRAGAWAN FUTSAL MAHASISWA UIN ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN 2016

Transkripsi:

PERBEDAAN TINGKAT INSOMNIA LANSIA SEBELUM DAN SESUDAH SENAM YOGA DI POSYANDU LANSIA DESA BLULUKAN, KECAMATAN COLOMADU, KABUPATEN KARANGANYAR Lestari Gudawati* Abi Muhlisin ** Abstract One of disorder who is often experienced by elderly are of sleep disorder (insomnia). one alternative to overcome sleep disorders is by yoga gymnastics. Movements in yoga gymnastics such as stretching and deep breathing can reduce the frequency of brain waves as well as lower levels of the hormone cortisol that the body and mind to relax so that is expected to get better sleep quality. The results of a preliminary study got datas as 12 elderly experiencing insomnia. The objective was aim to determine different levels before and after elderly insomnia gymnastics yoga in Blulukan Village of primary health service for elderly, Colomadu, of Karanganyar District. The kind of research is quantitative research with pre experiment study design with one group pretest-posttest design. samples are 51 elderly with taking sampling are proportional random sampling from 6 primary health service for elderly. The data obtained by observation insomnia disturbances in form of Insomnia Rating Scale, while treatment yoga gymnastics are given for 20 minutes per day for 7 days. Analysis of test data using data normality with Kolmogorov Smirnov test and compare the mean is followed paired t test. Results showed elderly before given yoga gymnastics, 35 respondents (68.6%) experienced severe insomnia, 16 respondents were experiencing insomnia (31.4 %). Respondents who had gymnastics insomnia showed that 11 respondents (21.6%) with severe insomnia, 37 respondents (72.5%) with insomnia moderate, and 3 respondents (5.9%) with mild insomnia. The results of hypothesis test showed average 18.4510 insomnia pre test, and the average value of 14.7059 insominia post test. Value t-test = 11.268 with p = 0.001. These results concluded there are different levels before and after elderly insomnia gymnastics Yoga in Blulukan Village of primary health service for elderly, Colomadu, of Karanganyar District Keywords: Insomnia, elderly, Yoga gymnastics *Lestari Gudawati Mahasiswa Fakultas ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta **Abi Muhlisin Dosen Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta PENDAHULUAN Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 82

dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). Berdasarkan survey awal, jumlah penduduk di kelurahan Blulukan pada bulan Desember 2010 tercatat 5277 orang, jumlah lansia 317 orang (Data Monografi Kelurahan Blulukan, 2010). Survey awal berdasarkan laporan Register Posyandu Lansia Puskesmas Colomadu II pada bulan Februari 2011 tercatat 333 lansia yang mengikuti posyandu lansia, dan terdiri dari 6 Posyandu Lansia yang berada di desa Blulukan, Kecamatan Colomadu. Hasil wawancara dengan 20 lansia yang dilakukan wawancara, bahwa lansia apabila malam telah tiba, lansia sering menjadi cemas. Kecemasan lansia diakibatkan adanya kesulitan lansia untuk dapat memulai tidur malam. Dibutuhkan waktu yang cukup lama agar lansia dapat tidur. Namun selama proses tidur lansia mengaku sering terjaga dari tidur dan sulit sekali untuk dapat tidur kembali. Kondisi badan pada waktu bangun pagi, lansia merasa badannya tidak segar, merasa masih mengantuk. Pernyataan lansia tersebut diperkuat dengan pengukuran tingkat insomnia (Insomnia Rating Scale). Hasil pengukuran awal menunjukkan 12 lansia (70 %) mengalami kesulitan tidur. Menurut Rafknowledge (2004), pengalaman yang dirasakan pada lansia tersebut merupakan tanda dan gejala insomnia. Tujuan Penelitian adanya perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan senam yoga. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dimana rancangan yang digunakan penelitian adalah pre experiment dengan pretest-postest one group design (Nursalam, 2003). Desain ini menggunakan satu kelompok sebagai kelompok perlakuan. Bentuk rancangannya sebagai berikut: Tabel 1. Rancangan Penelitian Pretest Latihan Senam Yoga Posttest O1 X O2 Keterangan : O1 = pengukuran tingkat insomnia sebelum dilakukan intervensi pada responden. X = perlakuan pemberian senam yoga yang dilakukan selama 7 hari. O2 = pengukuran tingkat insomnia sesudah dilakukan intervensi pada responden selama 7 hari. populasi sebanyak 105 lansia yang mengalami insomnia dari 6 posyandu lansia. jumlah sampel dalam penelitian adalah 51 lansia. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah proporsional random sampling. Lansia berusia 60 tahun ke atas, Mengalami insomnia baik sedang, ringan, maupun berat, Dilakukan screening pada bulan mei 2011 dengan wawancara yang berpedoman pada Insomnia Rating Scale dari 333 lansia di posyandu desa Blulukan didapatkan yang mengalami insomnia sebanyak 105 lansia, Tinggal di Desa Blulukan Colomadu dan mengikuti posyandu lansia. Dapat berkomunikasi secara verbal, Lansia yang tidak dalam keadaan sakit dan Bluluka n Colomadu dan mengikuti posyandu lansia. Dapat berkomunikasi secara verbal, Lan Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 83

Lansia yang tidak dalam keadaan sakit dan mampu melakukan aktivitas secara teratur, Bersedia menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian sampai tahap akhir Instrument dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi dalam bentuk Insomnia Rating Scale yang dikembangkan oleh Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta (KSPBJ). Pengujian uji beda didahului dengan uji normalitas data. Apabila hasil uji normalitas ditemukan hasil dalam kurve normal maka dilanjutkan dengan uji beda menggunakan teknik paired t test dan jika data tidak berdistribusi normal menggunakan teknik Wilcoxon rank test. Analisis data dikerjakan dengan computer program SPSS 17,00 for windows. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Distribusi responden menurut umur Tabel 1. Distribusi Frekuensi menurut Umur Lanjut Usia di Posyandu Desa Blulukan tahun 2011 Umur n (%) Elderly 38 74.5 Old 13 25.5 Total 51 100.0 Distribusi responden menurut umur menunjukkan bahwa sebagian responden berumur 60 74 tahun (elderly) yaitu 38 responden (74.5%) dan 74 tahun keatas (old) sebanyak 13 responden (25.5%). Banyaknya responden pada kelompok umur 60 74 tahun adalah kesanggupan lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia. Usia responden tersebut sesuai dengan ketentuan WHO (Nugroho, 2008) tentang usia lanjut, yaitu lansia pada masa itu terjadi proses menua (aging) yang merupakan proses alami dan disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang sering berinteraksi satu sama lain. Distribusi Frekuensi Responden menurut Jenis Kelamin Berdasarkan hasil pengolahan data jenis kelamin diperoleh data mayoritas responden adalah perempuan. Selengkapnya distribusi responden menurut jenis kelamin ditampilkan pada tabel 6 sebagai berikut: Tabel 2. Distribusi Distribusi Frekuensi menurut Jenis Kelamin Lanjut Usia di Posyandu Desa Blulukan tahun 2011 Jenis kelamin n (%) Laki-laki 10 19,6 Perempuan 41 80,4 Total 51 100,0 Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 41 responden (80,4%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 responden (19,6%). Banyaknya responden perempuan dalam penelitian ini adalah jumlah peserta posyandu lansia adalah perempuan yang aktif, sedangkan jarang lansia laki-laki ikut berpartisipasi dalam kegiatan posyandu lansia. Distribusi Frekuensi Responden menurut Status Perkawinan Status perkawinan lansia terbagi menjadi 3 yaitu kawin, janda dan duda. Selengkapnya distribusi responden menurut status perkawinan ditampilkan pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Perkawinan Lanjut Usia di Posyandu Desa Blulukan tahun 2011 Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 84

Status perkawinan n (%) Kawin 24 47,1 Janda 26 51,0 Duda 1 2,0 Total 51 100,0 Distribusi frekuensi responden menurut status perkawinan menunjukkan distribusi terbanyak responden adalah janda yaitu sebanyak 26 responden (51%), selanjutnya kawin sebanyak 24 responden (47,15) dan duda sebanyak 1 responden (2%). Menurut Potter and Perry (2009), meyatakan bahwa sebesar 54,7 % lansia hidup bersama pasangannya. Namun, sekitar 31% hidup sendiri (wanita yang sudah tidak memiliki pasangan sekitar 40% dan pria yang sudah tidak memiliki pasangan sekitar 19%). Distribusi Frekuensi Responden menurut Status Pekerjaan Status pekerjaan responden adalah aktivitas yang masih dilakukan responden pada saat penelitian berlangsung. Pekerjaan pada lansia terbatas pada pekerjaan yang dapat dilakukan di sekitar rumah. Status pekerjaan lansia ditampilkan pada tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden menurut Status Pekerjaan Lanjut Usia di Posyandu Desa Blulukan tahun 2011 Status pekerjaan n (%) Tidak bekerja 40 78,4 Petani 7 13,7 Buruh 4 7,8 Total 51 100,0 Distribusi frekuensi responden menurut status pekerjaan menunjukkan distribusi terbanyak responden adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 40 responden (78,4%), selanjutnya petani yaitu sebanyak 7 responden (13,7%) dan buruh sebanyak 4 responden (7,8%). Distribusi status pekerjaan responden menunjukkan sebagian besar lansia sudah tidak bekerja. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, responden yang tidak bekerja adalah responden perempuan sebagai ibu rumah tangga, ataupun responden yang secara fisik sudah tidak dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan sejumlah uang. Menurut Muhammad (2010), mengatakan lansia dibagi menjadi dua kategori yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensional adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau jasa. Sedangkan lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Berdasarkan UU tentang kesejahteran lanjut usia, yang terbanyak di Indonesia adalah lansia tidak potensial. Semua responden merupakan lansia, dan masuk dalam usia tidak produktif, sehingga wajar responden tidak memiliki pekerjaan lagi. Distribusi Frekuensi Responden menurut Status Pendidikan Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden menurut Status Pendidikan Pendidikan n (%) Tidak sekolah 4 7,8 Lulus SD 43 84,3 Lulus SMP 4 7,8 Total 51 100,0 Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 85

Distribusi frekuensi responden menurut pendidikan menunjukkan distribusi terbanyak responden adalah pendidikan lulusan SD yaitu sebanyak 43 responden (84,3%), selanjutnya lulus SMP yaitu sebanyak 4 responden (7,8%) dan tidak sekolah yaitu sebanyak 4 responden (7,8%). Distribusi pendidikan responden menunjukkan sebagian besar lansia memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dimana sebagian besar lulusan SD (84,3%) dan bahkan tidak sekolah (7,8%). Kemampuan sekolah responden tidak terlepas dari kemampuan sosial ekonomi. Pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan dalam hal pentingnya kesehatan termasuk manfaat dari adanya senam yoga dalam menurunkan tingkat insomnia. Stanley (2007), mengatakan lansia sangat sedikit yang telah menyelesaikan pendidikan dari sekolah menengah atas. Sedikitnya 1 dari 5 orang lansia dalam Tabel 6. populasi di Amerika Serikat yang bukan kulit putih yang telah lulus dari sekolah menengah umum, kebanyakan mempunyai pendidikan tidak lebih dari pendidikan sekolah dasar. Analisa Univariat Tingkat Insomnia Pre test dan Post test Latihan Senam Yoga Pengukuran tingkat insomnia menggunakan lembar observasi dalam bentuk insomnia rating scale yang dikembangkan oleh kelompok studi psikiatri biologik Jakarta (KSPBJ) yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia. Skala ini bertujuan praktis agar dapat mengetahui skor dari insomnia. Skala pengukuran ini terdiri dari lamanya tidur, mimpi-mimpi, kualitas tidur, masuk tidur, bangun malam hari, bangun dini hari, dan perasaan tidak segar waktu bangun. Jumlah skor maksimum untuk skala pengukuran ini adalah 25. Skor total menunjukkan berat ringannya. Insomnia ringan (skor 0-8), insomnia sedang (skor 9-27), insomnia berat (skor 18-25). Data Statistik Tingkat Insomia Pre Test dan Post test Latihan Senam Yoga Insomia Pre test Post test Jumlah % Jumlah % Ringan 0 0 3 5,9 Sedang 16 31,4 37 72,5 Berat 35 68,6 11 21,6 Jumlah 51 100,0 51 100,0 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat insomnia sebelum dan sesudah latihan senam yoga, dari penelitian menunjukkan sebelum latihan senam yoga menunjukkan bahwa banyak yang mengalami insomnia berat yaitu sebanyak 35 responden (68,6%), dan insomnia sedang sebanyak 16 responden (31,4%). Responden yang diberikan senam yoga selama 7 kali dalam seminggu menunjukkan perubahan tingkat insomnia, yaitu banyak dalam kategori sedang yaitu sebanyak 37 responden (72,5%), selanjutnya kategori berat yaitu sebanyak 11 responden (21,6%) dan kategori ringan yaitu sebanyak 3 responden (5,9%). Sebanyak 51 responden dalam pelaksanaan senam yoga dibagi menjadi 4 kelompok dengan tiap kelompok melakukan senam yoga selama 1 minggu. Kelompok pertama sebanyak 15 responden pada tanggal 3 Oktober dilakukan pre test insomnia dan Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 86

dilanjutkan senam yoga. Senam yoga dilakukan selama 7 hari dan berakhir pada tanggal 10 Oktober 2011 dan dilakukan pengukuran insomnia kedua (post test) pada tanggal 11 Oktober 2011. Tanggal 13 Oktober 2011 dilakukan responden lain sebanyak 15 lansia dengan lama senam sama seperti pada kelompok pertama. Pengukuran insomnia dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2011. Kelompok responden ketiga dilakukan sebanyak 10 lansia pada tanggal 23 Oktober dan berakhir 31 Oktober 2011. Kelompok keempat diikuti oleh 11 lansia yang dimulai tanggal 2 November dan berakhir 10 November 2011. Responden dalam melakukan senam yoga dalam satu kali senam dilakukan selama 20 menit. Menurut Pangkalan Ide (2008) bahwa Latihan yoga dapat memperkuat system saraf, meringankan stress dan kecemasan. Senamn Yoga memiliki efek yang menyebar ke fungsi fisik dan mental tubuh. fisik melalui pengobatan, penguatan, peregangan, dan relaksasi tulang, otot, pencernaan, system kardiovaskuler, system kelenjar dan saraf. Yoga bekerja sebagai pengobatan insomnia karena menenangkan sistem saraf simpatik. Pada saat yang sama yoga merangsang saraf parasimpatis, yang memudahkan tubuh untuk beristirahat dan tidur. Analisis Bivariate Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan mengetahui perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan senam yoga di posyandu lansia Desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Pengujian perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan senam yoga menggunakan alat statistik uji beda rata-rata (compare mean). Pengujian uji beda didahului dengan uji normalitas data. Apabila hasil uji normalitas ditemukan hasil data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji beda menggunakan teknik paired t test dan jika data tidak berdistribusi normal menggunakan teknik Wilcoxon rank test. Analisis data dikerjakan dengan computer program SPSS 17,00 for windows. Analisis normalitas data Hasil uji normalitas data pada kelompok pre test dan kelompok post test ditampilkan dalam tabel 7. Tabel 7. Hasil uji normalitas data Variabel Z p Kesimpulan Data pre test Data post test 1,054 0,216 Normal 0,781 0,576 Normal Tabel 7. menunjukkan baik data pre test maupun data post test menunjukkan nilai p> 0,05, sehingga kedua data penelitian disimpulkan berdistribusi normal. Uji hipotesis Hasil uji paired t-test antara data pre test dan data post test ditampilkan dalam tabel 8. Tabel 8. Hasil uji Paired t test Variabel Rata-rata t-test p Pre test 18,4510 11,268 0,001 Post test 14,7059 Tabel 8. menunjukkan dari 51 responden sebelum diberikan senam yoga diperoleh nilai rata-rata 18,45. Nilai ini 18,45 masuk dalam kategori insomnia berat. Responden yang telah melakukan senam yoga sebanyak 7 kali selama 1 minggu menunjukkan penurunan nilai rata-rata. Nilai rata-rata pada post test menunjukkan 14,70. Nilai 14,70 masuk dalam kategori insomnia sedang. Hasil uji statistik dengan paired t test menunjukkan nilai p-value = 0,001 Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 87

Berdasarkan hasil tersebut, keputusan yang diambil adalah menolak Ho, artinya terdapat perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan senam yoga di posyandu lansia desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Pembahasan Distribusi responden menurut tingkat insomnia pada awal penelitian atau pre test menunjukkan bahwa tingkat insomnia dalam kategori berat. Hal tersebut ditinjau dari ratarata skor insomnia sebesar 18,45. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya insomnia pada lansia antara lain proses penuaan, gangguan psikologis, gangguan medis umum, faktor lingkungan fisik, dan faktor lingkungan sosial (Rafknowlege, 2004). Kondisi ini juga sesuai dengan hasil penelitian Amir (2007) yang menyatakan bahwa setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 7,5 jam untuk tidur setiap malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan tidur lebih atau kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya usia. Seseorang yang berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan lansia. Waktu tidur lansia berkurang berkaitan dengan faktor ketuaan. Hasil pengujian hipotesis tentang ada perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan senam yoga menggunakan teknik analisis uji t-test. Hasil pengujian analisis menggunakan uji paired t- test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat insomnia sebelum dan sesudah pemberian senam yoga yaitu ditinjau dari rata-rata skor insomnia post test sebesar 14,70. Gerakan senam yoga dilakukan dengan serangkaian gerak yang teratur dan terarah serta terencana dengan maksud meningkatkan fungsional raga, dalam hal ini ditujukan agar lansia terjadi penurunan insomnia pada lansia. Gerakan senam yoga yang dilakukan secara dinamis dengan posisi tertentu. Dalam senam yoga terdapat gerakan dengan kelenturan (flexibility). Kelenturan adalah kemampuan menggerakkan sendi-sendi tulang secara bebas, latihan yang terbaik untuk memperoleh kelenturan menggerakkan badan yang sering berganti-ganti arah. Gerakan senam yoga juga terdapat unsur koordinasi, dimana tercipta kerja sama antara susunan syaraf pusat dengan otot dalam bentuk gerakan tertentu. Latihan ini dapat melibatkan otot besar maupun kecil, tetapi sedikit sekali melibatkan organ penting seperti jantung dan paru (Suparto dalam Adinata, 2004). Melakukan yoga secara umum merupakan cara yang baik untuk mengatasi insomnia. Latihan yoga membantu mengalahkan stress yang merupakan penyebab utama gangguan tidur, yoga menurunkan aktivitas tubuh dan pikiran yang akhirnya akan mendorong kita untuk tidur (Pangkalan 2008). Lansia yang sedang mengalami kecemasan atau stress (ketegangan emosional) maka beberapa otot akan mengalami ketegangan sehingga mengaktifkan system saraf simpatis. Pada kondisi stres, hipotalamus, bagian kecil otak yang terletak di bawah otak besar dan talamus, akan mengeluarkan kortisol, hormone stres. Padahal, produksi kortisol secara simultan akibat ketegangan dan beban psikologis akan merusak dinding pembuluh darah, yang juga bakal mengganggu aliran darah ke otak. Meningkatnya produksi hormone stress ini memacu kerja neurotransmitter, saraf pembawa pesan di otak yang berkaitan dengan emosi, akibat dopamine terstimulasi. Dopamine berperan dalam melakukan tindakan dan kesadaran kognitif, seperti menentukan aktivitas fisik, perasaan dan motivasi diri, perhatian, serta proses tidur. Dengan berlatih yoga, seiring dengan kesadaran yang meningkat, pikiran yang bergejolak akan diredam. Yoga adalah suatu metode untuk menenangkan pikiran yang resah untuk kemudian diarahkan pada saluran yang konstruktif (Widyantoro, 2010). Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 88

Yoga pertama-tama akan melepaskan, kemudian mencegah pengaruh gejala stres tersebut pada tubuh. Latihan kelenturan sangat membantu dalam mencegah ataupun mengurangi ketegangan otot dengan seketika. Kemudian yang kedua yang akan dilakukan oleh yoga adalah mengatasi gangguan pernapasan yang tidak teratur sebagai akibat dari stress melalui pernapasan yang mendalam dan terkontrol sambil melakukan setiap sikap yoga. Hal ini akan membawa pada keadaan tenang dan stabil secara emosi, karena pernapasan berhubungan erat dengan keadaan pikiran. Hal ketiga yang dilakukan yoga memberikan ketrampilan untuk mengatasi stres secara efektif melalui pengendalian suara-suara dalam pikiran dan mencapai ketenangan dan kejernihan mental (Belling, 2006). Perasaan tenang dan nyaman dapat memunculkan rasa kantuk sehingga lansia dapat dengan mudah mengawali tidur. Kemudahan dalam mengawali tidur akan berdampak pada lama tidur, dengan tidur lebih awal dari biasanya dan masa memasuki tidur yang lebih pendek secara langsung akan memperlama jam tidur. Lama tidur bukan salah satu ukuran standart apakah seseorang harus tidur 8 jam atau tidak, namun bagi penderita insomnia peningkatan lama tidur cukup berarti. Pada saat diberi senam yoga, para lansia memberikan respon yang berbeda-beda. Kebanyakan lansia mengalami ketenangan dan memperlihatkan respon relaks yang ditandai dengan menurunnya pernapasan, nadi dan denyut jantung. Menurut Basford (2006), menyatakan bahwa yoga digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk mengurangi tingkat stres, memperlambat denyut jantung, dan menurunkan tekanan darah, sementara praktik asana (gerakan yoga) dapat digunakan secara khusus untuk memperbaiki masalah tertentu atau untuk mencegah penyakit. Dalam yoga, tubuh manusia terhubung erat dengan pola gerak, napas, serta pikiran yang memungkinkan terjadinya keseimbangan, relaksasi, serta harmoni dalam hidup. Praktisi yoga menggunakan wujud kasar tubuh untuk membantu menjernihkan pikiran. Lewat serangkaian latihan fisik yang cermat dan penuh konsentrasi, seorang pelaku yoga diajarkan untuk membangun seluruh bagian tubuh maupun jiwanya. Secara ilmiah, olah fisik yoga terbukti mampu memperbaiki, memperkuat, dan memaksimalkan fleksibilitas otot. Berbagai gerakan yoga berefek positif bagi peredaran darah, memudahkan penyerapan gizi, serta membersihkan racun dari berbagai bagian tubuh. Sementara dari sisi psikologis yoga meningkatkan konsentrasi, fokus, dan meningkatkan keseimbangan jiwa, ketenangan, juga kepuasan (Lebang, 2010). Menurut Pangkalan (2008), melakukan yoga secara umum merupakan cara yang baik untuk mengatasi insomnia. Latihan yoga mengalahkan stres yang merupakan penyebab utama gangguan tidur. Melalui latihan fisik yang menenangkan, teknik pernapasan dan relaksasi, seseorang dapat memperbaiki pola tidur tanpa menggunakan obat tidur yang akan mempengaruhi siklus tidur alami. Dalam penelitian ini, latihan senam yoga yang diberikan kepada lansia sesuai dengan kondisi fisik lansia, latihan senam yoga dengan gerakan yang pelan-pelan yang dikombinasikan dengan latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi peregangan otot serta relaksasi kelompok otot. Latihan senam yoga dapat menstimulasi respon relaksasi baik fisik maupun psikologis. Respon tersebut dikarenakan terangsangnya aktivitas sistem saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang terletak di separuh bagian bawah pons dan di medula sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme tubuh, denyut nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan dan peningkatan serotonin. Perangsangan pada beberapa area dalam nukleus traktus solitarius, yang merupakan region sensoris medulla dan pons yang dilewati oleh sinyal sensorik visceral yang memasuki otak melalui saraf-saraf vagus Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 89

dan glosovaringeus, juga menimbulkan keadaan tidur. Latihan senam yoga yang dikombinasikan dengan teknik pernapasan yang dilakukan secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik pernapasan tersebut, mampu memberikan pijatan pada jantung yang menguntungkan akibat naik turunnya diafragma, membuka sumbatansumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh. Aliran darah yang meningkat juga dapat meningkatkan nutrient dan O2. Peningkatan O2 didalam otak akan merangsang peningkatan sekresi serotonin sehingga membuat tubuh menjadi tenang dan lebih mudah untuk tidur (Purwanto, 2007). Pada saat bernapas dalam, di sebelah atas, ketika udara dihembuskan keluar secara perlahan-lahan, pernapasan itu didorong dan menekan paru-paru. Dengan demikian membebaskannya dari udara yang tergenang dan membebaskannya dari gangguangangguan. Sedangkan disebelah bawah pada saat menarik nafas, akan merangsang dan membersihkan gerak peristaltik dari usus-usus untuk lebih membersihkan sisa-sisa makanan yang telah lalu dan mengubah terjadinya sembelit, serta membersihkan sedikit demi sedikit lemak, cairan dan gas-gas berlebihan, yang tidak digunakan bagi tubuh. Sedangkan pada saat merelaksasikan otot, sebuah sel saraf mengeluarkan opiate peptides atau sariapti kenikmatan ke seluruh tubuh sehingga yang dirasakan adalah rasa nikmat dan tubuh menjadi rileks. Selain yang disebutkan di atas, perangsangan sistem saraf otonom juga memainkan peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan tekanan arteriol dengan pengaruhnya pada cardiac output dan derajat kontriksi dari resistensi (arteriol) serta kapasitasi (venul dan venula) pembuluh darah yang mengakibatkan resistensi perifer menurun dan tekanan darah juga menurun (Purba, 2002). Hal ini dibuktikan pada saat sesudah penelitian ada dua responden yang mengalami penurunan tekanan darah dari 160/80 mmhg menjadi 150 mmhg, dan 150 mmhg menjadi 140 mmhg karena latihan senam yoga tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sasmita (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Latihan Hatha Yoga Selama 12 Minggu terhadap Tekanan Darah Diastol dan Sistol Wanita Berusia 50 Tahun keatas. Dengan jumlah responden 37 responden. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa latihan hatha yoga terprogram selama 12 minggu dapat menurunkan tekanan darah diastol tetapi tidak pada tekanan darah sistol pada wanita yang berusia 50 tahun ke atas. Pelatihan senam yoga dapat memunculkan keadaan tenang dan rileks dimana gelombang otak mulai melambat semakin melambat akhirnya membuat seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Kondisi inilah yang akan mempengaruhi terjadinya penurunan tingkat insomnia pada lansia. Pada saat dilakukan pre test dan post test terlihat terjadi penurunan tingkat insomnia. Hasil observasi terhadap lansia sebelum diberi senam yoga menunjukkan bahwa responden sering terbangun pada waktu tidur malam. Pada waktu tidur, sering responden mengalami mimpi. Apabila sudah terbangun dari tidur, responden sulit untuk tidur kembali, sehingga pada di waktu pagi hari, responden merasa tidak bugar. Kondisi yang demikian menjadikan responden manjadi kurang tidur apabila diukur dengan waktu lama responden tidur. Lama tidur responden banyak yang tidur antara 4 jam 30 menit 5 jam 29 menit. Dari hasil pre test peneliti di lapangan menunjukkan bahwa sebelum mengikuti terapi senam yoga responden banyak mengalami insomnia berat yaitu sebanyak 35 responden. Adanya terapi senam yoga terhadap responden dapat memberikan pengaruh terhadap insomnia responden. Hasil senam yoga menunjukkan bahwa 3 responden Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 90

yang mengalami insomnia ringan (5,9%) sementara yang mengalami insomnia sedang sebanyak 37 responden (72,5%) dan yang masih mengalami insomnia berat sebanyak 11 responden (21,6%). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa 11 responden masih mengalami insomnia berat (21,6%). Hal tersebut terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang masih mempengaruhi terjadi insomnia, hal ini menurut peneliti disebabkan ketidakmampuan lansia dalam mengikuti senam yoga, beberapa lansia yang tidak mengikuti senam yoga dengan cermat dan penuh konsentrasi, sehingga lansia tidak dapat merasakan keadaan yang tenang dan rileks. Suatu keadaan yang tenang dan rileks dapat membuat seseorang beristirahat dan dapat tertidur. Dan beberapa karena adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi insomnia, yaitu adanya faktor gangguan medik umum. Berdasarkan hasil wawacara dengan tiga responden menderita penyakit asma, responden mengatakan sering terbangun pada malam hari dan tidak dapat melanjutkan tidurnya kembali karena serangan asma. Meskipun lansia tersebut melakukan senam yoga dengan cermat dan penuh konsentrasi dan sudah merasakan tenang dan rileks, namun karena kondisi lansia yang terserang asma tiba-tiba pada malam hari, sehingga senam yoga yang diberikan pada sore hari tidak efektif bagi responden tersebut. Sehingga tingkat insomnia responden tidak mengalami penurunan, masih dalam tingkat insomnia berat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Amir (2007) tentang faktor-faktor yang menyebabkan insomnia yang menyatakan bahwa insomnia juga sering pada penderita asma, sekitar 60-70 persen terbangun tengah malam karena serangan asmanya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 37 responden mengalami insomnia sedang (72,5%) dan 3 responden mengalami insomnia ringan (5,9%). Konsistensi dari latihan senam yoga selama satu minggu secara teratur ini membuktikan bahwa latihan senam yoga mempunyai hasil yang signifikan untuk menurunkan tingkat insomnia lansia. Selain faktor tersebut, peneliti memperkirakan penurunan tingkat insomnia disebabkan oleh kondusifnya lingkungan ketika melakukan latihan senam yoga dan sering dipraktekan lagi latihan tersebut ketika terbangun dari tidur, dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa penurunan jumlah responden yang mengalami gejala insomnia pada tiap-tiap skor setelah latihan senam yoga, serta berdasarkan analisis yang membandingkan hasil pre test (O1) dan post test (O2) menunjukkan terdapat perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan senam yoga di posyandu lansia desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Hasil ini ditunjukkan bahwa rata-rata skor insomnia setelah diberi terapi senam yoga menurun, yaitu dari 18,45 menjadi 14,70. Dan hal ini membuktikan bahwa senam yoga efektif dalam menurunkan tingkat insomnia pada lansia. Hasil penelitian lain yang mengunakan terapi yoga adalah Kirkwood (2005) melakukan penelitian tentang yoga for anxiety dimana penelitian dilakukan kepada 45 lansia yang mengalami kecemasan dengan berbagai masalah penyakit yang diderita. Sampel diberikan terapi yoga. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan pasien, meskipun penurunan tingkat kecemasan tidak banyak berubah ditinjau dari nilai kecemasan. SIMPULAN 1. Responden sebelum diberikan senam yoga menunjukkan tingkat insomnia banyak pada kategori berat. 2. Responden sesudah diberikan senam yoga menunjukkan tingkat insomnia banyak pada kategori sedang. 3. Terdapat perbedaan perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan senam yoga di posyandu lansia Desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 91

Saran 1. Bagi kader posyandu Diharapkan para kader dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai manfaat terapi senam yoga, sehingga para lansia dapat merasakan manfaat dari senam yoga. DAFTAR PUSTAKA 2. Bagi institusi pendidikan Diharapkan institusi pendidikan dapat menambah keterampilan menambah jam pelajaran dan menadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa. Alimul A. (2006). Pengantar Kebutuhan Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan Buku 2. Jakarta : Salemba Medika Amir, N. 2007. Cermin Dunia Kedokteran. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/157 09GangguanTidurpdLansia.pdf/15709GangguanTidurpdLansia.html. Diakses: 20 Januari 2011. Hajir, Redha. 2010. Easy Yoga Sehat dan Fit dengan Yoga Praktis. Jakarta: Penerbit Bukune. Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika. Ihsan, F. 2003. Dasar- Dasar Kependidikan Keperawatan. Jakarta : Rinieka Cipta. Kelurahan Blulukan. 2010. Data Monografi Desa/ Kelurahan Blulukan untuk Bulan Desember 2010. Karanganyar. Lebang, Erikar. 2010. Yoga Sehari-hari untuk Kesehatan. Jakarta : Penerbit Pustaka Bunda. Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC. Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriantrik Edisi 3. Jakarta: EGC. Nursalam. 2003. Pedoman Praktis Penyusunan Riset Keperawatan. Surabaya: Universitas Airlangga. Pangkalan Ide. 2008. Seri Bodytalk-Yoga Insomnia. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Potter & Perry. 2009. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawata. Buku 1 edisi 7. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Puskesmas Colomadu II. 2011. Register Posyandu Lansia untuk Bulan Januari 2011. Karanganyar. Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia (Lestari G dan Abi Muhlisin) 92